SIXTEEN

WARNING : MATURE CONTENT (21+)

Minggu lalu di kasih tantangan, dan langsung di penuhi.
Padahal part-part sebelumnya, 1 part di baca sampe 6K, tapi vote nggak sampai 1K.

Tahu apa artinya?
Pada cemen takut ketahuan baca mature, padahal OMES 🤣🤣🤣🤣🤣

■■■■■


Darren terdiam ketika mendengarkan penjelasan dari Joel via telepon, mengenai adanya penyerangan dari pihak luar yang berniat untuk menghancurkan negerinya. Dia bahkan tidak berniat untuk menyela, atau sekedar bertanya. Yang jelas, saat ini dia sedang marah besar.

Estelle sudah sangat keterlaluan menjalin kerja sama yang berujung pada kehancuran Almauric. Wanita itu sudah jenuh dengan posisinya yang terperangkap dalam negerinya sendiri. Hanya karena Estelle merasa terbebani, maka wanita itu melakukan kesalahan yang berakibat fatal.

Dan yang lebih membuat Darren murka adalah Estelle menginginkannya kembali ke Almauric, dan menjalankan titah pamannya yang menginginkan mereka berdua untuk menikah. Wanita itu sudah benar-benar gila, batin Darren geram.

“Pihak Cobra yang melakukan penyerangan, sudah diamankan untuk dimintai keterangan. Kami akan membantumu sebisa mungkin, agar masalah ini bisa terpecahkan.” Ucap Joel pada akhirnya.

Darren bergeming dan masih belum bisa memberikan respon apapun sekarang. Pikirannya terbagi antara ayahnya yang jatuh sakit, dan Almauric yang sebentar lagi akan didatangi oleh pihak luar untuk mencari tahu. Penyerangan di tiga titik utama negerinya saja, sudah cukup membawa kerugian pada Almauric. Damn!

“Mungkin sudah saatnya aku harus menampakkan diri,” gumam Darren pelan.

Brant, Luke, dan Russell yang sedang berdiri di hadapannya itu, langsung mengangkat wajah mereka unruk memastikan kalau mereka tidak salah dengar. Ketiganya tampak heran namun tidak ada yang berkomentar.

“Kau akan muncul sebagai calon raja?” tanya Joel di sebrang sana.

“Hanya untuk memberi penjelasan bahwa Almauric sudah tidak ada,” Jawab Darren dengan hembusan napas berat. “Tapi yang pasti, aku ingin bertemu dengan pihak negara tetangga, untuk membantuku dalam menyembunyikan keberadaan Almauric.”

“Kurasa itu ide yang bagus. Pada intinya, kita harus segera bergerak cepat untuk mengejar pihak Cobra, sebab Domino Lourdes masih berkeliaran.” Tukas Joel dengan lugas.

Darren mengangguk. “Terima kasih untuk bantuanmu, sir.”

“No need to thank me.”

Dan telepon itu pun dimatikan. Darren menatap ponselnya dengan tatapan kosong, lalu mengangkat wajahnya untuk membalas tatapan ketiga temannya, yang sedari tadi melihat ke arahnya.

“Apakah kalian sudah mengamankan Patricia?” tanya Darren kemudian, dan ketiganya pun mengangguk.

Good. Terima kasih untuk bantuan kalian, tapi aku harus tetap berada di sini, atau sampai keadaan menjadi kondusif.” Ucap Darren kemudian.

“Kau tidak ikut bersama kami? Really?” tanya Luke dengan ekspresi jengkel.

“Masih banyak yang harus kuurus di sini. Aku juga tidak mungkin meninggalkan ayahku, dan aku masih harus menindaklanjuti wanita sialan itu.” Jawab Darren langsung.

“Apa kau yakin untuk tetap di sini?” tanya Brant untuk memastikan.

Darren mengangguk. “Aku sudah tenang jika Patricia sudah keluar dari negeri ini. Aku harus menyelesaikan permasalahan ini, dan aku tidak ingin menyusahkan kalian. Jadi, kalian bisa kembali ke tempat kalian masing-masing.”

“Memangnya kau berniat untuk menetap dan tinggal di sini selamanya? Apa kau berusaha untuk  menjauhi diri, lalu berniat untuk mengundurkan diri?” tanya Russell tidak senang.

“Tidak. Tentu saja tidak. Aku sudah memikirkan berbagai rencana agar kembali pada Eagle Eye. Aku akan kembali secepatnya.” Jawab Darren bersikeras.

Ketiganya tampak mengerutkan alis, sambil menatap Darren dengan seksama. Darren tahu jika mereka mencemaskannya, tapi dia tidak bisa meninggalkan negerinya dalam keadaan kacau seperti ini.

“Baiklah, jika itu sudah keputusanmu.” Ucap Brant akhirnya.

Darren mengulaskan sebuah senyum tipis. “Thanks, mate.”

“Hubungi kami, jika kau membutuhkan bantuan.” Russell memberikan sebuah pelukan singkat pada Darren.

“Itu sudah pasti.” Gumam Darren pelan.

Luke mendengus saja. “Jangan gegabah, okay? Aku tidak akan rela jika kau berada di sini selamanya. Kita adalah duo terkeren yang selalu berkolaborasi dengan sangat hebat. Aku tidak mau kehilangan teman seperjuanganku.”

Darren menarik Luke dalam satu pelukan erat. “Bagaimana mungkin aku akan meninggalkanmu, Luke? Sebelum aku memastikan kau mendapatkan jodohmu, aku akan tetap mendampingimu.”

Luke meringis jijik sambil menarik diri. “Seperti kau yang sudah mendapat jodoh saja.”

“Aku sudah melamarnya,” balas Darren santai.

Ketiganya sama-sama memberikan ekspresi kaget dan menatap Darren tidak percaya. Namun sedetik kemudian, mereka langsung berckckck ria sambil menggelengkan kepalanya.

“Aku tidak menyangka kalau hal itu benar-benar terjadi. Kurasa, sir Petra memang berniat untuk menyatukan kalian,” ucap Russell sambil terkekeh.

“Tidak apa-apa, setidaknya itu lebih baik daripada menjaga jodoh orang lain,” celetuk Brant tanpa beban, sambil melirik ke arah Luke.

Luke mengatupkan bibirnya dan melotot galak ke arah Brant. “Jangan sembarangan bicara, okay? Aku tidak pernah berpacaran dengan orang itu sampai sekian tahun.”

Darren mengerutkan alisnya dengan kebingungan yang terkesan palsu. “Kenapa kau merasa tersindir? Kupikir Brant tidak sedang membicarakanmu, Luke.”

Russell terkekeh. “Dia menjadi sensitif akhir-akhir ini.”

“Karena apa?” tanya Brant dengan wajah pura-pura bodohnya.

“Karena aku harus segera kembali ke Tokyo,” dengus Luke sebal. “Ada acara yang harus kuhadiri.”

“Acara apa?” tanya Darren.

“Menikmati ayam panggang yang gosong atau setengah matang ala chef gagal yang bernama Naomi,” jawab Luke ketus.

Ketiganya tertawa mendengar ucapan Luke yang begitu ketus. Kentara sekali dia merasa tidak nyaman dengan dirinya, yang harus pulang ke kampung halamannya. Sebab pria blasteran Amerika-Jepang itu selalu enggan untuk pulang ke Tokyo.

“Baiklah, Darren. Kami kembali dulu ke base camp pusat, untuk menyusul para petinggi yang akan melakukan penindaklanjutan. Jaga dirimu baik-baik.” Ucap Brant sambil menangkup bahu Darren dengan mantap, lalu bergerak menjauh untuk menuju ke sebuah Van yang terparkir tidak jauh di situ.

Luke dan Russell menyusul Brant, meninggalkan Darren yang masih berdiri pada posisinya, untuk mengawasi kepergian mereka.

Darren menghelakan napasnya dengan berat, lalu mengedarkan pandangannya untuk menatap sekelilingnya yang tampak kacau akibat ledakan itu. Dia sudah meminta penasehat kerajaan untuk mengatur pertemuan rahasia kepada pemimpin negara tetangga, agar bisa mencapai kesepakatan untuk melindungi Almauric dari jangkauan dunia.

Setelah itu, Darren memilih kembali pada mansion bawah tanahnya untuk mengecek kekacauan yang sudah di perbuat Patricia. Membangun mansion itu membutuhkan waktu yang cukup lama, namun dalam hitungan kurang dari beberapa menit saja, wanita itu menghancurkan kediamannya. Damn!

Ladang bunga lavender menjadi pemandangan pertama bagi Darren, dengan gerbang terowongan yang terbuka lebar seakan tak bertuan. Dia segera memasuki terowongannya dan mengecek seisi mansionnya yang hancur berantakan. Ya Lord, wanita itu sudah benar-benar gila, batin Darren pelan.

Tanpa perlu melihat lebih banyak kekacauan yang membuatnya pusing kepala, Darren memerintahkan kepada para penjaga untuk mengurus semua itu. Dia berjalan menuju ke sisi terowongan yang lain untuk menuju ke salah satu dinding berbatu.

Tepat di depan dinding berbatu itu, ada sebuah alat pendeteksi sidik jari guna membuka ruang rahasia yang dimilikinya. Dibangun dari berbagai bahan metal terkuat, yang memiliki pertahanan terhadap ledakan, bencana, atau apapun itu. Setelah menaruh satu tangannya di atas alat itu selama beberapa saat, dinding berbatu itu bergeser dan membuka dengan sendirinya.


Darren pun segera masuk ke dalam sana, tanpa perlu repot-repot menoleh ke arah belakang sambil menyeringai dingin.

Hari yang cukup melelahkan, membuatnya ingin segera mandi di bawah pancuran air hangat, jauh dari hiruk pikuk yang harus di hadapinya. Karena satu jam mendatang, Darren sudah harus bersiap untuk bertemu dengan pihak negara tetangga, guna menjelaskan masalah yang telah terjadi.

Dari penasehat kerajaannya, Darren mengetahui kondisi ayahnya yang kini sudah beristirahat, dan Estelle yang masih tertidur dalam pengaruh racun yang tersebar dalam reaksi tubuhnya.

Darren memejamkan matanya ketika air hangat sudah mengguyur deras di atas kepalanya. Dia menaruh kedua tangannya di dinding sambil membungkuk perlahan, untuk sekedar merenung dan memikirkan tindakan apa yang harus diambilnya saat ini.

Dia sudah tidak mau dilibatkan dalam urusan Almauric, apa lagi melihat sikap ayahnya yang semakin hari, semakin egois saja. Dia bahkan sudah tidak mau ambil pusing, jika dunia mengetahui keberadaan Almauric, hanya saja dia masih memikirkan ayahnya yang begitu ingin melindungi negerinya. Beban yang harus dipikulnya, membuatnya merasa geram karena harus memilih untuk tetap menjadi bagian dalam Eagle Eye, atau menetap di Almauric dan membantu ayahnya untuk melindungi tanah terkutuk ini. Shit!

Darren menghelakan napasnya dan mulai bergerak untuk membersihkan dirinya, setelah dia merasa cukup tenang. Dia merindukan kehadiran seorang Patricia dan berniat untuk segera menuntaskan kerinduannya.

Setelah membersihkan diri, Darren mulai menarik sebuaah handuk besar, lalu mengeringkan tubuhnya dan melilitkan handuk itu di pinggangnya. Rambutnya yang masih cukup basah dibiarkannya begitu saja, dan dia mulai berjalan keluar dari kamar mandi itu.

Dan di situlah dia melihat sosok yang menjadi objek kerinduannya, sedang berdiri dengan pose yang begitu menantang. Sorot matanya yang dingin, kesan angkuh yang ditonjolkannya, dan pakaian minim yang di kenakannya. Darren tersenyum dalam hati melihat bagaimana cara Patricia memanfaatkan walk in kloset yang ada di mansion bawah tanahnya. Sepertinya, wanita itu sempat kembali ke sana untuk membersihkan diri dan mengganti pakaian.


Hello, hottie,” sapa Darren dengan senyum setengahnya yang menggoda. “Aku tidak heran kalau kau masih ada di sini. Bukan tipikal dirimu yang bisa dengan mudahnya menuruti perintah orang lain.”

“Maaf jika hal itu membuatmu kecewa,” sahut Patricia santai. “Aku hanya perlu membuat perhitungan kepada bajingan yang menuduhku dan memasukkanku ke dalam tempat pembuangan seperti tadi!”

“Kau yang menyerahkan diri untuk dituduh dan dimasukkan ke dalam sana, bukan?” balas Darren sambil mengangkat alisnya tinggi-tinggi.

Patricia hanya tersenyum sinis dan terdiam saja. Dia terlihat seperti berpikir dan tampak begitu serius di sana. Bahkan dia tidak berpikiran untuk bergerak mendekati Darren, atau sebaliknya. Keduanya sama-sama sibuk dalam pikirannya masing-masing.

“Ngomong-ngomong, bagaimana kau bisa masuk ke sini, Petal?” tanya Darren kemudian.

“Seseorang sengaja membuka pintu dinding lebar-lebar karena sudah tahu ada yang mengikuti. Aku hanya mencoba peruntunganku untuk bisa mencapai pintu,” jawab Patricia langsung.

“Wah, beruntung sekali dirimu.” Celetuk Darren yang mulai berjalan untuk menghampiri wanita itu.

“Ada yang mengharapkan kehadiranku, dan aku merasa terpanggil untuk tetap berada di sini.” Tukas Patricia sambil menatapnya dengan penuh arti.

Darren meraih pinggangnya dan menarik Patricia mendekat. Tubuh mereka bertubrukan dalam satu desakan lembut di sana. Seperti sudah menjadi panggilan alamiah, mereka berdua memosisikan tubuh keduanya untuk mencari kenyamanan yang tepat.

Darren bahkan bisa merasakan lembutnya payudara Patricia yang mendesak penuh kehangatan di sana. Damn! Darren sudah tidak tahu lagi apa yang harus dia lakukan jika berhadapan dengan Patricia, bahkan pertahanan dirinya saja sudah roboh begitu saja. Wanita itu benar-benar racun yang perlahan mematikannya.

“Setelah apa yang sudah kulakukan padamu, dan kau masih memberikanku kesempatan?” tanya Darren sambil membelai rambut panjang Patricia yang terurai.

“Itulah yang kau berikan padaku,” jawab Patricia cepat. “Kau yang berusaha untuk melindungiku dan membuktikan perasaanmu padaku. Lagipula, aku ingin menghajar wanita itu dengan tanganku sendiri secara langsung. Juga membuktikan pembuktian bagi ayahmu, bahwa aku bukanlah wanita biasa.”

Alis Darren terangkat senang. “Apakah ini memang kenyataan, atau kau yang sengaja ingin mencari masalah denganku kembali?”

“Aku sudah menerima lamaranmu, bastard!” balas Patricia ketus. “Dan aku merindukanmu.”

“Aku juga.”

Darren mencondongkan wajahnya untuk mencapai ceruk leher Patricia dan menghembuskan napasnya di situ. Dia menyukai aroma tubuh Patricia yang selalu berhasil membuatnya menegang seketika. Seperti saat ini.

Pelukannya mengerat dan Darren mulai melancarkan satu tangannya untuk merayap di tubuh Patricia. Lewat bahan tipis dari pakaian yang dikenakan wanita itu, Darren mengusap lembut lekuk payudara Patricia yang berisi, dan memainkan putingnya yang sudah menegang di sana. Bahkan dengan sengaja, dia memainkan payudara itu seperti anak kecil yang mendapatkan mainan kesukaannya.

Bibir Darren mulai bergerak untuk mengecup leher Patricia dengan bernapsu. Suara desahan Patricia mulai terdengar ketika Darren mulai mengeksplorasi kulit Patricia dengan lidahnya. Bahkan, Patricia mulai menggeliatkan tubuhnya dan mencondongkan tubuhnya untuk di sentuh lebih lagi olehnya.

Darren memalingkan wajahnya dari leher Patricia dan kini menatap wanita itu dengan sorot mata gairah. Patricia pun mengangkat kedua tangannya, sambil mencondongkan sepasang payudaranya yang tampak begitu menantang, dari balik gaun tipis yang dikenakannya. Wanita itu tidak memakai bra di situ, sehingga memberikan akses luas bagi Darren untuk memandangi pemandangan yang menggairahkan itu.

Mengikuti nalurinya, Darren mengangkat kedua tangannya dan mendaratkan telapak tangannya tepat di atas kedua payudara yang lembut dan kencang itu. Dia meremas, memilin, dan menekan sepasang payudara itu dengan gerakan tangannya yang terlatih. Napasnya memberat, berbarengan dengan dentuman jantungnya yang begitu hebat. Dan hal itu di perparah dengan ekspresi wajah Patricia yang tampak begitu nakal.

Such a little tease,” gumam Darren sambil memainkan kedua puting Patricia yang mengeras, dengan ibu jarinya.

“Ah, baby...” desah Patricia penuh nikmat.

“Do you want some more?” tanya Darren dengan suara tercekat.


Yes!” jawab Patricia tanpa ragu.

Darren memberikan seringaiannya dan mendekatkan bibirnya tepat di telinga Patricia. “Then put my di*k on your mouth, and suck it harder.”

Ucapan kotornya barusan, membuat Patricia mengerang penuh damba, seakan wanita itu akan segera meledak. Darren tahu bahwa Patricia menginginkan dirinya, sebesar Darren menginginkannya juga. Dia begitu menyukai napsu liar yang di miliki oleh seorang muda seperti Patricia, seakan tidak akan pernah puas dan menuntut lebih. Tentu saja, itulah yang diinginkan Darren.

Seperti mengetahui rencana Darren yang licik, Patricia mulai mendorong bahunya dengan keras, menarik lilitan handuk yang ada pada pinggangnya, lalu mendudukkan dirinya di atas sebuah kursi. Uh yeah. Darren berseru kegirangan dalam hati.

Darren duduk di atas kursi dengan gayanya yang selonjoran, sengaja memamerkan ketegangan yang sudah memberikan peringatan untuk dipuaskan, dan sama sekali tidak menginginkan hal lain, selain memasuki lubang kenikmatan milik Patricia.

Patricia membasahi bibirnya sambil menatap kejantanan Darren dengan penuh hasrat. Dia pun melepas gaun tipis itu dan membuat Darren terkesima, karena wanita itu sudah sepenuhnya telanjang, tanpa ada sehelai benang pun selain gaun yang dia kenakan tadi. Shit! Wanita itu benar-benar jelmaan ular berbisa yang memiliki racun berbahaya.

Darren menyeringai puas ketika melihat Patricia mulai membungkuk, lalu menyibakkan rambut panjangnya yang sudah cukup berantakan. Kini, Patricia sudah berlutut tepat di hadapan Darren yang sedang duduk di kursi dengan kedua kaki yang terbuka lebar.

You’re big and overwhelming,” gumam Patricia sambil mencengkeram tubuh Darren yang sudah sangat keras.

“Oh shit!” desis Darren geram, ketika Patricia mulai melakukan pijatan ringan di sepanjang kejantanannya.

Telapak tangan yang menggenggam penuh dan mulai bergerak naik turun itu, membuat Darren mendesah penuh kenikmatan di situ. Wanita itu pandai memberikan service lewat tangan dan mulutnya, Darren tahu jelas akan hal itu.
Patricia mulai menjulurkan lidahnya dan memberikan jilatan singkat pada ujung kepala kejantanannya.

F*ck!” geram Darren sambil mengepalkan kedua tangannya.

Patricia menatap Darren dengan sorot mata yang berkilat tajam dan menggodanya dengan jilatannya yang panjang. Patricia mulai memasukkan kejantanan Darren ke dalam rongga mulutnya, dan menghisapnya dengan bernapsu.

Lidahnya menggeliat lincah dan hisapan mulutnya yang kencang, membuat kejantanan Darren mulai berdenyut nyeri. Tangan Patricia pun kini menggenggam lembut sepasang bola kejantanannya dan memainkannya dengan gerakan yang menggelitik. Desahannya terdengar begitu mendamba, membuat Darren semakin bergairah.

Patricia terlihat begitu menikmati apa yang dilakukannya, dan gerakan naik turun yang dilakukan oleh mulutnya semakin liar. Dia bahkan terus mengerang gelisah dan mulai menyentuh dirinya sendiri dengan satu tangannya yang lain.

Darren pun berinisiatif untuk membungkuk sambil menjulurkan tangannya ke arah pangkal pahanya, lalu mengusap titik sensitif Patricia yang sudah begitu basah.

“You’re so drenched, Petal. Let me lick you so i can taste your sweetness.” Ucap Darren dengan suara parau.

Posisi itu pun di ubah oleh Darren dengan cepat. Dia menarik tubuh Patricia dengan erat, lalu melemparkan wanita itu ke atas ranjang tanpa ragu.

Patricia memekik kaget dan terlihat ingin protes, namun Darren sudah lebih dulu membungkamnya dengan ciuman yang penuh hasrat. Bibir yang saling melumat, lalu menggigit keras dan menggeram liar. Tangan Darren pun sudah mulai merajalela tubuh Patricia yang sudah begitu basah. Kemudian, Darren menghentikan ciumannya dan segera merosotkan dirinya ke bawah, atau sampai kepala Darren sudah berhadapan dengan tubuh Patricia yang sudah sangat bergairah.

Kedua kaki Patricia di lebarkan oleh Darren, agar dia bisa melihat betapa tubuh wanita itu bereaksi dengan liar karena sentuhannya. Klitorisnya sudah membengkak dan kemerahan, cairan gairahnya memenuhi labia majora, labia minora, urethral opening, dan vaginanya. Secara keseluruhan, Patricia sudah sangat siap untuk meledakkan gairahnya.

Kemudian, Darren pun mengarahkan wajahnya untuk memberikan kepuasan kepada Patricia, lewat lidahnya yang sudah bergerak untuk menjilat, bibir yang menghisap, dan kedua jari yang menerobos masuk ke dalam lubang sempitnya.

Ahhh... ahhhhh... baby... enggghhhhh...” Patricia sudah mengerang dan tubuhnya mulai mendesak gelisah pada mulut Darren.

Darren menjilat dengan gerakan naik turun, memejamkan matanya untuk merasakan tubuh Patricia, dan menghisap semua cairan gairahnya tanpa bersisa. Dia pun mengikuti gerakan pinggul Patricia yang sudah bergerak seirama dengan mulutnya.

“Do you like it, Petal?” tanya Darren dengan suara mendesis. “Do you like my tongue and my fingers fuck you?”

Patricia mengangguk sambil terus mengerang gelisah, dia tampak tidak fokus dan desahannya terdengar begitu frustrasi. Bahkan cairan gairah yang dihisap Darren seakan tidak ada habisnya, karena Patricia sudah semakin basah.

Darren pun menyeringai puas sambil menarik kedua jari dari tubuh Patricia, lalu memasukkan kedua jarinya ke dalam mulutnya, untuk menghisap cairan kewanitaan Patricia yang terasa manis di lidahnya.

“How do you want me to fuck you, Petal?” tanya Darren sambil memosisikan diri.

Fuck... me... harder,” jawab Patricia dengan susah payah.

Tentu saja hal itulah sudah dilakukan Darren barusan, sampai Patricia mendesah tidak karuan. Dia memasukkan dirinya begitu saja, tanpa aba-aba, dengan hentakan yang begitu keras dan liar. Seakan tidak ingin memberi jeda, Darren mulai memompa tubuh Patricia dengan gerakan yang cepat dan dalam.

Keduanya saling menatap dengan penuh damba, kedua tangan mereka pun saling bertautan, dan pinggul keduanya bergerak dengan ritme yang seirama. Darren mendorong, Patricia menarik, kembali lagi seperti itu, keras, kasar, liar, dan panas.

Buruan napas kasar semakin terdengar, aroma seks menguar dalam ruang pribadi yang tersembunyi di situ, dan erangan penuh nikmat mengalun indah bagi keduanya. Tubuh Patricia terasa begitu nikmat dan penuh candu bagi Darren, seolah tubuh wanita itu khusus diciptakan untuk dirinya mencicipi.

“Ahhh... baby. Please, go deeper.. and... faster.” Desah Patricia sambil mengikuti ritme gerakan Darren yang begitu cepat dan kasar.

You love being fucked by me, dont you?” ucap Darren dengan suara parau.

Suara hentakan kasar semakin terdengar, dan Darren mulai merasakan kehangatan yang menjalar di sekujur tubuhnya. Gejolak hasratnya menyeruak di dadanya dan Darren sudah tidak mampu menolak luapan kenikmatan yang sebentar lagi akan meledak.

“DARREN! Ahhhh... ahh....”

Patricia menjerit kencang sambil menggerakkan tubuhnya dengan ritme yang tidak beraturan, dan begitu bergairah. Dia mengalami orgasme yang panjang sambil terus meneriakkan namanya. Darren sampai menyeringai puas ketika mendapati Patricia mengalami squirt.

“F*ck!” erang Darren sambil memejamkan matanya dengan erat, ketika luapan gairahnya sudah meledak.

Orgasmenya terasa begitu intens, dan momen setelah pelepasan ini, selalu membuat segala sesuatunya menjadi lebih jernih. Bahkan otak Darren yang sempat membeku, mulai mencair selama sepersekian detiknya. Shit! Ini terlalu nikmat, erang Darren dalam hati.

I love you, Petal.” Bisik Darren lalu mencium kening Patricia dengan penuh rasa sayang.

“I love you, more than you’ll ever know,” balas Patricia dengan ekspresinya yang lelah.

Thanks, Petal. Mulai detik ini, kau adalah milikku. Dan sepertinya, aku tidak jadi melakukan pertemuan rahasia dengan pimpinan negara tetangga. Itu masih bisa menunggu. “

“Memangnya apa yang ingin kau lakukan?”

“Bercinta denganmu sampai kelelahan.”

“Aku sudah lelah.”

“Tidak. Kau bohong. Jangan membuatku bertindak lebih jauh dari sebelumnya, Petal.”

“Tindakan seperti apa misalnya?”

“Seperti kau yang menginginkanku untuk memuaskanmu, tapi hanya dildo yang memberimu kepuasan.”

Patricia menggigit bibir bawahnya sambil menatap Darren dengan penuh arti. Dia tersenyum pelan sambil mengusap rahang kasar Darren.

“Bagaimana kalau hukumannya di ganti saja? Aku lebih suka tanganku terikat dan mataku tertutup, lalu di beri kenikmatan yang setimpal dengan kerelaanku.”

Alis Darren terangkat setengah. “Kau menyukai apa yang kulakukan padamu di ruang eksekusi tadi? Wah, aku cukup tersanjung. Tapi sayangnya, tidak ada ruangan eksekusi seperti itu di sini.”

Patricia hanya ber-oh ria dan menyibakkan rambutnya yang berantakan dengan asal. Dia menatap Darren dengan kilatan menggoda yang sulit untuk di abaikan olehnya.

“Kalau begitu, apapun yang ingin kau lakukan. Aku akan terima. Bukankah kita masih memiliki waktu yang banyak untuk saling memuaskan diri?” tantang Patricia sambil memberikan senyuman setengahnya.

“Aku memiliki tali pecut untuk memukul bokongmu, atau tongkat panjang untuk ku masukkan ke dalam lubaangmu,” balas Darren dengan lugas dan tampak kesenangan melihat ekspresi Patricia.

Patricia terdiam dan menatap Darren dengan tatapan menilai. Tidak ada sorot kecemasan atau ketakutan dalam diri Patricia saat ini, malahan dia tampak bersemangat. Dan benar saja. Karena Patricia memberikan balasan yang sanggup membuat Darren hampir kehilangan detak jantungnya selama sepersekian detik.

“I will give everything you want, Your Majesty.”

■■■■■

Sunday, March 24th 2019
00.38 AM

Upload jam segini bukan karena sengaja. Tapi karena babang baru sempat.

Siapa yang udah basah? 😎
Ke depannya, akan ada lagi yang basah.
Vote 1K yah.




■■■■■

Bantuin promosi :

Bagi yang mau beli, silahkan di pesan :
WA penerbit 0877 6966 6689 ,
FB: Karos Publisher,
IG : karospublisher

Jangan lupa di pesen yah.
Nanti kalau udah beli, kabarin babang.
Supaya babang bisa samperin qm, dan bisa kasih ciuman kepo ala Juno ke qm.. duileeee... cuiy 😑😅

Regards,

CH

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top