2. Her Boyfriend

Chapter 2

Nicklaus melepas tautan sapu tangan dari hidungnya kala tiba di ruangan pribadinya di lantai 21. Terimakasih kepada Rose Adrianna Walton yang sudah menghantam wajah tampannya dan hampir saja membuat hidungnya yang mancung ini patah.

Dia kan tidak memiliki teman seperti Luna Lovegood layaknya Harry Potter yang bisa membenarkan hidungnya kala patah hanya dengan sebuah mantra dan tongkat sihir.

Ada apasih dengan Rose dan temperaturnya yang meledak-ledak itu?

Bulu kuduk Nicklaus bahkan merinding hanya sekedar memikirkannya.

Setelah menutup pintu dengan bahunya, Nicklaus melempar jas yang dikenakannya ke atas coffee table dan berjalan menuju sofa yang terletak di tengah-tengah ruangan dan menghempaskan tubuhnya di sana. Tanpa ragu ia bahkan melempar sapu tangan yang penuh darah dari hidungnya itu ke sembarang arah.

Kepalanya mendongak ke langit ruangan.

"Kenapa menghadapi perempuan pemarah itu saja membuatku lelah?" desis Nicklaus.

"Padahal, menghadapi wanita gila semacam Jennifer Griffin saja tidak semelelahkan ini walaupun memang ia benar-benar merepotkan."

Belum sempat ia menghela napasnya setelah berkata demikian, ponsel di saku jasnya bergetar.

"Apa lagi sekarang?" dumalnya.

Biarpun begitu, ia tetap bangkit dan meraih ponselnya dari dalam saku jas dan kembali ke sofa untuk berselanjar kaki.

Itu Will Turner.

"Aku sudah sejak kecil menjadi sahabatmu, tapi kenapa sekretarismu itu tak kunjung memberikan kemudahan kepadaku?" semprot Will begitu Nicklaus baru saja meletakkan ponsel di telinga.

"Aku memang menyuruhnya untuk tidak mengizinkan siapapun masuk dengan mudah ke ruanganku sejak pagi ini karena insiden semalam," kata Nicklaus. "Ada apa?"

"Baiklah kalau begitu aku pergi saja," balas Will. "Padahal aku baru akan mengajakmu untuk pergi."

Pupil mata Nicklaus bergetar.

Dia benar-benar butuh hiburang sekarang ini. Tapi, ia sudah jelas sekali menerima perintah dari Kakeknya untuk tidak keluar dari gedung perusahaan kecuali untuk urusan yang penting. Dan lagi, dapat dijamin bahwa di luar perusahaan pasti sudah banyak wartawan yang menunggu kehadiran dirinya untuk diminta keterangan.

Tapi, bukan Nicklaus namanya kalau tidak membangkang kan?

"Berikan ponselmu kepada sekretarisku."

I don't need no money.
You are more than diamond, more than gold.
As long as i can feel the beat.

Lagu Cheap Thrills yang dinyanyikan oleh Sia dan Sean Paul menggema di seluruh penjuru restoran, termasuk ruangan berukuran empat kali empat meter yang ditempati oleh Nicklaus bersama sahabatnya, Will Turner saat ini.

"Aku benar-benar benci lagu itu," komentar Will, di sela-sela mulutnya yang tengah mengunyah makanan di salah satu restoran ala Jepang itu.

Nicklaus bersandar pada bantalan sofa dan dengan entengnya berkata, "Tutup saja telingamu."

Ingin sekali Will menghantam Nicklaus kalau tidak ingat laki-laki itu baru saja beberapa jam yang lalu sudah terlebih dahulu dihantam oleh seorang Rose Walton.

"Jadi, bagaimana rasanya?" tanya Will, tiba-tiba duduk mendekat. "Dipukuli oleh Rose, maksudku."

Nicklaus meliriknya sebentar. "Aku tidak dipukuli olehnya."

"Baiklah-baiklah," kata Will. "Bagaimana kalau, ditampar dengan kepalan jari?"

"Apa kau ingin merasakannya?" Nicklaus balik bertanya.

Will tertawa garing. "Percayalah, aku sering merasakannya. Kau pikir kenapa pipi kananku biru minggu lalu saat aku datang ke pesta Andreas?"

"Kalau begitu berhenti bertanya."

Menyerah, Will mengangkat kedua tangannya ke udara dan kembali ke tempat duduknya untuk kembali menyantap makanan miliknya. Sepertinya Nicklaus membutuhkan udara untuk sendiri.

Drrtt drrttt.

Tak lama setelah suasana berubah tenang kala Will terdiam dan hanya tersisa alunan lagu di penjuru café, ponsel Nicklaus seakan tak membiarkan ketenangan itu terjadi.

Nicklaus berdecak pelan dan meraih ponselnya. Lalu, tiba-tiba saja wajahnya berubah merah kala membaca isi pesan yang masuk ke ponselnya.

Melihat perubahan pada wajah Nicklaus, Will berhenti makan.

"Ada apa?"

"Wanita sialan itu." Nicklaus geram setengah mati.

"Jennifer? Apa lagi yang ia lakukan?"

"Tidur dengannya saja aku tidak pernah, bagaimana mungkin aku bisa menghamilinya?"

Tak tahan dengan ucapan yang berbelit-balit saat rasa penasarannya sudah mencapai ubun-ubun, Will lantas merebut ponsel Nicklaus dan membaca sendiri pesan yang baru saja masuk tersebut.

Jennifer:
Kalau kau tidak mau menikahiku, aku akan bicara pada acara Talk Show yang mengundangku besok lusa bahwa kau memintaku untuk menggugurkan anakku dan tak mau bertanggung jawab.
01:13 PM

Mulut Will hampir saja lepas dari tempatnya.

Baru saja ia hendak berkata, pintu ruangan terbuka dan menampakkan sosok yang dikenalnya dengan jelas.

"Bisakah kalian tidak mengganggu waktu makan siangku yang tenang?!" umpatnya begitu pintu baru saja tertutup.

Siapa lagi kalau bukan Rose Adrianna Walton.

Nicklaus terbelalak. "Apa yang kau lakukan di sini?"

Rose hanya menoleh kepadanya sebentar dan memilih untuk mengacuhkannya, lalu kakinya yang berbalut heels 5cm itupun mendekat ke arah Will dan duduk tepat di sampingnya.

Will mencium bibir Rose begitu mereka duduk bersebelahan hanya beberapa detik dan kembali menatap Nicklaus.

Ia menjulurkan ponsel Nicklaus ke atas meja. "Aku yang memintanya ke sini," ujar Will jujur.

"Bukankah aku bilang bahwa hidungku hampir saja patah karenanya?" tanya Nicklaus, tak terima.

Rose berdecih. "Percayalah, aku juga tidak ingin kemari hanya kalau kau yang meminta dan mengabaikan setumpuk pekerjaanku yang berubah tiga kali lipat karena ulahmu."

Kepala Nicklaus mendongak ke udara. Wanita ini, benar-benar..

"Aku pergi dari sini," papar Nicklaus, bangkit dari duduknya dan meraih ponsel dari atas meja.

Tapi, Will menahan pergerakkannya.

"Tunggu sebentar," pinta Will. "Aku benar-benar tidak tahan melihat kalian kesusahan hanya karena wanita maniak itu. Jadi, aku sengaja mengumpulkan kalian berdua."

Nicklaus kembali ke tempatnya duduk dan menatap Will serta Rose secara bergantian.

"Dia bahkan tak mau berbicara formal kepadaku saat diminta untuk menemuiku dan Kakek." Dagu Nicklaus terangkat menunjuk Rose.

"Dan mendengarkan ocehan tak masuk akalmu? Apa kau bilang? Memberikan? Apa telingaku butuh diterapi untuk menyaring perkataanmu itu?" balas Rose dengan tatapan tak senang.

Will berdecak dan merentangkan kedua tangannya.

"Cukup."

"Dengarkan kekasihmu, Cousin," ledek Nicklaus seperti anak-anak.

Tak mengindahkan ledekkan Nicklaus, Will kembali merebut ponsel Nicklaus dari genggamannya dan menunjukkan isi pesan dari Jennifer kepada Rose.

Alis tebal Rose yang sebelah kanan lantas terangkat. Ia menatap Nicklaus penuh penilaian.

"Kau benar-benar tidak menghamilinya?" tanya Rose.

"Berapa kali sudah kukatakan kepadamu?" balas Nicklaus, gemas.

Rose melempar ponsel Nicklaus begitu saja ke atas meja. "Siapapun akan percaya kalau kau menghamilinya. Seluruh dunia tahu kalau wanita itu merupakan aktris berbakat. Kemampuan aktingnya tak meragukan sama sekali."

"Haha, terimakasih atas hiburanmu, Cousin." Nicklaus tertawa hambar.

Tak tahan dengan perselisihan antar saudara ini, Will menggenggam tangam Rose dan mengelusnya. Meminta wanitanya itu untuk mengendurkan emosinya serta memberikan pengarahan hanya dengan tatapan mata.

Rose menghela napasnya sebentar, sadar akan kode yang diberikan Will kepadanya.

"Singkirkan saja wanita itu."

Baik Nicklaus maupun Will sama-sama tidak percaya dengan apa yang baru saja mereka dengar.

Apa Rose baru saja mengatakan untuk mengenyahkan Jennifer? Semudah itu?

[ n o t e s ! ! ! ]

Jadi, gimana sejauh ini? Suka nggak?
Gue terakhir publish full romance itu pas jaman buat Fan Fiction. Hahaha.
Semoga kalian suka ya.
Lanjut jangan?

Ohiya, kalian penasaran gak sih sama apa yang dimilikin oleh The Waltons?
Kalo penasaran, coba reply penasarannya sama apa.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top