1 - The Downside of Being a Charming Man
Harold bergegas menuju kamarnya untuk mengambil perban dan obat-obatan. Bukan kamar yang terletak di paviliun bersama para pegawai manor lainnya, tapi kamar di lantai dua gedung utama yang sesekali dia diami jika kondisi Henry Myrtle sedang tidak terlalu baik dan memerlukan pengawasan intensif.
Setelah menemukan apa yang dicarinya, Harold segera kembali ke ante room. Detektif Whetstone tampak sangat serius menginterogasi Akio. Harold berusaha tidak mengganggu kedua pria itu dan langsung menghampiri Mario.
"Sekarang aku akan membebat kakimu. Silakan jika ada yang ingin kau tanyakan." Setelah bercakap-cakap dengan Mario tadi, Harold menyimpulkan bahwa pemuda itu bukan tipe yang terlalu kaku dan formal. Karena itu, Harold memutuskan untuk berbicara lebih santai dengannya.
Pria berambut pirang itu mulai membalut pergelangan kaki Mario dengan perban untuk mencegah pembengkakan sekaligus memberikan topangan tambahan bagi sendi yang cedera. Meskipun perhatiannya tercurah pada sang pasien, telinga Harold masih tetap awas menyimak perbincangan Akio dengan Detektif Whetstone
"Siapa - atau apa - yang sebenarnya sedang Anda lindungi dengan Anda sendiri sebagai bayarannya?"
Gerakan Harold sempat terhenti sejenak ketika Detektif Whetstone mengajukan pertanyaan baru. Dia juga ikut penasaran dengan jawaban Akio. Selama mereka bekerja bersama, Harold masih belum dapat memahami sosok Akio secara mendalam. Namun, Mario berhasil menarik kembali perhatiannya.
"Dokter Harold, sudah lama bekerja di tempat ini? Dilihat dari aksen dan parasmu, sepertinya kau bukan orang Inggris asli, ya?" tanya pemuda berambut cokelat itu.
Karena Harold tak lekas menjawab, kelihatannya Mario jadi merasa sedikit tidak enak. Pemuda itu buru-buru menambahkan, "Eh, itu hanya analisis abal-abalku saja, Dokter. Mohon maaf kalau aku salah menebak!"
"Ternyata kau jeli juga, ya." Sambil terus membebat kaki Mario, Harold lanjut menjawab, "Benar. Aku bukan orang Inggris, walau leluhurku konon katanya berasal dari Bristol. Aku lahir dan besar di Manhattan. Aku mulai bekerja kepada Mr. Myrtle sejak ... err ... sekitar lima tahun lalu kurasa."
Harold kemudian berdiri sembari menepuk-nepuk kedua tangannya. Mata birunya tampak berbinar-binar. Kini, kaki Mario telah terbebat sempurna. "Asal kau tidak berlari atau melompat-lompat, harusnya kakimu sudah sembuh dalam beberapa hari."
Setelah mengambil jeda sesaat, Harold menatap Mario lekat-lekat. "Sayangnya sekarang cuaca sedang tidak bersahabat. Nanti malam, mungkin kau akan merasakan ngilu di bagian yang cedera. Apakah kau ada kelainan jantung atau penyakit bawaan lainnya, Mr. Mitford?"
"Sepanjang hidupku, rasa-rasanya aku cuma pernah sakit parah saat Perang Dunia." Mario tertawa pelan. "Seharusnya aman, Dokter. Omong-omong, sudah lama juga, ya, kau bekerja di sini. Apakah ...,"
Mata kelabu Mario sejenak melirik Akio yang meladeni pertanyaan bertubi-tubi dari Detektif Whetstone, lalu lanjut bertanya, "... orang-orang di sini sebaik itu hingga kau bisa bertahan sekian tahun di sini, jauh dari mana-mana?"
Harold tersenyum lebar saat menjawab pertanyaan Mario. "Mungkin terdengar naif, tapi aku adalah tipe orang yang percaya bahwa pada dasarnya setiap orang memiliki kebaikan. Sejauh ini, aku tidak pernah bermasalah dengan para pekerja manor maupun warga desa–kadang-kadang aku memberikan pengobatan gratis kepada mereka. Kalau kau sendiri, sudah berapa lama menjadi detektif?"
"Aku bukan detektif. Aku hanya rekan kecil Detektif Whetstone. Dia mengajakku untuk membantunya."
Jawaban Mario cukup membuat Harold kaget. Jika bukan detektif, lalu untuk apa pemuda itu datang ke Myrtlegrove Estate?
Mario buru-buru mengalihkan topik pembicaraan, "Dokter Harold, berarti kau juga punya hubungan baik dengan orang-orang yang jadi alasan kami ke tempat ini, ya?"
Harold mengedikkan bahu. "Kalau kau tanya kepadaku. Ya. Aku merasa tidak pernah punya masalah dengan mereka. Tapi, kau mungkin juga akan mendengar rumor tentangku. Yang mungkin saja benar ... entahlah ... kita tidak bisa mengatur bagaimana perasaan orang kepada kita, kan?" tanya Harold retoris.
Menurutnya, percuma saja menyembunyikan rumor tidak sedap yang tersebar tentangnya. Cepat atau lambat kedua tamu dari Scotland Yard itu mungkin akan mendengarnya sendiri. Harold sendiri tidak terlalu ambil pusing. Seperti yang tersirat dalam pertanyaan retorisnya, Harold tidak bisa mengatur-atur bagaimana orang menilai pribadinya. Dia tidak bisa membuat semua orang menyukainya.
Selama jeda percakapan mereka, Harold mengamati Mario dengan saksama. Perawakan pemuda itu jauh lebih kecil dari laki-laki kebanyakan, bahkan kelihatannya lebih mungil dari Gaela. Ah, lagi-lagi Harold teringat gadis manis bermata sewarna zamrud itu. Cepat-cepat Harold usir pergi bayangan wajah Gaela dari kepalanya, lalu kembali berusaha fokus mengira-ngira berat badan Mario.
"Sebelum aku undur diri karena masih ada hal lain yang harus kukerjakan, izinkan aku meresepkan obat untukmu." Akhirnya Harold kembali bersuara.
Ekspresi Harold mendadak berubah menjadi serius. Senyuman lebar yang menjadi ciri khasnya menghilang tanpa bekas. Pria itu memang bisa menjadi seperti orang lain saat sedang menjalankan tugas sebagai dokter. Dia mengeluarkan sebuah botol kecil berwarna bening dari salah satu saku jasnya. Terdapat stiker bertuliskan 'Laudanum' dengan tulisan-tulisan lain yang lebih kecil di bagian luar botol, sementara cairan cokelat pekat–nyaris berwarna hitam–mengisi separuh botol.
"Sebenarnya aku tidak terlalu suka meresepkan obat ini untukmu, tapi malam hari di Myrtlegrove bisa menjadi sangat dingin saat musim gugur seperti ini, dan itu bisa memicu rasa nyeri di kakimu. Aku tidak memiliki stok obat pereda nyeri lainnya, jadi terpaksa kuresepkan ini untuk berjaga-jaga. Aku sarankan kau meminum obat ini hanya jika rasa sakitnya tidak tertahankan lagi. Aku perkirakan beratmu tidak sampai 50 kilogram, jadi jangan minum obat ini lebih dari satu sendok teh," papar Harold sambil memberi penekanan pada beberapa kata.
Mario mengamati botol yang baru diterimanya. "Sekali lagi, terima kasih, ya, Dokter. Mungkin nanti kita bisa mengobrol lagi kalau sedang senggang? Betapa senangnya kalau aku bisa berkenalan lebih jauh dengan orang-orang di tempat ini—terlepas dari alasan detektif yang satu itu membawaku kemari."
"Tentu saja. Biasanya kalau sedang tidak bertugas, aku ada di perpustakaan." Wajah Harold kembali terlihat berseri-seri. "Sampai jumpa lagi, Mario."
Karena Mario sudah memanggilnya dengan nama depan–meski masih dengan embel-embel dokter, Harold memutuskan juga melakukan hal yang sama kepada Mario. Walau sama-sama baru bertemu, mereka berdua terlihat sudah akrab. Sungguh berkebalikan dengan dua pria lain yang masih tampak serius bertanya-jawab. Tak ingin mengganggu Akio dan Detektif Whetstone, Harold meninggalkan ante room tanpa berpamitan kepada mereka.
=====
Harold kembali ke perpustakaan. Dia sedikit kecewa saat tak dia temukan sosok Gaela di sana. Sepertinya gadis itu sudah selesai membereskan perpustakaan dan langsung melipir pergi melalui pintu lain.
Saat melewati rak berisi buku-buku alkimia yang tadi melukainya, secara refleks Harold mengusap-usap kembali kepalanya. Bisa-bisanya dia begitu ceroboh tadi, untung saja kepalanya hanya benjol, tidak sampai bocor. Lain kali, dia harus lebih berhati-hati.
"Waktu itu aku menyimpannya di mana ya?" Harold bergumam sendiri. Ada buku yang sempat menarik perhatiannya, tapi karena masih memiliki bahan bacaan lain, dia menyimpannya kembali ke rak, entah di sebelah mana. Dia lupa.
Tidak ada di sini. Harold berpindah ke rak yang satu lagi dan mulai memeriksa deretan paling atas hingga yang paling bawah.
Apakah ada orang lain yang mengambilnya, ya?
Sebenarnya, tidak ada yang istimewa dengan buku itu. Hanya berisi sejarah kota dan catatan peristiwa-peristiwa penting selama beberapa tahun terakhir. Saat melihat buku itu tempo hari, Harold jadi terpikir untuk membacanya supaya bisa memiliki lebih banyak stok bahan pembicaraan dengan warga setempat.
Karena tak menemukan apa yang dia cari, Harold akhirnya memutuskan langsung kembali ke kamarnya yang terletak di paviliun.
Sore hari menjelang malam seperti ini, area paviliun cenderung sepi. Sebagian besar maid dan footman sedang sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing. Apalagi, hari ini ada dua tamu yang akan menginap. Sejak pagi tadi, beberapa pelayan telah sibuk menyiapkan kamar serta membantu koki memasak hidangan. Sudah lama rasanya Myrtlegrove Estate tidak sesibuk ini.
Namun, Harold yakin tidak semua pekerja menjalankan tugas mereka seperti yang telah diinstruksikan. Terkadang beberapa pelayan suka bertukar tugas diam-diam. Salah satu dari mereka sekarang, pasti sedang menunggunya di hutan belakang manor, seperti yang tertulis dalam secarik surat yang diselipkan di bawah pintu kamar Harold semalam.
Dear dr. Harold.
Bisakah aku bertemu denganmu besok sore?
Aku akan menunggumu di dekat pohon beech yang waktu itu.
Yours truly,
Kitty. ❤️
Harold menghela napas panjang usai membaca surat itu sekali lagi. Sikap ramahnya kembali mendatangkan masalah. Katherine Taylor–atau biasa Harold sebut sebagai Kitty saat mereka hanya berdua–adalah salah satu maid di Myrtlegrove Estate. Harold pernah melihat Katherine menangis di dekat pohon beech yang dimaksud dalam surat. Dia kemudian menawarkan diri untuk mendengarkan keluh kesah Katherine, yang tampaknya kini sedikit disalahpahami oleh gadis itu.
"Akio bisa membunuhku kalau dia tahu aku diam-diam menemui salah satu maid-nya seperti ini," gumam Harold sambil menukar jasnya dengan yang lebih lusuh.
Harold memang sangat suka mengobrol dengan para maid di Myrtlegrove, tapi dia masih bisa memisahkan urusan pekerjaan dengan urusan pribadi. Karena itulah, dia hanya menjalin hubungan dengan wanita di luar manor, walau sejak kehadiran Gaela, dia mulai goyah akan prinsipnya itu.
Pria itu tidak suka membuat seorang wanita patah hati. Tidak semua wanita bisa menerima penolakan dengan baik. Akan tetapi, menerima cinta mereka juga memiliki konsekuensi tersendiri. Setiap wanita yang menjalin hubungan dengannya sudah paham benar bahwa Harold bukanlah tipe pria yang akan menawarkan ikatan pasti seperti pernikahan. Setidaknya sampai sekarang, Harold belum terpikirkan untuk mengikat diri pada satu wanita saja sepanjang sisa hidupnya.
"Semoga Kitty mau mengerti." Harold mengenakan topi baret cokelat untuk menyembunyikan rambut pirangnya. Saat ini bukan waktu yang tepat membuat seorang maid tiba-tiba resign dari pekerjaannya. Ada seorang detektif dari Scotland Yard yang sedang mengawasi tempat itu. Harold tidak mau kembali disalahkan untuk hal yang berada di luar kendalinya.
=======
Day 1 end. HP= 11
......
Seperti yang saya sebutkan di chapter sebelumnya, nyawa Harold berkurang satu gara-gara kena fumble. Harold juga gagal pas investigasi rak buku lain di perpustakaan. Day 1 sepertinya tidak memihak Harold ya.
Berhubung work ini fokus di Harold saja, dialog karakter lain yang nggak terkait Harold nggak saya masukin rekap, jadi kalau mau dapat gambaran utuh kasus ini, kalian harus mampir ke work karakter lain.
Banyak clue yang bertebaran saat Viper interogasi Akio. Pas baca roleplay kedua tokoh itu, jadi ikutan tegang nunggu jawaban Akio.
Kalian beneran harus ikut baca part mereka deh. Cus langsung ke sini:
Akio's point of view 》The Butler karya Catsummoner
Viper's point of view 》 Battlefield for One karya frixasga
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top