47. The Reason Why Hate It
Harus banyak komen ya, gamau tau. Ga komen hiatusin aja dua taun
Oke becanda sayang, Happy Reading 💚
Bagian Empat puluh tujuh.
Kita berhenti bersama.
-The Cold Princess-
"Eh, Alia? Cari Darren?" Disa langsung menyambut baik kedatangan Alia.
Alia mengangguk. "Iya, Tante. Darren nya ada?"
Disa yang sedang menyirami tanaman di halaman rumahnya mengangguk. "Ada kok, masuk aja ke kamar."
"Tante kok lagi hamil begitu masih aja sih nyiramin tanaman? Bik Eci mana? Udah Tante, sama Bik Eci aja, Tante jangan capek-capek. Itu kasian dedek nya," seru Alia mendekati Disa dan merebut selang yang dipegang wanita itu.
"Udah ih, Alia, gak papa."
"BIK, BIK ECI!" panggil Alia dengan nada berteriak.
Tak lama, Bik Eci keluar sambil masih menggunakan celmeknya.
"Eh, Neng Alia? Ada apa?"
Alia mendengus. "Tante Disa gak boleh capek-capek, Bibi. Ini kenapa malah nyiram tanaman?"
Bik Eci terkejut. "Ha? Ibu nyiram tanaman? Aduh Neng, Bibi gak tahu. Tadi Bibi disuruh buat masak sama Ibu, udah abis itu Bibi gak tahu apa-apa."
Alia menatap Disa, gadis itu menghela napasnya. "Ah, Tante mah. Jangan bilang ini ngidam?" tanya Alia.
Disa mengangguk. "Ini dedeknya mau nyiramin tanaman, katanya." Tangan wanita itu masih terus mengelus perutnya yang sudah membuncit.
Alia mematikan selang air itu kemudian berbalik menatap Disa, gadis itu mencondongkan tubuhnya menghadap perut wanita di hadapannya. "Dedek kalo mau apa-apa jangan nyusahin orang, ya!"
Disa tersenyum melihat Alia, ia mengelus kepala Alia. "Andai aja Darren menerima adiknya ini kayak kamu, pasti Tante seneng banget."
"Darren bakal sayang sama adiknya kok, tapi nanti." Alia menatap Disa yang berdiri tepat di hadapannya, "Ketika anak kedua Tante lahir, Alia yakin, rasa sayang Darren akan muncul sendiri."
Disa mengelus kepala Alia. Wanita itu sudah menganggap Alia sebagai anaknya sendiri lantaran gadis itu adalah teman yang selalu bersama Darren. Bahkan ketika Darren memiliki masalah yang enggan diceritakan ke keluarganya, Darren akan lebih terbuka dengan teman sebayanya, dan itu hanya Alia.
"Gih, Darren ada di kamarnya."
Gadis itu mengangguk kemudian masuk ke rumah besar itu. Alia menaiki tangga kemudian berdiri di depan pintu kamar Darren. Ia mulai mengetuknya.
Tok..tok..tok..
"Ren, buka, ini Alia."
Ceklek!
Alia melihat Darren yang sedang memegang stick konsol nya dengan pandangan ke layar video game tanpa menatap Alia sedikitpun. Cowok itu sedang asik bermain game.
"Tumben, ngapain ke sini? Si Gara kan pulang, sono main aja sama pacar kesayangan!"
Alia menoyor kepala Darren. Ia berjalan ke arah ranjang milik sahabatnya kemudian mulai berbaring.
"Lo sama Moza gimana?" tanya Alia.
Darren langsung terdiam, tapi kemudian cowok itu terlihat seperti biasa lagi. "Gak tau lah, bodo amat."
Alia langsung terduduk kembali. "Lo belum minta maaf sama dia?"
"Ngapain minta maaf? Dia nya juga kan punya salah sama gue," jawab Darren masih sambil memainkan gamenya tanpa menoleh sedikitpun ke arah Alia.
"Masih aja lo pikirin soal video itu? Udah dong, gue khawatir Moza kedepannya gimana. Gue denger sendiri Sheila sama temen-temennya mau lenyapin Moza gitu aja!" seru Alia.
"Ya pantes lah Sheila begitu, kan Moza rebut pacar dia," jawab Darren dengan nada yang sangat ringan.
Alia menganga. "Lo tau, Ren?"
Darren menghela napasnya kemudian melemparkan stick konsol nya ke karpet tebal di bawah ranjangnya. Ia berjalan mendekati Alia dan duduk di tepi kasurnya.
"Kemarin lusa, gue mau minta maaf sama dia. Taunya Reza spam chat dia dan tu cewek ninggalin gue gitu aja. Lagi-lagi di rumah sakit, gue ketemu dia pelukan dong. Kalo Lo jadi gue, apa lo kagak kesel?"
Alia terdiam, dia menatap manik hitam pekat Darren.
"Lo tahu apa yang terjadi sama Reza kemarin lusa?"
"Apa?"
"Adiknya dia yang depresi, meninggal."
👑👑👑
"Lo dapet juga?"
Siswa di kelas Moza sangat bising. Gadis itu duduk di tempatnya ketika ia baru saja datang ke sekolah.
"Moza dapet, gak?" tanya salah satu temannya.
"Ya jelas lah dapet, kan dia calon adik tirinya."
Moza menghela napas.
Iya, dirinya memang mendapatkan itu, undangan ulang tahun Sheila. Katanya untuk merayakan pesta ulang tahunnya, Sheila membawa seluruh siswa sekolah beserta beberapa siswa sekolah lain untuk datang ke acaranya.
Moza malas untuk datang, tapi tidak enak juga jika harus tidak ikut. Moza sekarang kesepian lagi, tidak punya teman sama sekali.
Patrecia teman sebangkunya pun sudah jarang bertanya atau komunikasi dengannya, mungkin karena bosan ia menjawab pertanyaan hanya beberapa kata saja.
Sudahlah, persetan dengan pertemanan.
Saat pulang sekolah, Moza duduk di halte menunggu bus. Ia menatap sekolahnya yang sudah sepi dan juga menatap langit yang mulai gelap. Sebentar lagi akan turun hujan.
Gerimis mulai datang, rinai hujan mulai membasahi jalanan secara perlahan. Moza berada di halte sendirian, mengayunkan kakinya sambil menatap tenang jalanan yang sepi karena hujan perlahan membesar.
Moza tidak peduli jika ia akan basah, ia menikmati suara air yang jatuh ke bumi, aroma tanah yang menguap, juga semilir angin yang dingin.
Moza lelah, ia ingin mengistirahatkan tubuh dan otaknya.
Mengingat kemarin ia telah menemani Reza seharian, Moza masih tidak percaya. Reva, gadis itu sangat ceria. Moza tahu itu.
Dua tahun yang lalu, Reza telah membuat kesalahan yang sangat besar untuknya. Sebelum kesalahan itu terjadi, ia dan Reza sangatlah dekat, bahkan menjadi sepasang sahabat. Reza mengenalkan dirinya kepada Reva, dan kedua orang tuanya.
Namun karena satu kesalahan Reza, semuanya berakhir begitu saja.
Dua tahun lalu, Reza menyukainya dan mengajak Moza untuk berpacaran dengannya di dalam rapat ekskul kala itu. Sayangnya, Moza menolak. Moza menganggap semua yang ia lakukan dengan Reza hanyalah persahabatan biasa, tidak dengan soal bermain rasa. Karena menurutnya, itu terlalu berat untuk ia yang masih berusia lima belas tahun.
Tapi sebenarnya bukan itu alasan utama gadis itu untuk menolak Reza. Karena pada kenyataannya, Moza buta akan perasaan dan tidak peka dengan perilaku seseorang.
Reza marah dan emosi ketika ditolak begitu saja oleh Moza. Kalian bayangkan saja, Reza mengajak Moza berpacaran di tengah rapat eskul yang dihadiri banyak siswa, bahkan hampir seluruh siswa sekolah. Jika ditolak? Yah...
Tapi rupanya, ketika cowok itu ditolak oleh Moza, perasaan Reza terhadap Moza berubah. Cowok itu tidak mencintai Moza melainkan terobsesi dengan gadis itu. Dia selalu mencari cara untuk mendapatkan Moza. Pikirannya pun sudah tidak bisa jernih karena obsesinya.
Hingga kemudian Reza menjadi anak yang bengal, kurang ajar, dan liar. Cowok itu mulai paham dengan dunia luar, mulai berani minum padahal usianya masih terlalu muda, mulai berani merokok bersama senior yang sudah lulus, dan mulai berani memasuki tempat hiburan.
Dari situ, Moza mulai membenci Reza.
Cowok itu rupanya datang ke tempat hiburan dan menyewa Alina, mamanya. Reza menganggap bahwa Alina adalah Moza karena wajahnya sangat mirip, saat di tempat hiburan itu Reza mengolok mamanya dengan kata-kata yang pedas. Seperti, "Sok jual mahal padahal lo di sini jual diri juga."
Tapi di detik itu juga, Reza mulai sadar bahwa itu bukanlah Moza melainkan seseorang yang mirip dengan Moza. Dan di seperkian detik berikutnya, Alina mengaku bahwa dia adalah ibu kandung dari Moza.
Reza menang.
Dia akan kembali mempermalukan Moza layaknya Moza mempermalukan dirinya. Cukup bocah kelakuan Reza ini, karena pada dasarnya usianya pun memang masih amat muda dan baru saja memasuki fase remaja. Namun kemalangan tetap saja menimpa Reza.
Ketika cowok itu mulai menyebarkan berita tentang profesi ibu dari Moza, Reza mendapati kabar bahwa orang tuanya meninggal dalam kecelakaan pesawat. Tidak ada yang menolong Reza kala itu.
Cowok itu mencoba menghubungi Moza, namun sayang Moza sudah kecewa dengan tindakan Reza yang kurang ajar. Kabar tentang profesi ibu Moza meledak seantero sekolah selama beberapa hari sebelum mereda karena sekolahnya memborong semua kejuaraan lomba provinsi.
Itu adalah alasan utama kenapa Moza sangat benci dan juga takut kepada Reza. Moza benci karena Reza mengetahui latar belakang ibunya dan Moza takut jika itu akan disebarluaskan. Moza takut kejadian ketika SD dan SMP nya kembali lagi di masa SMA nya. Moza tidak ingin itu.
Dan dari kejadian itu, saat Darren mendekatinya, Moza membuka hatinya lebar-lebar, Moza tidak ingin menghancurkan hati laki-laki lagi. Tapi Moza bodoh, ia menerima Darren yang rupanya hanya ingin bermain saja. Cowok itu tidak serius dengannya sedangkan ia sudah memberikan hatinya begitu saja.
Tanpa diperintah, air mata Moza tiba-tiba saja mengalir. Moza tidak tahan dengan rasa sakit yang masih menjera dirinya, Moza tidak tahu jika rasa sakit hati akan sesakit ini, Moza jadi semakin membenci dirinya sendiri.
Mengingat semua kejadian bersama Darren membuat Moza semakin terisak. Biarlah derai hujan ini turun untuk menyamarkan suara isakan Moza, gadis itu benar-benar merasa sakit. Moza sadar dengan perasaan dirinya.
Moza sudah sangat mencintai Darren hingga tidak tahu bagaimana cara melupakannya.
Bersambung...
Gimana buat bagian ini? (Wajib jawab)
Ide udah dateng lagi, kemungkinan bakal fast update. Ajakin temen-temen kalian buat baca ya, biar makin cepet gitu naik readersnya hehe 😂
Btw, happy 100k readers wuu... sayang ah sama kalian
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top