16. Mencari Kebenaran
Part 16 Mencari Kebenaran
“Kalian tidak percaya padaku?”
Kavian dan Abimana tampak menghela napas secara berbarengan. Menatap prihatin pada Nada yang tampak menggebu-gebu di tempat duduknya. “Berapa banyak yang kau minum?”
Nada mendelik tak percaya.
Abimana bangkit dari tempat duduknya dan berbicara pada putra sulungnya. “Bawa dia ke rumah sakit. Mungkin dia memasukkan sesuatu ke dalam makanannya.”
Mulut Nada menganga, menatap sang papa yang berjalan ke pintu. “Nada mengatakan yang sebenarnya, Pa. Dia bukan pria yang dikenal kakek. Dia adiknya.”
Helaan napas Kavian terdengar lebih berat. “Seharusnya kau memasak makananmu sendiri atau setidaknya kau memastikan bungkusnya masih tersegel, Nada. Siapa yang tahu kalau dia memasukkan racun, beruntung dia hanya memasukkan …”
“Aku tidak berhalusinasi, Kavian! Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri.”
Kavian mengamati penampilan sang adik. Rambut basah yang berantakan, dan pakaian yang … “Apa kau mengenakan pakaian dalam?”
Wajah Nada seketika merah padam, melempar bantal di sampingnya ke wajah sang kakak.
“Ck, ck, ck, sepertinya kau bahkan tak sempat mengeringkan tubuhmu setelah mandi, ya? Setidaknya kau beruntung bisa sampai di tempat ini dengan nyawamu, Nada. Kenapa tidak menghubungi kami untuk menjemputmu?” Keprihatinan Kavian tampak dilebih-lebihkan. Kemudian pria itu mengambil ponsel di saku jasnya. “Aku akan mengatur janji dengan dokter. Besok?”
Nada menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan dan menjerit.
“Sepertinya sekarang saja. Sebelum makan malam.”
Nada melompat berdiri, membanting pintu ruang kerja sang papa dengan keras dan berlari ke kamarnya. Saat itulah ia menyadari penampilannya yang berantakan. Terlihat setengah gila. Dan ia memang merasa gila memikirkan semua ini.
Matanya terpejam, mengingat pembicaraannya dan Erzan. Perlahan dengan perlahan dan mulai merangkum. Jadi … Erzan menggantikan posisi Elzan? Kemudian membunuh kakeknya karena semua itu? Semakin Nada memikirkannya, semua terasa tidak masuk di akalnya. Namun …
Saat semua orang sibuk makan malam, ia menyelinap ke dalam gudang. Tempat semua barang-barang kakeknya tersimpan. Dan tak banyak yang bisa didapatkannya selain foto-foto sang kakek dengan Erzan, atau mungkin Elzan. Menyimpannya di dalam kantong dan keluar.
“Apa kau tahu siapa yang sekarang menjadi CEO Rajhendra?” Nada akhirnya menanggalkan kejengkelannya pada sang kakak dan kembali menemui Kavian di ruang santai di lantai dua.
“Kau belum pulang?” Alis Kavian terangkat. Sejenak mengamati penampilan sang adik yang sudah berubah normal. “Mama mencari-carimu.”
“Jawab saja pertanyaanku.”
“Garth.”
“Siapa dia?”
“Sebelumnya dia menjadi salah satu direksi di Erz Group.”
“Kau mengenalnya?”
“Tidak juga. Jonathan mungkin lebih tahu, dia berusaha menjilatnya untuk memenangkan Big Royal, kan? Meski gagal.”
Nada terdiam.
“Apa paman menghubungimu?”
Nada menggeleng dengan lemah. “Bagaimana paman bisa tiba-tiba menjadi buronan?”
Kavian menatap sang adik dan menjawab, “Kau tak tahu apa pun tentang bisnis kami, Nada. Meski ini akan berpengaruh pada bisnis keluarga, setidaknya dampaknya tidak begitu berarti. Jadi sebaiknya kau tak banyak membuat masalah dengan pernikahanmu. Jonathan bilang kau menemui Gibran lagi.”
“Sejak awal Erzan sudah tahu.” Nada keceplosan dan segera menutup mulutnya kembali.
“Apa?!”
Nada memutuskan tak ada gunanya untuk berbohong. “Tapi dia tak mempermasalahkannya.”
“Atau dia hanya terlihat tak mempermasalahkannya?”
Nada tak bisa menjawab.
“Dia orang yang licik, Nada. Tak mungkin dia melewatkan perselingkuhanmu begitu saja tanpa mendapatkan keuntungan.”
Nada masih bergeming. Mulai memikirkan keuntungan yang kemungkinan akan didapatkan dan diinginkan oleh Erzan. Pria itu ingin membalas semua perbuatan keluarganya, kan?
“Menurutmu, siapa dalang yang membuat paman seperti ini?”
Kavian tampak berpikir sejenak dan menggeleng.
“Saingan bisnisnya?”
Kavian menggeleng. “Kemungkinan orang dalam. Karena data yang dilaporkan adalah data rahasia.”
“Apakah ada kemungkinan Erzan bisa melakukan semua ini?”
Kavian mengangguk. “Tapi … siapa yang melaporkan semua ini pada Erz Group.”
“Erzan dekat dengan Zoe, kan?”
Kavian membelalak. “Kau benar. Di mana dia sekarang? Aku akan membuat perhitungan …”
“Kita tak punya bukti, Kavian.”
“Aku hanya perlu membuatnya mengaku.”
“Dan yang jadi masalah sekarang, apa paman benar-benar melakukan penggelapan itu atau tidak?”
Kavian kembali membeku.
“Jadi memang ya?” tandas Nada tak percaya. Menahan kejengkelannya karena ternyata apa yang dikatakan oleh Erzan adalah kebenaran.
“Semua orang melakukannya, Nada. Tidak ada yang benar-benar bersih dalam persaingan bisnis. Lihatlah apa yang dilakukan kakek padamu? Semua selalu ada bayarannya.”
Nada beranjak dari duduknya.
“Kau pikir kau bisa menikmati semua kemewahan ini karena siapa? Karena kami semua yang harus bermain kotor.”
“Itulah sebabnya kalian memiliki hak untuk mengorbankan aku pada Erzan, kan?” Nada mulai diselimuti emosi.
“Apa susahnya sih bertahan dua tahun demi keuntungan yang lebih besar.”
Nada ingin membalas, tetapi protesnya hanya akan terdengar seperti rengekan seorang putri yang manja. Jadi ia berbalik dan masuk ke dalam kamar. Mengempaskan tubuhnya di tengah kasur dan mulai terisak.
***
Hanya malam itu papanya membiarkannya bermalam di rumah. Keesokan harinya setelah Kavian membawanya ke rumah sakit untuk melakukan cek darah dan tak ada yang salah dengan hasilnya, tetap saja semua itu tak membuat sang kakak percaya bahwa Erzan memiliki kembaran. Nada pun tak berusaha lebih giat lagi untuk menjejalkan fakta tersebut pada sang kakak.
“Aku naik taksi saja.”
Kavian mengeluarkan dompetnya dan memberikan segenggam uang tunai untuk Nada. “Kau membutuhkannya. Cukup?”
Nada menahan diri untuk tidak melemparkan uang tersebut ke wajah sang kakak. Dan ia memang butuh uang tersebut untuk membayar taksi. Ia benar-benar meniggalkan ponsel dan dompetnya di rumah Erzan. Dan sebelum kembali ke rumah Erzan, ia bisa menemui seseorang lebih dulu, kan?
“Maaf, apa aku mengganggumu?” Nada berjalan masuk dan menutup pintu di belakangnya. Beruntung Jonathan sedang ada di ruangannya.
“Tentu saja tidak.” Keterkejutan Jonathan segera berubah menjadi keheranan.
“Pembicaraan terakhir kita …”
“Tidak berakhir baik. Tapi aku tahu kau tidak terlibat. Erzan menggunakan cara licik dan kotor untuk memenangkannya.”
Nada mengangguk sekali.
“Jadi apa yang membawamu ke sini?”
“Kavian bilang kau mengenal Garth.”
“Garth?”
“CEO Rajhendra saat ini. Atau namanya sudah berubah, Erz Grup sudah mengambil alihnya, kan?”
Jonathan mengangguk. “Kenapa kau ingin menemuinya?”
Nada menatap Jonathan sejenak. Mempertimbangkan apakah ia bisa cukup mempercayai pria itu. “Aku … aku hanya ingin mencari tahu tentang Erzan.”
Jonathan menautkan kedua alisnya.
“Kau tahu, kakek menjodohkanku tanpa kami saling mengenal masing-masing. Kemudian di hari pernikahan, dia membunuh kakek dan mendekam di penjara. Sampai beberapa minggu yang lalu. Kupikir aku perlu tahu tentang dia, kan?”
“Kau benar.” Jonathan manggut-manggut. Dan kemudian menawarkan diri. “Aku akan membantumu. Lagipula ini bukan hal yang besar.”
Nada tak akan menolak bantuan tersebut meski ada ketidak nyamanan. “Terima kasih, Jonathan. Aku akan menemuimu minggu depan.”
“Dua atau tiga hari, tidak akan sulit.” Balasan Jonathan dengan remeh. “Orang-orangku bisa diandalkan.”
Nada mengangguk setuju dan beranjak pergi.
***
Nada tak langsung turun meski taksi yang ditumpanginya sudah berhenti tak jauh dari gerbang rumah Erzan sejak sepuluh menit yang lalu. Hari sudah gelap, dan mungkin saja Erzan sudah pulang. Atau belum. Nada sendiri tak yakin mana yang lebih baik. Hingga suara klakson yang terdengar dari belakan mobil taksi mengagetkannya. Erzan melompat turun dari mobil tersebut dan membungkuk di balik jendela mobil taksi. Membuka pintu di belakang sopir.
“Kau tidak akan turun?” senyum puas Erzan tersungging lebih menjengkelkan dari terakhir kali mereka bertemu. Menyuruh sopir taksi pergi.
Nada turun lewat pintu yang lain. Menatap pria itu yang berpakaian rapi dengan setelan tiga pasangnya. Ia menoleh ke mobil dan melihat Zoe yang melompat turun dan berpindah ke jok depan. Sementara Erzan menariknya naik ke jok belakang dan duduk bersama pria itu.
“Jadi, kau tidak merindukanku?”
Nada membuang wajahnya, dan pria itu tak mengganggunya hingga sampai di teras rumah. Dan keduanya naik melalui lift menuju lantai tiga.
“Siapa saja yang mempercayaimu?”
Nada tak menjawab, sudah jelas Erzan sengaja mempermainkan dirinya.
Erzan terkekeh, mulai melepaskan satu persatu pakaiannya. Jas, dasi, rompi, sabuk, dan manset. “Kau tak ingin bergabung denganku?”
Nada mengeleng dengan tegas. Kemarahan membendung di dadanya tetapi tidak berani untuk diluapkan. Dan merasa benar-benar tolol, kenapa ia harus kembali ke tempat ini? rutuknya dalam hati. Yang semakin membenarkan kata-kata Erzan bahwa dirinya sendiri yang akan kembali.
“Well, aku tidak bertanya.” Erzan menyambar pergelangan tangan Nada dan menyeret wanita itu ke dalam kamar mandi. Menceburkan tubuh mereka di air bath up yang sudah disiapkan.
Nada berusaha meronta. “Lepaskan.”
Erzan menarik wanita itu kembali duduk di depannya, melilitkan kedua lengannya di tubuh Nada dan berbisik di telinga. “Apa kau tidak merindukanku berada di dalam tubuhmu?”
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top