FIVE
WARNING : MATURE CONTENT (21+)
Teruntuk para jomblo yang menunggu babang upload.
Yuk kita ngedate massal.
Apa kamu siap untuk berbasahan?
Cuzzz.... 💧💧💧
■■■■■
Patricia memasuki sebuah rumah sederhana dengan tatapan menilai sambil melihat apa yang ada di dalamnya. Suasananya tenang dan cukup menyenangkan. Dia bahkan bisa mendengar burung-burung bersiulan di luar sana dari posisinya berdiri saat ini.
“Maaf jika aku hanya bisa menyiapkan rumah kecil yang mungkin luasnya sama seperti toilet pribadimu.” suara Darren terdengar dari arah belakangnya.
“Tidak apa-apa. Aku pernah tinggal di pedalaman ketika terjun untuk mensurvey kehidupan sekitarnya yang membutuhkan bantuan.” balas Patricia santai sambil memeluk tubuhnya sendiri dan berjalan pelan menyusuri rumah itu.
Meskipun saat ini adalah musim panas di negara itu, nyatanya udara yang masuk ke dalam rumah itu terasa dingin dan menusuk kulitnya. Dia tersentak saat Darren tiba-tiba memeluknya dari belakang seolah memberinya kehangatan lewat pelukan yang dilakukannya.
“Kenapa kau harus terus bersikap keras kepala dan menolak jaketku?” bisik Darren hangat sambil mengusap perutnya yang rata.
Patricia menoleh kearahnya dimana wajah Darren begitu dekat padanya dan dia bisa melihat mata Darren yang sebiru laut itu. “Aku cukup kuat untuk menahan dingin tadi.”
Darren tersenyum hangat. “Dan sekarang kau tidak cukup kuat untuk menahan dingin karena tubuhmu gemetar. Kaos tipis dan sweatermu ini tidak cukup memberikan kehangatan, disamping itu kau tidak memakai bra. Aku yakin kalau putingmu sudah menegang dan... Ah, benar saja.”
Patricia menahan nafasnya ketika Darren sudah mengusap payudaranya dari balik pakaian yang dikenakannya. Entah sejak kapan Darren menyelinapkan tangannya dan memainkan putingnya yang menegang dengan cara memelintirnya pelan.
“Jangan lancang. Kita melakukan seks di hotel bandara bukan berarti kau bisa main sentuh.” ucap Patricia sambil menarik tangan Darren dari tubuhnya lalu berbalik untuk menghadapnya dan mendorongnya menjauh.
“Aku bisa melakukan apapun yang kumau.” balas Darren santai. “Kebetulan rumah ini hanya memiliki satu kamar dan itu artinya kau tidak akan kedinginan saat terjaga.”
“Yang benar adalah kau tidur di sofa dan berjaga-jaga ketika bosmu ini sedang tidur.” koreksi Patricia yang berbalik untuk menyusuri rumah sederhana yang terbilang bersih untuk ukuran rumah di perbukitan dan jauh dari keramaian.
Darren tertawa saja sambil bergerak menuju ke sudut rumah untuk menyalakan mesin penghangat alih-alih menyalakan perapian. Patricia menilai interior rumah yang cukup dilengkapi dengan berbagai alat elektronik itu layaknya base camp yang dimiliki pihak Eagle Eye di setiap titik keberadaan pihak lawannya.
Meski tidak seluas base camp pada umumnya, tapi Patricia menilai kalau rumah ini cukup layak untuk dijadikan sebuah tempat berlindung. Seperti ada sesuatu yang membuatnya berpikir bahwa dia tidak tinggal dalam rumah biasa.
“Sedang berpikir keras dimana kau berada yah?” celetuk Darren yang membuat pikiran Patricia terbuyar.
Patricia menoleh kearah Darren dan mendapati pria itu sedang melepas jam tangannya sambil tersenyum geli kearahnya.
“Darimana kau bisa mendapatkan rumah ini dalam kurun waktu yang singkat, Darren? Rumah sewaanku saja harus kudapatkan seminggu sebelumnya.”
“Memangnya ada yang aneh jika aku bisa mendapatkan rumah ini?” tanya Darren dengan alis berkerut.
“Untuk ukuran orang yang katanya kau kaget mendapat perintah dari Petra untuk menemaniku kesini, itu sangat aneh. Aku pun tahu kalau teritori Eagle Eye tidak sampai kesini sehingga mereka tidak memiliki base camp pertahanan disini. Sementara melihat rumah ini yang terlihat biasa namun cukup canggih, ini menguatkan dugaanku bahwa ada sesuatu disini.” jawab Patricia dengan alis terangkat lantang.
Darren terkekeh sambil menyilangkan tangannya dan menatap Patricia. “Mungkin kau lupa kalau kita memiliki banyak koneksi yang terhubung di seluruh dunia sehingga kita memiliki akses kemana saja untuk memudahkan pekerjaan kita. Aku mengirimkan kode peringatan kepada Alfa untuk menyediakan tempat dan tibalah kita sampai kesini.”
“Untuk apa kita bersembunyi? Aku yakin kalau aku datang sebagai turis dan sudah memeriksa sedikit informasi di negara ini bahwa tidak ada tanda yang mencurigakan.” balas Patricia bersikeras.
“Dan pemeriksaanmu tidak akurat karena kita diikuti seperti tadi. Lebih baik kita menempati rumah ini sambil mencari tahu siapa yang mengejar kita.” sahut Darren tegas dan tajam.
Patricia terdiam sambil memperhatikan ekspresi Darren yang berubah menjadi serius seakan tidak ingin berdebat lagi dengannya. Apakah pria itu bermaksud untuk memberinya perintah padahal posisinya disini hanyalah untuk mendampinginya?
“Okay. Tugasmu mencari tahu siapa yang mengejar kita dan aku akan melakukan pekerjaanku. Jadi jangan menggangguku berhubung kita sama-sama sudah memiliki urusan masing-masing.” ucap Patricia dengan nada sinis.
Darren hanya mengangkat alisnya dan memberikan senyuman setengahnya. “Silahkan bekerja, Ms. Tristan. Aku akan memeriksa rumah ini sembari kau membereskan barangmu.”
Kemudian pria itu pun menyingkir dari hadapannya dan keluar dari rumah itu. Patricia masih memperhatikan tubuh jangkung Darren yang sedang melakukan apa yang dikatakannya tadi. Dia terlihat memantau, memeriksa dan mengedarkan pandangan ke sekelilingnya. Melihat pria itu yang sudah sibuk dengan urusan pekerjaannya, disitu Patricia segera bergegas menuju ke kamar dan mengunci pintu itu.
Dia segera membuka kopernya dan meraih laptopnya untuk mencari tahu tentang sesuatu yang mengganjalnya saat ini. Jalur komunikasi rahasia yang dimilikinya terhubung langsung kepada partner kerjanya, Nayla. Dia mengirimkan lokasinya pada temannya dan meminta Nayla untuk mencari tahu rumah yang ditempatinya.
“Dimana kau? Aku menelepon ke ponselmu tapi ibumu yang mengangkatnya.” ketik Nayla dalam room chat yang muncul di layar laptopnya.
“Sih bajingan Darren yang membuang ponselku ke tong sampah ketika aku dihampiri Jared di bandara kemarin.” balas Patricia cepat.
“Apakah yang kau maksud Darren ini adalah sih mantan yang selalu mendekatimu dan kau yang kesenangan didekati juga olehnya?”
Sial! balasan dari Nayla sukses membuat Patricia mendengus kesal.
“Aku. Tidak. Kesenangan. Didekati. Olehnya!”
Nayla langsung memberikan emoticon tertawa lalu muncul sebuah data yang terkirim disitu. Patricia pun langsung membukanya dan membacanya. Dia sedang berada di titik terjauh dari kota Kemi yang tidak seharusnya dia menjauh dari kota yang ingin dicari tahu tentang keberadaan sebuah kerajaan.
“Bisakah kau berikan padaku rute terdekat yang bisa kucapai untuk menuju ke kota Kemi?”, ketik Patricia cepat lalu mengirimkannya pada Nayla.
“Tidak ada. Kau harus memutar ke kota lain yang mengarah kearah Selatan.” balas Nayla bersamaan dengan titik lokasi yang terkirim.
Patricia terdiam sambil berpikir bahwa sepertinya ada yang salah disini. Dia yakin untuk menuju ke tempat tujuannya dari bandara hanya memakan waktu satu jam saja dan perjalanan yang dilakukannya tadi bersama Darren memakan waktu sampai dua jam.
Patricia pun menyudahi percakapannya dengan Nayla melalui chat itu dan menghapus apa yang didapatinya barusan agar tidak bisa dilacak oleh siapapun, termasuk Darren.
Dia tidak akan membiarkan pria sialan itu mengambil atau mengecek barang pribadinya karena setiap anggota Eagle Eye tidak bisa diremehkan tingkat penggalian informasinya dan Patricia harus waspada. Untuk itulah Orchid League tidak bisa dijangkau Eagle Eye selama ini karena memang begitu rencananya.
Setelah dia mengatur kode dan pengaturan pribadi pada laptopnya, Patricia langsung menaruh laptopnya kembali ke koper lalu mengambil beberapa pakaiannya untuk disusun pada lemari pakaian. Dia mulai mengedarkan pandangannya untuk melihat kamar itu dan tidak ada yang aneh didalamnya setelah selesai menggeledah seluruh isi kamar beserta kamar mandi didalam.
Hari sudah mendekati senja dan Patricia berniat untuk membersihkan dirinya dengan cepat karena udaranya semakin terasa dingin. Dia berpikir kalau dia akan menghabiskan sisa waktunya dengan bekerja dan memberikan laporan kepada tim kerjanya bahwa dia sudah tiba.
Sesudah mengeringkan tubuhnya dengan handuk yang melilit tubuhnya, dia keluar dari kamar mandi itu dan matanya melebar kaget ketika melihat Darren sudah duduk bersandar di sofa tunggal yang ada di dalam kamar itu. Shit!
“Aku sudah mengunci kamar ini dan itu berarti kau tidak boleh masuk tanpa permisi.” desis Patricia sambil melotot galak kearah Darren.
Darren memperlihatkan satu gantungan yang terdiri dari beberapa kunci disitu dengan senyuman tipis. “Aku sudah bilang rumah ini hanya memiliki satu kamar dan itu berarti kita harus berbagi ruang yang sama untuk tidur dan mandi.”
Patricia memejamkan matanya dan berusaha menahan emosinya tapi rasanya itu tidak mungkin. “Katakan apa maumu, Darren? Aku lelah dan aku tidak mau berurusan denganmu. Tidak bisakah kau bersikap seperti pengawal pada umumnya?”
“Aku tidak merasa harus menjadi pengawalmu dan sudah kubilang kalau aku diperintahkan untuk mendampingimu, bukan menjadi pesuruh.” balas Darren sambil mengangkat alisnya dengan menantang.
“Baiklah! Kalau begitu aku akan keluar dari rumah ini dan kembali pada rumah yang sudah kusewa!” ucap Patricia sambil berjalan menuju ke lemari untuk mengambil pakaiannya tapi belum sempat sampai kesana, lengannya sudah dicengkeram dengan erat dan dia tertarik mundur hingga membentur tubuh besar Darren.
“Kenapa kau begitu membenciku, Petal? Bukankah kau sudah tahu kalau aku memutuskan hubungan denganmu karena aku hanya bawahan kakakmu?” tanya Darren sambil menghimpit tubuhnya ke tembok.
“Dan kalau kau sudah paham tapi kenapa bertingkah seperti pria yang masih tidak tahu malu mendekatiku?” balas Patricia dengan alis terangkat setengah.
“Karena aku menyayangimu.” balas Darren tanpa beban.
Shit! Patricia terdiam sambil menatap Darren tidak percaya. Pria itu dengan mudah memutuskan hubungan dan dengan mudah menginginkannya lagi. Itu tidak masuk akal!
“Tidak usah repot-repot. Sudah banyak yang menyayangiku tanpa perlu kau tambah lagi untuk memperpanjang daftarnya.” sahut Patricia sambil melepas tangan Darren yang mencengkeram lengannya dan mendorong bahu pria itu agar menjauh darinya dengan keras.
“Tapi aku adalah orang pertama yang ada dalam daftar kebencianmu dan daftar orang yang tidak terlupakan dalam hidupmu.” tukas Darren dengan senyum setengahnya yang hambar.
Patricia menghela nafas sambil kembali menuju ke lemari untuk mengambil pakaian karena sudah merasa kedinginan. Dirinya hanya berbalut handuk mandi dan memberikan penampilan seperti ini di depan Darren bukanlah hal baik.
Dia baru saja berhasil meraih setelan pajamanya ketika kedua tangan Darren mendekap tubuhnya dari belakang. Patricia kembali menahan nafasnya ketika bisa merasakan kehangatan bibir Darren di tulang bahunya. Pria itu mencium bahunya dengan pelan lalu menyandarkan kepalanya disitu.
“Aku benar-benar serius soal aku menyesal memutuskan hubungan itu dan berniat untuk memperbaiki kesalahan yang sudah kubuat sampai kau begitu membenciku, Petal.” ujar Darren dengan suara berat.
“Apa yang terjadi diantara kita sudah menjadi masa yang begitu lalu, Darren. Lepaskan aku karena aku mulai kedinginan.” tukas Patricia sambil melepas dekapan Darren dan hendak memakai pakaiannya tapi berbalik untuk menatap pria itu dengan tatapan menegur. “Bisakah aku diberi privasi untuk memakai pakaianku?”
Darren menatap Patricia dengan tajam dan melirik sekilas kearah pakaiannya yang sedang digenggamnya. Kemudian dengan gerakan cepat, Darren menarik lilitan handuk yang menutupi tubuh Patricia dan handuk itu terjatuh menumpuk di sekitaran kakinya. Shit!
“Kau...!”
“Aku akan membantumu memakai pakaian.” ucap Darren sambil mengambil alih pakaian yang digenggamnya dan Patricia langsung menutup tubuhnya dengan kedua tangannya.
“Aku tidak...”
Darren mulai membungkuk untuk mengarahkan celana dalam thong miliknya agar Patricia segera menjulurkan kakinya tapi dia tidak mau melakukan hal itu.
“Ayolah, Petal. Jika kau masih bersikeras untuk menolakku yang ingin memakaikan pakaian untukmu, maka aku tidak janji untuk tidak menjadi bajingan.” ucap Darren sambil mengangkat wajahnya disaat dia sudah berlutut di hadapannya.
Patricia menelan ludahnya dengan susah payah terhadap situasi saat ini. Dia yang tidak mengenakan sehelai benang pun di tubuhnya dan Darren yang berlutut sambil menatapnya dengan sorot mata berkilat tajam. Bahkan Darren mulai mengusap pergelangan kakinya sampai batas lutut dalam gerakan pelan sambil mengelusnya.
“Baiklah.” ujar Patricia akhirnya karena dia sudah cukup merasa dingin.
Begitu kakinya terulur untuk memakai celana dalamnya, pergelangan kakinya malah dicekal erat oleh Darren dan... shit! Pria sialan itu malah mengecup lututnya sambil mendekat untuk bisa mengakses kaki jenjangnya lebih lagi. Dia membelai kakinya, mengecup dalam kecupan ringan dan menggoda Patricia dengan kilatan matanya yang begitu tajam.
“Darren...” pekik Patricia sambil terengah ketika tangan Darren mulai menangkup bokongnya lalu meremasnya lembut.
Kecupan ringan yang dilancarkannya kini berganti menjadi jilatan yang meninggalkan jejak basah di pergelangan kakinya, lalu ke betisnya, naik sampai ke lutut, terus, terus dan terus sampai lidahnya mulai menyapu diatas kewanitaannya. Oh dear...
Darren menaikkan satu kaki Patricia diatas bahunya sementara dia mengarahkan mulutnya untuk memberikan jilatan pada kewanitaan Patricia yang terbuka lebar padanya. Patricia mendesah sambil mencari pegangan berupa handle lemari pakaian sebagai penyangga tubuhnya agar tidak jatuh.
Rasa dingin yang tadinya dirasakannya kini berganti menjadi hawa panas yang seakan ingin membakar dirinya. Dia benar-benar tidak berdaya terhadap mulut lancang yang begitu terlatih untuk memberikan jilatan dan hisapan keras di bawah sana seperti saat ini.
“Ahhhh...” desah Patricia ketika lidah Darren mulai mendesak masuk ke lubang kewanitaannya yang sudah begitu basah.
“Yes, i want to hear your sound.” ucap Darren dalam suara berbisik di sela-sela kegiatannya.
“Kau... brengsek.” desis Patricia sambil menggeram pelan ketika merasakan desakan gairahnya melesak naik saat Darren mulai memainkan jari-jarinya ke dalam kewanitaannya.
“Tapi kau menyukai kebrengsekanku.” balas Darren parau lalu mendesis tajam. “Buka kakimu lebih lebar lagi, Petal. Aku ingin memuaskanmu sampai kau terus menginginkanku dan tidak ingin aku berhenti.”
Tentu saja Patricia tidak mau ini berhenti dan melebarkan kakinya agar Darren bisa mendapatkan akses lebih untuk menjangkau tubuhnya. Seluruhnya. Sampai ketika dia mengerang begitu kencang dengan tubuhnya yang bergetar karena desakan oleh gairah yang meledak tidak karuan di bawah sana.
Selama ini dia memang merindukan pria itu. Sangat berat untuk mengakui kalau dia tidak bisa mengenyahkan bajingan yang masih menghisap habis cairan orgasmenya dengan bernafsu. Dia bahkan mendambakan sentuhannya dan mencari pelariannya kepada pria lain yang dinilainya lebih dari sosok Darren. Tapi nyatanya nihil.
Dia tidak bisa mendapatkan hal lain saat bersama pria lain selain membayangkan Darren yang sedang mencumbunya atau memeluknya. Dia bahkan tidak pernah merasa puas saat mengharapkan dirinya dipuaskan dan hanya mampu menatap Darren dari kejauhan lalu menyentuh dirinya sendiri sambil membayangkan bajingan itu.
Mengingat kesemua hal itu membuat perasaan Patricia melambung tidak karuan. Dia bahkan tidak sanggup menolak setiap sentuhan Darren, bahkan pesona dari pria itu saja sudah membuatnya basah. Oh dear... dia sangat menyukai apa yang dilakukan Darren saat ini.
Pria itu membawa tubuhnya untuk direbahkan diatas ranjang yang terasa dingin dan dia mulai melepas pakaiannya hingga telanjang. Sama sekali tidak berniat untuk membuang waktu karena Darren mulai menindih tubuh Patricia dan memasukinya dengan hentakan yang begitu keras dan kencang.
“AH!!!” pekik Patricia sambil meremas seprai karena tidak sanggup menerima serangan nikmat yang dilancarkan Darren padanya.
“Aku tidak suka memakai pengaman jika bersetubuh denganmu. Kuharap kau mengonsumsi pil anti hamilmu secara rutin.” desah Darren dengan suara parau.
Patricia mengangguk. “Tentu saja aku masih meminum pil itu karena aku tidak mau memiliki keturunan dari orang sepertimu!”
Darren menggeram sambil terus menghentak-hentakkan dirinya ke dalam tubuh Patricia dengan liar dan cepat. Hentakan kasar itu justru membuat Patricia semakin bergairah dan erangannya semakin keras terdengar.
“Aku tahu kau masih menginginkanku, Petal! Jika kau tidak mau bersamaku, tapi setidaknya nikmati kebersamaan kita dengan hal seperti ini. Aku ingin menyetubuhimu terus-terusan seakan tidak ada hari esok dan membuatmu susah berjalan. Setiap. Harinya!” desis Darren penuh penekanan.
Oh yes!, pekik Patricia dalam hati. Dia bahkan tidak akan menolak jika hal itu memang terjadi karena selama ini Darren yang selalu mengisi pikiran liarnya untuk mendapatkan kepuasannya yang tidak tersalurkan itu.
Desahan demi desahan yang keluar dari Patricia membuat dirinya seakan terbuai dalam kenikmatan yang semakin tinggi. Ritme yang dimainkan Darren begitu cepat dan mantap seakan mengerti apa yang diinginkan tubuh Patricia.
Sekujur tubuhnya meremang ketika sentuhan Darren menggerayangi setiap sudut sensitifnya. Darren seakan tidak lupa bagian mana yang menjadi titik rangsangnya dan membuatnya semakin bergairah. Bajingan ini seakan ingin menjalankan apa yang dikatakannya tadi.
“Darren! Please....” desah Patricia saat sudah semakin mendekati klimaksnya dan memohon agar Darren mempercepat gerakannya.
“What’s that, Petal? Are you beggin’ of me?” balas Darren dengan suara mengetat.
“Asshole!”
Patricia mengerang protes saat Darren menghentikan gerakannya ketika Patricia sudah hampir meledak. Shit! Darren benar-benar sengaja untuk memancing kekesalannya.
“Be nice and I’ll give what you need.” ucap Darren dengan penuh otoritas.
“I’ve said please, but you’re being an arse!” sahut Patricia lalu sedetik kemudian dia terkekeh sendiri mengingat kalimat yang sudah dikeluarkannya karena Darren semakin mengerut kesal.
Tanpa berkata apapun, Darren menarik diri dan membuat Patricia menganga kaget atas apa yang dilakukan pria itu.
“Really?” seru Patricia tidak terima ketika melihat Darren dengan santai melangkah menjauh untuk menuju ke kamar mandi dengan ketegangan yang masih terlihat disitu.
“Aku lupa kalau aku belum mandi. Kuharap kau tidak keberatan untuk menyiapkan makan malam karena isi kulkas penuh.” cetus Darren sambil melirik kearahnya sekilas lalu masuk ke dalam kamar mandi san menutup pintu. Shit!
Patricia mengerang kesal sambil melemparkan dirinya ke ranjang. Rasanya sungguh tidak menyenangkan ketika dia hampir sampai pada klimaksnya tapi tertahan dengan sikap brengsek pria itu.
Selama beberapa saat, Patricia menenangkan dirinya dengan menarik nafas dalam-dalam untuk meredakan ketegangan yang ada pada tubuhnya lalu beranjak dari ranjangnya untuk memakai pakaiannya karena udara sudah semakin dingin.
Patricia menggeram ketika mendengar suara pancuran air diiringi siulan Darren yang terkesan penuh kemenangan di dalam sana. Dia memakai pakaiannya sambil merutuk Darren dalam hati dan segera keluar untuk menuju ke dapur setelah memakai krim malam dan menyisir rambutnya.
Dia berjalan melihat sekeliling rumah itu dengan tatapan menyelidik sambil mengarah ke dapur. Tidak ada yang aneh pada rumah itu dan tampak baik-baik saja meski interior rumah itu terbilang cukup modern untuk sebuah rumah sederhana yang berada di desa kecil dimanapun dia berada. Patricia menyibakkan tirai jendela dan menatap hari yang sudah beranjak malam dengan hanya sebuah lampu kecil yang bergantung di pekarangan rumah untuk penerangan yang tidak seberapa.
Patricia pun menutup tirai itu kembali dan segera membuka isi kulkas dengan pikiran campur aduk. Sepertinya kedatangannya kali ini membuatnya mendapatkan sesuatu yang baru untuk lebih dari sekedar mencari tahu tentang keberadaan sebuah kerajaan kecil disini. Dan juga kehadirannya disini seakan memancing perhatian yang tidak diperlukan sampai ada urusan pengejaran seperti tadi.
Cup!
Patricia tersentak ketika ada sebuah kecupan mendarat di pipinya dan langsung mendelik tajam kearah Darren yang terkekeh melihatnya. Pria itu memakai joger pants dan hoodie yang membalut pas tubuhnya. Rambutnya yang masih setengah basah itu terlihat berantakan dan tidak tersisir dengan baik. Sialnya, hal itulah yang membuat Patricia kepincut dengan gaya rambut berantakannya yang menarik perhatian.
“Jangan cium-cium!” sewot Patricia ketus.
“Pada dasarnya kau selalu melarangku. Kau melarangku untuk mendekat tapi kau juga yang melarangku untuk berhenti. Apa kau masih dendam padaku soal orgasmemu yang belum sempat dikeluarkan itu?” balas Darren dengan santai sambil menikmati ekspresi wajah Patricia yang semakin cemberut.
“Aku membencimu.” sahut Patricia kemudian.
“Sudah biasa. Aku mendengar hal itu seperti dosis obat yang membuatku overdose. Jadi, apa yang akan kau buat untuk makan malam kita?” tanya Darren sambil melirik kearah sekotak ayam utuh yang berada di tangan Patricia.
“Aku membuat makanan untuk diriku sendiri dan berhenti bersikap seolah kita adalah pasangan suami istri yang baru menempati rumah baru.” jawab Patricia dengan alis terangkat tinggi-tinggi.
Darren melebarkan cengirannya dan terlihat kesenangan. “Ide yang sangat luar biasa. Kau tahu? Aku senang kalau memiliki kehidupan yang seperti ini. Dunia seolah hanya milik kita berdua dan menempati rumah sederhana seperti ini. Aku pergi bekerja di ladang dengan kau yang menungguku di rumah. Whoaaa...”
Patricia meringis membayangkan apa yang dikatakan Darren sambil menatap remeh kearah Darren. “Terima kasih tapi kau salah orang. Aku tidak mau hidup susah dan aku tidak sudi hidup di rumah sempit ini yang besarnya saja tidak sampai seluas walk in closetku. Berhentilah bermimpi.”
“Tidak ada yang salah dengan mimpi karena mimpi itu adalah kenyataan yang tertunda. Ketika kau bisa mengejarnya maka kau akan bisa membuat mimpimu menjadi kenyataan. Berbeda dengan jika kau yang berdiam diri dan kabar baiknya adalah aku akan mengejar mimpi itu sekarang.” ujar Darren dengan penuh percaya diri.
Patricia tidak mau lagi menanggapi ucapan Darren dan mulai membuka kotak yang berisikan ayam utuh. Dia berniat untuk membuat ayam isi bayam yang dibuat dengan saus krim dan jamur. Patricia cukup terkesima dengan isi kulkas yang penuh dan lengkap.
“Aku tidak percaya kalau ada banyak bahan makanan didalam kulkas untuk ukuran rumah yang kau sewa dalam kurun waktu kurang dari dua jam.” ucap Patricia dengan nada menyindir sambil melirik kearah Darren untuk melihat ekspresinya.
Darren hanya tersenyum dan menopang dagunya untuk menatap Patricia dimana dia sudah duduk di kursi kecil yang ada di meja pantry itu. “Apakah salah jika kulkas itu terisi penuh?”
“Tidak. Hanya cukup aneh untuk rumah yang berada di antah berantah dengan isian rumah yang cukup update.” balas Patricia sambil membersihkan ayamnya lalu mempelajari letak kabinet yang ada di sekitarnya dengan mata menyipit curiga.
“Disini bukan antah berantah. Kita berada di kaki bukit Jules Terrace dan tepat pada posisi barat daya Kemi yang cukup indah di pagi hari. Kau bisa melihat matahari terbit dan di sekeliling kita penuh dengan perkebunan yang subur. Hanya sangat disayangkan kalau suhu akan menurun saat malam sehingga aku tidak bisa melihatmu memakai gaun malam satinmu tapi tidak apa-apa, selama aku disini kurasa pakaianmu tidak diperlukan dibawah tindihanku.” ujar Darren tanpa beban.
Patricia tidak menggubris godaan Darren dan lebih sibuk menghafal nama dan posisi dimana dirinya saat ini sambil bekerja untuk membuat makan malamnya. Nama itu terdengar asing dan dia sama sekali tidak pernah tahu ada bukit dengan nama aneh seperti itu.
“Di kaki bukit dan hanya ada satu rumah ini? Apakah memang rumah ini sengaja dibangun di belakang bukit tinggi itu? Atau memang rumah ini diperuntukkan sebagai tempat persembunyian seseorang yang sedang dalam pelarian?” tanya Patricia dengan kritis.
Darren terkekeh saja. “Exactly. Kau sangat cerdas. Sebenarnya pihak Eagle Eye mengenal seorang lokal yang mengetahui negara ini dan dia tidak sedang dalam pelarian. Dia hanya berniat berjalan-jalan tapi sepertinya ada yang tidak suka dengan kesenangannya.”
“Oh yah? Siapa dia?” tanya Patricia dengan penuh minat.
“Kau ingin tahu?” balas Darren senang.
Patricia mengangguk.
“Tidak semudah itu. Kau cari tahu sendiri. Memangnya kau pikir para pria di Eagle Eye tidak kalah licik dengan kalian para wanita di Orchid League.” ejek Darren sambil tertawa geli ketika Patricia sudah melempar sendok kearahnya tapi dengan mudah ditangkap olehnya.
Patricia hanya mendengus sambil memulai untuk memasukkan isian berupa bayam, krim dan jamur ke dalam ayam utuh yang sudah dibersihkannya dan berpikir kalau dia akan membiarkan Darren terus mengerjainya kali ini. Karena seperti yang dipikirkannya tadi bahwa ada hal baru yang bisa ditemukannya selain mencari tahu tentang keberadaan sebuah kerajaan yang tersembunyi dari mata dunia.
Setelah menaruh isian di dalam ayam dan melumuri ayam itu dengan butter di sekelilingnya lalu menutup ayam itu dengan kertas timah, Patricia menaruh ayam isi itu ke dalam oven dan memanggangnya dalam waktu yang diatur setengah jam.
“Hey, kau marah yah?” tanya Darren tiba-tiba dimana pria itu sudah ada di belakangnya.
Patricia menoleh dan menatapnya dengan ekspresi datar seakan pertanyaan Darren adalah angin lalu. “Untuk apa aku marah? Aku tidak sedepresi itu hanya untuk informasi yang validasinya masih diragukan.”
Darren tersenyum lembut padanya dan mengusap kepalanya dengan penuh sayang tapi Patricia menepis tangannya yang lancang karena tidak suka dengan sikap Darren yang sering dilakukan padanya seolah dia adalah anak kecil.
“Kau memang marah padaku tapi pada hal lain, bukan soal ucapanku mengenai hal yang kau tanyakan tadi.” ujarnya hangat sambil menarik Patricia ke dalam pelukannya dan menekan tubuhnya.
Patricia mengangkat alisnya ketika bisa merasakan ketegangan yang ada pada perutnya. Darren sepenuhnya menegang sambil memberikan seringaian mesumnya dan mengangkat tubuh Patricia keatas meja pantry.
“Aku akan meminta maaf atas apa yang kulakukan padamu supaya kau tidak marah padaku, Petal.” bisik Darren dengan lembut dan mencium pipinya dalam kecupan panjang.
Damn! Mencium aroma maskulin pada tubuh Darren dan merasakan kehangatan tubuhnya saja sudah membuat Patricia kembali bergairah. Entah apa yang dimiliki pria itu sehingga dia tidak mampu menolaknya sedikit pun.
“Apa yang kau lakukan sampai kau membuatku seperti wanita murahan yang tidak bisa menolakmu, bajingan?” tanya Patricia dengan suara tercekat ketika Darren menarik turun celananya beserta thong yang dikenakannya.
Sisa cairan gairahnya masih berada disitu dan semakin bertambah ketika Darren kembali memainkan jari-jarinya tepat diatas titik sensitifnya.
“Karena aku adalah kelemahanmu, Petal. Aku tahu aku masih memiliki separuh hatimu dan kau masih berusaha keras untuk menyangkalnya. Tapi perlu kau ketahui bahwa kau adalah kekuatanku yang membuatku bertahan sampai hari ini demi hanya bisa melihatmu dari kejauhan.” jawab Darren sambil menurunkan celananya dan membebaskan kejantanannya yang sudah menegang keras.
Ketika Darren menghunus dirinya dalam tubuh Patricia dengan keras, disitu Patricia menjerit dalam kenikmatan yang lebih nikmat dari sebelumnya seiring desakan demi desakan yang semakin cepat dan liar sehingga dia mendapatkan kepuasannya dalam rasa nikmat yang bertubi-tubi.
■■■■■
22.37 PM, January 19th 2019
Babang sampai ngebut bawa mobilnya cuma demi bisa upload buat para jomnes yang antri untuk ngedate...
(Meskipun sih mak lampir kudu sewot kenapa harus pulang cepet-cepet 😔)
Gimana? Babang udah termasuk calon suamiable kah? Jika ya, ada beberapa hal yang harus diperhatikan.
Yaitu :
Cintanya jangan ditambah. Sayangnya jangan dikurang. Hati jangan dibagi, apalagi sampe dibuang ke kali.
Kaciaaannn deh yang jomblo. Babang dong udah ngedate, meski dompet jadi terkuras karena mak lampir minta jajanan 😩
Regards,
CH
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top