Chapter 5
Chiffon hampir tidak bisa mengatur napasnya, padahal bukan dia yang berlari sangat cepat dan akhirnya bersembunyi di balik gedung. Hal yang hampir membuatnya terkejut karena remaja yang berhasil menyelamatkannya malah biasa saja, dia tidak megap-megap ataupun nampak kelelahan sama sekali. Tentu saja, dia Knight.
Remaja bernama Azure itu mengintip di balik tembok sebuah bangunan, melihat saat pasukan dari robot-robot yang ada di udara mulai dihancurkan oleh pertahanan kerajaan meski ada beberapa kerusakan di sana-sini. Selain itu, dalam pelarian mereka tadi juga terlihat orang-orang segera dievakuasi ke dalam istana, walau Azure dan Chiffon juga ragu tak ada yang terluka.
"Kenapa kau membantuku?" Chiffon bertanya. Azure terkejut melihatnya mampu bersikap tenang seperti itu dalam waktu yang cepat.
Namun, Azure menjawab dengan tersenyum. "Apa butuh alasan untuk menyelamatkan seorang ratu dari kematian?"
"Aku bukan ratu, masih seorang putri." Chiffon tertawa pendek sebelum melanjutkan. "Aku tahu betul tidak ada seorang Knight di pulau ini, jadi kau pasti sudah mengikuti pria jubah merah itu dari tempatnya datang."
"Namanya Blood," kata Azure. "Dan benar, aku dari Shamatan, dan juga benar, sebenarnya alasanku kemari adalah untuk menghentikannya."
"Jadi kau dari pasukan khusus para Knight yang selalu dibicarakan itu?"
"Knight Ops?" tanya Azure, dan Chiffon mengangguk. "Bukan, sebut saja ... aku tahu siapa dia, dan dia bukan orang baik."
Azure kembali melihat ke luar, menemukan langit sudah mulai kosong dan kota yang sebelumnya ramai tiba-tiba saja menjadi seperti tempat kosong dengan asap-asap hitam mengepul. Festival yang harusnya menjadi hari menyenangkan sudah hancur. Chiffon merutuki dirinya dalam-dalam, seharusnya dia memang tidak perlu mendengarkan kata Fern.
Azure menarik napas dalam-dalam saat menarik tangan Chiffon dan membawanya keluar.
"Kita mau ke mana sekarang?" Chiffon berdehem sejenak.
"Apa yang Blood inginkan dari Anda?" Azure bertanya balik. Namun, saat baru ingin membuka mulutnya sebuah tembakan melesat dengan cepat di hadapan mereka. Azure segera mengangkat lagi Chiffon dan melompat dengan cepat sebelum mereka terkena peluru tersebut.
Azure mendongak, melihat sepasukan robot yang tersisa dengan pria yang mengendalikan mereka berdiri di tengah-tengah. "Sudah cukup kau mengganggu urusanku bocah sialan! Kali ini tidak akan kubiarkan!"
Lantas remaja itu menunjuk dengan lagak sombong. "Seharusnya kau yang berhenti, Blood! Apa kau tidak pernah sadar kalau aku akan selalu menang darimu?"
Pria jubah merah itu lantas geram. Diikuti dengan semua robot yang tersisa menerjang ke arahnya. Azure menggosok tangannya dengan semangat, kemudian sebuah cahaya dengan warna biru seperti matanya muncul. Salah satu robot menembak, tetapi tiba-tiba saja berhenti. Azure mengayunkan tangannya ke bawah, dan diikuti robot itu seketika terbelah menjadi dua bagian. Matanya berputar melihat robot-robot yang tersisa, dia menghitung masih ada delapan.
Menggunakan kecepatannya, dia berhasil menghabisi semua robot-robot itu dalam waktu yang singkat. Tak ada kesempatan yang diberikan pada pasukan tersebut untuk mengeluarkan pelurunya lagi. Azure menyeringai, sekali lagi membuktikan dirinya bahwa dia akan selalu menang dari Blood. Hingga saat pikirnya yang tersisa hanya pria itu saja, Azure melompat, dan sadar kalau Blood juga robot yang dia naiki sudah tidak ada di sana.
"AAAAHHHHH!" Teriakan yang kuat langsung menyadarkannya. Azure menggigit bibir bawahnya dengan kesal karena mampu termakan jebakan dari Blood. Tepat saat dia berbalik, Chiffon sudah ditarik naik dengan alat seperti penjepit, ke sebuah pesawat berukuran sangat besar dengan model yang begitu mirip senjata perang.
"Reuni konyol kita berakhir di sini, Azure," ucap Blood melalui sebuah pengeras suara di pesawat itu.
Terlihat Chiffon masih berusaha melepaskan dirinya, tetapi usahanya hanya mampu melepaskan satu tangan saja. Dia bergerak dengan cepat, dan segera menarik kalungnya, melemparkan benda itu pada Azure.
"Jangan khawatir, aku akan menyelamatkanmu!" Namun, Chiffon sepertinya sudah tidak dapat mendengarkan. Saat Azure juga tidak lagi dapat melihatnya, pesawat itu sudah melesat dengan cepat dan menghilang di langit kota.
Azure semula tidak langsung memperhatikan benda apa yang ditangkapnya, dan dia terkesiap begitu mengetahui kalau kalung itu bukanlah kalung biasa saja. Azure khususnya sangat tahu betul benda itu spesial. "Chaos Mark? Tapi ...."
Kembali dia menaikkan kepalanya pelan, menatap tempat di mana Chiffon sebelumnya melemparkan kalung itu. Kemudian satu tangannya bergerak ke anting yang hanya dikenakan di telinga kanannya.
"Dia bukan Knight, apalagi Chaos Control. Jadi darimana dia mendapatkan benda ini?" Azure lanjut bergumam, dan berakhir dengan menyimpan pertanyaan itu dalam kepalanya saja.
"Aku harus menghubungi Fawn."
***
Snow tertegun. Melihat pohon, air danau, dan udara segar adalah mimpi yang selalu dia idamkan sejak lama. Tak pernah disangkanya kalau kembali ke masa lalu malah akan mewujudkan hal tersebut. Lalu mulutnya jadi terbuka setengah saat mencapai gerbang dari sebuah kota, dan menemukan keramaian yang tidak pernah dia temukan sepenuh di hadapan matanya. Selamat Datang Di Aparath.
Orang-orang di sekelilingnya tertawa, melompat-lompat, menari, dan bahkan seorang pria menabraknya, tetapi dengan segera dia meminta maaf, dan kembali berjalan dengan perasaan gembira. Snow tidak tahu apapun yang terjadi. Matanya kemudian menjalar sekitar, hal pertama yang menarik perhatiannya adalah sebuah istana besar yang bisa terlihat jelas di tempatnya berdiri.
"Jadi Aparath adalah kota kerajaan ...," simpul Snow.
Rasa penasaran menariknya lebih jauh masuk ke dalam kota, hingga tiba lah dia di sebuah tempat yang seketika memancing seluruh indra di tubuhnya. Dia menoleh, melihat seorang pria duduk dengan asap putih yang tipis berputar di hadapannya.
"Selamat datang anak muda, nikmati lah cumi bakar yang terbaik di kerajaan," sambut pria itu saat Snow mendekat, tetapi dia hanya terdiam. "Bagaimana?"
Snow melihat ke bawah, ke tempat di mana benda-benda yang asing di matanya itu ditusuk dengan kayu kecil dan dijejerkan di atas sesuatu yang pipih dan panas. "Uh ... maksudnya ... ini di makan?"
"Ya. Tunggu, kau belum pernah makan cumi bakar?"
"Tidak. Aku lebih suka daun dover yang manis dan—" Snow berhenti bicara saat pria itu mengangkat sebelah alisnya, dan seketika membuatnya hingga ingin memukul dahinya sendiri, sadar kalau dia ada di waktu yang berbeda saat ini.
"Ya, jadi kau vegetarian, yah, tapi apa tidak mau mencobanya? Hanya lima phons."
"Phons?" Snow lagi-lagi kebingungan.
"Ya. Kau tahu, uang ...."
Snow menggaruk tengkuknya. Dia sungguh tidak mengerti apa yang pria itu ucapkan. Namun, lama-kelamaan bau dari apa yang pria itu berusaha tawarkan semakin mereaksi tubuh Snow. Mulutnya semakin terendam hingga hampir menetes keluar bibirnya.
"Ah sudahlah." Pria itu mengambil masing-masing dua. "Ini untukmu," dan menyodorkannya pada Snow. "Untuk anak muda yang tidak pernah makan cumi bakar, kuberikan gratis untukmu."
Snow menerimanya dengan canggung, dan lalu pergi dengan berterima kasih. Sambil jalan, dia mencoba untuk menghirupnya. Aroma yang belum pernah Snow rasakan menggosok hidungnya begitu lembut. Begitu asing, tetapi juga menggugah. Lalu saat waktu yang paling dinanti, dia menggigitnya. Awalnya agak keras dan berbeda dari apa yang sebelumnya pernah dia makan, tetapi setelah mengunyah beberapa kali, dia merasakan sesuatu agak asin dan panas di mulutnya.
Lalu saat dia telan, matanya melebar seketika. Lalu tiba-tiba saja dia mengangkat tangannya dan berteriak dengan kencang. "WAH INI SANGAT ENAK!"
Suaranya menarik perhatian banyak orang, tetapi Snow seakan tidak sadar ataupun peduli. Dia malah sangat bersemangat menghabiskan dua porsi cumi bakar itu dalam waktu cepat. Kupu-kupu seolah berterbangan di perutnya saat menikmati makanan itu. Minyak belepotan di sekitar mulutnya, tetapi dia masih asyik sendiri di tengah jalan. "Ini sangat enak! Iris, kau harus coba—"
Snow memutar kepalanya, dan hanya menemukan beberapa orang yang masih melihatnya dengan aneh. Namun, dia sendiri akhirnya hanya terdiam dan beringsut dari tempatnya. "Benar juga. Seharusnya aku mencari Iris. Lagipula kami kemari untuk menghentikan Demon."
Masih berjalan pelan, Snow yang menunduk melihat bayangan yang agak besar melintas. Tidak hanya membuatnya mendongak, tetapi juga orang-orang di sekitar. Sekumpulan benda-benda terbang tiba-tiba saja memenuhi langit dan keadaan di sekitar Snow berubah dengan cepat. Mereka bergumam cemas. Begitu Snow melihat istana, dia menemukan ada lebih banyak benda terbang itu.
Snow tidak perlu tahu apa itu, tetapi pastinya benda tersebut berbahaya. Seketika otaknya merespon dengan cepat. Mungkinkah benda-benda itu adalah pasukan dari pembuat Demon? Segera dia berlari untuk mendekati istana, meyakini Knight yang diperlihatkan Onyx ada di sana.
Hingga seketika keributan makin menjadi-jadi. Orang-orang langsung berteriak panik saat di belakang Snow sebuah ledakan berdentum dengan sangat keras. Dia berbalik, menemukan sebuah bangunan kecil sudah terbakar, sementara benda-benda melayang di atasnya mulai bergerak ke sana kemari, mengeluarkan sesuatu yang dapat menghancurkan apapun.
Namun, Snow hanya terdiam. Teriakan orang-orang seakan mereaksinya. Seketika penglihatannya berubah, seakan dia berada di istananya, melihat orang-orang berteriak panik saat Demon mulai menghancurkan tempat tinggalnya.
"Awas!" Snow hanya diam, tanpa sadar satu dari benda tersebut tepat berada di hadapannya. Ujungnya perlahan menyala, mengarah langsung ke Snow. Seseorang langsung mendorongnya, dan seketika Snow kembali ke dunia nyata. Namun, lagi-lagi, wanita yang membantunya itu malah mengalihkannya. Seakan malah melihat ibunya sendiri yang sudah menyelamatkannya dari Demon, ibunya yang akhirnya tewas karena melindungi Snow.
Snow mendongak, melihat benda terbang itu bagaikan Demon dengan amarah yang sangat besar. Seluruh tubuhnya bercahaya, tangannya dia naikkan. Dia siap menggunakan kekuatannya, tetapi setelah tak ada apapun yang terjadi. Cowok itu sadar dia tidak dapat menggunakan kemampuannya pada makhluk apapun di hadapannya. Kecuali satu hal: "Ciptaan Knight."
Dengan kesal dia melirik ke samping, menemukan sebuah kursi dengan bahan besi. Langsung saja Snow mengangkat benda tersebut dan menjatuhkannya tepat di atas benda melayang itu, menghancurkannya seketika.
Dia berbalik, melihat wanita itu sudah sadar, dan wajah ibunya seketika tergantikan dengan wajah asing yang tidak Snow kenali. Meski begitu, dia tetap mendekat dan membantunya berdiri. "Anda baik-baik saja?"
Namun, wanita itu tidak menjawab. Melainkan melarikan diri bersama yang lainnya ke arah istana. Snow menggelengkan kepalanya cepat, dia menyusul orang-orang untuk pergi ke sana, dan tiba-tiba saja berhenti. Snow terkesiap saat melirik ke atas gedung-gedung kecil di dekatnya. Meski hanya sekilas, tetapi hatinya tidak ragu sedikitpun.
"Crimson Knight. Pengendali Demon." Snow berlari ke samping, bersembunyi dari benda-benda terbang itu di antara dua gedung tinggi untuk, lalu mencoba untuk terbang. Tubuhnya mulai bercahaya, tetapi sebelum akhirnya benar-benar bisa melayang seseorang langsung memeluknya dari belakang hingga dia kehilangan fokus.
"Hei! Apa-apaan—"
Terdengar pula suara yang meracau. "Akhirnya aku menemukanmu, Azure. Jangan meninggalkanku lagi sendirian di Shamatan!"
"Lepaskan aku!" Snow melepaskan orang itu dengan kasar—seorang gadis seumurannya. Menyadari kalau dia salah orang, gadis itu lantas memukul Snow hingga membuatnya tersentak, kemudian berteriak sendiri.
"Ack! Astaga, aku minta maaf. Kukira kau temanku. Aku hanya mengikuti aura seorang Knight dan ...." Sisanya hampir melebur di kepala Snow, tetapi dengan cepat dia menatap gadis itu keheranan.
"Tunggu, kau bilang aura Knight?"
Gadis itu juga sama terkejutnya, seakan baru sadar dengan tindakannya. "Ya. Jadi kau seorang Knight?"
"Aku ...." Snow terdiam kembali. Sepertinya menjadi hari di mana dia banyak terkejut atau kebingungan. Segera dia berlari keluar ke jalan utama, dan menyadari kalau Crimson Knight yang dicarinya sudah menghilang. "Sial!"
Hingga gadis itu menariknya kembali masuk ke tempat semula. "Hati-hati, robot-robot itu akan melihatmu."
"Robot?"
"Apa kau akan mengejar seseorang tadi?" tanya langsung gadis itu.
"Ya." Snow menarik napas pendek. "Tidak masalah, dia pasti belum meninggalkan tempat ini."
"Kalau begitu akan kubantu!" tukas gadis itu bersemangat.
"Apa?"
"Dua pasang mata lebih baik daripada satu."
Snow ingin saja mengangguk, tetapi segera dia menyadari kalau misinya adalah sesuatu yang berbahaya. Dia bahkan tidak mengenal gadis itu, tetapi khawatir akan nyawanya. "T--Tidak perlu. Aku bisa—"
"Jangan begitu. Lagipula aku sudah mengganggumu tadi. Siapa namamu?" Gadis itu semakin mendekat, hingga wajah mereka hanya beberapa jarak. Snow langsung teringat dengan Iris lagi karena menemukan warna mata mereka yang hampir sama. Kecuali gadis ini punya rambut yang lebih pendek, menggunakan gaun berwarna merah muda.
Snow mundur perlahan sembari berdehem. "Snow. White Knight."
"Itu nama yang bagus." Seketika gadis itu langsung memegang tangan Snow. "Aku Peach. Crimson Knight," dan membawanya lari dengan cepat.
"Hei ... tunggu!"
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top