FOURTEEN

Di ruang rindu kita bertemu...
Duileeee 😉

■■■■■

Darren melangkah dengan kasar sambil memasuki sebuah ruangan besar yang sudah tidak dimasukinya selama beberapa tahun terakhir. Dia enggan untuk masuk kesana, namun dia perlu menyelesaikan urusan yang belum terselesaikan.

Setelah memastikan semua pengawalnya untuk menahan Patricia dan menguncinya di kamar utama, Darren pergi meninggalkan wanita itu dalam mansion persembunyiannya. Tidak lupa juga dia membawa serta Estelle untuk dirawat di dalam istana.

Dia bahkan tidak ambil pusing dengan hentakan napas dari para penjaga istana yang melihat keadaan ratunya dalam keadaan tidak sadarkan diri. Racun yang dimasukkan Patricia pada Estelle sepertinya cukup kuat, Darren menebak jika Estelle mungkin tidak akan bisa bangun dari ranjangnya selama beberapa minggu.

“Inikah salam pembukamu sebagai pengkhianat negeri? Kau membawa jalang yang membuat calon isterimu terluka?” suara lantang yang bergema di ruangan itu membuat siapapun yang mendengar akan bergidik ngeri. Tapi tidak dengan Darren.

“Namanya Patricia, dia bukan jalang dan dia adalah tunanganku.” Jawab Darren santai sambil terus melangkah kearahnya.

“Omong kosong macam apalagi itu?” desis orang itu dengan geram.

Darren menghentikan langkahnya tepat di hadapan seorang pria paruh baya yang dikenalnya sebagai ayah biologisnya. Tidak banyak yang berubah. Hanya bertambah tua dengan rambut yang sudah memutih namun tetap kokoh dan tegap. Wajahnya memang sedikit memucat tapi sepertinya dia baik-baik saja.

Brice William Konstantinus, menatap Darren dengan wajah penuh amarah. Tidak ada kesan ramah atau sedikit rindu dari seorang ayah kepada anaknya yang sudah lama tidak ditemuinya. Miris, itulah yang dirasakan Darren.

“Aku tidak peduli siapa dia! Jika kau bermaksud untuk datang dan mengiba padaku agar menerimanya, aku tidak sudi!” kembali  Brice mendesis.

“Aku bukan datang untuk mengiba. Aku datang untuk membuat perhitungan,” balas Darren dengan suara tenang.

“Julian, anakku. Jangan seperti itu,” terdengar suara memohon dari wanita yang berdiri di samping ranjang yang ditempati ayahnya.

Darren menoleh pada Brianna Louise, ibunya yang tampak lelah dan menatapnya penuh kerinduan. Satu-satunya yang membuat dirinya bisa sampai kesitu hanyalah ibunya.

“Maafkan aku, Ibu. Aku hanya ingin menegaskan keputusanku kepada Ayah.” Sahut Darren pelan.

“Jangan memanggilku Ayah! Kau adalah anak yang keras kepala! Kau berani menentangku dan merasa hebat dengan menolakku? Aku bahkan tidak sudi...”

“Cukup, Brice!  Jangan mengatakan sesuatu yang menyakitkan untuk didengar Julian. Aku tidak ingin kau menyesal dan Julian semakin membencimu.” Sela Brianna dengan tegas.

Darren mengangkat alisnya ketika mendengar suara ibunya yang bisa terdengar begitu tegas. Biasanya, ibunya akan menjadi istri penurut dan menjalankan apa yang diperintahkan ayahnya. Lihat sekarang? Sudah lama tidak bertemu, ternyata ada kemajuan yang membuat Darren cukup bangga.

“Apa yang kau harapkan dari anak yang tidak pernah mendengar ucapan orangtuanya? Dia bahkan mempermalukan kita dengan memiliki hubungan kepada wanita lain ketika dia sudah menjadi calon suami dari ratu di negeri ini!” tukas Brice dengan berang.

“Demi Tuhan, mereka sedarah! Kau tidak bisa mempersatukan mereka, Brice!” seru Brianna histeris. “Jika kau mencemaskan tahta, kau yang lebih berhak menduduki tahta itu, bukannya malah membiarkan Estelle yang tidak mengerti cara kepemimpinan dan tahunya hanya mengurus rambutnya saja.”

“Untuk itulah gunanya Julian! Aku tidak mau memimpin lagi, aku sudah tua dan lelah. Tapi aku juga tidak bisa membiarkan negeri ini ke tangan orang lain.” Balas Brice cepat.

“Kalau begitu biarkan Julian memimpin tanpa perlu ikatan pernikahan sedarah itu.”

Darren mendengus mendengar perdebatan orangtuanya yang terus terjadi di hadapannya. Masa remajanya sudah dihabiskan untuk mendengar perdebatan yang membosankan. Ayahnya yang terus menghakiminya dan ibunya yang terus membelanya. Herannya mereka berdua tetap bersama, seolah pertengkatan yang kerap kali terjadi itu adalah hal yang biasa untuk mereka lakukan.

DUARRRR!!!

Dia baru saja ingin melerai adu mulut diantara keduanya tapi suara ledakan menahan suaranya. Pengalihan itu datang dari arah jendela besar yang menampilkan sebuah ledakan besar di ujung negeri. Asap tebal dan api yang membara terlihat jelas dari posisinya di lantai teratas istana.

What the fuck! Pekik Darren dalam hati sambil berlari kearah pintu kaca dan membukanya agar dia bisa berdiri di balkon istana.

Matanya menyipit tajam memperhatikan ledakan yang begitu hebat disana. Itu sudah pasti adalah hutan lindung terluas yang dimiliki Almauric.

“Apa yang terjadi? Kenapa bisa ada serangan yang tidak diketahui?” seru Brice kaget dan langsung menyerukan perintah kepada tangan kanannya untuk mencari tahu.

DUARRRR!!!

Darren pun tersentak ketika ada ledakan susulan yang terjadi di sebelah Barat, yaitu kilang minyak Almauric disana. Shit! Ini bukan serangan, pikir Darren geram. Ini adalah unsur kesengajaan yang dilakukan oleh seseorang yang memang menginginkan Almauric kembali dikenal pada dunia.

DUARRRR!!!

Ledakan kembali terjadi di sebelah Timur. Itu adalah pusat pemerintahan kerajaan atau tepatnya berada di perbatasan wilayah dengan negara tetangga.

Darren semakin menggeram sambil menghentakkan langkahnya untuk segera menyingkir dari balkon, dia tidak mengindahkan amarah ayahnya dengan suara yang menggelegar di ruangan itu. Ibunya pun sudah menangis meraung.

Dia segera keluar dari situ dan melakukan panggilan pada orang suruhannya.

“Yang Mulia...”

“Apa yang terjadi? Apakah wanita itu...”

Maafkan aku, Yang Mulia. Sepeninggalnya kau dari sini, wanita itu berhasil keluar dari kamar utama. Dia menghabisi semua orang kita tanpa sisa.” Sela orang suruhannya dengan suara gemetar.

“Dan hanya kau yang tersisa?” tanya Darren tidak percaya.

“Dia sengaja menyisakanku supaya aku bisa mengurus jasad-jasad ini dan supaya aku bisa menyampaikan kabar ini padamu.”

“What the hell!” teriak Darren geram.

“JULIAN!!!”

Suara berang dari ayahnya terdengar bergema dari arah belakangnya. Dia spontan menoleh dan mendapati ekspresi wajah ayahnya yang begitu murka.

“Inikah rencanamu pada kami? Kau mengkhianati negerimu sendiri dengan melakukan penyerangan seperti ini?” bentak Brice dengan sorot mata kecewa di wajahnya.

“Apa maksudmu?” tanya Darren tidak mengerti.

“Kau membawa jalang yang berusaha menghancurkan negeri kita!” jawab Brice sambil berteriak dan spontan pria tua itu mengernyit sambil menangkup dadanya.

Brice terjatuh dengan nafas yang tersengal-sengal. Sepertinya ayahnya mendapat serangan dan menyesakkan dadanya.

“Ayah!” seru Darren yang berhasil menangkap tubuh ayahnya agar tidak jatuh ke lantai. 

Ibunya sudah menangis dan menatap Darren dengan lirih. “Tolong hentikan itu, Julian. Aku tidak tahu apa yang direncanakannya tapi kurasa hanya kau yang bisa menghentikannya.”

“Tapi...”

“Biarkan aku yang mengurus ayahmu dulu, bantu para pengawal untuk melakukan perlindungan agar rakyat tidak merasa terancam. Ini pasti akan menjadi berita dan dunia pasti akan menyorot kita.” Sela Brianna sambil terisak dan membiarkan para pengawal yang berdatangan untuk membopong ayahnya.

Darren menghembuskan napasnya dengan berat dan beranjak dari posisinya. Tatapannya kini terarah pada tiga ledakan yang terjadi dengan asap tebal yang mengerubungi langit hari ini. Inikah yang ingin dilakukan  Patricia pada Almauric? Jika ya, Darren tidak akan tinggal diam karena wanita itu berani mengusik negerinya sampai separah ini.

Dengan amarah yang sudah meluap, dia segera melakukan panggilan darurat pada orang kepercayaan ayahnya untuk melakukan pengejaran. Dia yakin jika Patricia belum jauh dari lokasi ledakan.

Begitu dia keluar dari istana, langkahnya terhenti dan matanya melebar kaget melihat sosok Patricia yang berdiri dengan tegap sambil menyilangkan tangannya disitu.

Patricia berdiri di tengah-tengah halaman istana dengan sekelompok pasukan tentara yang mengarahkan senapan kearah wanita itu. Tidak ada ketakutan yang terpatri di wajahnya, matanya menghunus tajam menatap Darren dengan penuh kebencian, dagunya terangkat angkuh, dan dia menyeringai penuh kemenangan.

“Apakah Yang Mulia ingin menangkapku? Jika ya, aku datang untuk menyerahkan diri.” Ucap Patricia sambil mengangkat alisnya tinggi-tinggi.

“Apa kau benar-benar ingin mati, Petal?” tanya Darren sambil menggertakkan giginya.

Patricia memberikan senyuman mengejek. “Setidaknya namaku meninggalkan sejarah dalam menjatuhkan sebuah negeri yang tidak penting ini kepada dunia. Well... kuharap kau masih ingat nama lengkapku.”

Darren mengetatkan rahangnya dan menatap Patricia dengan semua rasa geram yang tertahan. Wanita itu benar-benar sudah membuatnya naik pitam.

“Tangkap wanita ini dan masukkan dia ke dalam sel bawah tanah!” perintah Darren kepada para pengawal.

Patricia memberikan senyum setengah dan membiarkan pengawal-pengawal itu memborgol kedua tangannya ke belakang. Wanita itu bahkan tidak membawa senjata apapun ketika berhadapan dengannya karena pengawal tidak mendapatkan apa-apa dari balik pakaian yang dikenakannya.

Melihat hal itu, Darren terkesiap dan seakan teringat sesuatu. Apakah mungkin ada orang lain yang ikut andil dalam ledakan itu? Tapi bagaimana bisa? Pikir Darren heran.

Seolah mengerti akan kebingungan Darren, Patricia semakin menyeringai sinis. Dia didorong oleh salah satu pengawal agar berjalan maju. Darren langsung mendesis tajam kearah pengawal yang sudah mendorong Patricia dengan kasar barusan.

“Aku tidak tahu apa rencanamu, Petal. Tapi yang pasti tindakanmu ini sudah sangat keterlaluan!” bisik Darren geram ketika Patricia sudah ada di depannya.

“Kenapa kau marah, bajingan? Apakah kau merasa kalah telak dariku sekarang? Apa kau berpikir kalau aku akan menjadi wanita bodoh yang terlena oleh omong kosongmu?” balas Patricia dengan seringaian puasnya.

Darren menggeram sambil mencekal lengan Patricia dan mengambil alih wanita itu dari pengawalnya. Dia mendelik tajam kearah kepala pengawalnya.

“Kerahkan semua pengawal yang kau miliki, Eldzar! Aku tidak menerima kegagalan sampai terjadi serangan hebat seperti ini, dan itu hanya dilakukan oleh seorang wanita.” Desis Darren dengan sinis dan penuh penekanan.

Eldzar mengangguk dan langsung menyerukan perintah kepada para pengawal yang lain. Sementara itu, Darren menarik Patricia dengan cekalan yang semakin mengetat di lengan kurus wanita itu. Patricia pun diam saja sambil mengikuti dirinya yang diseret masuk ke dalam satu lorong gelap yang menuju ke sel bawah tanah.

Patricia mengamati lorong panjang itu seakan sedang mempelajari sekelilingnya. Dia mengikuti langkah kasar Darren dan berjalan dengan tersaruk-saruk. Ada beberapa pengawal yang ikut di belakang mereka.

“Apa yang kau inginkan, Petal? Tidakkah kau tahu kalau apa yang kau lakukan bisa berakibat fatal? Kau berniat menghancurkan negeri untuk membuat mata dunia menyorot kami, begitu?” desis Darren ketika mereka sudah menempati sebuah sel kosong di ujung lorong yang begitu gelap.

“Aku hanya memberikan kalian pelajaran bahwa tidak ada gunanya menyombongkan diri dan mencari masalah denganku. Aku memiliki kapasitas untuk menghancurkan dalam kurun waktu singkat.” Balas Patricia sinis.

“Tapi apa yang kau lakukan bisa memberikan hukuman mati atas dirimu, Petal!” sahut Darren sambil menggeram. “Kau membuat kericuhan dalam negeri ini, menghancurkannya, dan memberikan ancaman. Ayahku bahkan mendapatkan serangan ketika melihat ledakan yang kau lakukan! Apakah ini tujuanmu kesini? Meluluhlantahkan negeri orang dan menyerahkan diri untuk dieksekusi mati?”

Patricia tersenyum sinis dan memberikan tatapan remeh. “Aku hanya membela diri karena kalian yang memulai lebih dulu. Aku juga bisa menuntut ratu jalang itu karena sudah menyerangku.”

Darren menatap berang pada Patricia yang begitu keras kepala. Apakah dia tidak bisa sedikit saja mendengarkannya?

“Jadi ini karena urusan pribadi? Apa kau cemburu padanya karena mendatangiku tadi?” tanya Darren sengit.

Patricia malah tertawa geli dan menatapnya dengan sorot mata merendahkan. Persis seperti saat wanita itu masih memandangnya sebagai bawahan. Damn! Memangnya kapan wanita itu tidak pernah meremehkannya?

“Jangan terlalu percaya diri, sayang. Aku melakukan itu karena merasa harus memberi pelajaran. Lagipula, aku hanya ingin bersenang-senang dan benar-benar berniat untuk menambah serangan pada ayah sialanmu itu. Aku tidak hanya sekedar berkata-kata tadi. Aku sedang membuktikannya!”

Darren menggertakkan giginya dan menarik Patricia lalu mendorongnya sampai terjatuh di sudut sel gelap itu. Wanita itu hanya meringis pelan lalu terkekeh sambil berbalik. Patricia bahkan membetulkan posisinya agar bisa duduk dengan nyaman di sudut sel itu.

“Aku akan mengurusmu nanti setelah aku menyelesaikan kekacauan yang kau perbuat diluar sana!” titah Darren dengan nada perintah.

“No worries, dear. Take your time. I’m here and won't go anywhere.” cibir Patricia sambil menatapnya dingin.

Darren pun keluar dari sel dan menyuruh pengawalnya untuk mengunci pintu itu. Dia mengatur sepuluh orang pengawal terbaik untuk menjaga Patricia. Meski dalam hatinya tidak tega melihat wanita itu menempati sebuah ruangan gelap yang kotor dan berbau, bahkan tempat itu adalah tempat khusus untuk para penjahat.

Darren mencoba mengabaikan sosok Patricia yang duduk di sudut sel itu dalam diam dan mulai berjalan keluar untuk menyelesaikan urusan diluaran sana.

Dia menerima laporan dari beberapa orang kepercayaannya bahwa ada sosok wanita berpakaian serba hitam yang terlihat di tiga lokasi kejadian. Berarti pelakunya ada lebih dari satu. Dengan kata lain, bukan Patricia yang melakukan ledakan. Wanita itu menyerahkan diri sebagai pengalihan. Damn!

Darren menarik napasnya dengan dalam ketika sudah berada di halaman istana, memandang sekelilingnya dan terdiam selama beberapa saat. Keadaan akan semakin kacau jika dia tidak segera bertindak. Dan kali ini, dia tidak ingin ayahnya sampai melakukan eksekusi pada Patricia ketika dia melihat wanita itu.

Darren mengambil sebuah ponsel kecil metaliknya dan melakukan panggilan rahasia lewat jalur komunikasi tersembunyi. Dia menunggu selama beberapa saat, sampai ada sebuah suara dengan nada dingin yang terdengar di sebrang sana.

“Apa kau tidak bisa bersabar sebentar?”

“Maaf jika aku menganggumu, Brant! Tapi aku ingin kalian bertiga secepatnya kesini. Kau akan menerima lokasi terbaru ketika telepon ini terputus. Dan pastikan kau mendarat di Oulu, karena itu adalah jalur tercepat agar kau bisa mencapai Almauric.”

“Aku tahu apa yang harus kulakukan, tidak usah sok memerintahku.” Balas Brant datar.

Darren mengerjap dalam diam sambil menghelakan napasnya yang begitu berat. Dengan ponsel yang masih terpasang di telinganya, Darren bersuara dalam nada rendah.

“Jika kau sudah tiba, bawa Patricia keluar dari negeri ini secepatnya. Jangan menungguku. Sebisa mungkin aku akan menyusul kalian. Jika tidak, tinggalkan aku.”

Brant mendengus dan kembali berujar dalam suara yang terdengar begitu dingin. “It sounds so pathetic. Perlu kuberitahu bahwa kepalamu jauh lebih berharga untuk kuserahkan kepada para petinggi, Yang Mulia. Jika kau tidak bisa menyusul, maka aku yang akan datang untuk menjemput ajalmu.”

Darren mengerjap dan menganggukkan kepalanya dalam diam. "Then so be it."

■■■■■

Sunday, March 10th 2019
22.00 PM

Cerita kolaborasi itu susah.
Titik temunya itu yang ribet.
Apalagi kalau tulis konfliknya.
Babang jadi orang bego kalau tulis seriusan begini.
Jeniusnya kalau tulis yang... ehemm 😚
Dan sialnya, authormu lagi sensi karena PMS. Babang dimarah-marahin tadi 😑

Makanya part ini agak ngegas.
Karena kenyataan cuma bisa nginjek rem. Trafficnya kayak 💩
Babang juga kebelet pipis 😣



Ada yang bisa kasih ide gimana caranya biar nggak kebelet?
Rest area masih jauh, cuk.




Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top