2 - The Maid Who Got Hurt

Harold hanya mampir sebentar ke kamarnya yang berada di paviliun. Setelah mengambil tas kerjanya, dia segera menuju lantai dua rumah utama untuk memeriksa kondisi sang tuan rumah. Cukup lama dia menghabiskan waktu di kamar Henry Myrtle. Dia baru keluar dari sana dan menuju kamar sekaligus ruang kerjanya yang terletak tepat di sebelah setelah melihat mobil kurir parkir di halaman depan. Seperti yang telah dia duga, tak berapa lama kemudian, seorang footman yang memang sudah sering Harold pintai bantuan--tentu dengan iming-iming sedikit tip--datang mengantarkan paket obat-obatan yang tempo hari Harold pesan melalui Akio.

Usai menginventaris stok obat-obatan yang baru datang, Harold turun ke lantai satu. Dia mulai menyadari ada yang berbeda siang itu. Para pelayan tampak lebih sibuk dari biasanya dan seharian itu dia belum melihat Katherine sama sekali. Dia sempat mendengar dua orang footman yang sedang mengaso di dapur bergosip, membicarakan Katherine yang kabarnya tiba-tiba menghilang. Namun, ketika Harold bertanya, kedua footman itu justru buru-buru pamit bekerja. Makanya, Harold bergegas menemui Jane, Kepala Maid Myrtlegrove Estate, di ruang tamu.

"Mrs. McFadden. Apakah Katherine benar-benar kabur dari Myrtlegrove?" tanya Harold dengan wajah cemas. Dia bahkan sampai lupa berbasa-basi menyapa saking paniknya.

Kalau sampai Detektif Whetstone atau Mario tahu dia sempat diam-diam bertemu Katherine kemarin, mereka pasti akan langsung mencurigainya.

Jane yang sedang menata ulang benda-benda di ruang tamu berhenti dari pekerjaannya, lalu menoleh ke arah Harold. Walau ekspresinya terlihat netral, alisnya berkerut sedikit lebih tajam dari seharusnya. Jelas sekali bahwa wanita itu tidak menyukai Harold.

Jane mengambil napas sebelum menjawab. "Benar, Tuan Wayne. Saya menerima surat dari Miss Taylor yang dititipkan pada rekan kerja yang sekamar dengannya."

"Apakah Detektif Whetstone dan rekannya sudah tahu tentang hal ini?"

"Ya, saat Mr. Kai memberi tahu saya, Mr. Whetstone ada di sini untuk mendengarkan." Jane tampak hendak melanjutkan kata-katanya, tetapi dia berhenti di sana. Wanita itu menipiskan bibir untuk mengatupkan mulutnya.

Sial!

Selama sesaat, Harold membeku di tempat. Matanya membulat tak percaya. Kemarin, Katherine telah menyanggupi permintaannya untuk tetap bersikap seperti biasa. Tidak dia sangka, gadis itu justru memilih pergi di saat yang paling tidak tepat. Perasaan panik mulai menjalari Harold. Makin lama, posisinya makin sulit. Dia harus mencari cara untuk terbebas dari tuduhan.

Harold menahan diri untuk tidak menunjukkan rasa frustrasinya di hadapan Jane. Pria itu memaksakan diri tersenyum, meski sebenarnya kepanikan masih tergambar jelas di matanya. "Boleh aku melihat suratnya?" pintanya kepada Jane.

"Suratnya telah saya kembalikan ke Mr. Kai." Jane mengeratkan genggaman tangan yang saat ini memegang kain lap. "Jika memang Anda ingin tahu, Anda bisa memintanya pada beliau."

"Apakah kau ingat isi surat itu?" Harold terus mencecar. Dia harus memastikan bahwa namanya tidak disebut-sebut dalam surat itu.

"Ehm ... maaf menganggu."

Harold refleks menoleh dan memasang senyum termanisnya saat mendengar suara Gaela lirih memanggil. Namun, senyum itu pudar seketika kala dia melihat jejak air mata di kedua pipi Gaela dan juga tangan gadis itu yang terluka.

"Apa yang terjadi kepadamu?" Harold langsung melompat meraih tangan kanan Gaela. Dia dapat melihat sebuah goresan yang cukup panjang di telapak tangan gadis itu.

Melihat darah yang terus mengalir dari robekan luka di tangan Gaela, Harold segera mengeluarkan saputangan dari saku jasnya. Ditekannya saputangan itu kuat-kuat ke luka Gaela, mencoba menghentikan pendarahan. Sontak saputangan berwarna putih itu dipenuhi bercak merah yang terus melebar.

"Aww!" Gaela berjengit. Dia segera mengusap air mata yang tumpah di pipinya sambil menggigit bibir untuk menahan sakit. Dia kemudian memperlihatkan hairpin yang berlumuran darah. "Itu ... karena ini."

Sebenarnya, Harold ingin bertanya bagaimana bisa Gaela terluka karena hairpin. Memangnya apa yang gadis itu lakukan? Akan tetapi, Harold sadar, saat ini bukan saat yang tepat. Dia harus segera mensterilkan luka Gaela agar tidak terinfeksi.

Harold memosisikan tangan Gaela yang terluka agar lebih tinggi dari jantung, lalu menarik tangan Gaela yang satu lagi untuk terus menekan saputangan di atas luka. "Tahan dulu seperti ini. Aku akan ambil peralatanku dulu."

Gaela mengangguk dan melakukan apa yang Harold perintahkan.

Sebelum beranjak, Harold menyempatkan diri menghapus air mata yang mengalir di pipi Gaela. "Jangan khawatir. Aku akan segera mengobatimu," hiburnya sambil menguntai senyum simpatik di bibir.

Lagi-lagi, Gaela hanya bisa mengangguk lemah sambil meringis menahan perih.

Harold kemudian setengah berlari meninggalkan ruang tamu. Langkah kakinya berderap menaiki tangga menuju kamar praktiknya yang terletak di sebelah kamar Henry Myrtle. Sebenarnya akan lebih mudah merawat Gaela di kamar itu. Akan tetapi, dengan kondisi seperti sekarang, Harold tidak ingin mengambil risiko makin dicurigai oleh orang-orang di sekelilingnya.

Tak sampai sepuluh menit, Harold telah kembali ke ruang tamu. Dia kembali memeriksa tangan kanan Gaela. Darah yang merembes tak sebanyak tadi, tapi luka Gaela cukup dalam dan kelihatannya perlu dijahit. Untung saja obat anastesi, jarum bedah, dan benang sintetis yang Harold pesan sudah tiba siang tadi.

"Lukamu harus dijahit. Aku akan menyuntikkan anastesi lokal agar kau tidak merasa sakit." Harold sedang berada dalam mode serius. Dia mulai mengeluarkan peralatan dan obat-obatan yang akan digunakan.

Hal yang pertama dia lakukan adalah meletakkan tangan Gaela ke atas meja yang telah dilapisi kain. Kemudian, dia menyuntikkan cairan analgesik ke telapak tangan Gaela. "Tanganmu akan merasa kebas. Jangan khawatir, aku akan menjahit serapi mungkin agar tidak meninggalkan bekas."

Harold tidak sedang beromong kosong. Di rumah sakit tempatnya bekerja dulu, Harold terkenal dengan jahitannya yang rapi. Tak mengherankan jika banyak orang penting dan berpengaruh yang meminta secara khusus agar Harold yang merawat luka mereka. Mereka bahkan berani membayar lebih mahal agar dapat diprioritaskan.

Sembari menunggu obat bius itu bekerja, Harold mensterilkan peralatan yang dia gunakan. Semua itu dia lakukan dengan cekatan dan tanpa banyak bicara. Tampangnya bahkan terlihat lebih serius daripada saat dia mengobati Mario kemarin. Pria itu benar-benar seperti berubah menjadi orang lain.

"Kau bisa memalingkan wajah kalau kau merasa ngeri," saran Harold sebelum mulai bekerja. Dia menatap Gaela sembari tersenyum. Bukan senyum genit seperti biasanya, melainkan sebuah senyum simpatik yang menguarkan aura tenang. Lalu, senyum itu menghilang seiring dengan wajah Harold yang menunduk ke arah tangan Gaela. Kini, seluruh konsentrasinya hanya terpusat pada dua hal: luka robek di tangan Gaela dan peralatan bedah di kedua tangannya.

Harold menjahit luka di telapak tangan Gaela dengan telaten. Kombinasi sikap kompeten yang Harold tunjukkan dan juga obat bius yang disuntikkan tampaknya berhasil membuat Gaela lebih tenang. Gadis itu tidak banyak bicara dan membiarkan Harold fokus bekerja.

Begitu selesai membalut telapak tangan Gaela dengan perban, Harold mengelap keringat di keningnya dengan punggung tangan. Dia lantas memasukkan kembali peralatannya ke dalam tas kerja.

"Sebaiknya malam ini kau bertukar tugas dengan pelayan lain. Tanganmu jangan sampai terkena air dulu. Untuk berjaga-jaga, aku akan menyuntikmu dengan anti-tetanus. Bisakah kau gulung lengan bajumu lebih tinggi?"

Gaela mengangguk dan menggulung lengan bajunya dengan tangan kiri. Harold dapat melihat bahwa gadis itu sedikit kepayahan saat melakukannya, tapi dia menahan diri untuk tidak membantu. Ada Jane McFadden yang sedang mengawasi. Harold sudah lama menyadari bahwa orang kepercayaan Akio Kai itu tidak terlalu menyukainya.

"Rasanya mungkin akan sedikit sakit." Harold memperingatkan sebelum menyuntikkan cairan anti toxin untuk mencegah terjadi infeksi.

Gaela sedikit meringis, tapi dia tidak mengeluh.

Begitu selesai, Harold langsung memasukkan jarum suntik dan botol obat yang telah kosong ke dalam kantong yang menampung sampah-sampah medis.

"Gadis pintar," pujinya dengan setengah berbisik agar Jane tidak mendengar. "Tapi aku masih khawatir dengan keadaanmu. Kau bisa saja demam nanti. Sepertinya kau perlu ditemani orang lain malam ini."

Pipi Gaela makin merah saat gadis itu melihat senyuman yang tersungging di bibir Harold. Tampaknya gadis itu sedikit salah paham.

"Tidak apa Dokter Wayne, saya khawatir merepotkan yang lain." ungkap Gaela dengan anggukan dan senyum.

"Justru akan lebih merepotkan kalau tidak ada yang memanggilku saat kau terserang demam. Keadaanmu bisa memburuk dengan cepat. Aku tidak akan memaafkan diriku kalau sampai terjadi hal buruk kepadamu." Harold bersikeras.

Sambil menenteng tasnya, Harold menghampiri Jane. "Mrs. McFadden, bisakah kau menyuruh salah satu maid untuk tidur di kamar Gaela malam ini? Tolong atur juga supaya Gaela tidak perlu mengerjakan hal-hal berat dulu, apalagi yang bisa membuat tangannya basah," katanya tegas.

"Untuk saat ini sepertinya sulit untuk membebaskan Miss Adaline dari pekerjaan, tapi saya bisa mengaturnya agar tidak melakukan pekerjaan yang berat," jawab Jane diplomatis.

Harold mengembuskan napas dengan keras. Diliriknya Gaela sekilas, lalu kembali berbicara kepada sang Kepala Maid. "Baiklah kalau begitu. Tapi, tolong atur agar Gaela tidak tidur sendirian malam ini, supaya kalau terjadi apa-apa kepadanya ada yang bisa segera memanggilku."

Sebenarnya Harold ingin menanyakan lagi perihal surat Katherine kepada Jane, tapi dia tidak ingin membuat Gaela curiga. Sepertinya, lebih baik nanti dia langsung meminta surat itu kepada Akio seperti yang disarankan Jane kepadanya.

Harold kembali menghampiri Gaela. Sorot matanya menyiratkan rasa cemas. Dia membuka tasnya dan mengeluarkan sebuah vial berisi cairan berwarna hitam, mirip seperti yang dia berikan kepada Mario kemarin, tapi lebih kecil dan tidak ada tulisan di bagian luar botol. Disodorkannya botol seukuran ibu jari itu kepada Gaela.

"Sebelum tidur, minumlah obat ini. Satu botol untuk sekali minum. Besok aku akan berikan dosis baru untukmu," ujar Harold. "Lain kali, lebih berhati-hatilah."

Setelah berpesan kepada Gaela, Harold kembali ke lantai dua untuk menyimpan peralatan medisnya. Sepertinya, malam nanti, dia harus meminta pelayan mengantarkan makan malamnya ke kamar. Selain tidak ingin bertemu dengan Detektif Whetstone ataupun Mario Mitford, dia juga harus menyiapkan obat untuk diserahkan kepada Gaela besok pagi.

=======

Day 2 End

=======

Notes:

Masih ingat Harold yang kejedok rak di hari pertama gara-gara gachanya fumble?

Hal yang sama terjadi juga pada Gaela saat coba menginvestigasi perpustakaan. Dan, Gaela ga cuma fumble 1 kali, tapi 3 kali. Ya, Gacha memang bisa sekejam itu. Hahaha.

Jadi, Gaela kekurangan 3 HP. Sayangnya pas Harold obatin, walau sukses, gachanya cuma dapat 2. Jadi Harold cuma bisa pulihin 2 HP.

Walau sial dapat 3 kali fumble, Gaela juga berhasil nemuin petunjuk yang cukup penting. Nanti, jangan lupa buat cek work Nanaasyy ya. Mario dan Detektif Whetstone juga dapat beberapa petunjuk. Jadi, silakan mampir juga ke work izaddina dan frixasga.

Hari kedua ini, Harold ga ada interaksi sama Akio karena lagi sama-sama sibuk di ruangan yang berbeda. Buat tahu apa aja yang Akio lakukan, silakan mampir juga ke work Catsummoner.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top