BAB 2

"Kamu yang menunggunya ya," ucap Jaka, ia langsung meninggalkanku dan Lena di dekat eskalator.

Astaga orang itu, bisa-bisanya meninggalkan tanggung jawab seenak jidatnya. Aku menghela napas panjang. Sekarang apa yang harus aku lakukan? Aku melirik ke sampingku, Lena masih berdiri sembari bermain ponsel dan membawa tas ransel.

"Aku tunggu di sini, lebih baik kamu ganti dulu saja," ucapku.

Lena mengangguk, mulai memasuki toilet terdekat untuk mengganti pakaian. Hari ini benar-benar melelahkan. Belum lagi tugas kuliah yang masih menumpuk. Kenapa begitu menyebalkan sekali? Sekujur tubuku remuk bagaikan dilindas oleh traktor. Kaki pun pegal, wajar saja siapa yang tidak lelah berkeliling area event selama seharian penuh. Mengerjakan komisi dan juga hunting, lebih tepatnya memancing dengan memasang Yudha sebagai umpannya.

Ponselku bergetar, segera aku meraih ponsel yang berada di saku celana. Membuka pesan yang masuk. Baru juga dibicarakan kini ia membalas pesanku.

[Cepat sekali pulangnya?]

"Percayalah hari ini aku kelelahan." Kututup ponsel setelah mengirimkannya pesan dan memasukkan ponsel ke dalam saku celana.

"Maaf menunggu." Suara itu membuyarkan lamunanku. Seorang gadis dengan rambut hitam pendek sebahu muncul di sampingku. Mengenakan jaket biru gelap dan kaos gelap dengan celana panjang yang sewarna dengan jaket.

"Siapa kamu?" tanyaku mengernyitkan dahi.

"Lena, kakak yang tadi mengambil fotoku bukan?" Tatapannya kini bagaikan singa yang kelaparan. Amarah mulai meledak-ledak tampaknya.

"Oh jadi begini ya tampilanmu saat melepas semua properti," komentarku.

"Kejam sekali ucapannya."

"Oh ya, omong-omong apa kamu naik motor ke sini?"

"Aku naik gojek sih."

Sialan kenapa baru bilang sekarang? Enggak mungkin juga sepeda boleh masuk di kawasan TP 6. Seharusnya berada di TP 1 ia menunggu jemputan. Astaga, jaraknya begitu jauh. Kenapa juga ia tidak bercerita kalau ia memesan ojek online. Aku tidak habis pikir.

"Kalau begitu, aku akan mengantarmu ke lobi TP 1."

Melangkah menuju sana, menembus setiap mal tanpa terasa. Sepanjang perjalanan menuju lobi TP 1 kami bergeming sekali. Tak ada satu kata pun terlontar di antara kami. Aku bingung ingin berbicara soal apa. Basa-basi pun sebenarnya basi juga. Begini amat, sembari menggaruk kepalaku yang tak terasa gatal. Kelihatannya aku punya ide untuk mencairkan suasana.

"Baru pertama kali ngosplay?" tanyaku padanya.

Lena menggeleng kepala. "Sebenarnya ini yang kedua kalinya sih."

"Kalau tidak salah, akun instagrammu sudah banyak pengikutnya. Kukira sudah lama."

"Itu akunku pribadi. Aku sengaja mengarsipkan semua foto dan memulai lagi dari awal."

Kelihatannya tindakan ini sudah sering terjadi. Mereka yang memulai karir baru akan mengarsipkan beberapa foto hingga kosong. Dari situ ia akan mulai terbiasa untuk menentukan ke mana arah akun itu dibawa. Bukan hal baru sebenarnya.

"Omong-omong, apa orangtuamu tidak masalah jika kamu keluar sendirian malam-malam? Maksudku setiap cosplayer punya teman yang menemani sebagai manajer atau babu mungkin."

Lena terdiam sejenak, seolah tak bisa melontarkan kalimat itu. Ada sesuatu yang disembunyikan hingga ia enggan untuk mengucapkannya. Namun, itu hanyalah dugaanku semata.

"Aku sendirian saja kok ke sini. Kadang kalau mengajak teman nanti akan merepotkan dia," ucapnya.

Benar juga, tetapi jauh lebih baik dari pada tak ada yang menjaganya. Kadang para wibu cabul itu masih berkeliaran di dalam event demi kepuasan nafsu mereka. Pertanyaannya sederhana, sejak kapan mereka waras saat berada di event Jejepangan? Dunia yang indah, tempat berkumpulnya para penggemar harusnya sangat damai. Namun, semenjak pandemi covid-19, semua berubah. Banyak penggemar baru yang bisa dikatakan fomo. Bertindak di luar nalar saat di event.

Padahal seingatku dulu tidak seperti itu. Semua berjalan biasa-biasa saja. Tak ada drama-drama di media sosial yang menggiring opini buruk. Atau mungkin saja aku tak mengetahuinya.

Tahu-tahu kami telah tiba di lobi TP 1.

"Mungkin sampai di sini dulu kak, sampai ketemu lagi." Lena melambaikan tangan padaku, meninggalkanku di antara kerumunan. Aku masih berdiri memastikan ia telah keluar dari wilayah mal. Setelah sepeda motor melaju dan sirna dari pandanganku. Aku kembali masuk ke mal.

Sialan, kenapa aku juga yang harus ditinggal oleh Jaka? Kakiku yang lelah ini terpaksa harus menerjang besarnya mal. Memang benar-benar menderita sih.

*

Setibanya di rumah, aku langsung melemparkan diri di atas kasur. Sekujur tubuhku terasa remuk bagaikan dilindas oleh truk (kok berubah?). Mau bagaimana lagi? Ada cosplayer yang membutuhkan pertolongan, jadinya aku harus mengantarnya agar ia terjaga dengan selamat.

Aku sedikit tersenyum, memandang dunia yang sudah berubah ini. Ternyata memang semenarik itu. Perlahan aku memejamkan mata. Rasa kantuk yang kuat ini menyerang, membuatku tak tahan membuka mata. Pandangan di sekitarku mulai gelap. Benar-benar melelahkan.

Sampai-sampai alarm ponselku berdering. Segera aku membuka mata. Masih belum berganti pakaian. Sekarang sudah hari senin ya? Sepertinya aku harus segera memindahkan file foto ke dalam laptopku, mengeditnya sedikit demi sedikit. Hampir kegiatanku di pagi hari ini mengedit foto. Memang itu yang kulakukan demi mengisi kekosongan waktu. Kuliah magister di kala senja benar-benar membuat waktuku luang walau tugas menumpuk begitu banyak. 

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top