3

Lea

Semua pembicaraan dengan Archer Black benar-benar menguras pikiranku. Dia pria yang menarik. Lebih dari menarik. Dan aku tidak mungkin bisa mengatakan tidak padanya. Aku tidak pernah merasakan hal semacam ini kepada pria lain. Saat pertama kali melihat matanya, aku tahu aku menginginkannya dengan tidak masuk akal. Ini membuatku takut sekaligus bergairah. Dan saat aku dapat menyentuhnya, itu terasa menyenangkan dan tepat. Seakan memang begitulah seharusnya.

Aku meraih ke dalam tas tanganku, mengambil kunci mobilku. Membuka pintunya dan masuk ke dalam Beetle tuaku. Aku duduk dan menyalakan mesinnya yang hanya meraung sekali kemudian mati.

Sialan!

Aku harusnya menerima tawaran Leona untuk membawa mobilnya.

Tidak. Itu tidak benar. Aku tidak bisa membawa mobil sialannya. Itu bahkan bukan mobilnya.

Dengan malas aku kembali keluar dan membuka kap mobilku.

Apa yang kuharapkan?

Aku bahkan sama sekali tidak tahu nama benda aneh yang kulihat saat ini. Atau fungsi dari kabel-kabel sialan itu.

"Lea?" ucap seseorang dari balik punggungku.

Oh, double shit!

Haruskah dia melihatku dalam keadaan seperti ini?

Aku memutar tubuhku perlahan dan mendapati Archer Black sedang berdiri dengan tubuh sempurnanya, mengamatiku dengan mata hitam tajamnya dan alis mata yang terangkat.

"Em ... Mr. Black."

Sialan! Suaraku terdengar gemetar. Dan ia tersenyum geli.

"Kulihat kau memiliki masalah di sini," ucapnya. Matanya menari-nari dengan humor.

"Bukan masalah besar," balasku cepat. "Aku akan menelepon perusahaan derek untuk membawanya ke bengkel dan memanggil taxi untuk mengantarku pulang."

Dia menggelengkan kepalanya dan melangkah lebih dekat. "Telepon perusahaan derek, tapi tidak perlu memanggil taxi, kau pulang bersamaku!"

Apa?

Tidak ... tidak.

Aku tidak bisa pulang bersamanya. Jaminan apa yang kumiliki kalau aku tidak akan melakukan hal bodoh nanti?

"Itu bukan ide yang bagus," jawabku dan itu membuatnya marah.

"Lea, jangan membantahku! Telepon perusahaan derek itu, dan kau bisa pulang dengan mobilku!" ucapnya dengan nada setengah menggeram.

"Aku tidak bisa pulang denganmu, Mr. Black," bantahku lagi. Dan itu benar-benar membuatnya makin marah.

Dia membuang napas kasar, menyisirkan jarinya ke rambut hitamnya.

Aku juga ingin menyisirkan jemariku ke dalam helai rambut hitam itu.

"Lea, dengarkan aku! Aku tidak bisa membiarkanmu pulang sendirian, di tengah malam, dengan gaun sialanmu itu! Jadi telepon perusahaan derek itu sekarang dan biarkan aku mengantarmu pulang!" bentaknya.

Aku meringis dan mengamati wajahnya yang masih terlihat murka. Seharusnya ini tidak mengejutkanku. Dia seorang dominant, tentu saja dia suka mengontrol.

"Oke," jawabku lirih. Dan itu membuatnya lebih rileks.

Dua puluh lima menit setelah aku menghubungi perusahaan derek, mereka tiba untuk menderek mobilku ke bengkel. Meski aku tidak tahu, apakah mobilku masih bisa diperbaiki lagi atau tidak. Dan sekarang aku sedang berjalan di samping Archer menuju mobilnya. Dia hanya diam, dan itu membuatku makin gugup. Aku juga tidak tahu harus memulai percakapan macam apa dengannya.

"Oh My! Katakan padaku kalau itu memang Aston Martin!" ucapku saat melihat mobil sport merah yang ada di depanku.

Archer menoleh ke arahku dan memiringkan kepalanya, senyum kecil sudah bermain di bibir sexy-nya lagi. "Ya, Miss. White. Kau akan menjadi salah satu dari 99 orang yang beruntung."

"Vanquish Zagato? Kau pasti bercanda."

Dia mengangkat alisnya. "Aku suka segala sesuatu yang bagus, Lea." Dia membukakan pintu untukku. "Karena itu, aku juga menyukaimu."

Oh, siapa yang menyangka? Dia begitu manis.

Aku duduk di jok kulit mobilnya, kemudian ia berjalan memutar dan duduk di kursi pengemudi, menyalakan mesinnya, dan mulai melaju. Ia terlihat sangat sexy. Bagaimana seseorang bisa terlihat begitu sempurna? Itu sangat tidak adil.

"Terimakasih," ucapku. Dan dia memandangku, mukanya terlihat muram.

Sekarang apa lagi yang salah?

"Lea? Apa kau akan memakai mobil itu lagi?" tanyanya jengkel. Aku menaikan alisku dan memutar bola mataku padanya. "Jangan memutar bola matamu padaku!"

Oh, dia marah lagi? Kurasa dia punya semacam gangguan emosional. Atau dia adalah seseorang dengan temperamen yang buruk.

"Mr. Black, itu sama sekali bukan urusanmu," desisku.

"Apa kau tidak berpikir itu berbahaya untukmu? Bagaimana jika sesuatu yang buruk terjadi padamu?"

Itu berlebihan. Lagi pula apa yang mungkin terjadi padaku?

"Aku sudah dua puluh tiga tahun. Aku yakin bisa mengurus diriku sendiri," jawabku. Membuatnya memincingkan matanya padaku.

Faktanya aku memang sudah mengurus diriku sendiri sejak kecil. Karena tak pernah ada yang menginginkanku. Tak pernah, sekali pun. Aku selalu menjadi yang tak diinginkan, menjadi yang terbuang.

"Lea, itu membuatku gila! Memikirkan kau pergi dengan mobil sialan itu dan mungkin mogok di suatu tempat asing dan di saat sudah larut malam. Apa kau tidak melihat betapa buruknya itu?" Dia berhenti di salah satu lampu merah. Dan ia memberiku tatapan intens yang menembus diriku.

"Baiklah, aku memang sudah berencana menjual mobil itu. Aku sudah menabung beberapa dolar dan akan membeli mobil baru," ucapku. Dia menarik napas pendek. "Bisakah kau tidak marah lagi padaku?"

"Kau bisa menyimpan uangmu, dan memakai mobilku," ucapnya saat lampu berubah hijau.

Apa-apaan ini? Aku bahkan baru mengenalnya beberapa jam yang lalu.

"Aku tidak bisa. Itu membuatku terlihat seperti wanita murahan yang hanya menginginkan hartamu!"

Aku tidak sadar kalau nada suaraku sudah naik satu oktaf.

Dia terlihat makin kesal. Tapi aku tidak bisa mengatakan ya untuk yang satu ini. Aku tidak bisa menerima apapun itu darinya, karena aku tahu menerima artinya berhutang dan itu membuatmu lemah jika berurusan dengannya. Dan aku berniat berurusan dengannya jadi aku harus menghindari segala sesuatu yang berhubungan dengan menerima dan memberi.

"Aku yang menawarkannya padamu bukan kau yang meminta padaku," dia membalasku dengan sama kerasnya.

"Kau harus tahu Mr. Black, jika kau berniat setidaknya untuk membuat beberapa urusan denganku. Maka biasakanlah untuk sering mendengarku menolak segala sesuatu yang bersifat materi. Aku punya pengalaman buruk tentang hal itu!" balasku tegas.

Aku benar-benar ingin dia mengerti hal ini.

Dia mendesah, meski aku yakin dia belum menyerah. "Baiklah. Tapi biarkan aku membantumu mencarikan pembeli untuk mobilmu."

"Oke," jawabku. Dan dia berhenti di depan apartemenku.

Aku masih belum keluar dan dia juga belum bergerak atau bicara. Kami hanya diam dan bernapas. Tapi entah bagaimana hal itu sudah membuatku menginginkannya. Bayangan aku berlutut di depannya dan menghisap miliknya di dalam mobil ini muncul di kepalaku. Dan sialanya aku mengerang cukup keras untuk membuatnya menoleh.

"Kita sudah sampai," ucapnya dan aku mendengar nada serak di dalam suaranya.

"Iya. Sekali lagi terimakasih, Mr. Black." Aku membuka pintu dan melangkah keluar. Dan aku tidak menduga kalau ia juga ikut keluar.

Dia mengantarku sampai ke depan pintu, tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Hanya memandangiku dengan mata hitam yang sekarang terlihat terbakar. Aku mengeluarkan kunci rumahku, memasukkannya ke dalam lubang kunci dan memutarnya hingga terdengar bunyi 'klek' lalu dia memanggilku, "Lea!"

Aku menoleh dan dia sudah begitu dekat. Aku dapat mencium aroma cologne mahal miliknya yang bercampur dengan aroma sampanye yang tadi dia minum. Kemudian mataku memperhatikan bibirnya, bagaimana bibir itu bisa terlihat basah dan sensual. Dan keinginan untuk merasakan bibir itu menekan bibirku membuncah di dalam kepalaku. Dan seakan dia tahu apa yang aku inginkan, dia mendorongku hingga menempel ke pintu depan rumahku. Menghimpitku dengan dadanya yang keras. Tangan kirinya menahan berat tubuhnya dengan bertumpu pada pintu, sementara tangan kanannya mencengkram tengkukku. Membawa wajahku mendekat ke wajahnya.

"Katakan ya!" perintahnya dengan suara yang dipenuhi gairah.

Dan bagian dalam diriku mengejang dengan keinginan untuk merasakan lebih dari sentuhan Archer. Pria ini jelas punya efek yang mengerikan untukku.

"Untuk apa?" balasku pelan. Hampir terdengar seperti desahan. Atau mungkin itu memang desahan.

"Untuk satu ciuman sialan, untuk menjadi submissive-ku, untuk jadi milukku!" geramnya den ia menekankan pinggulnya padaku. Aku dapat merasakan miliknya yang sudah begitu keras di balik lapisan celananya.

"Kurasa untuk saat ini, aku akan bilang ya untuk satu ciuman sialan."

Dan dengan satu jawaban dariku itu, dia membawa bibirku ke bibirnya. Menciumku dengan rakus, dengan tidak sabar. Lidahnya mencari celah masuk ke dalam mulutku untuk memperdalam ciumannya. Dan aku membiarkan bibirku terbuka. Membiarkan dia merasakan diriku, menyerahkan diriku padanya. Lidahnya berbelit dengan lidahku, giginya menggesek bibirku dan akan dapat merasakan rasa manis sampanye yang masih tersisa di mulutnya. Ini begitu memabukan, begitu luarbiasa.

Dan aku ingin menyentuhnya, aku ingin membawa jemariku ke rambut hitamnya, ingin merasakan apakah helaian itu sama lembutnya dengan beludru. Tapi dia menahanku, mengurungku, dan melingkupiku dengan tubuh besarnya.

"Kau terasa begitu manis," gumamnya di dalam mulutku.

"Aku ingin menyentuhmu," balasku dan ia tersenyum di atas bibirku. Lalu sedikit menjauhkan tubuhnya dariku, membiarkan tanganku terbebas. Aku membawa tanganku ke rambutnya, menyisirkannya ke balik helaian rambut hitam yang terasa begitu lembut dan saat itu aku tahu, aku tidak akan pernah dapat melupakan ciuman ini. Ini akan terus menghantuiku, dan aku akan terus membandingkan setiap ciuman yang kudapatkan dengan satu ciuman ini.

Dia akhirnya menarik bibirnya, menjilatnya seakan dapat merasakan rasa diriku yang masih menempel di bibirnya. "Kau sangat lezat, Miss White."

Bahkan suaranya dapat mengirimkan gelombang gairah ke pangkal pahaku.

"Kau juga begitu luar biasa, Mr. Black," balasku. Aku menyisirkan jemariku ke rambutku dan mengamati rambut hitamnya yang sekarang berantakan.

Karena tanganku! Dan pemikiran itu membuatku tersenyum.

"Kau lihat Lea? Bagaimana luarbiasanya kita jika kita bersama?" ucapnya. Matanya menahan mataku. Dan aku hanya dapat terdiam.

Begitu dia melepaskanku, aku membuka pintuku dan masuk. Aku berbalik untuk melihatnya sekali lagi. Dia masih berdiri di sana, masih terlihat begitu menggiurkan, dan ia masih mengamatiku dengan tatapan rakusnya. Kami kembali beradu tatapan dalam kebisuan, dan aku tahu jika aku terus mempertahankan ini, aku akan menariknya masuk dan membawanya ke kamarku untuk menyerahkan diriku.

Tapi untungnya dia memecah keheningan lebih dulu. "Sampai jumpa, Lea."

"Sampai jumpa, Archer." Dan aku menyukai bagaimana cara lidahku mengucapkan nama itu. Seakan lidahku memang tercipta untuk mengucapkan nama itu.

Perlahan aku menutup pintuku. Dia masih berdiri di sana, seakan ingin melihatku hingga detik terakhir. Dan saat akhirnya pintuku tertutup aku mendengar langkah kakinya menjauh. Dan rasa kecewa yang muncul dalam diriku mengejutkanku.
Aku sudah membiarkan diriku jatuh terlalu jauh ke dalam pesona seorang Archer Black. Apakah aku bisa menangani ini?

***

Pembaca yang budiman vote dan comment kalian sangat berarti bagi saya, jadi jika kalian menyukai cerita ini silahkan klik tanda bintang kecil yang ada di tiap akhir bab. Saya akan sangat menghargainya ....

Arum Sulistyani

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top