TWO
Don't expect too much
Because something that you want that much will make you down 😎
Darren tersenyum saja melihat ekspresi cemberut dari wanita yang ada di hadapannya. Sedari tadi wanita itu mengunyah burgernya tanpa minat dan terlihat tidak senang sama sekali karena kehadirannya itu. Well... Darren tidak mempermasalahkan sikapnya yang tidak bersahabat dan terlihat membencinya.
Sistem Darren soal wanita itu hanya satu. Jika seorang wanita mengatakan benci kepada pria, itu berarti pria mendapatkan porsi lebih dalam pikiran wanita itu. Sesederhana itu pemikirannya sehingga menimbulkan satu rasa percaya diri yang tinggi untuk menilai bahwa sosoknya masih memberikan pengaruh yang besar untuk Patricia.
Di hadapannya bukan lagi seorang gadis remaja yang masih mengenakan seragam sekolahnya. Dia sudah berubah menjadi wanita dewasa yang begitu cantik dan mandiri, kuat dan independent. Sangat mempesona dan memiliki lekuk tubuh yang menggiurkan.
Jujur saja dia cukup senang ketika Petra meneleponnya untuk memintanya mendampingi adiknya dalam perjalanan bisnisnya itu. Entahlah. Darren bahkan tidak sempat untuk bertanya akan kemana mereka karena belum-belum dia sudah kesenangan akan mendampingi wanita yang sempat membuatnya terpesona sekitar beberapa tahun lalu.
Darren menarik selembar tissue dan mengusap sudut bibir Patricia yang belepotan saus tapi lagi-lagi wanita itu dengan cepat menepis tangannya sambil mendesis galak dan merebut tissuenya untuk mengusap bibirnya sendiri.
"Sama-sama." ucap Darren dengan nada menyindir.
"Jangan menyentuhku atau aku akan mematahkan tanganmu." ucap Patricia sinis.
Alis Darren terangkat. "Benarkah? Aku menunggu saat-saat seperti itu karena penasaran sekali dengan kemampuanmu itu. Meski aku cukup terkesan tapi sepertinya kemampuanmu itu masih belum ada apa-apanya."
Gotcha! Ejekan Darren barusan membuat wanita itu bergeming untuk mengangkat wajahnya dan menatap Darren dengan tajam. Dilihat dari dekat, wanita itu jelas adalah definisi cantik untuk Darren. Berbekal dari wajah ibunya yang memiliki mixed race Jepang-Amerika, wajah Patricia memiliki kesan unik campuran yang tidak pasaran. Darren sangat menyukainya.
"Jangan bersikap seolah kau mengenalku sehingga kau berani lancang padaku," ujar Patricia dengan alis terangkat setengah.
"Aku memang mengenalmu," balas Darren kalem.
"Oh yah? Seperti apa kau mengenalku?" sahut Patricia lantang.
Darren menaruh kedua sikunya diatas meja dengan posisi agak mencondong ke depan untuk bisa menatap Patricia lebih dekat lagi lalu berbisik. "Seperti kau yang mengiba padaku untuk kuhisap dan kujilat habis-habisan."
Tadinya Darren berpikir kalau wanita itu akan marah dan memberikan umpatan padanya. Nyatanya? Dia terlihat datar dan sama sekali tidak bergeming. Patricia malah menopang dagunya dengan kedua tangan sambil membalas tatapan Darren dengan tajam.
"Jadi, hubungan singkat yang terjalin empat bulan lima belas hari dan sepuluh jam sekitar tujuh tahun lalu itu cukup terkesan untukmu yah? Kupikir anak ingusan sepertiku tidak membuatmu tertarik sampai kau bisa mengingat setiap detailnya. Aku cukup terharu," ujar Patricia dengan seringaian sinisnya.
"Dan aku cukup terharu kalau kau sampai mengingat detail waktu dan berapa lama hubungan kita. Apalagi katanya aku sempat menjadi cinta pertama dan kau tahu kalau cinta pertama tidak akan mudah dilupakan." tukas Darren santai.
"Kau tahu soal kebodohan remaja? Itulah yang aku alami saat bersamamu dan kabar baiknya adalah aku tidak sampai kesusahan untuk melupakanmu. Okelah kalau kau memang cinta pertamaku tapi tidak berarti apa-apa untukku," balas Patricia dingin.
"Benarkah?" tanya Darren dengan alis terangkat dan mata yang berbinar senang.
"Tentu saja. Aku sudah membersihkan diriku dari sentuhan seorang bawahan sepertimu dengan tidur bersama pengusaha kaya, konglomerat, bangsawan dan yang terakhir adalah kepala agent FBI." jawab Patricia dengan lugas sambil menyeringai puas.
"Oh," hanya itu respon singkat Darren sambil memiringkan wajahnya dengan alis berkerut. "Kurasa kesemua pria yang kau sebut itu tidak cukup kuat untuk memuaskanmu, buktinya mereka hanya bertahan menjadi pria satu malammu dan tidak ada yang bisa sampai berbulan-bulan sepertiku."
"Jangan terlalu percaya diri. Aku hanya tidak mau berkomitmen selain mendapatkan keuntungan dari mereka," sahut Patricia langsung.
"Aku bukan terlalu percaya diri tapi itu kenyataan, sayang. Diantara mereka yang kau bilang seolah mereka adalah pria yang hebat nyatanya tidak cukup kuat. Tidak sampai membuatmu tidak bisa berjalan keesokan harinya, bukan? Kau tahu kenapa?" tukas Darren dengan seulas senyum tipis.
Patricia mengangkat alisnya setengah dan menatapnya dengan hunusan yang semakin tajam. Sepertinya wanita itu sebentar lagi akan meledak tapi justru itu membuat Darren kesenangan.
"Karena itulah pekerjaanku. Sebagai seorang bawahan yang selalu memuaskan atasannya. Dan juga karena aku kuat sehingga aku dinyatakan sanggup untuk menemanimu sekarang," kekeh Darren geli lalu menarik diri dan bersandar santai di punggung kursinya.
Dia bisa melihat Patricia mendengus kesal dan sudah tidak berminat dengan burgernya lagi lalu menyeruput minumannya dalam diam.
"Ngomong-ngomong, ada urusan apa kau pergi ke Finland sampai sengotot ini? Aku cukup kaget waktu sir Petra meminta tolong padaku," tanya Darren sambil memainkan sedotan minumannya lalu menyeruputnya dengan santai.
"Bukan urusanmu." jawab Patricia langsung sambil beranjak dan meraih tasnya.
"Kau mau kemana? Jam boarding kita masih ada satu jam lagi." tanya Darren dengan alis berkerut.
"Aku ingin keluar dari lounge ini dan berjalan-jalan untuk berbelanja. Daripada aku duduk seperti orang tolol denganmu disini tanpa melakukan apa-apa." jawab Patricia ketus sambil melangkah keluar dari lounge bandara.
Darren segera beranjak dan menyusul Patricia dengan langkah besarnya.
"Kita bisa melakukan sesuatu jika kau mau. Aku tahu tempat-tempat menarik di bandara." ucap Darren tanpa beban.
Patricia melirik kearahnya dengan alis terangkat setengah. "Apakah kau kurang sentuhan wanita sehingga pikiranmu selalu saja kotor?"
Darren tertawa geli. "Ketika aku bilang tempat-tempat menarik, memangnya apa yang kau pikirkan? Sudah jelas-jelas kalau disini itu kau yang mesum."
"Itu sama sekali tidak lucu."
Darren malah semakin tertawa sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celananya. "Aku hanya bercanda. Jangan marah, okay? Aku hanya terlalu senang kalau akhirnya aku bisa mengobrol denganmu setelah kita putus waktu itu. Aku tahu aku sudah menyakitimu dan maafkan aku."
"Itu sudah terlambat, Darren." sahut Patricia langsung.
"Aku tahu. Tapi lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali. Aku sangat menyesal karena sudah menyakitimu dan memutuskanmu lewat kata-kata yang menyakitkan." balas Darren dengan sungguh-sungguh.
"Tetap saja itu tidak akan mengubah penilaianku terhadap dirimu yang sudah begitu brengseknya menyakitiku. Dan selamanya aku tidak..."
Cup!
Darren mengecup bibir Patricia dengan singkat dan menatap wanita itu dengan tajam. "Jangan menyimpan dendam yang akhirannya kau akan menyesal karena sudah menjadi buruk atas dendammu itu. Kau tidak tahu kalau setiap kejadian yang menyakitkan, pasti ada sesuatu yang tidak bisa diungkapkan selain menyembunyikannya untuk kebaikan bersama."
Patricia bungkam dan kembali hendak melayangkan tangannya kearah Darren tapi dengan cepat langsung ditangkap oleh Darren.
"Dan jangan menggunakan kekerasan sebagai pelampiasan amarahmu karena itu hanya akan menurunkan nilai dirimu," ujar Darren hangat lalu mengecup punggung tangan Patricia dan melepaskan tangan itu.
"Kalau begitu berhenti menciumku, jerk!" umpat Patricia dengan wajah memerah menahan marah.
Darren tersenyum saja. "Karena aku sangat senang menciummu dan setiap kali aku mencium wanita, aku malah hanya membayangkan bibirmu saja."
Dia bisa melihat ada rona merah di kedua pipi Patricia dan hal itu sudah bisa dipastikan Darren kalau wanita itu masih memiliki perasaan padanya, hanya saja dia masih belum mau mengakui itu. Well.. hal itu tidak akan lama dibiarkan, pikir Darren. Dia yakin kalau Patricia akhirnya akan mengakui kalau masih menginginkannya.
"Kau benar-benar gila dan aku tidak mau berada di dekatmu sekarang. Pergilah. Aku ingin mencari udara segar dengan berbelanja dan jangan mengusikku selama perjalanan ini," ujar Patricia yang kembali berjalan dengan cepat untuk menghindari Darren.
Darren masih berdiam pada posisi berdirinya sambil menyilangkan tangannya mengawasi kepergian Patricia yang berjalan cepat menyusuri bandara dengan langkahnya yang anggun. Dia menyeringai senang melihat lekuk bokong Patricia yang bulat dan bergoyang dengan indahnya ketika sepasang kaki jenjangnya melangkah anggun. Bentuk tubuhnya yang sempurna terlihat menggoda dalam simple mini dressnya yang berwarna putih.
Kemudian, Darren mengeluarkan mini portable dari saku celananya dan menempelkan bibirnya pada sisi atas portable itu. Berhubung tadi dia sudah mengecup punggung tangan Patricia yang artinya sudah menyentuh kulitnya, maka portable ini akan bekerja untuk melacak posisi wanita itu lewat dari sense kulitnya. Selama wanita itu masih berada di bandara atau disekitarnya, pelacak itu bisa bekerja dengan stabil.
Mau bagaimana lagi? Wanita yang dihadapinya itu juga memiliki sesuatu yang tidak bisa diremehkan karena cukup terlatih dalam hal apapun. Jika memasangkan alat pelacak, sudah pasti akan diketahuinya. Pelacak ini baru saja dibuat dari hasil kolaborasi Brant dengan Luke beberapa waktu lalu dan cukup berhasil ketika Brant mempraktikkannya lewat wanita kecilnya, Irina.
Hal ini dibuat oleh pihak Eagle Eye lantaran para wanita yang sudah melakukan aksi protesnya untuk jangan lagi mengintai atau mengawasi mereka dengan alat-alat seperti itu.
Darren mengulum senyum ketika dia bisa melihat sinyal pelacak itu muncul pada layar ponselnya dan menampilkan keberadaan Patricia yang terlihat sedang memasuki sebuah toko.
Dia pun mencoba berkeliling dan melihat-lihat namun tidak bertahan lama karena dia sudah merasa bosan. Airport is an airport. Entah sudah berapa lama Darren tidak menjejaki bandara karena mereka membawa jet pribadi dengan lapangan terbang milik bosnya sendiri yang dibangun di dekat perumahan mansionnya.
Suasana di bandara masih cukup ramai di jam malam seperti ini dan dia memilih untuk berdiri di sudut bandara yang jauh dari keramaian. Dia pun menunduk untuk menatap layar ponselnya sambil membelakangi koridor bandara yang begitu ramai lalu mendapati posisi Patricia yang tidak jauh darinya. Titik merah yang berkedip itu seakan mendekati posisinya. Lagi dan lagi. Sampai....
Darren terkesiap ketika ada dua tangan memeluk pinggangnya dari arah belakang dan dia buru-buru menoleh lalu mendapati Patricia yang memeluknya. Shit!
"Ada apa?" tanya Darren heran.
"Jangan menoleh dan tetap seperti ini." jawab Patricia dengan nada perintah.
"Huh? Memangnya ada apa?" tanya Darren heran.
"Ada Jared sialan yang tiba-tiba muncul di bandara dan aku tidak mau sampai dia menemukanku." jawab Patricia dengan suara geram.
"Jared?"
Darren mengangkat alisnya ketika dia teringat dengan sosok seorang kepala agent FBI divisi kejahatan federal yang kala itu bekerjasama dengan Petra untuk menggulingkan organisasi-organisasi hitam.
"Ya. Dan jangan menoleh atau dia akan tahu kalau aku yang sedang memelukmu dan... hey!"
Darren membalikkan posisi mereka dengan Patricia yang menghadapnya dan dia yang membungkuk kearahnya sambil mendesaknya ke sudut.
"Dengan begini dia tidak akan tahu kalau kau yang sedang berada di pojokan bersama dengan seorang pria," ujar Darren dengan seringaian gelinya.
Patricia mengerjap dan mengangguk pelan. "Terima kasih."
"Sama-sama", balas Darren tulus dan menautkan rambut Patricia ke belakang telinganya. "Hello, Petal. You look so delicately beautiful."
Patricia menahan tubuh Darren dengan kedua tangannya dan menatapnya dengan tajam. "Aku bilang kalau jangan..."
"Jika aku membungkuk seperti ini, bukankah akan menghalangi tubuh mungilmu dari jangkauannya? Lagipula kita bisa mengobrol untuk mengabaikan kehadiran orang itu. Jadi, bisa kau ceritakan kenapa orang itu bisa ada disini?" sela Darren halus.
"Ini semua karena kakakku. Tadi katanya Jared datang ke mansion Petra untuk memberikan ucapan selamat atas kelahiran anaknya dan menanyakan diriku. Lalu dengan kurang ajarnya dia memberitahukan kepergianku dan menyusulku ke bandara." tukas Patricia ketus.
"Lalu?"
"Dia meneleponku saat aku masih di dalam toko souvenir dan ketika aku mengangkatnya, dia bilang dia sudah ada disini dan berusaha mencari diriku lewat sinyal ponselku," jawab Patricia dengan geram. "Aku langsung menutup ponselku dan hampir berpapasan dengannya. Untunglah aku melihatmu disini."
Senyum Darren mengembang dan menatap Patricia dengan senang. "See? Belum-belum kau sudah bersyukur kalau ada aku yang menemanimu. Coba kalah kau sendirian, kau pasti tidak akan bisa kabur darinya."
"Kata siapa? Aku bisa pergi darinya dan akan melakukan sesuatu jika dia memaksa. Aku hanya tidak mau berpapasan dengannya saja dan kebetulan ada kau disini. Jadi bekerjalah dengan benar karena untuk itulah kau disini!" ucap Patricia dengan nada suara berbisik sambil melihat kearah belakangnya.
Darren menoleh kearah belakang dan mendapati adanya sosok Jared yang berusaha mengetik pada ponselnya lalu mendekatkannya ke telinga.
"Apa kau sudah mematikan ponselmu?" tanya Darren kemudian sambil kembali menunduk untuk menatap Patricia.
"Sudah." jawab Patricia langsung.
"Mana ponselmu?" tanya Darren lagi.
Patricia mengerutkan alisnya dengan bingung. "Memangnya kau mau apa?"
"Berikan saja padaku," balas Darren sambil mengarahkan tangannya seperti meminta sesuatu. "Atau kau ingin aku menggeledah tubuhmu?"
Patricia buru-buru mengeluarkan ponselnya dari dalam tasnya dan hal itu membuat Darren terkekeh geli melihatnya. Wanita itu langsung menyerahkan ponselnya dan Darren langsung menerimanya.
Dia membulak-balikkan ponsel itu dengan sekilas lalu menyalakannya dan melempar ponsel itu kearah tempat sampah yang tidak jauh dari posisinya berdiri dan... plung! Ponsel itu jatuh ke dalam tempat sampah dengan mulus.
"Kau gila yah? Kenapa malah membuang ponselku?" pekik Patricia sambil memukul bahu Darren dengan keras.
Shit! Darren meringis beberapa saat dan tidak sempat untuk membalas aksi protes Patricia karena dia sudah menarik wanita itu untuk bergerak menjauh dari posisinya dan menyelinap masuk ke dalam tangga darurat untuk mengarah ke pintu keberangkatan lewat koridor panjang yang sepi itu.
"Damn, Petal! Pukulanmu sakit sekali," umpat Darren sambil menangkup bahunya dan menggeram pelan.
"Kenapa kau membuang ponselku? Disitu banyak sekali data penting dan percakapan rahasia sesama rekan sekerja yang tidak boleh diketahui khayalak umum!" seru Patricia dengan mata yang melotot galak.
"Kau tidak usah kuatir. Jared pasti akan melacak ponselmu dan bisa mendapatkannya dengan mudah. Dia pasti akan membawa ponselmu dan menyerahkannya pada kakakmu atau ayahmu. Kau bisa meminta mereka untuk mengunduh data yang kau butuhkan dari ponselmu nanti," ucap Darren setelah sudah merasa lebih baik lalu menarik nafas dengan berat.
"Lalu dengan apa aku harus berkomunikasi tanpa adanya ponsel?" balas Patricia yang masih saja galak.
Darren menoleh kearahnya lalu menatapnya naik turun dengan tatapan meremehkan. "Sebagai seorang atasan, kau cukup pelit dengan tidak mau mengeluarkan uang untuk membeli ponsel baru. Kau tenang saja, aku yang adalah bawahanmu ini akan membelikan ponsel terbaru dengan harga termahal sekalipun."
"Baiklah, kalau begitu aku ingin ponsel keluaran terbaru." sahut Patricia tanpa beban.
What an F word! Darren sampai menatap Patricia dengan tatapan tidak percaya.
"Jadi sebenarnya itu kau memang kesenangan dibelikan ponsel?" balas Darren sambil mulai melangkah.
"Tentu saja. Mana ada orang yang tidak senang jika dibelikan ponsel baru?" ujar Patricia sambil mengikuti langkah Darren untuk menyusuri koridor panjang itu lalu membelok kearah kiri dan membuka pintu darurat itu.
"Sekalipun dibelikan oleh bawahan sepertiku?" tanya Darren sambil mempersilahkan Patricia untuk keluar lebih dulu.
"Kali ini bagaimana kalau peran yang ada sekarang bukanlah atasan dengan bawahan melainkan pria yang mempertanggungjawabkan kebrengsekannya karena sudah membuat seorang wanita kehilangan ponselnya?" balas Patricia sambil melewatinya dan Darren hanya menyeringai lalu mengikuti langkah Patricia.
Mereka berjalan berdampingan menuju ke terminal keberangkatan dan berbaur dengan orang yang berlalu lalang.
"Ah, it sounds not bad." ucap Darren sambil merangkul bahu Patricia dengan santai. "Kalau begitu mulai hari ini kita sudah berbaikan, okay? Jangan marah-marah padaku karena kita akan bersama selama perjalanan ini dan aku tidak memiliki kesabaran tinggi untuk meladeni mood wanita muda yang labil sepertimu."
Patricia menepis tangan Darren yang merangkul bahunya sambil terus melangkah. "Jangan kau pikir aku terlihat mudah hanya karena sebuah ponsel baru yang bahkan belum dibelikan untukku. Tetaplah bersikap sebagai pengawal yang menjaga ratunya karena tentu saja kau tidak akan bisa setara denganku."
Darren hanya memutar bola matanya karena lagi-lagi Patricia mengungkit soal perbedaan status diantara mereka. Apa sih pentingnya hal itu? Kenapa semua harus diukur dari harta dan kedudukan yang sama sekali tidak berarti? Aneh!
Darren tidak lagi membalas ucapan Patricia karena dirinya sedang sibuk melamun dalam pikirannya. Mereka masih berjalan berdampingan menuju terminal keberangkatan dan sudah terdengar panggilan untuk mereka agar segera memasuki pesawat.
Dia membiarkan Patricia untuk masuk terlebih dulu dan menyerahkan boarding pass mereka berdua kepada petugas kabin lalu berjalan menuju ke kursi mereka pada first class yang sudah disiapkan Petra. Kursi mereka berdampingan tanpa sekat dan itu membuat Patricia mengumpat pelan seolah hal itu mengusiknya.
"Jika kau tidak mau duduk denganku, aku bisa memilih salah satu penumpang lain secara acak untuk bertukar posisi denganku." ucap Darren kemudian.
Patricia menoleh dan mengerutkan alisnya selama beberapa saat lalu menggeleng cepat. "Aku tidak mau ambil resiko kalau orang yang kau pilih secara acak itu ada unsur kesengajaan darimu untuk membuatku kesal. Jadi, kau tetap duduk disini."
"Okay, Petal. With my pleasure." balas Darren sambil mengangkat bahunya dan tersenyum sumringah. "Asal kau tahu saja kalau aku memang berniat untuk pindah tapi barusan kau memberikan ide yang brilian."
"Karena kau adalah bajingan." sahut Patricia sambil menghempaskan tubuhnya diatas kursinya lalu melepas heelsnya.
"Bajingan mana yang kau maksud?" tanya Darren yang sudah duduk di kursinya lalu menoleh kearah Patricia yang sibuk merapikan pakaiannya lalu melebarkan selimut untuk menutupi tubuhnya.
"Apa maksudmu?" tanya Patricia tanpa menoleh.
"Maksudku bajingan mana yang kau maksud? Bajingan yang mengambil selaput daramu atau bajingan yang memutuskan hubungan, saat kau sedang cinta-cintanya?" tanya Darren dengan ekspresi gelinya.
"Tidak bisakah kau bersikap biasa saja dan berhenti menjadi orang yang terus mengeluarkan ucapan konyolmu? Aku benar-benar tidak akan diam saja jika kau terus membuatku marah dengan semua sikap santaimu seolah kita baik-baik saja," balas Patricia tanpa ekspresi.
Permasalahannya adalah Darren bahkan tidak bisa menganggap jika hubungannya dengan Patricia semakin buruk saja setelah dirinya memutuskan hubungan mereka secara sepihak. Dan apa yang dilakukannya sudah pasti sangat menyakiti Patricia yang terbilang masih sangat muda kala itu.
"Aku hanya ingin kita berteman dan..."
"Kita tidak akan mungkin berteman dan jalani tugasmu yang katanya untuk menjagaku dengan baik. Asal kau tahu saja itu tidak diperlukan karena sudah jelas kalau kakakku sudah membuang uang dengan percuma karena sudah membiarkanmu menikmati gaji buta." sela Patricia dengan alis terangkat setengah dan kesan angkuh di wajahnya.
Darren terdiam sesaat mendengar ucapan wanita itu. Patricia jelas sudah banyak berubah dengan kesan dewasa yang begitu kuat dan tidak bisa ditebak lewat kesan dingin yang dipancarkannya. Well... kita lihat saja nanti, pikir Darren sambil memberikan seringaian liciknya sebagai balasan atas ucapan Patricia barusan.
Karena kedepannya, sudah pasti ada yang menelan ludahnya sendiri dengan ketidakmampuannya dalam menolak sesuatu yang akan dilakukan Darren nantinya.
Games on, baby!
■■■■■
00.10 AM, January 5th 2019
Jadi kemarin ada yang bilang babang menghangatkan rahimnya... ck!
Dikiranya babang itu inkubator apa? 😏
Banyaknya komen yang ngeganjenin babang itu terkesan kalau babang itu penggoda dan tukang php.
Cukup satu kata : qm itu sok tahu 😏
Tapi babang tetap sayang.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top