4. Istri Sah
Part 4 Istri Sah
Nada tak akan pernah melupakan malam mengerikan itu. Ia tak akan pernah menerima pernikahannya dan Erzan, tetapi sekarang pernikahannya dan pria berengsek itu terasa lebih nyata dengan semua jejak kotor yang ditinggalkan Erzan di tubuhnya.
Suara bel yang menyela di antara gemericik air menyadarkan Nada. Tangannya meraih selimut di ujung ranjang dan bangun terduduk. Memastikan suara bel tersebut benar-benar tertangkap oleh telingnya untuk yang kedua kali. Ia menoleh ke samping, pada Erzan yang berdiri di bawah guyuran shower dan tak bereaksi dengan suara bel yang ketiga.
Gegas wanita itu meraih pakaiannya, mengenakannya dengan asal dan berjalan ke arah pintu. Menemukan dua petugas keamaanan dengan pria muda yang menyaksikan keributannya dan Erzan beberapa saat yang lalu.
"Nona?" Kedua petugas itu mengamati penampilan Nada yang berantakan. "Pria ini mengatakan ..."
Nada mengangguk dan bernapas dengan penuh kelegaan. Hanya untuk beberapa detik ketika Erzan tiba-tiba sudah berada di sampingnya. Tubuh telanjang pria itu yang basah hanya ditutupi handuk di bagian pinggang.
Lengan Erzan meraih pinggang Nada dan merapatkan tubuh mereka. "Ada masalah?"
Kedua petugas itu membelalak mengenali Erzan. Menatap pria itu dan Nada bergantian hingga beberapa kali.
"Dia pria yang kukatakan tadi." Suara pemuda itu setengah bergetar. Bersembunyi di balik salah satu petugas keamanan ketika tatapan Erzan berpindah ke arahnya.
Erzan hanya menyeringai. "Ck, kenapa waktuku harus diganggu dengan anak ingusan itu," gerutunya tak jelas. Tatapan kesalnya seketika membuat dua petugas itu mengkerut.
"Maafkan kami, Tuan. Sepertinya ini hanya kesalah pahaman." Kedua petugas tersebut mengangguk dengan sopan.
Mata Nada melotot, tersedak ludahnya akan kepatuhan yang ditampilkan kedua pria itu.
Erzan mengedikkan bahu. "Ah, ya. Dia istri yang kucari-cari kemarin. Kami ingin membicarakan masalah pernikahan kami di sini."
Kedua pria tersebut mengangguk lagi dan berpamit pergi. Meminta maaf untuk gangguan tersebut.
"Apa yang kau katakan pada mereka, hah?" Nada mendorong tubuhnya menjauh. Mengabaikan punggungnya yang membentur dinding dengan keras.
"Tentang perselingkuhan kalian."
"Dan mereka lebih mempercayaimu?"
Erzan terkekeh sambil mengedikkan bahunya. "Kenapa mereka harus lebih percaya pada selingkuhanmu?"
Muluh Nada hanya menganga, kehabisan kata untuk membalas permainan kata Erzan yang menyiratkan ancaman cukup serius tersebut. Air mata kembali merembes di ujung matanya. Papanya bahkan tak bisa menolongnya untuk keluar dari pernikahan ini. Dan seolah semua orang sedang bekerjasama untuk menyiksanya. Menghadiahkan penderitaan ini tepat di hari ulang tahunnya.
"Kenapa kau lakukan ini, Erzan? Tidak bisakah kau berhenti mengusik hidupku? Aku tahu kau bahkan tak benar-benar ingat dengan pernikahan kita!"
"Ya, aku memang tidak ingat." Erzan maju satu langkah, memaku lengannya tepat di samping wajah Nada. "Kakekmu yang baik hati itu yang terlalu mencemaskanmu."
"Dan terlalu mempercayai orang asing sepertimu."
"Mungkin. Tapi ... kau yakin aku yang kau lihat pada malam itu?"
"Kau memegang pistolnya. Bukti apalagi yang kau butuhkan, hah? Kau ingin membunuhku? Jika kau tahu akan membuka mulut, kenapa kau tidak membunuhku saat itu saja, hah?!"
Erzan memajukan wajahnya dengan kecepatan yang membuat Nada menoleh dan memejamkan mata. Seluruh tubuhnya bergetar hebat oleh ketakutan yang menyergapnya. Hampir yakin pria itu akan menghantam wajahnya, akan tetapi hanya napas panas pria itu yang berhembus di sisi wajahnya.
Dada Nada bergerak naik turun dengan keras saat napasnya terengah. Tubuhnya meluruh ke lantai dan kepalanya tertunduk dalam. Menangis tersedu.
"Aku akan melakukannya." Erzan berjongkok di depan Nada. Menyentuh ujung dagu sang istri dan menaikkannya. "Aku memang berniat melakukannya di sini. Mengaturnya dengan sangat rapi dan membuat kekasihmu itu sebagai pembunuhnya."
Nada masih saja sukses dibuat terkejut dengan entah rencana apa yang disusun oleh Erzan. Tiga tahun sejak pembunuhan itu, ia tak pernah tidur dengan nyenyak. Setiap hari dalam 24 jam, kecemasan tak berhenti menghantuinya. Seberapa pun kerasnya ia berusaha meyakinkan diri bahwa apa yang dilakukannya adalah benar. Ia melihat dengan mata kepalanya sendiri, bahwa Erzanlah yang membunuh kakeknya dengan pistol itu. Namun keyakinan itu tak lebih kuat dari keyakinannya akan dendam yang dimiliki Erzan untuknya.
"Tapi ... aku berubah pikiran saat menyadari aku adalah pria pertamamu." Seringai Erzan naik lebih tinggi.
Mata Nada yang basah berkedip tak mengerti. Menatap kebengisan di wajah Erzan yang semakin pekat bercampur seringai kepuasan pria itu.
"Ini memang malam pertama kita." Erzan menyentakkan wajah Nada saat kembali berdiri. "Sebagai bentuk penghormatanku atas keperawananmu, malam ini aku tak akan menyentuhmu."
Nada hanya mampu menggigit bibir bagian dalamnya. Menahan gemuruh amarah di dadanya menatap punggung Erzan yang berjalan menjauh sambil tertawa penuh kebanggaan. Belum pernah ia merasa dilecehkan dengan cara paling hina seperti ini.
***
Seolah belum cukup Erzan membalaskan dendam pada dirinya menggunakan tubuhnya. Saat Nada tersentak bangun oleh suara benda pecah dari arah pantry, wanita tergelagap dan bangun terduduk. Mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan.
Kepalanya benar-benar pusing dan seluruh tulang di tubuhnya serasa dipatahkan hingga remuk. Menahan erang kesakitannya, wanita itu berusaha menurunkan kedua kaki ke lantai.
Semalam ia tak bisa tidur dan duduk di sofa, menunggu apa pun yang dilakukan Erzan pada computer Gibran. Berharap mereka akan segera meninggalkan tempat ini sebelum Gibran kembali. Tetapi jejak keberadaannya dan Erzan tak mungkin tidak dilihat oleh pria itu. Erzan melarangnya mengganti sprei dan membereskan semua kekacauan tersebut. Dan sengaja membiarkan tempat tidur itu berantakan dengan noda darah di bagian tengahnya.
Nada merasa tak bisa menahan semua keberengsekan ini berlangsung, tetapi jika Erzan benar-benar akan membunuhnya dan menjadikan Gibran sebagai pembunuh yang akan dijebloskan ke penjara. Semua kemarahannya tak akan sepadan.
Lagipula ia masih punya harapan pada papanya. Ia hanya perlu memastikan tubuhnya terlihat menderita dengan semua bekas penyiksaan Erzan dan papanya akan membebaskannya ...
"Kau sudah bangun?"
Nada tersentak dan kembali merapatkan robekan di bagian depan gaunnya untuk menutupi dadanya. Menatap Erzan yang berjalan mendekat dengan dua potong roti bakar di piring dan segelas jus jeruk. Di letakkan di nakas.
"Makanlah." Erzan bersandar di lengan sofa yang ada di ujung ranjang.
"Aku harus menggunakan kesempatan yang diberikan papamu dengan sangat baik atau ... aku tak akan pernah melihat wajah istriku lagi." Erzan memasang ekspresi sedih yang dibuat-buat. Hanya untuk sedetik dan detik berikutnya tatapan pria itu menajam penuh ancaman.
Tanpa berpikir dua kali, Nada menyambar piring dan gelas tersebut ke lantai.
Ujung bibir Erzan terangkat sedikit saat menatap makanan tersebut berserakan di lantai. Lalu tangan kanannya yang memegang remot mengarah ke layar televisi yang terpasang di dinding.
Wajah Nada tak bisa lebih pucat lagi. Seketika menyesali ketololannya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top