Chapter 13
Azure sontak mendorong Chiffon hingga dia terjatuh, dan langsung menaikkan kedua tangannya sebagai pertahanan. Rona biru segera mengelilingi lengannya, membentuk energi yang mampu membelah bangku tersebut dengan cepat, dua bagiannya masih terus melesat dan mengenai gedung di belakangnya hingga menciptakan debu yang berkeliling membatasi pandangan.
"Chiffon!" Hanya samar melihat gadis itu, Azure sontak berteriak. "Lari! Menjauh dari sini!" Chiffon sama sekali tidak membalas, tetapi dia mengangguk dan pergi dari tempatnya. Namun, tidak benar-benar jauh agar masih dalam jangkauan Azure.
Debu mulai menipis, meski begitu dia masih merasakan perih di matanya, dan paru-parunya terasa gatal saat coba mengangkat kepala untuk melihat orang yang telah menyerang mereka. Laki-laki itu ternyata masih di tempatnya, tidak berpindah ke manapun melainkan hanya mengangkat tangan. Azure dengan mudah mengerti apa kekuatannya, jadi tanpa membuang waktu dia langsung memutar kepalanya untuk mencari apa lagi yang akan Snow gunakan.
Tak ada apapun yang ditemukannya saat Azure menoleh, hingga suara gemersik terdengar di belakangnya, tanpa berpikir panjang dia kembali melompat. Sisa-sisa besi dari bangku yang sudah hancur tersebut langsung menancap tepat di tempatnya tadi berdiri. Begitu Azure mengangkat kepala, bagian yang lain sudah meluncur mengejarnya.
Dari sudut matanya Azure melihat tangan Snow teriring bersama gerakan besi-besi tersebut, melambai secepat dirinya berusaha untuk terus menghindar. Azure sadar dia tidak bisa terus melompat atau berlari terlalu jauh karena masih ada Chiffon yang harus dia lindungi. Jadi segera Azure memutar badan dan melesat ke arah Snow.
Azure melompat dengan satu tangan siap menebas, gerakannya yang cepat tak dapat di atasi Snow. Dia bahkan tidak siap menangkis serangan tersebut. Namun, bagi Azure semuanya seketika menjadi lambat, di saat bersamaan dia menemukan energinya masih menyala. Matanya melebar untuk sebentar dan menyadari tindakannya tersebut. Dengan cepat Azure melepaskan rona birunya begitu dia mendarat.
Snow di awal hanya menutup matanya, tetapi dia langsung menyadari kalau tak ada apapun yang mengenainya. Cowok itu lantas hanya menemukan Azure menahan kedua tangannya, berusaha mendorongnya ke bawah.
"Siapa kau?! Anggota baru Blood?! Apa yang kau inginkan?!"
Tidak ada jawaban, tetapi Azure sama sekali tidak perlu khawatir karena sesuai dugaannya, Snow tidak dapat menggunakan kekuatannya. Sayangnya, dia salah. Rona hijau muda memenuhi kedua tangannya Snow saat itu, Azure hanya mengerjap tanpa menyadari perutnya akan ditendang. Berhasil dengan serangan tersebut, Snow langsung terbang mundur begitu pegangannya sudah terlepas.
Masih meringis, Azure menatap ke depan, dan melihat puluhan batu bata yang seharusnya ada di jalanan kini melayang di sekitar Snow. Tangan kanannya meredam sakit, sementara kekuatannya digunakan pada tangan yang satunya.
Walau tidak nampak terkesan, tetapi Snow terdengar memujinya. "Jadi kau juga Chaos Control. Entah kenapa aku terkejut." Azure merasakan gigi-giginya bergemelatuk, dia merasa kesal karena siapapun Snow, laki-laki itu sekuat Dr. Blood. Bahkan sepertinya lebih, karena baru kali ini Azure merasa begitu kerepotan menghadapi seorang Knight.
"Kalau kau tanya apa yang aku inginkan. Hanya ada satu, aku harus membunuhmu." Azure langsung tahu gertakan tersebut bukanlah sebuah gurauan. Remaja itu mencoba mengatur napas, sementara batu bata yang melayang di atas jalanan sudah melesat ke arahnya. Tangannya cepat berayun ke atas ketika satu sudah tepat berada di depan wajahnya. Begitu yang lainnya ikut, Azure terus menebas sembari bergerak maju. Dia melompat dan berputar bagaikan penari yang melakukan tarian kematian. Semuanya hancur, tetapi bukan hanya karena kekuatannya, beberapa juga mengenai wajah dan bagian tubuh yang lainnya.
Snow merasa kalau kemenangan adalah miliknya begitu melihat lebih banyak serangannya yang mengenai Azure daripada yang dapat dihancurkannya. Begitu targetnya sudah mendengus karena kelelahan, Snow dengan susah payah menahan tawanya. "Apa ini lelucon? Bagaimana mungkin orang yang akan menghancurkan dunia ternyata selemah ini?"
Dengan napas yang memburu, Azure menatapnya bingung. "Apa maksudmu?"
Bukannya menjawab, rona di tubuh Snow semakin terang. Dia lalu berteriak dan menggunakan seluru bata yang tersisa. Azure memindahkan tangannya ke depan wajah untuk menahan, terdengar erangan, tetapi suara dari bata yang hancur meredamnya. Debu sekali lagi memenuhi sekitar. Kali ini sangat tebal hingga Snow sendiri tak dapat melihat apapun.
Dia mendaratkan kakinya, meski sudah yakin kalau dirinya menang, tetapi dia juga tahu kalau Knight tidak akan mati semudah itu. Snow hanya menunggu hingga pandangannya bisa bersih kembali, jadi dirinya tak memasang sedikitpun waspada. Keputusan itu langsung disesalinya ketika dengan sangat cepat Azure melompat dari dalam pusaran udara kotor tersebut, meninju Snow hingga dia terhempas.
Azure merasakan ada garis-garis semu yang menutup matanya, tetapi dia memaksakan diri untuk mendekati Snow yang perlahan-lahan mencoba bangkit. Tak ingin membiarkan laki-laki itu menggunakan kekuatannya lagi, Azure memakai kemampuan berlarinya. Snow hanya bisa mengerjap begitu satu kepalan yang mentah mendarat lagi di wajahnya.
Hanya dua serangan, tetapi Snow dibuat babak belur. Keadaan mereka bahkan bisa dibilang satu sama. Darah terus mengalir dari pelipis Azure, tetapi Snow merasakan sesuatu akan keluar dari mulutnya, begitu dia terbatuk dengan hebat, cairan anyir dan masih segar tersebut dimuntahkan.
"Sudah cukup ...," ucap Azure masih berusaha mengambil napasnya. "Kalau kau ingin membunuhku, tolong lakukan di lain hari. Aku sedang sibuk sekarang, jadi--"
"AAAAAAAAA!" Teriakan itu menghilangkan fokus keduanya, Azure menoleh dengan amarah begitu melihat Chiffon yang menjerit. Rahang Azure menegang saat melihat satu robot sudah membawanya naik ke atas kapal. Dr. Blood sudah kembali, tetapi bagaimana bisa?
"Chiffon? Tidak!" Azure berusaha mengejar dengan langkah yang tertatih, tetapi belum bahkan jauh hentakan yang keras mendarat di punggungnya. Dia berbalik dan menemukan Snow masih berusaha melemparinya batu bata, tetapi dia memilih untuk mengabaikannya dan kembali mengejar Chiffon.
Hingga kakinya terasa melambat, Azure merasakan dirinya tidak dapat bergerak. Saat melihat kedua tangannya, dia menemukan rona yang menyala, tetapi bukan miliknya yang biru seperti biasa, tetapi hijau muda.
Kengerian mencengkramnya saat suara menapak pelan mendekatinya. Tidak lama udara terasa menipis di paru-parunya, hingga suaranya tercekat tak dapat membentuk kata apapun. Namun, dia masih bisa mendengar suara. Snow berbicara di belakangnya. "Ibuku selalu bilang untuk jangan pernah menggunakan kekuatanmu pada manusia. Yah ... akhirnya aku tahu apa alasannya."
Bagai ratusan batu bata yang berkumpul jadi satu lalu menghimpit. Begitu Snow mulai merapatkan kepalannya, Azure ingin meraung akibat rasa sakit yang sangat hebat, tetapi bahkan kedua matanya tak dapat digerakkan. Hingga abu-abu memenuhi pandangannya, dan perlahan-lahan mulai menghitam.
"BERHENTI!"
Darahnya kembali mengalir dengan bebas saat teriakan itu menggelegar. Suara tarikan napas yang keras terdengar di mulut Azure. Di sisa tenaganya, dia coba melirik. Menemukan seorang gadis dengan gaun merah muda berdiri di hadapannya, menghalangi Snow.
"Peach ...." Kemudian terdengar seseorang berusaha mendekat dan mempobongnya untuk bangkit, Azure masih terlalu lemah dan butuh waktu untuk menyadari siapa dia. "Fawn ...." Mendapati keduanya membuat Azure malah tertawa pelan, dia menyadari akan keputusannya yang begitu fatal untuk mengikuti Dr. Blood sendirian ke Aparath, dan akhirnya berakhir terluka.
Sementara Snow melihat gadis itu membawa sebuah palu besar dengan kedua tangannya. Peach sendiri tiba-tiba saja muncul di sana dengan menghentakkan benda tersebut tepat di tengah-tengah keduanya.
"Peach, menyingkir dari situ. Ini adalah misiku."
"Tidak akan pernah!" tegas Peach dengan menatap tajam. Snow entah mengapa jadi tak berkutik. "Fawn, bawa dia pergi dari sini."
Fawn mengangguk sebagai balasan. Perlahan-lahan tubuhnya mulai terangkat dan melayang meninggalkan Peach, membawa Azure ke tempat yang aman. Snow terkejut akan pemandangan tersebut--satu lagi Knight lain yang ditemuinya hari ini--walau hanya sebentar. Dia berusaha untuk mengejar, tetapi Peach kembali menahan dengan menaikkan ujung palunya menghadap Snow.
"Peach, menyingkir atau--"
"Atau apa?!" tegas Peach, menunjukkan keberaniannya untuk melawan remaja di hadapannya jika memang harus.
Snow juga tidak menahan diri untuk menyalakan ronanya, begitu sinar hijaunya kembali dia langsung menaikan telapak tangannya. Peach belum tahu sedikitpun kekuatan Snow, tetapi dia tahu kalau remaja itu akan menggunakannya. Peach segera memasang kuda-kudanya.
Namun, selama beberapada detik tak ada apapun yang terjadi, hingga bukan hanya Peach, tetapi Snow berakhir keheranan. Dia berusaha mengendalikan palu tersebut, tetapi kekuatannya seakan tak bekerja.
Sementara Peach berpikir kalau Snow ternyata tidak melakukan apa-apa, dia memutuskan untuk berbicara. "Selama ini kau mencari Azure." Kalimatnya tidak lama diikuti dengan palunya yang seakan melebur bersama udara, berangsur-angsur menghilang di tangannya. Snow akhirnya mengerti, benda itu adalah kekuatan Peach. "Apa kau ... mau membunuhnya?" Raut wajah Peach berubah turun di akhir.
"Aku harus!" Snow menjawab dengan lantang. "Dia akan menghancurkan dunia, menghancurkan tempat tinggalku, dan membunuh banyak orang. Jadi aku harus membunuhnya sebelum itu terjadi."
"Itu gila!" ketus Peach menaikkan jarinya. "Azure tidak akan pernah melakukan itu."
"Tapi itu benar! Jadi aku harus--"
"Tidak!" Snow sontak terdiam saat Peach berteriak kencang sekali lagi. "Aku tidak percaya, bahkan kalau itu benar. Azure mungkin sudah melepaskan kontraknya, tapi dia tidak akan pernah membunuh siapapun. Itu janjinya, dia sudah berjanji."
Snow tidak mengerti pada dirinya sendiri. Meski bahkan kalau Peach hanya berusaha melindungi Azure, tetapi Knight tersebut seakan kehilangan niatnya untuk membunuh. Walau dia tahu dunianya dalam bahaya, tetapi semua yang diucapkan padanya membuat Snow seketika lupa tujuan tersebut.
Pada akhirnya Peach pergi dari sana tanpa mengatakan apapun. Sementara Snow terdiam menatap ke mana gadis itu pergi bersama fokusnya yang terpecah-pecah.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top