Chapter 01 Fenomena
Seorang pemuda baru saja memarkirkan kendaraan beroda dua. Ia tersenyum melihat sepedanya terpakir dengan aman.
Terik matahari menyinari wajah pemuda itu. Terlihat tampan. Pemuda itu merupakan keturunan asli Benua Eropa.
Suasana begitu tenang di area parkiran. Pemuda itu melangkahkan kaki dengan santai. Ia menikmati pemandangan sekolah yang begitu damai.
"Semoga hari ini menyenangkan...," ucapnya.
.
.
.
.
Kringg!!
Kringg!!
Kringg!!
Suara bel masuk berbunyi sebanyak 3 kali. Siswa-siswi bergegas masuk ke dalam kelas. Ada beberapa yang hampir telat, bahkan sampai memanjat pohon.
"Aku selamat,"
Gadis berambut merah baru saja melompat dari pohon yang terletak di belakang sekolah. Ia mendarat dengan sempurna dan mulus.
Gadis itu melirik ke arah jam tangan bergambar hello kitty. Waktu menunjukkan pukul 07:10.
"Aish! Pelajaran pertama guru killer!" serunya. Ia mengambil ancang-ancang seperti atlet lari jarak jauh.
"Tiga!"
Gadis itu langsung berlari kencang menuju ke ruang kelas yang berada di lantai 1. Ia sekilas melirik ke lapangan, banyak siswa-siswi yang di hukum karena telat masuk kelas.
Ia terus berlari melewati lorong lantai 1. Langkahnya yang begitu terengah-engah , berhenti seketika setelah menabrak sesuatu hingga ia terjatuh.
"Aduh sakit," ungkap sang gadis. Gadis itu mencoba bangkit dan melihat apa yang ia tabrak ternyata guru killer yang ia tabrak.
"Oh tidak!" serunya spontan. Ia langsung menutup mulutnya rapat-rapat.
"Haruka!" panggil Ibu Guru menatap tajam gadis itu. Seakan ia telah mendapatkan seekor mangsa.
Haruka, nama sang gadis. Ia segera berdiri dan menunduk hormat.
"Lari ke lapangan 10x, lalu temui saya di kelas!" perintah Ibu Guru mutlak.
Haruka menghela napas pasrah. Pagi ini menambah deretan kesialan sejak bangun tidur. Ia langsung berjalan ke arah lapangan untuk melaksanakan hukuman.
*****
Pelajaran pertama masih berlangsung. Seorang pemuda menatap langit yang begitu cerah. Namun, entah kenapa ia merasa gelisah.
"Mengapa perasaanku tidak enak?" gumam pemuda itu.
Ia merasakan ada hal sesuatu yang aneh akan terjadi. Tetapi ia menjalankan perasaan itu. Ia menatap sang guru yang merapikan buku. Ternyata pelajaran telah usai dan ia baru menyadarinya.
"Hei Raka, ayo pergi ke kantin," ajak gadis bertubuh kecil. Ia menarik-narik tangan Raka. Namun, usahanya tak berhasil. Perbedaan tenaga sudah bisa terlihat dari postur tubuh.
"Nana, aku sepertinya tidak akan ke kantin. Aku ingin ke atap saja," tolak Raka lembut.
Nana, gadis bertubuh kecil mengembukan kedua pipi. Ia merasa kesal.
"Huh! Kau tak asik Raka!" kesal Nana. Ia membalikan badan membelakangi Raka, lalu menghentakkan kaki dan berjalan pergi.
Raka tertawa kecil. Teman sekelasnya yang satu itu memang imut dan lucu saat kesal. Ia beranjak menuju ke atap sekolah.
~Atap Sekolah~
Raka sudah sampai di atap. Ia menikmati angin yang berhembus membelai wajah.
"Sejuknya,"
Deg!
Tiba-tiba perasaan tak enak kembali menyelimuti hati. Rasa ini semakin kuat.
Langit yang awalnya cerah berubah menjadi gelap gulita. Raka yang berada di atap terpana akan perubahan cuaca yang mendadak.
Para siswa-siswi serta guru yang sedang beraktivitas juga melihat ke atas langit. Beberapa ada yang mengabadikan fenomena 'aneh' dengan mereka, mengambil foto dan lainnya menggunakan smartphone masing-masing.
Banyak komentar bermuncullan. Ternyata kejadian ini hanya berada di lingkungan sekolah, seakan dunia luar tertutupi.
"Apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Raka. Ia berada di pinggiran pagar atap. Ia masih setia mengamati fenomena aneh di langit.
Duarr!!!
Suara dentuman petir mengelegar di langit yang gelap. Angin berhembus kencang, seakan badai akan datang.
Raka merasakan dirinya akan terhempas. Ia memegang erat pagar atap.
Duar!!!
Kembali suara dentuman petir menggema. Kaca-kaca jendela gedung sekolah pecah berkeping-keping.
"Ahhh!" seru para penghuni sekolah. Mereka berusaha menyelamatkan diri, namun ada sesuatu yang menghalangi.
"Kita tidak bisa pergi dari sini!"
"Kiamat! Kiamat!"
Suara demi suara keributan terjadi di sekolah. Raka menatap sendu.
"Nana!"
Raka langsung turun dari atap sekolah. Ia mencari keberadaan teman sekelasnya. Tetapi, sebuah kilatan petir menyambar Raka tanpa di duga.
*****
Setelah menyelesaikan hukuman, Haruka tak langsung ke kelas. Ia memilih untuk ke kantin. Ia membeli sebuah botol minum untuk menghilangkan rasa dahaga.
"Ahh... Nikmatnya," gumam Haruka. Ia sudah menghabiskan botol minum dengan cepat.
Haruka melangkahkan kaki menuju ke kelas. Ia harus menghadapi kembali sang guru killer. Namun, tanpa sengaja ia menginjak sebuah kulit pisang hingga membuat ia terpeleset.
Bugh!
"Aish! Sakit sekali bokongku," keluh Haruka.
Lagi-lagi ia menerima kesialan. Bangun kesiangan, hampir menabrak tong sampah, ban sepeda yang bocor, memanjat sebuah pohon, di hukum berlari kelililing lapangan, hingga terpeleset.
"Sepertinya dewa sedang mengutuk diriku," ucap Haruka dengan nada menyedihkan. Ia berusaha bangun Dan berhasil, walau bagian tubuh belakang terasa sakit.
Haruka berjalan dengan terpincang-pincang. Ia mengabaikan perinth sang guru untuk menemui dirinya di kelas. Ia butuh istirahat di UKS.
"Hahaha... Apalagi sekarang,"
Haruka melihat fenomena aneh di langit yang berubah. Ia terkesima hingga menunda pergi ke UKS.
Deg!
"Perasaan apa ini?" tanya Haruka. Ia memegang dada kirinya yang berdetak kencang.
Duarr!!
Satu sambaran petir menuju ke arahnya. Haruka memiliki reflek yang bagus. Ia berlari sekuat tenaga menahan rasa sakit di tubuh.
Tempat yang sebelumnya ia berdiri telah hancur. Serpihan kaca-kaca berserakan di lantai.
"Selamat-selamat," ungkap Haruka sangat bersyukur.
Lagi. Sambaran petir datang mengarah kepadanya. Haruka kali ini tak bisa mengelak. Ia hanya pasrah menutup kedua mata rapat-rapat.
"Maafkan aku... Ibu... Ayah," ucap Haruka sedih. Liquid bening keluar dari matanya.
Duarr!!!
**********
{19-05-2020}
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top