Chapter 10
Langit-langit di atasnya rusak, sehingga pepohonan rindang menjadi satu-satunya penutup cahaya bulan yang seharusnya bisa menerangi ruangan itu. Daun-daunnya yang layu berjatuhan, memenuhi ruangan berukuran sangat besar itu karena di dalam sana memang tak ada apapun.
Chiffon juga terus mendongak, memaksa mencari penerangan yang mungkin akan memaksa tembus, tetapi yang mampu hanya berupa remang-remang kecil dan tidak cukup baginya untuk melihat di sekitar. Gadis itu sadar betul kalau dirinya sedang menjadi tawanan saat ini, tetapi dia memaksakan diri agar terus bersikap tenang.
Bukan karena dia adalah seorang putri yang menjadi pewaris tunggal sehingga Chiffon harus kuat dan tidak boleh ketakutan atau menangis. Bukan karena itu. Tentu saja dia sangat takut, pria yang membawanya kemari berhasil menembus pertahanan kerajaan, membuktikan kalau dia bisa menyamai sistem yang ada di Aparath. Chiffon tidak bisa menangis karena itu adalah janji pada ayahnya. Janji bodoh yang terus membuatnya kuat sampai hari ini.
Jangan menangis, Chiffon. Tak peduli apapun yang terjadi.
Namun, dia hampir melanggarnya dua kali hari ini. Selain karena sekarang dia ada di antah-berantah, penjaga terbaik Aparath tewas tepat di hadapannya, dan beruntung dia masih bisa menahannya. Chiffon hanya harus bertahan saat ini. Seorang Knight telah membantunya, dan tanpa ragu bahkan menyerahkan apa yang sebenarnya dicari pria Jubah Merah bernama Blood kepada Knight tersebut. Chiffon hanya yakin dia akan datang.
Lalu harapan itu akhirnya menjadi kenyataan. Daun-daun berderak di dekatnya, begitu mengangkat kepala, dua orang remaja muncul di sana, mereka sama-sama memakai kacamata dengan lensa hijau yang membantu mereka melihat dalam gelap. Salah satunya mengenakan pakaian kaos putih dengan jaket vest kuning, membawa ransel besar, tangan kirinya memegang senjata berat, sementara tangan kanannya melambai manis.
Satunya lagi—tentu saja, Azure. "Mr. Azure!"
"Oh, tidak. Cukup panggil aku Azure—" Azure tertegun, tepat saat Chiffon tiba-tiba saja memeluknya. "Baiklah. Apa kau baik-baik saja?"
Chiffon mengangguk, lalu dia menoleh lagi ke laki-laki yang satunya, dan mengetahui dia bernama Fawn. "Di mana Dr. Blood?"
"Aku tidah tahu."
Lantas Fawn menyimpulkan kalau pria itu pergi dan meninggalkan dua robotnya saja untuk menjaga Chiffon, tetapi dia juga tidak yakin dan merasa kalau Dr. Blood tidak akan mungkin membuat gerakan seceroboh itu dalam setiap rencananya.
Dugaannya terbukti. Saat ketiganya baru saja berbalik untuk keluar, sorot terang menyilaukan mereka. Fawn sampai menjerit karena cahaya yang menusuk retinanya, dan kacamatanya ditarik kasar hingga putus. Cowok itu mendesis saat mengangkat kepala, dan melihat Blood di depan sana.
"Lihat siapa yang akhirnya datang ke pesta ini. Bocah tengik yang suka ikut campur, dan ... ah, anak kecil pengkhianat."
Fawn merasa berang. "Aku bukan lagi anak kecil yang bisa kau bodohi, Dr. Blood. Justru aku sangat menghormatimu. Sungguh. Tapi tidak dengan semua rencanamu."
"Aw ... sangat perhatian, tapi aku juga tidak butuh semua omong kosongmu." Dr. Blood berpindah menatap tajam ke Azure. "Hanya segel itu, please. Tuan Putri kita tidak membawanya, dan aku tahu siapa orang terakhir yang bersamanya."
Chiffon segera menaruh tangannya di bahu Azure, mencegahnya menyerahkan apa yang diminta Dr. Blood. Tanpa melakukan itupun Azure sudah tahu. "Jangan khawatir, Putri. Dia harus mengalahkan kami dulu kalau mau mengambilnya."
Keduanya bersiap, Azure sudah memunculkan ronanya, dan kedua tangan yang menyala seketika. Fawn dengan senapan mesin yang mengarah langsung ke depan. "Kau tahu kata mereka, Dr. Blood. Ini senjata yang berat dan aku tidak pernah ragu menggunakannya. Jadi sebaiknya jangan melangkah atau kau akan mendapatkannya."
Dr. Blood hanya tertawa. "Oh, Fawn. Aku tidak akan repot-repot." Pria itu menggosok tangannya yang masih mengenakan sarung tangan putih dengan perlahan, tetapi dengan cepat menghantam lantai di bawahnya kuat-kuat hingga melentangkan bunyi logam yang keras. Daun-daun yang menutupi langsung beterbangan, dan seketika lantai dipenuhi pola-pola lingkaran terhubung garis yang menyala merah seterang jubahnya.
Tanah bergetar, Chiffon tidak mengerti apa yang terjadi, tetapi dua orang remaja itu sudah tahu pasti. Fawn menyimpan senjatanya, dan membawa Chiffon mundur lebih jauh ke belakang agar dia tidak terluka. Azure tetap di tempatnya, menyaksikan saat logam-logam itu seakan tertarik ke atas oleh magnet yang sangat kuat hingga bisa terlepas dari tanah.
Setiap kepingan perlahan-lahan menyatu, satu demi satu membentuk model robot yang sebenarnya tidak sempurna, sementara sisa lempengan melayang-layang di sekitarnya. Namun, bahkan mata Fawn yang rabun pun bisa melihat kalau itu adalah robot besar dengan rongga-rongga besarnya memperlihatkan cahaya merah menyala, menandakan benda itu telah aktif.
"Aku harus bilang, ini pertama kalinya aku lihat kau membuat robot di depan mataku sendiri."
"Yah, lalu?"
Azure menyeringai. "Sangat buruk. Fawn memang suka melebih-lebihkan." Remaja itu yang melesat lebih dahulu. Robot besar itu mungkin bergerak lambat, tetapi ternyata dia bisa menyerang pertama. Lempengan baja yang tidak terpasang di dekatnya terlempar kuat, tepat ke arah Fawn. Sontak dia menurunkan tubuhnya dan Chiffon. Putri menjerit, dan Fawn semakin kesal.
Azure tidak berhenti, dia terus melaju, kakinya yang cepat melompat di antara keping-keping baja, cukup dekat hingga cowok itu bisa menerjang di tempat yang sempurna.
"Hrrraaaggghhhh!" Azure menghunuskan tangannya, tepat ke bagian dada robot tersebut, lantas terdengar bagai erangan kesakitan walau tidak jelas, tetapi begitu keras saat Azure meluncur turun sementara tangannya seakan mencoba membelah dua tubuh robot tersebut.
"Fawn!"
"Aku mengerti!" Fawn balas berteriak, tanpa memberitahu dia menyerahkan ransel dan melepaskan pakaian selain celananya ke Chiffon lalu bergegas ikut ke pertarungan itu. Chiffon melihatnya berlari, dan tidak lama tanah seakan bergetar. Sementara dia berpikir kalau itu karena robot milik Dr. Blood bergerak, tetapi ternyata benda itu masih ada di tempatnya dan tak dibuat untuk meninggalkan tempatnya.
Chiffon baru sadar setelah melihat lebih jelas. Tubuh Fawn yang semula hanya lebih tinggi darinya beberapa cm, perlahan semakin membesar. Celananya yang panjang perlahan mulai sobek hingga ke lutut, urat di lengan dan kakinya semakin jelas bahkan dari tempat gadis itu memperhatikan, lalu dalam hitungan detik Fawn benar-benar sangat besar dan mampu menyamai ukuran robot itu.
Azure yang masih bergelantungan melepaskan tangannya, membiarkan gravitasi menariknya sementara Fawn yang sudah berukuran raksasa melakukan sisanya. Tangannya mengepal, meninju robot itu hingga lempengan-lempengannya terhempas.
Mencoba untuk membalas, tetapi Fawn sama sekali tak memberinya kesempatan. Saat baja itu dilempar, Fawn dapat menangkap dan menghancurkannya dalam sekejap mata, kemudian lanjut menghabisi robot itu. Terus memukul wajah benda tersebut hingga benar-benar tumbang. Telapak kakinya tanpa ragu menginjak-injak, dan cahaya merahnya mulai meredup.
Sementara Chiffon terus memperhatikan momen yang menengangkan tersebut, tanpa dia sadari Azure sudah ada di dekatnya. "Kita harus pergi dari sini, benda itu akan meledak." Remaja itu mengulurkan tangan, dan saat Chiffon ingin menerimanya, dia terkejut karena Azure tetiba saja menggendongnya, kemudian berlari keluar laboratorium. Persis seperti saat Chiffon diselamatkan dari kastil Aparath, gadis itu berteriak.
Hingga cukup jauh dari laboratorium, bahkan hingga ke tepi pulau. Tepat saat Chiffon diturunkan, laboratorium benar-benar meledak, tetapi tidak terlalu besar, seperti hanya ledakan kecil yang cukup menghancurkan robot itu saja. "Bagaimana dengan Fawn?" tanya Chiffon khawatir.
Azure hanya tersenyum. "Jangan khawatir, dia tidak hanya pintar, tapi juga sangat kuat."
Meski begitu, Chiffon masih merasa tidak tenang. Tidak ada kobaran api melainkan asap hitam yang tebal. Lalu tidak lama Azure menunjuk ke atas, begitu Chiffon ikut mendongak, seberkas cahaya kuning terlihat mendekat, menjadi pertanda gadis itu bisa bernapas agak lega.
"Sangat hebat, Fawn." Azure menyambutnya dengan sebuah tos.
"Tuan Putri, bisa berikan tasku?" Chiffon yang masih memeluk benda itu segera mengembalikannya. Fawn merogoh isinya cukup dalam, lalu mengambil sebuah botol air yang masih penuh. Kemudian satu tangannya mengambil pasir yang ada di bawahnya. Chiffon sama sekali tidak mengerti apa yang remaja itu coba lakukan, dan semakin kebingungan saat Fawn memasukkan pasir itu ke air, mencapurnya hingga air itu keruh, lalu meminumnya. Membuatnya lantas terbatuk berkali-kali, tetapi masih terus dia lakukan hingga botol itu benar-benar habis.
"Itu kontraknya," ucap Azure. "Fawn bisa memperbesar atau memperkecil tubuhnya sesuai yang dia inginkan, tetapi setiap kali dia lakukan itu dia harus meminum air yang keruh."
Fawn mencoba tertawa. "Menjadi seorang Contract Knight itu tidak menyenangkan," ungkapnya.
"Yah, bagaimana dengan Blood? Apa dia mati?" tanya Azure langsung, dan Fawn hanya menggeleng kasar, membuatnya langsung mendecak kesal.
"Kau mungkin tidak memperhatikan, tetapi Dr. Blood sudah pergi tepat setelah membuat robotnya."
"Setidaknya sekarang kau aman, Putri."
Chiffon hanya terdiam, dia malah kembali mendongak, dan butuh beberapa saat bagi kedua remaja itu sadar dengan apa yang Chiffon sebenarnya perhatikan.
"Mungkin itu menjelaskannya." Sekumpulan robot lainnya, terbang dan melebur bersama gelapnya malam, keluar di mana atap laboratorium tersebut berlubang.
Fawn kembali berang. "Dia benar-benar tidak bisa membuat kita istirahat untuk sejenak."
"Jangan khawatir, Fawn." Azure langsung maju. "Bawa Putri kembali ke Aparath, aku yang akan menahannya."
"Ha? T--Tidak. Kau yang harus membawanya pulang."
Azure lantas menolak juga. "Bukannya sombong, tapi aku tidak punya kontrak apapun untuk di bayar, sedangkan kau baru saja menghabisi satu botol penuh minumanmu."
"Justru karena itu, benda-benda terbang itu hanyalah pengalihan. Dr. Blood tidak mungkin membiarkan pasukan-pasukan robotnya yang melakukan semua pekerjaan, pria itu akan mencari Putri Chiffon, dan kau yang harus di sana saat itu terjadi." Azure mendesau, temannya memang pintar, tetapi dia tidak menyukai saat kepintarannya digunakan di saat begini.
"Lagipula, siapa yang akan menggunakan kekuatan kalau kau punya senjata terhebat di dunia." Fawn menambahkan dengan mengangkat senjatanya.
Azure mengangguk lemah, menyetujui ucapan Fawn. Sementara remaja itu--tanpa bahkan mengenakan kembali pakaiannya—masuk lagi ke hutan. Tersisa Chiffon, Azure segera membawanya ke kapal yang mereka gunakan ke pulau untuk segera kembali ke Aparath.
"Kau siap Putri?"
Chiffon hanya mengangguk, dan kapal tidak lama meninggalkan pesisir dengan Azure mulai mendayung.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top