Chapter 21
Menemukan sesuatu yang seukuran dengannya membuat monster itu langsung mengeluarkan auman kerasnya yang panas. Namun, kali ini Azure bahkan tidak perlu mengangkat kedua tangannya untuk menahan apapun. Melainkan langsung mengayunkannya ke depan untuk memberikan serangan.
"Hrrrraaaagghhhh!" Azure berteriak saat melesatkan tinjuannya, dan bersamaan sosok besar ciptaannya ikut mengayunkan tangan menyesuaikan gerakan yang dilakukan. Satu pukulan telak yang mampu mendorong mundur musuhnya hingga kembali meraung.
Serangan balasan dilepaskan, monster itu melakukan hal yang sama, tetapi kekuatan Azure cepat menahan dengan tangannya, menciptakan tekanan besar di udara yang mendorong angin keras ke sekitar, kekuatan yang mampu mencapai Fawn dari tempatnya mengawasi. Sejak pertarungan di mulai, dia hanya bisa menahan napas.
Kedua makhluk raksasa itu mulai saling memukul, Azure diuntungkan dengan kekuatan besarnya, tetapi sepertinya monster tersebut juga sudah menemukan kalau kelemahan utamanya tetap berada pada siapa yang mengendalikan kekuatan itu. Target berpindah, monster itu mengayunkan kedua tangannya ke bawah untuk menghancurkan tanah.
Azure berlari mundur ke belakang, tentu saja kemampuannya sebagai Crimson Knight tidak akan hilang meski dia menggunakan sihir terkuatnya. Tepat sebelum kedua tangan monster itu bahkan menyentuh tanah, Azure sudah berada di sisi lain daratan. Gerakan yang lambat memberikan Azure sangat banyak kesempatan untuk menyerang balik.
Satu serangan tepat di kanan wajah monster tersebut, membuatnya jatuh dan semakin mengamuk. Tangannya mulai melontarkan batu-batu besar yang mengarah sepenuhnya pada Azure.
Azure mengeluarkan rona tangannya, mencipatkan energi miliknya, tetapi kali ini sosok ciptaannya ikut mengeluarkan hal yang sama. Sekali lagi dia berteriak sebelum kemudian menerjang. Membelah setiap batu panas tersebut hingga hancur. Sementara monster itu terus-terusan melakukan hal yang sama, hingga dia menyadari semua serangannya telah gagal.
Sekarang dia tak memiliki kesempatan untuk menghindar. Azure menghunuskan energinya hingga tepat menembus dada makhluk raksasa itu. Terdengar erangan kesakitan yang sangat melentang. Hingga Azure mendorong tangannya ke atas, dan seketika api di dalam tubuh makhluk tersebut memadam. Sedetik kemudian monster itu tidak lebih daripada batu-batu besar yang kemudian jatuh ke dalam kolam lahar panas.
Azure hanya terdiam di tempatnya. Beberapa saat sosok besar buatannya mulai menyusut dan seakan masuk ke dalam tubuhnya. Tubuhnya masih mengeluarkan rona birunya, dan cowok itu sama sekali tidak bergerak, melainkan hanya berdiri mematung, melihat ke mana monster tadi telah dijatuhkan.
Sementara Fawn yang menyaksikan pertarungan singkat, tetapi sangat mengerikan tadi langsung terbang ke tempat Azure. Meninggalkan Ink dan juga Rose yang masih kelelahan untuk memeriksa kondisi teman baiknya.
"Azure, kau baik-baik saja?"
"Jangan mendekat!" tukas Azure langsung, sontak Fawn berhenti. "Menjauhlah, Fawn ...."
"Apa maksudmu? Apa semuanya baik-baik saja?"
Laki-laki berbalik lalu menggeleng lemah. "Kekuatanku masih aktif. Kau akan mati jika mencoba menyentuhku."
Mata Fawn sontak melebar, hingga refleks membuat kakinya mundur perlahan-lahan. Azure terlihat sayu, tetapi tidak juga mempermasalahkannya. Dia sudah menduga ini akan terjadi, kekuatan besar yang dengan mudah akan membunuh siapapun. "Kembali lah dan pastikan mereka baik-baik saja. Kau bisa menemuiku lagi di sini dalam satu atau dua jam."
"T--Tentu ...," jawab Fawn gugup, segera dia merutuki diri dengan ketakutannya. Merasa tidak seharusnya dia bersikap seperti itu di hadapan Azure. "Tapi apa kau akan baik-baik saja?"
Sekarang tak ada lagi jawaban. Azure hanya menunduk terdiam dengan tangan mengepal. Fawn dengan mudah mengerti. Jadi dia mengikuti keinginan Azure untuk dibiarkan sendirian sementara. Dia akhirnya melayang dan terbang kembali ke tempat Ink dan Rose.
***
Iris bisa merasakan di mana Knight lain berada. Kemampuan yang sebenarnya dimiliki oleh semua Crimson Knight, tetapi tergantung siapa, kekuatan ini bisa menjadi sangat besar hingga mampu mengetahui di mana Knight yang ingin dicari dalam jarak jauh. Berkat latihan yang lama, ditambah karena Snow yang melarangnya untuk menggunakan kekuatan pelindungnya membuat kemampuan pendeteksi Iris memiliki jangkauan yang luar biasa.
Sebenarnya Iris berbohong. Sejak tiba di Aparath, dia sudah tahu di mana Snow, tetapi pemandangan yang menghiasi matanya membuat Iris jadi lupa pada temannya itu. Lebih tepatnya putra kerajaan yang harus dia lindungi dengan nyawanya, walau Snow tidak pernah suka kalau Iris memperlakukannya seperti itu. Terlebih kalau Iris menggunakan kekuatannya yang memiliki kontrak mahal.
Namun, dia benar kehilangan jejak Onyx, entah mengapa dan Iris masih berusaha mencari tahu. Setidaknya berkat kemampuannya itu, ditambah sehabis berkeliling kota seharian dia bisa mengetahui di mana Knight yang harus mereka cari. Pagi tadi kota diserang dan Iris tahu pelakunya adalah Knight, lalu berdasarkan informasi Snow kalau target mereka mengejar Knight tersebut, maka tidak perlu berpikir panjang untuk mengikutinya.
Pelaut yang baik hati mau mengantarkan mereka melintasi laut yang akhirnya bisa mereka rasakan dinginnya, serta mencicipinya. Asin, sesuai dengan buku dongeng masa kecil yang pernah diceritakan pada keduanya. Perjalanan sedikit panjang membawa mereka tiba di pulau yang ditumbuhi ratusan pohon-pohon rindang menyejukkan. Pelaut itu sendiri tidak bertanya untuk apa dua anak muda pergi ke pulau yang setahunya tidak ditinggali siapa-siapa.
Iris berjalan paling depan dengan matanya yang menjalar kemana-mana. Dia tidak akan menyangkal kalau fokusnya mulai melebur dengan gampang. Lalu saat mencapai tempat terbuka matanya membelalak begitu menemukan sebuah gunung dengan puncak salju di atasnya. Lantas dia tersenyum.
"Itu snow. Salju," katanya.
Mata Snow melebar dengan lega. Putih, seperti jubah pemberian ibunya yang masih dia gunakan sampai sekarang. Beliau pernah bercerita kalau nama Snow memang berasal dari salju jernih di musim dingin, walaupun dia tidak pernah merasakan yang namanya dingin. Snow lalu berkata, "menurutmu bagaimana rasanya?"
"Empuk? Entahlah. Aku justru ingin bertanya kenapa ada gunung dengan puncak salju di pulau seperti ini," ungkap Iris.
Snow tertawa pendek, tetapi pandangannya masih tertuju ke arah sana. Iris kembali tersenyum kecil. "Kau mau ke sana?"
Sontak Snow menoleh terkejut, mulutnya terbuka, tetapi seakan kehabisan kata-kata. Cowok itu di antara kebimbangan. Tentu saja dia penasaran, sementara di satu sisi mereka sudah terlalu berlama-lama.
"Aku akan menunggu di sini, lagipula hanya kau yang bisa terbang," tambah Iris. Snow meneguk ludahnya kasar. Ini buruk. Remaja itu berdehem pendek.
"Masih ada misi yang penting. Tidak seharusnya perhatian kita teralihkan dengan mudah. Ingat?" ucap Snow, walau terdengar tidak begitu yakin. Bahkan Iris sendiri bisa mengetahuinya. "Apa Knight itu masih jauh?"
Iris menggeleng. "Di depan sana, sekitar beberapa jarak lagi." Mereka akhirnya melanjutkan. Iris tak perlu menoleh untuk mengetahui kalau Snow masih terus menoleh ke sebelah kanan dan memperhatikan puncak gunung itu. Setidaknya hingga mereka tiba di sebuah bangunan dengan ukuran yang luas, tetapi dengan pintu masuk yang sudah hancur.
Saat melewati dinding pagar, terdapat ratusan serpihan logam yang berserakan di atas tanah. Bekas menghitam di sana-sini, beberapa petak tanah seakan meledak dari dalam dan menumpahkan bongkahan-bongkahan batuan ke atas. "Apa yang terjadi di sini?"
"Pertarungan yang hebat," ujar Iris. "Tapi Knight itu masih ada di sini." Hanya beberapa detik dan gadis itu sontak memasang kuda-kuda dengan tatapan tajam ke sebuah pintu yang tidak kalah besarnya. Snow tak menunggu lama untuk ikut bersiaga.
Sesuai dugaannya, singkat saja dan pintu itu terbuka, menghempaskan angin kuat hingga mampu menerbangkan debu serta mengacak-acak pakaian mereka. Setelah merasa penglihatannya sudah cukup jernih, Snow memicingkan matanya dan menemukan seorang pria berpakaian serba merah keluar dari sana. Pria itu juga tiba-tiba berteriak. "Sungguh?! Sebenarnya ada berapa Knight yang tahu lokasi barak ini?!"
Dada Iris berdegup cepat untuk sesaat. Ternyata Crimson Knight. Snow sebaliknya, rona putih yang tipis muncul, dia siap bertarung. Sontak saja gadis itu menahannya. Meraih bahunya sembari menatapnya seolah berkata kita–kesini–bukan–untuk–dia.
Snow mengerti, lalu kembali pada Knight tersebut. "Aku mencari seorang Knight. Dia masih muda, mungkin seumuran denganku. Rambut hitam, kulit agak coklat, pakaian biru dengan bentuk aneh—"
"Maksudmu Azure? Kau mencarinya?" tukas pria itu. Jadi namanya Azure, batin Snow. Dia belum mengucapkan apapun, dan pria di hadapannya itu malah tersenyum sinis. "Apa urusanmu dengan bocah tengik itu—sudahlah. Aku tidak punya waktu untuk kalian. Sebaiknya kalian berdua juga pergi dari sini karena aku sedang ada urusan penting. Sudah banyak orang yang dating kemari dan kemudian pergi membawa harta berhargaku."
"Kami tidak akan pergi sampai kau mengatakan pergi ke mana dia," tegas Snow.
"Ya, kalian berdua akan pergi." Tanpa aba-aba tubuh pria itu dipenuhi dengan rona merah yang menyala terang. Sontak keduanya ikut memunculkan rona tipis masing-masing. Pria itu menghentakkan tanah dengan tangannya, sekitarnya langsung di penuhi pola garis dan lingkaran yang tidak dimengerti oleh kedua remaja itu.
Lalu seketika seisi tempat bergetar, tanah terbelah mengikuti pola aneh sebelumnya, perlahan-lahan mahkluk berukuran besar keluar dari sana. Snow menahan napas saat melihatnya. Demon? Tidak, bentuknya berbeda. Cowok itu menggigit ujung bibirnya, lalu akhirnya teringat sesuatu. Robot. Seperti yang Peach jelaskan.
Dengan cepat cowok itu kembali bersiap, tubuhnya mulai dikelilingi rona hijau muda.
"Tidak ada yang boleh masuk, dan keluar dari barak ini tanpa permisi" Kedua remaja itu sama sekali tidak mengerti dengan apa yang pria tersebut katakan. Snow menduga, mungkin Knight bernama Azure itu mengambil sesuatu milik pria itu? Bukankah itu berarti mereka seharusnya bisa bekerja sama?
Sebelum sempat bisa menyimpulkan pemikirannya, sesuatu yang berbentuk seperti lengan dari robot tersebut menghantam tanah, memaksa Snow dan juga Iris melompat untuk menghindari serangan. Snow cepat-cepat mendongak untuk mencari pria itu. "Tunggu! Kami kemari bukan untuk melawanmu! Kita bisa bekerja sama, kami kemari untuk—"
Sayangnya pria itu tak mendengarkan. Dia langsung melompat tinggi dan menghilang setelah berlari dengan cepat. Meyakinkan Iris kalau orang itu memang seorang Crimson Knight.
"Kita harus pergi dari sini sekarang!" teriak Iris. Snow mengangguk, lalu kembali mengangkat kepala. Kemudian melesat ke atas, tetapi tiba-tiba saja pergerakannya terhenti. Snow terguncang di udara begitu saja.
"Snow!" Iris berteriak panik, matanya melebar saat menemukan ronanya menghilang dan perlahan-lahan gravitasi menariknya. Ini gawat, sembari menghindari setiap hentakan yang diberikan oleh robot tersebut, Iris berlari dengan cepat dan sigap menangkap Snow sebelum dia benar-benar mencapai tanah.
Jelas terasa kulitnya panas. Setidaknya Snow bisa pulih dengan cepat. Dia bahkan balik berteriak pada Iris saat melihat robot itu akan menyerang mereka sekali lagi.
Tanpa harus bertanya, Iris mendongak, melihat di mana Snow tadi tiba-tiba saja berhenti. Kembali muncul pola aneh yang sama seperti saat robot itu muncul dari dalam tanah. Namun, Iris menemukan sesuatu yang familiar. Sesuatu yang mirip dengan kekuatannya.
"Kubah," simpulnya. Snow yang masih meringis sontak menoleh kebingungan. "Kita ada di dalam kubah sekarang. Seperti kekuatanku. Kita tidak akan bisa kemana-mana sekarang."
Mereka berbalik bersamaan, melihat ke arah robot itu. Ukurannya terlalu besar bagi Snow untuk bisa dia kendalikan dengan kekuatan telekinesis-nya. Namun, kalau memang pilihan saat ini adalah menghadapinya, maka Snow dan Iris akan menerimanya. "Kalau begitu mari kita selesaikan ini."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top