17. Rayanka Arkatama
Part 17 Rayanka Arkatama
“Apa kau mau kuberitahu satu rahasia?”
Nada menelan ludahnya. Matanya bergerak mengikuti tangan Erzan yang menyiramkan air di pundak kanannya. Gelenyar aneh menyebar ke seluruh rubuhnya saat ujung jemari pria itu bermain-main di sana. Membuat gerakan memutar seringan bulu. Wanita itu menahan napas, tulang punggungnya menegang dan gelenyar aneh yang menyebar ke seluruh tubuhnya.
“Kenapa pamanmu menghapus CCTV di ruang kerja kakekmu?”
Mata Nada terpejam dengan erat, berharap pria itu segera melepaskan semua pakaiannya. “Kenapa kau tidak bertanya langsung saja padanya? Dia akan mendatangimu jika tahu kau terlibat dengan semua masalah ini.” Suaranya keluar dengan keberanian yang dipaksakan. Ia bahkan tak benar-benar masuk dalam percakapan tersebut dan lebih fokus pada tangan-tangan jahit Erzan yang mempermainkan tubuhnya.
Erzan terkekeh. Menggenggam pundak Nada dan membalik tubuh wanita itu menghadapnya.
Hanya Erzan yang menyentuhnya sedalam ini, hanya Erzan yang pernah menyentuhnya seintim ini. Ia tak punya pilihan selain pasrah atau pria itu benar-benar akan menghancurkan tubuhnya secara nyata. Karena memang sudah. Dan entah bagaimana caranya, Erzan berhasil menguasai tubuhnya. Membuat tubuhnya rileks dan …
Nada segera mengenyahkan semua pikiran sialan itu. Matanya mengerjap dan menatap wajah yang tertunduk di hadapannya. Mengunci pandangannya dengan seringai jahat yang khas di ujung bibir.
“Aku tak tahu kau berpura-pura tak menyadarinya atau memang sengaja memendam keraguan, Nada.”
“Dan aku tak tahu apa yang kau bicarakan.”
“Ada banyak keraguan yang kau rasakan pada malam itu, kan?”
Wajah Nada membeku.
“Apa?”
“Rayanka dan Kavian. Mereka juga keluar dari ruang kerja kakekmu. Kau melihat rekamannya.”
Napas Nada tercekat, kedua telapak tangannya yang menempel di dada Erzan mencegah pria itu bergerak lebih dekat. Meskipun ia tahu jarak itu akan segera lenyap kapan pun pria itu mau. Dan sekarang perhatiannya beralih dengan cepat. Bukan lagi pada tubuh mereka yang setengah tenggelam di bath up, tapi pada malam itu. Dan arti kata-kata Erzan segera masuk ke dalam pikirannya, mengurai dengan sendirinya.
Mungkin ia memang berpura-pura tak tahu dan sengaja memendam keraguannya. Saat itu ia hanya mendengar suara tembakan dan melihar Erzanlah yang memegang pistol itu. Kakeknya terbunuh di kursinya dengan darah mengucur di seluruh wajah. Kebenaran apalagi yang diinginkan pria itu darinya?
“Dan menurutmu siapa yang memanggilku datang ke sana?” Erzan memegang rahang Nada, kembali menatap langsung kepadanya saat mencoba menghindar. “Mereka berdua.”
“Apalagi yang kau harapkan, hah? Kau mengakuinya.”
“Aku mengakuinya dan kau akan membayar mahal untuk pengakuan itu.”
Nada tercekat, menarik tubuhnya menjauh tetapi satu sentakan kuat dari Erzan membuatnya lebih merapat pada pria itu. Dan lebih mudah bagi pria itu untuk meredam rontaannya. Erzan mendongakkan tubuhnya dan menenggelamkan wajah di lehernya. Kedua lengannya berpangku pada pundak pria itu yang begitu keras dan saat usahannya untuk melepaskan diri dikejutkan dengan gigitan di lehernya. Nyaris membuatnya memekik dengan keras.
“Kenapa sekarang kau harus memprotes saat aku menginginkan tubuhmu?” bisik Erzan, menarik tubuh Nada lebih ke bawah tanpa melepaskan bibirnya yang merayap di sepanjang leher wanita itu dan bergerak naik ke rahang dan berhenti di bibir yang menipis marah padanya. Tak sulit membuat bibir itu terbuka untuknya dan menerima dirinya.
“Kau mendapatkan hidupku dan tubuhku. Sekarang apalagi yang kau inginkan?” Nada masih tak menyerah untuk memberontak. Keputus asaan yang familiar menyerangnya. Sepanjang pria itu di penjara, hidupnya tak pernah bisa tenang. Setiap malam tidurnya dihantui mimpi buruk bahwa pria itu akan kembali. Saat dirinya mempertanyakan apa kesalahan yang dilakukannya hingga harus mendapatkan semua penderitaan tersebut, Nada menjawab dengan putus asa. Karena dirinya tak lebih dari boneka yang bisa dipermainkan oleh siapa pun. Sehingga semua orang berhak melakukan apa pun padanya.
“Ada banyak hal, tapi kau akan segera mengetahuinya.”
Mata Nada terpejam dengan jawaban tersebut. Ia bisa merasakan panas menetes di ujung matanya saat Erzan menciumnya. Mulai menguasai dan memuaskan hasrat di tubuhnya.
***
Ketika merasakan napas Nada yang berubah teratur dan punggung wanita itu yang tak bergerak lagi, Erzan menyingkirkan selimut dari tubuhnya dan meraih celana karetnya di lantai. Mengenakannya saat berjalan ke kamar mandi.
Napasnya berhembus dengan keras. Ada sesuatu yang mengganggunya, mengusiknya, atau membuatnya tak nyaman saat melihat air mata Nada. Dan sering kali ia selalu cepat-cepat menghentikan kesusahannya. Tapi …
‘Dia baik-baik saja, kan?’
Suara sang kakak di ujung napasnya yang tak pernah kembali mulai memenuhi kepalanya. Membuatnya menahan diri. Menahan diri lebih dari yang seharusnya. Ya, wanita itu akan menjadi urutan terakhir. Ia akan membiarkan hidup wanita itu lebih lama untuk menyaksikan satu persatu anggota keluargan runtuh.
Mencuci muka dengan air dingin, ia berjalan ke ruang ganti untuk meraih salah satu kaos polosnya dan naik ke lantai empat. Langkahnya terhenti dengan keberadaan Zoe bersandar di pagar balkon.
“Tidak bisa tidur?” Zoe mengambil botol wiski yang masih tersisa setengah di meja dan memberikannya pada Erzan. Yang duduk di kursi terdekat.
Satu tegukan melewati tenggorokan Erzan, terasa panas dan ia butuh lebih banyak lagi sehingga mengambil tegukan berikutnya.
“Kau ingin aku mengambil satu lagi?”
Erzan menggeleng. Ia tak ingin mabuk jadi meletakkan sisanya kembali ke meja.
“Dia akan menemuinya. Hanya bocah itu yang bisa dibodohi tanpa bersusah payah.”
Erzan tak membalas.
“Jadi itu alasanmu memberitahunya tentang Elzan? Tak akan ada yang percaya racauannya.”
“Semua orang terlalu sibuk pada dirinya sendiri, tak ada yang menganggapnya penting,” gumam Erzan tiba-tiba. Menatap langit malam yang gelap dan angin berhembus menerpa kulitnya. Sedingin perasaannya saat ini.
“Ah, kau benar. Tapi dia memang tak penting, kan?”
Erzan mengernyit, menoleh pada Zoe. “Siapa?”
Senyum Zoe membeku dan matanya berkedip dengan gugup akan tatapan Erzan yang mendadak berubah tajam. “Apa?”
Erzan menyeringai.
“Aku membicarakan Nada, Erzan.”
“Aku membicarakan diriku sendiri,” ucap Erzan sambil beranjak dan berjalan masuk. “Kembalilah ke kamarmu, aku tak ingin diganggu siapa pun.”
Zoe masih tertegun di tempatnya, tetapi ia harus lekas turun ke lantai dua saat Erzan duduk di balik meja. Memastikan hanya satu lampu yang tetap menyala di lantai ini sebelum masuk ke dalam lift.
***
“Aku tak memperkirakan semuanya akan sebersih ini, Nada.”
Nada mulai mengerti arti kegelisahan yang sejak tadi menghiasi wajah Jonathan. Dan bahkan pria itu tak membawa apa pun. Seperti yang diharapkan. Atau memang tak pernah ia harapkan.
Kata-kata Erzan terlalu janggal untuk ia abaikan begitu saja. Terlalu mengganggu saat ia berpikir bahwa semua itu adalah kebohongan untuk memanipulasi dirinya. Dan jika diruntun, perasaan aneh itu dimulai dari cara Erzan mengetahui tentang Gibran yang harus pergi keluar kota karena masalah mendadak dan pria itu tidak bisa datang ke pesta ulang tahunnya. Cara Erzan mengatakan kalau Gibran akan pulang pada pagi hari. Bagaimana cara Erzan mengetahui semua itu?
Kemudian rumah mewah itu. Erzan terlihat tidak butuh adaptasi dengan semua ruangan dan orang-orang yang bekerja di sana. Bahkan sidik jari untuk mengakses lift. Dan seolah belum cukup, pertanyaan bahwa Erzan tinggal di tempat itu sejak lama adalah yang paling mengganggunya. Biaya perawatannya tentu saja tidak murah. Bahkan dengan hidupnya yang serba berkecukupan sejak kecil dan perusahaan keluarga yang makmur, rumah Erzan berada di level yang berbeda. Koleksi mobilnya tak bisa dibandingkan dengan Kavian. Juga barang-barang mewah sang kakak yang lain.
“Nada?” Suara panggilan Jonathan menyentakkan Nada dari lamunan. Pria itu menatapnya dengan bingung. “Kau baik-baik saja? Aku memanggilmu tiga kali.”
“Ehm, ya, aku baik-baik saja.”
Jonathan mendekatkan minuman Nada ke depan wanita itu. “Aku benar-benar menyesal, Nada. Kupikir tidak akan sulit mengingat dia hanya CEO dari perusahaan kecil itu. Tetapi semua tentang perusahaan itu benar-benar tak ada, aku bahkan hampir yakin kalau itu hanyalah perusahaan palsu yang digunakan sebagai pencucian uang.”
“Apa maksudmu?”
“Kakek tiba-tiba menjodohkanmu dengannya. Semua orang yang ada di bisnis ini tentu saja saling mengenal satu sama lain, tapi Erzan. Asal usulnya tidak jelas, tak heran jika dia memanfaatkan kakekmu yang baik untuk menopang kesejahteraan hidupnya.”
Itu alasan konyol yang tak mungkin Nada katakan pada Jonathan. “Tidak, Rajhendra Contruction adalah saingan bisnis keluarga Gibran. Yang sekarang mengalahkan proyekmu, kan?”
Wajah Jonathan berubah muram.
Nada terdiam. Erzan pasti sudah memperkirakan langkahnya yang satu ini. “Tentang Garth, apakah aku bisa menemuinya?”
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top