5

Archer

Aku harus berhenti meluapkan emosiku pada Alexa, dia bahkan tidak tahu apa-apa. Ini semua karena tiga hari sialan yang harus kujalani. Dan semenjak telepon seks pagi hari itu Lea bahkan tak pernah menghubungiku sekali pun.

Aku tahu ini kekanakan, aku bisa saja meneleponnya, hanya untuk sekadar mendengar suaranya atau lebih baik lagi mengajaknya keluar? Tapi aku tidak melakukan hal sialan macam itu! Aku tidak mau memberikan harapan yang sebenarnya sama sekali tidak ada. Aku tidak bisa membiarkan dia berharap tentang hubungan, semua ini hanya tentang kepuasan.

Saat akhirnya pintuku terbuka dan Alexa masuk dengan hati-hati, membawakan berkas yang tadi kuminta. Aku tahu aku sadah menjadi atasan yang menjengkelkan hari ini.

"Mr. Black, ini dokumen tentang proyek
Saint Simons. Ada hal lain yang bisa saya lakukan?" Alexa bertanya dengan nada pelan seolah dia sudah bersiap mendapatkan teriakan lagi dariku.

"Tidak Alexa. Dan maaf untuk semua ... kau tahu? Emosi tidak pada tempatnya yang kulupakan tadi," balasku.

Dia memberiku senyum profesional yang biasa dia tunjukkan padaku. "Tidak masalah Mr. Black. Anda terlihat kacau tiga hari terakhir ini." Aku mengangkat alisku dan memberinya tatapan memperingatkan. Dia buru-buru mengatupkan mulutnya dan segera pergi. "Permisi, Mr. Black."

Apa aku terlihat sekacau itu?

Yah, setidaknya semua ini akan berakhir malam ini.

Aku membuka laciku dan membaca ulang dokumen yang sudah kusiapkan. Meski ini sudah sedikit terlambat. Tapi bagaimana pun juga Lea harus menandatanganinya.

***

Kali ini aku membawa Roverku menuju apartemennya. Aku juga membawa Chardonnay, mungkin itu bisa membujuknya. Sejujurnya aku tidak tahu apa yang dia suka. Dan kupikir membawa anggur adalah keputusan yang baik. Mungkin dia menyiapkan makan malam atau mungkin juga tidak. Aku tidak tahu. Aku tidak meneleponnya dan dia juga tidak meneleponku untuk membicarakan acara malam ini. Jadi aku sama sekali tak memiliki gambaran untuk apa yang akan dia lalukan nanti.

Saat akhirnya mobilku tiba di depan apartemennya. Arlojiku baru menunjukkan pukul 6.40 p.m, dua puluh menit sebelum waktu yang kujanjikan. Ini menggelikan. Aku terlalu bersemangat, jadi apa aku harus masuk sekarang atau membiarkan beberapa menit lagi berlalu? Aku memperhatikan apartemennya, semua lampunya menyala dan ada satu tirai jendela yang dibiarkan terbuka. Tapi aku tak bisa melihat satu pergerakan pun di dalam sana. Aku kembali melirik arlojiku dan ini baru dua menit berlalu. Sialan! Aku tidak bisa menunggu lagi!

"Persetan dengan apa yang dia pikirkan!" gumamku.

Aku meraih berkas yang sudah kusiapkan dan Chardonnay lalu keluar dari Roverku. Aku berdiri di depan pintunya, dan anehnya aku merasa gugup. Ini tidak biasanya terjadi, aku selalu bisa menangani semuanya dengan baik. Mungkin ini karena aku terlalu menginginkannya. Terlau mengharapkan Lea menyetujui kesepakatan ini. Setelah menghitung mundur sepuluh kali dan aku mulai mendapatkan ketenanganku kembali. Aku mengetuk pintunya.

Dua menit berlalu dan kupikir aku akan mengetuk pintu lagi, tapi kemudian pintu itu terbuka. Lea berdiri di depanku. Dia hanya memakai kaos lengan pendek bermotif garis-garis berwarna merah dan hitam, celana hotpants dengan warna yang sudah pudar serta mengikat rambut pirang platinanya menjadi sanggul sederhana sehingga beberapa helai yang terbebas terlihat berantakan. Kali ini dia sama sekali tidak memakai make-up tapi bibirnya tetap terlihat mengkilap dan berwarna merah muda. Dia berkedip beberapa kali kemudian wajahnya memerah dan ia menunduk.

"Boleh aku masuk?" aku mencoba bertanya dengan nada biasa. Tapi suaraku menghianatiku, suaraku terdengar terlalu serak dan berat.

"Em ... ya." Dia memiringkan tubuhnya dan membiarkan aku masuk, menutup pintu di belakangku dan berbalik untuk melihatku. "Kuharap kau tidak keberatan dengan ayam dan saus krim almond," ucapnya setengah malu, dia masih belum mendongak.

Aku mengamati ruang tamunya. Terlihat lenggang, hanya ada satu set sofa dan sebuah bufet yang memajang beberapa medali dan foto dirinya dan kakaknya. Dindingnya bercat hijau mint dan sama sekali tak ada foto atau lukisan yang menghiasinya. Benar-benar polos, tidak ada nuansa, tidak ada yang menggambarkan dirinya sama sekali.

"Itu akan cocok dengan apa yang kubawa," balasku katika dia tak mengatakan apapun lagi dan aku mengangkat botol anggurku.

"Ah, Chardonnay?" Dia tersenyum. "Aku juga sudah menyiapkan satu yang seperti itu. Tapi karena kau sudah membawanya kurasa aku bisa menyimpannya kembali."

Buat percakapan ringan Black!

"Kau pencinta anggur?"

"Aku suka anggur yang bagus, tapi aku tidak terlalu sering membelinya. Kakakku biasanya mengirimiku dua kali sebulan, kadang Chardonnay atau
Sauvignon Blanc." jawabnya. "Atau kadang-kadang ketika dia ingin mabuk bersamaku dia akan membawa sesuatu yang lebih keras."

Itu mengejutkan. Fakta bahwa dia mungkin cukup sering mabuk itu menggangguku. "Kau bukan pecandu, kan?"

Dia tertawa dan menggelengkan kepalanya. "Tidak. Bahkan belum tentu selama satu bulan aku minum sesuatu yang terlalu keras. Saat kubilang kakakku ingin mabuk bersamaku, maksudku aku menemaninya mabuk dan mendengarkan ocehannya aku paling hanya akan minum satu atau dua gelas."

"Itu bagus," balasku. Dia menoleh melihatku dengan mata hijau pucatnya.

"Em ... kau tahu? Aku sama sekali belum bersiap. Ada kerja lembur tadi dan yah, aku masih berantakan." Dia menyelipkan anak rambutnya ke balik telinga. Dan melihatku dari balik bulu matanya.

Jadi itu yang membuatmu malu, Sayang?

"Kau terlihat cantik, Lea. Sempurna. Dan jika kau tidak percaya aku bisa menunjukkan seberapa banyak aku menginginkanmu saat ini." Aku menyentuh dagunya, memgangkat wajahnya agar menatapku, mengusapkan ibu jariku ke bibir bawahnya.

Oh, Tuhan. Aku ingin bibir itu berada di antara gigiku lagi. Menggigitnya dan membuatnya mendesah, merasakan manis dan lembut dan basah.

Nanti Black!

Aku menutup mataku. Menghalangi gambaran bibirnya yang menggoda.

"Baiklah. Kau bisa duduk di meja makan, sementara aku membereskan ayamku," ucapnya. Lalu dia berbalik memunggungiku.

Aku mengikuti di belakangnya. Dan kurasa dapur adalah wilayah kekuasaannya. Dia hampir memiliki segala jenis alat memasak, semuanya tertata rapi dan mengkilap. Meja makannya berada di satu ruangan dengan dapur itu, hanya dibatasi oleh jendela besar tanpa kaca sehingga aku dapat melihatnya bergerak di sana. Beralih dari oven ke panci yang sepertinya berisi saus yang tadi dia katakan. Pinggulnya bergerak dengan indah dan aku tak bisa menjaga mataku dari pantatnya yang terlihat terlalu seksi.

"Ini mungkin tidak selezat buatan restauran, kuharap kau suka," ucapnya saat meletakkan sepiring ayam panggang dengan saus krim almond di atasnya. Kemudian dia kembali ke dapurnya untuk mengambil dua gelas berkaki ramping dan duduk di seberangku.

"Kau suka memasak?" tanyaku sambil menuangkan anggur ke gelasnya.

"Itu salah satu hal yang benar-benar dapat kulakukan." Dia menyesap anggurnya dan memejamkan matanya. Dan anggur itu membuat bibirnya makin terlihat basah, seolah memohon padaku untuk melumatnya.

"Poin yang bagus Miss White," ucapku. Dia tersenyum.

"Jadi kita mulai pembicaraan kita atau makan terlebih dahulu?" Dia melirik berkas yang kubawa.

"Yah jika kau tak keberatan aku ingin kau menandatangani sesuatu." Aku membuka berkasku dan mengulurkannya padanya.

"NDA? Bukankah sudah sedikit terlambat?" balasnya dan dia menyeringai padaku.

Oh, Miss White ... seringai itu mungkin bisa membuatmu mendapatkan beberapa pukulan di pantat.

"Aku biasanya tidak seceroboh itu Miss White. Ini karena kau! Kau mengacaukan otakku," balasku. Aku kemudian meminum anggurku.

"Jadi ini salahku Mr. Black?" Dia menaikan alisnya. Dan beralih untuk membaca berkas itu. "Beri aku waktu untuk membacanya!" ucapnya.

Aku mengamatinya, bola mata hijaunya bergulir saat membaca. Wajahnya terlihat serius dan saat aku memperhatikan bibirnya, dia menggigitnya.

Sialan!

"Berhenti menggigit bibir itu, Lea!" desahku.

"Hm?" Dia mendongak dan memperhatikanku sekarang.

"Itu hanya perjanjian tentang kerahasiaan, intinya kau tidak bisa menceritakan apapun tentang kita pada siapa pun," ucapku.

Aku hanya ingin kau menandatanganinya dan mendapatkanmu dalam kondisi terlentang. Sialan!

"Aku tahu apa itu NDA," balasnya setengah tersinggung. "Tapi aku tetap harus membacanya untuk memastikan isinya."

Nah, satu poin lagi untuknya.

"Maafkan aku Lea. Hanya saja aku tersiksa di sini," geramku.

"Oh oke," ucapnya terlihat terkejut dengan ucapanku. "Aku akan menandatanganinya."

Aku mengulurkan bolpointku dan dia membubuhkan tandatangannya di sana lalu mengembalikan berkas itu padaku. "Aku percaya kau tak akan memberi tahu siapa pun, Lea. Tapi aku perlu ini."

"Aku mengerti," balasnya. Dan ia mulai memakan ayamnya.

Aku ikut memakan ayamku. Rasanya menakjubkan terasa lembut dan sausnya begitu terasa. Aku bisa terbiasa dengan ini. "Kau chef yang hebat." Dia tersenyum kecil mendengar pujianku.

Saat akhirnya piring kami bersih dia berniat untuk membereskanya. "Biar aku saja," ucapku.

"Tidak perlu, Mr. Black."

"Kau memasak aku mencuci," balasku. Dan aku mengambil alih piring dari tangannya. Membawanya ke dapur dan memasukkannya ke dalam mesin pencuci piring.

Saat aku kembali Lea sedang menghabiskan anggur dalam gelasnya.

"Jadi Lea, mari kita bicara!" ucapku. Dan ia berubah menjadi tegang.

"Oke. Aku sudah melihat beberapa video dan membaca beberapa artikel. Dan aku masih tidak bisa berpikir cambukan bisa diterima. Jujur, saat melihat videonya aku merasa bergairah tapi jika aku benar-benar berada dalam posisi itu ...." Dia meringis.

"Jangan langsung ke situ, Lea! Mari kita mulai dari hal sederhana! Apakah kau tertarik untuk mencobanya?" tanyaku. Dia mengerutkan dahinya.

"Yah, kurasa begitu," jawabnya setengah tak yakin.

"Oke. Jadi kita berdua sama-sama menginginkan ini. Sekarang mari kita bahas apa yang benar-benar tidak bisa kau terima," bujukku. Aku meraih telapak tangannya, mengusapnya perlahan dalam gerakan melingkar. Meyakinkannya.

"Aku tidak yakin dengan segala bentuk kekerasannya."

Oh Lea, percayalah itu tidak akan seburuk itu.

"Aku akan mulai dari yang ringan seperti menggunakan flogger misalnya. Dan ketika kau merasa itu tak dapat ditahan kau selalu bisa memintaku berhenti. Disini kau selalu memiliki pilihan, Lea. Kita bisa mencari tahu batasanmu dan aku akan senang melakukannya."

Dia masih terlihat ragu tapi akhirnya menggangguk. "Oke. Aku selalu bisa berhenti."

"Benar. Ada lagi?"

"Ya. Aku menolak anal. Aku sungguh tidak bisa untuk itu." saat mengucapkannya, aku dapat melihat bayangan kelam di matanya.

"Boleh aku tahu kenapa?" tanyaku.

Mukanya makin pucat dan aku tahu ini sesuatu yang tak bisa kusentuh.

"Aku tidak bisa membicarakan ini," jawabnya.

"Baiklah. Anal adalah batas keras?" simpulku. Dia mengangguk. "Ada lagi?"

Sekarang dia menatapku serius hampir terlihat menantang. "Jangan pernah memberiku harapan jika memang tidak ada harapan sama sekali!"

Aku tersenyum. "Itu sudah pasti, Lea. Dan apa kata amanmu?"

Dia menarik napas singkat sebelum kembali bicara, "Ceasefire."

"Ceasefire?" ulangku.

"Ya. Dan apa batasanmu Mr. Black?"

"Hanya satu. Jangan pernah meminta lebih dari yang kuberikan."

Itu membuatnya mengerutkan dahi. "Dalam hal?"

"Secara spesifik adalah sebuah komitmen. Aku kacau Lea, dan komitmen adalah sesuatu yang tak bisa disatukan denganku." jawabku.

Nah apa pendapatmu, Lea?

"Kurasa aku masih lebih kacau darimu, Mr. Black," balasnya.

"Aku ragu."

Dia tersenyum hambar. "Percayalah!"

"Baiklah, jadi bagaimana kalau kita mulai mencoba mencari tahu batasanmu?"

Nah, biarkan aku membawamu ke ranjang, Lea.

Napasnya tersentak dan berubah cepat. Kulit putihnya kini juga memerah. Dan ia bertanya dengan nada menyindir, "Apakah aku hanya boleh memanggilmu Mr. Black dan Sir?"

Aku tersenyum miring. Mari kita lihat apa yang bisa kulakukan dengan mulut pintar itu.

***

Pembaca yang budiman vote dan comment kalian sangat berarti bagi saya, jadi jika kalian menyukai cerita ini silahkan klik tanda bintang kecil yang ada di tiap akhir bab. Saya akan sangat menghargainya ....

Arum Sulistyani


SEKARANG TERSEDIA DI PLATFORM KUBACA, BISA DIBACA DI SANA DENGAN JUDUL YANG SAMA. TERIMA KASIH 💕💕

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top