13. Hanya Aku
Part 13 Hanya Aku
“Buka pakaianmu.”
Nada memucat. Air mata di wajahnya sudah mengering sejak mereka sampai di rumah. Dan alih-alih pria itu membawanya ke ruang tidur di lantai 3, pria itu membawanya ke lantai 4. Ke ruangan pribadi tempat pria itu sering menghabiskan waktu dan pekerjaan.
Salah satu alis Erzan terangkat. Menunggu. Dan tak perlu lebih lama ketika tangan Nada mulai bergerak meletakkan tas di meja kerjanya kemudian melepaskan resleting di sisi tubuh. Menurunkan dress merah jambu tersebut meluncur turun dan jatuh di bawah kaki.
Nada menahan gemetar yang menyerang di seluruh tubuhnya. Bibirnya menipis keras, menahan tangis tetapi ia tak perlu menangis dan terlihat lebih menyedihkan lebih dari ini. Keputusannya sudah bulat dan sudah ia tentukan. Tatapan puas pria itu melucuti tubuhnya. Dan dia memang tidak mengatakan hanya satu pakaian. Tangannya bergerak ke punggung, melepaskan pengait bra. Saat benda itu jatuh menumpuk di atas dressnya, tangan pria itu terulur.
Erzan tersenyum, mendudukkan Nada di pangkuannya. “Pada malam itu, kau menemuinya, kan?”
Nada menegang. Mencerna perlahan tentang malam yang dimaksud. Ada beberapa malam sejak pria itu kembali dari penjara. Tetapi sepertinya bukan itu yang dimaksud oleh Erzan.
Ujung jari Erzan menyentuh tengkuk Nada, membuat gerakan memutar di sana yang membuat tubuh wanita itu bergerak seperti tersengat. Lalu kembali menegang ketika sentuhannya mulai turun. Dengan gerakan seringan bulu di sepanjang garis punggung.
Erzan tak suka membuang waktu untuk wanita-wanita yang terlalu berusaha mendapatkan perhatiannya. Rela tak hanya menanggalkan harga diri, tetapi juga pakaian mereka untuk berada di bawah kakinya. Wajahnya lebih dari sekedar tampan dan ia tahu apa yang mereka inginkan. Berbeda dengan Nada, yang terlihat cantik tanpa berusaha terlihat menarik di mata siapa pun, karena memang hanya ada satu pria yang sudah bertahta di hati wanita itu.
“Kau menemuinya tepat ketika pernikahan kita diresmikan. Dia menunggumu di halaman rumahmu, menyamar menjadi salah satu sopir.”
Napas Nada tercekat. Tak yakin karena kalimat Erzan atau sentuhan pria itu mulai bergerak ke samping tubuhnya. Sungguh, ia merasa jauh lebih baik ketika Erzan mencumbunya dengan kasar untuk melampiaskan hasrat pria itu, melakukan apa pun yang diinginkan dan sukai pria itu pada tubuhnya. Tanpa bermain-main seperti ini. Sengaja menyiksa tubuh dan perasannya.
“Mobilnya terparkir di samping halaman rumah. Hanya berjarak beberapa meter dari ruang kerja kakek tua itu?”
Kali ini Nada lebih dari sekedar terkejut. Matanya melebar. “A-apa maksudmu?”
“Dan dia berada di sana sepanjang sore.”
Nada bergerak tak nyaman.
“Apa dia masih ada di sana saat pembunuhan kakek?”
Wajah wanita itu diselimuti kepanikan. Mendorong tubuhnya turun dari pangkuan Erzan, tetapi tentu saja pria itu tidak akan melepaskanya dengan mudah. “Aku tak tahu apa yang kau katakan, Erzan. Gibran tak ada hubungannya dengan pembunuhan kakek.”
Ujung bibir Erzan menyeringai. “Kalau begitu kenapa kau sepanik ini?”
Nada berhenti meronta, menenangkan kepanikannya seorang diri. Perlahan dan perlahn.
Erzan menyentakkan lengan Nada, membuat wajah wanita itu hampir membentur wajahnya. Tetapi memang itu yang diinginkannya sejak tadi. Ia sudah cukup banyak menahan diri untuk tidak segera menerjang tubuh wanita itu.
Sial, saat menikahi Nada, ia tak pernah berpikir untuk memiliki hal yang lebih dari sekedar pernikahan mengingat siapa Nada di hati sang kakak. Tetapi rupanya wanita itu dan keluarganya, tak cukup sadar diri. Jadi tak ada alasan baginya untuk memiliki sedikit rasa iba untuk mereka, kan?
Nada memekik ketika Erzan mencengkeram kuncir rambutnya. Menjambaknya kuat hingga wajahnya benar-benar terdongak. Matanya terpejam kuat, merasakan hidung Erzan mengendus di sana. Jantungnya berdegup kencang, dan semakin kencang ketika Erzan mulai menciumi setiap inci dadanya. Menggerakkan tubuhnya di atas pria itu. Seperti boneka pemuas nafsu. Erzan memang memandang tubuhnya tak lebih dari boneka pemuas nafsu. Penghangat ranjang atau apa pun itu sebutannya.
***
“Ada rencana?”
Pertanyaan tersebut menghentikan Nada yang tengah mengambil suapan terakhirnya dari piring.
“Rumah sakit?”
Nada mengangguk. Tanpa membalas tatapan selidik Erzan. Ia tak pernah pandai berbohong pada siapa pun. Itulah alasannya tak pernah berusaha menyembunyikan apa pun.
“Selama kau tidak berniat merealisasikan apa yang ada di pikiranmu, semuanya akan berjalan dengan lancar.”
Nada tersedak, meneguk air putihnya dengan cepat. “Apa maksudmu?”
Erzan meletakkan cangkir kopinya dan bersedekap di meja. “Mungkin pilihan dia memang hanya kau dan keluarganya. Tapi kau.” Seringainya lebih tinggi. “Aku tahu keluargamu tidak akan menjadi pilihan bagimu. Aku pun tidak akan sulit membuat pilihan jika memiliki keluarga seperti keluargamu. Itulah sebabnya kakekmu membuat kesepakatan pernikahan semacam itu.”
Nada memucat, lebih pucat lagi ketika menelan ludahnya. Mencerna kalimat tersebut dengan kebingungan.
“Hidupmu tak pernah benar-benar menjadi milikmu, Nada. Sebagai putri manja yang tumbuh tanpa perhatian, kau …”
“Aku tidak tumbuh dengan tanpa perhatian!” balas Nada setengah berteriak.
“Jadi … pilihanmu hanya satu.”
‘Gibra? Memang hanya Gi …’
“Aku.”
“Kenapa harus kau?” Tentu saja Nada tak bisa menahan protesnya.
Erzan terkekeh. “Karena aku suamimu, tentu saja. Tak mungkin kau memilih selingkuhanmu, kan?”
“Aku tidak pernah mencintaimu, Erzan. Sejak pertemuan pertama kita, aku sudah mengatakan bahwa aku mencintai pria lain. Menawarkan kesepakatan itu dan kau tak mempermasalahkannya. Kenapa sekarang kau tiba-tiba berpikir aku benar-benar istrimu?”
Erzan bersidekap, menatap Nada yang berusaha mengumpulkan napas setelah semua kalimat panjang tersebut. Wajah wanita itu memerah, sesuatu di perutnya menggeliat. Jika tak ingat ia ada pertemuan penting, tangannya pasti sudah membuang semua yang ada di atas meja dan menelanjangi wanita itu di sana. Ada banyak alasan pipi wanita itu terlihat memerah, tapi baginya, hanya satu alasan pipi itu harus terlihat merah. Saat berada di bawah tubuhnya.
“Kau setuju, kau tak masalah dan …”
“Tapi aku tak berjanji tidak akan menidurimu?”
Jika bisa, wajah Nada lebih merah padam lagi. Campuran rasa malu dan kemarahan.
“Omong-omong, kau yakin dia benar-benar mencintaimu?”
“Kau tak akan merusak kepercayaan kami, Erzan.”
“Benarkah?” Erzan mengambil ponselnya. Suara music yang kencang terdengar ketika pria itu memutar rekaman video.
Nada mengerjap, mengamati video rekaman tersebut. Lampu warna-warni mendominasi ruangan yang gelap tersebut. Tetapi tak cukup menyembunyikan pria yang duduk di sofa ungu, dengan seorang wanita berpakaian kurang bahan di atas pangkuan si pria. Lengan si wanita mengalung di leher si pria. Sementara bibir keduanya saling menempel. Dan tentu saja Nada mengenali pria itu meski sebagian tubuh Erzan tertutup oleh tubuh wanita penghibur itu.
“Sepertinya dia tidak sesuci itu, ya? Empat tahun kalian berkencan dan dia tidak pernah menidurimu? Kenapa? Tubuhmu tak cukup menarik dalam …”
Nada membanting terbalik ponsel tersebut. “Aku tak akan mempercayaimu, Erzan. Niatmu pada kami sudah terlalu jelas.”
“Tak masalah.” Ujung bibir Erzan tersenyum. Kata-kata Nada tak sejalan dengan tatapan wanita itu yang mulai dicampuri keraguan. Pria itu memasukkan ponselnya ke dalam saku jas dan beranjak. Berdiri membungkuk di samping kursi Nada. Tangannya menahan bagian belakang kepala sang istri, sedikit gerakan untuk mendongakkannya dan mencium tepat di bibir. “Pemenangnya akan tetap selalu aku,” bisiknya dengan panas. Menggigit bibir Nada dengan lembut yang membuat wanita itu tersentak pelan. Dan ia yakin wajah wanita itu masih merona ketika dirinya menegakkan punggung dan meninggalkan di ruang makan.
Nada masih tertegun di tempatnya. Ketegangan masih menjalar di seluruh tubuhnya. Keyakinan dan ketegasan Erzan mulai membuatnya merasa cemas. Sebenarnya apa yang coba direncanakan pria itu terhadap keluarganya? Terhadapnya?
Dan memang pria itu tahu rencananya dan Gibran. Seorang dokter kandungan datang di siang hari. Membantunya tentang kontrasepsi yang diinginkan Erzan setelah memastikan dirinya tidak hamil.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top