4

Lea

Sialan!

Aku meringis saat menatap layar laptopku. Aku tak bisa tidak berpikir betapa perihnya saat cambuk kulit itu menghantam pungung gadis itu. Dan bagaimana gadis itu sudah menerima banyak pukulan di pantat.

Apakah ini yang akan dilakukan Archer?

Tidak. Dia bilang aku selalu bisa berhenti. Ini tidak seperti waktu itu.

Ini jelas berbeda. Archer tidak sama dengan dia.

Aku menutup mataku dan bayangan mengerikan itu mulai berkelebatan di kepalaku.

Demi Tuhan! Berhenti memikirkannya, Lea!

Mataku tersentak terbuka saat ponselku berdering dengan keras, memutar lagu milik Adele yang menjadi nada dering panggilan masuk dari kakaku. Aku meraihnya dan mengangkat panggilan itu.

"Kemarin malam kau pulang dengan Archer?" dia langsung melontarkan pertanyaan itu. Tidak memberiku sapaan terlebih dahulu atau bahkan memberiku waktu untuk mempertimbangkan harus berbohong atau jujur.

"Ya," jawabku.

"Apa yang dia lakukan?"

Menciumku. Menciumku dengan sangat panas dan bagus. Sialan!

"Tidak ada. Dia hanya mengantarku pulang," balasku datar.

Aku harus mengapresiasi kemampuan berbohongku yang makin bagus sekarang.

"Dia terlihat tertarik padamu. Apakah dia mencoba mengajakmu kencan?"

Kencan?

Tidak Leona! Dia tertarik untuk memukuliku lalu menyetubuhiku. Dan gilanya, aku mempertimbangkan hal itu.

"Tidak. Dia sama sekali tidak membahas tentang kencan."

Kemudian hal sialan terjadi.

Gadis yang sedang melakukan adegan seks panas di dalam film yang tadi kutonton mendesah dan mengerang cukup keras hingga Leona dapat mendengarnya.

Terkutuklah diriku yang tidak mematikan film sialan itu terlebih dahulu.

"Apa yang sedang kau lakukan?" Leona bertanya dengan penuh kecurigaan. Apa yang harus kukatakan?

"Tidak ada, Leona. Aku hanya sedang menonton film," jawabku.

Jangan bertanya film apa!

Aku mendengarnya tertawa di ujung telepon kemudian tawanya mereda dan ia kembali bicara, "Aku tidak tahu kalau kau menonton film seperti itu. Tapi baiklah, aku tidak ingin mengganggu apapun itu yang sedang kau tonton."

Ia lalu memutus sambungan itu. Dan entah hal konyol apa yang akan dipikirkan oleh Leona.

Aku melirik film itu lagi. Akhirnya gadis itu mendapatkan orgasmenya dengan sangat keras. Dan aku membayangkan jika aku berada di posisi gadis itu. Tangan terikat ke kepala ranjang, mata tertutup, dan Archer yang berada di atasku sambil membawa cambuk kulit.

Aku mengerang dan aku tahu saat ini aku juga membutuhkan satu pelepasan. Coba kupikir, terakhir kali aku mendapatkan orgasme adalah saat bersamanya. Tiga tahun yang lalu. Tiga tahun di mana aku sudah terjebak dalam memori mimpi buruk yang terus menghantuiku. Dan sekarang hanya karena aku membayangkan Archer dan cambuk kulit aku begitu bergairah?

Ya. Itulah yang terjadi.

Aku mulai melucuti pakaianku. Satu persatu mulai dari kaos kusam yang kupakai hingga celana piama. Menyisakan bra hitam berenda dan celana dalam thong yang sekarang sudah basah. Apa aku benar-benar akan melakukan ini? Ini biasanya tak pernah berhasil, aku tak pernah mencapai klimaks saat masturbasi. Selalu ada bayangan mengerikan itu. Bayangan yang tak pernah membiarkanku hidup dengan tenang.

Jangan mulai memikirkannya, Lea! Fokus pada Archer!

Aku berdiri, berjalan ke arah sofa dan menjatuhkan diriku ke atasnya. Melepas kait braku, membebaskan payudaraku yang sudah mengeras dengan puting yang menyumbul. Apa aku pernah sebergairah ini sebelumnya? Aku tidak ingat. Itu sudah terlalu lama. Lagi pula apa peduliku?

Dan tanganku mulai bekerja, meremas dan menjepit putingku. Menariknya dengan ritme yang pelan. Memutarnya dan memberikan cubitan ringan dengan jariku. Otakku membayangkan tangan Archer yang melakukan semua itu. Membayangkan bagaimana mata hitamnya yang tajam menatapku saat ia berada di dalam diriku. Bagaimana dia akan menguasai diriku dan membawaku ke tempat yang belum pernah kudatangi. Mulutku mulai mengerang dan sebuah gelembung gairah mulai terbangun di dalam diriku. Aku menarik celana thongku ke bawah dan mengalihkan satu tanganku ke sana. Menelusup ke balik lipatan basahku. Oh Tuhan, aku begitu basah dan licin. Apa ini bener-bener aku?

Ya. Dan ini semua hanya karena Archer. Bayangan itu pergi. Dia tidak muncul.

Kemudian aku membuat gerakan memutar pelan di klitku dengan ibu jariku. Menggosoknya pelan dan memejamkan mataku. Gambaran Archer sedang membungkuk ke arahku dan lidahnya yang mengeksplorasi kemaluanku tergambar dengan jelas. Menjilat dan menjentik dengan kemampuan seorang ahli. Aku yakin dia lebih dari tahu dalam hal ini. Dan saat aku mulai menyelipkan satu jariku ke dalam diriku, menggerakkannya perlahan dengan intensitas yang tak tertahankan. Gelembung gairah yang tadi terbangun kini semakin membesar, menggelembung dan mengancam dengan ledakan gairah yang menyesatkan. Aku menyelipkan satu jari lain ke dalam diriku, mempercepat gerakanku dan mulutku mulai meracau tidak jelas. Hampir. Sedikit lagi. Aku tak percaya bisa merasakan ini lagi. Aku merasa seperti melayang, terdesak ke ujung jurang, begitu ringan dan hampa lalu gelombang itu datang. Menerpaku dan mendorongku jatuh ke jurang kenikmatan.
Aku terhempas, kehilangan semua kendali dan saat akhirnya diriku sudah kembali, aku sadar betapa frustasinya diriku selama tiga tahun ini.

***

Pagi harinya ketika aku terbangun dari tidurku, aku merasa begitu baik. Semalam mimpi itu tidak mendatangiku. Mimpi itu meninggalkanku dalam tidur tenang yang panjang. Dan saat aku meraih ponselku ada sebuah pesan suara di sana. Dari nomor yang tak dikenal.

Aku memutar pesan suara itu dan itu membuat pagiku makin baik.

"Hai Lea, ini aku Archer. Aku ingin mendengar suaramu tapi sepertinya kau masih tidur. Jadi telepon aku setelah kau menerima pesan ini!"

Bibirku tersenyum konyol dan aku memutar ulang pesan itu.

Hentikan!

Ini bahkan hanya sebuah pesan suara sialan!

Jangan membiarkan dirimu larut Lea!

Archer tidak menjalin hubungan!

Aku menarik napas dan menekan tombol dial up di ponselku. Dering pertama, dan dia langsung mengangkatnya. Tapi ia hanya diam, jadi aku mulai bicara lebih dulu.

"Ada apa Archer?" Aku melirik jam bekerku. Ini masih enam dini hari.

"Senang mendengar suaramu," balasnya. Suaranya serak seolah dia sedang sangat bergairah. Dan sialnya itu juga mempengaruhiku.

"Apa kau hanya ingin mendengar atau ada sesuatu yang ingin kau katakan?" aku bertanya dan dia mengerang di ujung sana.

Sialan!

Apa sih yang dia lakukan di sana?

"Buka bajumu!" ucapnya dengan nada tegas memerintah.

"Apa?"

"Lakukan Lea!" Dia menggeram di ujung telepon.

Apa yang sebenarnya dia inginkan?

"Sebenarnya aku sudah telanjang," jawabku pelan. Dan kali ini ia benar-benar mengerang dengan keras.

"Kau telanjang saat tidur?" dia bertanya dengan suara berat yang diikuti desisan pelan.

Apa yang sebenarnya dia lakukan di sana?
"Biasanya tidak. Semalam aku ...."

"Apa, Lea?" Suaranya tegas dan begitu menuntut. Dan entah bagaimana itu membuatku bergairah.

"Aku masturbasi." desisku pelan. Aku mendengar napasnya tersentak di ujung sana.

"Sialan!"

"Apa?" Aku mengernyitkan dahiku.

"Lakukan lagi!" desisnya, napasnya makin terengah.

"Lakukan apa?"

"Masturbasi. Buat dirimu terangsang, Lea. Aku sedang melakukannya di sini. Aku ingin kau datang bersamaku!"

Bayangan Archer sedang telanjang dengan jari yang mencengkram dan membelai bolanya sendiri menyergap otakku. Menyingkirkan segala bentuk akal sehat yang kumiliki. Archer Black? Dia? Masturbasi?

"Lea," suara seraknya menyadarkanku dari gambaran panas itu.

"Ya?"

"Bawa jarimu ke lipatan basahmu itu! Sekarang!" suaranya menghipnotisku. Jariku seakan bergerak sendiri, melakukan seperti apa yang dia perintahkan.

Aku menggerakkannya perlahan di klitku seperti semalam, tapi ini terasa jauh lebih baik karena aku mendengar Archer juga mengerang di ujung sana. Aku menggosok dengan lebih cepat, mendesah dan mengerang dengan napas terengah.

"Ya, Lea. Seperti itu. Aku ingin mendengar suaramu!" desisnya di tengah tiap erangan bergairahnya.

Dan orgasme mulai terbangun di dalam diriku. "Archer ...."

"Ya, Lea. Datang bersamaku! Datang untukku, Sayang!" ucapnya. Napasnya mulai tak beraturan, aku tahu dia juga hampir sampai. "Sialan, Lea!" umpatnya.

Dan saat itu aku membawa tanganku yang lain ke putingku, menariknya dan aku menjerit dalam kenikmatan yang menggulungku. Aku terjatuh dan melayang dalam gelombang sensasi yang tak pernah kurasakan. Saat diriku mulai kembali dari gelapnya gelombang orgasme yang melandaku, aku mendengarkan napas pelan Archer yang ada di ujung sana.

"Lea?" dia mulai bicara lagi.

"Itu luarbiasa," ucapku.

Aku mendengarnya tertawa kecil. "Ya, itu tadi menakjubkan. Kau milikku Lea!"

Tubuhku bergetar hebat saat mendengar kalimat terakhirnya. "Belum. Aku belum bilang ya."

"Kau akan!" balasnya. Suaranya terdengar yakin dan tak bisa dibantah. Dan aku tahu begitu pula dirinya bahwa aku memang tak akan bisa mengatakan tidak padanya.

"Aku harus bersiap untuk bekerja. Jadi, sampai jumpa Rabu malam, Mr. Black." jawabku.

"Aku menantikannya, Miss White." Dan aku memutus sambungan itu.

Tuhan tahu aku sudah gila. Aku baru saja melakukan telepon seks pagi hari dengan pria yang baru kukenal beberapa hari yang lalu. Entah hal gila apa lagi yang akan terjadi selanjutnya.

***

Pembaca yang budiman vote dan comment kalian sangat berarti bagi saya, jadi jika kalian menyukai cerita ini silahkan klik tanda bintang kecil yang ada di tiap akhir bab. Saya akan sangat menghargainya ....

Arum Sulistyani

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top