Part 5 : Game Over
Sangkuriang sungguh membawa Samsara ke kediamannya. Kecil dan sederhana, menjadi satu-satunya objek ciptaan manusia di tengah hutan yang gelap. Gadis itu merasa bodoh dan tak berdaya, padahal usianya dua kali lipat dari usia putra Nyi Dayang Sumbi itu.
“Ibu, aku pulang.”
Kaki yang melangkah pelan menciptakan suara derit dari dalam. Pintu terbuka.
Seorang wanita yang tampak memesona keluar dari sana. Wajahnya yang jelita yang terlihat belum menyentuh usia tiga puluh menguarkan karisma tajam.
“Astaga, apa seluruh tokoh dongeng memang secantik ini? Aku sampai hampir tak bisa bernapas dibuatnya.”
“Ibu, maaf … aku–”
“Sangkuriang, siapa perempuan yang ada di belakangmu itu?” Dayang Sumbi memotong ucapan anaknya.
Samsara mengerjap kaget.
“A-ah, saya ….”
“Dialah alasan mengapa aku tak bisa membawakan jantung babi yang engkau minta, Ibu.”
Dayang Sumbi mengalihkan pandangan pada darah dagingnya, lalu Tumang. Dia terdiam, lalu membuka pintu. Di luar dugaan Samsara, putri Celeng Wayungyang itu tak meledak setelah tau permohonannya tidak terpenuhi.
Pintu terbuka lebar.
“Masuklah, aku akan mendengar cerita kalian di dalam.”
Dengan ragu-ragu, Samsara memijakkan kakinya ke depan, mengikuti langkah bocah dan anjing di depannya.
Di dalam sana, Dayang Sumbi sudah menunggu.
Begitu tiba, pertanyaan dari mulut Sangkuriang langsung mencuri sorotan utama suasana kala itu.
“Ibu, gadis ini bilang, Tumang lebih istimewa dari yang kubayangkan. Apa itu benar?”
Jelmaan keturunan bidadari itu menahan napasnya, lalu memandang Samsara dengan tatapan terkejut selama sesaat.
Mulut Dayang Sumbi membuka, lalu tertutup. Ragu untuk menyuarakan isi pikirannya. “Bagaimana dia bisa tahu? Apa gadis ini adalah utusan kahyangan yang ditugaskan untuk memberiku peringatan?”
Setelah bebas dari keterkejutan itu, Dayang Sumbi menarik napas dalam. Seakan bicara dalam diam bahwa dirinya tak bisa menyembunyikan aib itu lagi.“Sangkuriang, Tumang itu ayahmu.”
Mendengarnya, paru-paru Samsara seakan kehilangan kemampuan untuk bernapas selama sesaat. Dia bahkan takut menoleh untuk melihat reaksi Sangkuriang.
“I ... i-ibu jangan bercanda.” Sangkuriang tertawa canggung. “Tidak mungkin Ibu menikahi seekor anjing.”
Namun, sang Ibu justru menunduk. Senyum kikuk di wajah Sangkuriang lenyap.
Dayang Sumbi menatap mata anaknya. “Ini karena sumpah yang tidak boleh diingkar.”
Sangkuriang tak menjawab, tampak pikirannya sedang kalut.
“Maafkan Ibu yang selama ini merahasiakan.” Dayang Sumbi melanjutkan.
“Tidakkah kau ingin menceritakan identitas Tumang, Nyi? Aku yakin, Nyi tidak ingin Sangkuriang berpikiran buruk tentangmu.”
“Kalau tidak diceritakan, bisa-bisa Sangkuriang sungguh-sungguh mengira kalau dia adalah buah dari persetubuhan manusia dan binatang.” Samsara membatin. Sekilas, sorot mata Sangkuriang sebelumnya seakan berteriak ingin kabur. Kalau begitu jadinya, akhir dongeng tidak akan berubah.
“Ini sama sekali tidak lucu. Apa kalian sedang bekerja sama untuk menipuku?” Sangkuriang menatap ibunya dan Samsara secara bergantian.
Melihat Dayang Sumbi yang masih terdiam, Samsara mengambil alih.
“Kami tidak menipumu, Sangkuriang. Tunggu dan berjagalah hingga malam nanti, pada saat bulan purnama menyatakan pesonanya. Kau akan mendapat jawaban yang kau cari itu.”
Dengan tatapan pasrah dan senyum sendu, Dayang Sumbi merespons.
“Ya … gadis ini benar, anakku. Biarkan malam yang memaparkan rahasianya kepadamu.”
Sangkuriang mengarahkan pandangan ke Samsara. Dia tentu heran dari mana datangnya gadis ini dan bagaimana bisa dia tahu kisah di balik rahasia hidupnya.
“Baik, Ibu. Akan aku lihat sendiri malam ini.”
Dayang Sumbi hanya membalas ucapan sang anak dengan anggukan pelan.
Samsara merasa sedikit lega kalau sikap Sangkuriang bisa sedikit lebih tenang dari yang dia duga. Berarti ini pertanda baik.
Takdir yang Diubah :
Tangkuban Perahu
><
Sangkuriang akan mengetahui kebenaran dari kisah kekuarganya
Apakah tugasnya sudah selesai? Samsara kira begitu. Sekarang, dia berencana akan melangkah keluar dari rumah ini.
Ekor mata Dayang Sumbi menangkap Samsara yang bersiap pergi, tetapi tak berusaha menahan.
Mungkin tugasnya sudah selesai. Begitu pikir Dayang Sumbi.
Tanpa berbasa-basi lagi, Samsara pun meninggalkan rumah mereka, menuju tempat mana pun di mana dongeng baru menuntun.
“Haha, Sangkuriang pasti kesal begitu sadar aku menghilang.”
***
Selangkah demi selangkah dia lalui dengan pelan. Entah kenapa, waktu seakan berjalan lamban. Ketika Samsara mencoba memeriksa jam tangannya, terlihat hanya notifikasi sebelumnya.
Kisah Tangkuban Perahu telah berubah, Sangkuriang kini mengetahui kebenaran dari kisah keluarganya
Sementara jam hanya terlihat menunjukkan angka empat tanda sore telah tiba. Samsara kemudian mendongak, langit memang sudah mulai jingga. Dia yang bersiap tidur, harus bermalam di hutan lagi.
Samsara melangkah menuju tempat berlindung terdekat, ia menemukan gua yang sepertinya cocok. Jika tidak cukup dalam, setidaknya dapat melindungi gadis itu dari hawa dingin serta hujan.
Samsara telah lelah, dia sudah menyelesaikan dua misi sekaligus hari ini dan banyak melangkah. Ini bukan hal biasa baginya, apalagi di alam bebas seperti ini.
Maka, dia pejamkan mata dan membiarkan matahari semakin tenggelam, sama halnya dengan pikiran dia yang semakin dalam menuju alam mimpi.
***
Sinar mentari menusuk mata Samsara. Dia tidak menyangka hari akan berganti secepat itu.
“Bukannya aku tidur beberapa jam saja tadi?” keluhnya. Tapi, terpikir bahwa mungkin karena efek tidur panjang. Itu hanya perasaannya.
Samsara mengucek mata dan memerhatikan sekitar. Keadaan kembali terang seperti sedia kala. Berarti hari telah berganti dalam gim ini.
Dia pun keluar dari gua. Alat pernapasannya menghirup udara yang terasa jauh lebih segar di luar sana dengan sedikit rakus. Samsara melihat notifikasi lain dari jam tangannya.
Misi Baru :
Mengubah Akhir Kisah Timun Mas
Aneh, padahal belum ada tanda apa-apa.
Baru saja berpikir begitu, tanah bergetar. Nyaris membuatnya oleng. Samsara menahan napas selagi lututnya menyentuh tanah.
Itu bukan gempa. Ada sesuatu yang mendekat.
Belum sempat berpikir lebih jauh, Samsara melihat bayangan seorang gadis dari kejauhan. Dia memegang sebuah kantong kecil terbuat dari kulit yang menyimpan beberapa benda.
Timun Mas.
Samsara terkejut menyadari betapa cepatnya waktu berlalu, secara alurnya melaju tiba-tiba seperti ini. Ini tidak sesuai dugaannya. Dia kira akan berjumpa dengan target raksasa itu dalam keadaan senggang, atau setidaknya ketika Timun Mas masih bersama janda tua yang membesarkannya.
Tahu-tahunya, kini, ia malah diantar langsung menuju titik klimaks.
Misi Baru :
Mengubah Akhir Cerita dari Timun Mas
Sebentar. Mengubah? Bukankah kisah Timun Mas sudah berakhir dengan bahagia? Samsara bingung. Bagaimana cara mencari arah agar ceritanya tetap berakhir bahagia, tetapi ada perubahan? Haruskah dia mengubahnya menjadi “bahagia” dalam visi raksasa? Membiarkan makhluk mengerikan itu memangsa apa yang harusnya dimangsa.
Tunggu, tetapi … apa boleh begitu? Haruskah Samsara membiarkan keadaan tetap berjalan? Seperti kalimat “yang terjadi biarlah terjadi”?
Namun, apa jadinya jika dia tidak memilih untuk bertindak sama sekali?
“Lari! Lari!”
Jeritan Timun Mas memecah lamunan Samsara. Ketika tanah bergetar semakin hebat, dia pun langsung mengangkat kepala untuk melihat keadaan di sekitar.
Timun Mas berlari meninggalkannya. Gadis itu tidak peduli lagi. Selama dia sudah memberitahu terlebih dahulu, itu sudah cukup. Dalam keadaan sedang dikejar seperti ini, bukan saat yang tepat untuk membantu.
Samsara mengerti itu. Dia biarkan Timun Mas berlari menjauh.
Peringatan!
Akhir cerita harus diubah untuk memenangkan permainan
Samsara berdecak kesal. Bagaimana dia bisa bertindak kalau semua sudah terlambat? Jika dia kalah, jelas perjuangannya untuk mendapatkan uang selama ini akan sia-sia.
“Menyebalkan!” gerutu Samsara.
Tunggu, barangkali dia bisa mencari Timun Mas dan ….
Samsara melotot ketika langit mendadak hitam. Area pandangnya menghilang, seakan matahari yang bersinar ditendang jauh sampai lenyap. Begitu mendongak, gadis itu terkesiap.
Matahari tidak menghilang. Ia hanya ditimpa bayangan pekat.
Kaki yang begitu besar terangkat tak jauh darinya. Itu kaki si raksasa.
Belum sempat melarikan diri, kaki raksasa berdentum. Gempa kecil itu menggoyahkan keseimbangan Samsara. Dia terjatuh, kesempatannya terkikis. Napasnya putus-putus. Maut mengintai.
“Sial!”
Sebelum bisa bangkit, telapak besar itu tiba di atas Samsara. Tertarik gravitasi, hingga menginjaknya.
☠️ Kamu Kalah ☠️
Ribuan suara patah dan lendir merah mengisi udara yang sesak di angkasa. Raksasa menghentikan langkah, sadar kalau dia tengah menghancurkan satu mangsa yang indah.
***
“Selamat datang kembali!”
Sambutan itu memecah keributan para peserta yang baru saja menyelesaikan permainan. Ada yang terkejut, ada pula tawa hingga ocehan. Semua menyatu dalam satu ruangan yang begitu luas.
Dia yang selama ini menunggu mereka dalam permainan, hanya bisa menarik garis senyum dalam diam, menyaksikan para pesertanya yang telah kembali. Matanya menelusuri orang-orang yang ada kemudian menghitung dan membandingkan dari jumlah pertama kali mereka datang.
Dia menyadari sesuatu yang janggal. Jumlah peserta yang berkurang, senyumnya memudar.
“Kalian beruntung karena berhasil kembali dalam keadaan hidup.”
Ucapannya itu lantas membuat suasana menjadi hening. Para peserta saling tatap, memastikan tidak ada kejadian buruk yang menimpa temannya.
Dia melanjutkan dengan nada yang tetap tenang. “Kalian telah menyelesaikan setiap misi dengan baik. Aku mengakui kehebatan kalian yang dapat mengubah setiap alur cerita yang disediakan.”
Mereka diam dan membiarkan pria itu terus berucap.
“Sekarang, terimalah hadiah yang pantas kalian dapatkan.”
Langsung saja, para peserta berebutan berjalan menuju ruangan yang terbuka. Itulah tempat mereka akan menerima hadiah yang telah dijanjikan. Semua berkerumun hendak lekas meraih hadiah itu dan kembali pulang dengan wajah berseri. Namun, tersisa satu peserta yang berdiri diam di tengah lapangan. Dia Nadya, teman dekat Samsara yang ikut mendaftar permainan ini. Tubuhnya gemetar menyadari suatu kenyataan mengerikan yang tidak ingin diterimanya.
“Di mana Samsara?”
T A M A T
[]
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top