Part 2 : Permainan Dimulai!

"Kalian adalah orang-orang yang terpilih. Ketika kesempatan muncul, kalian gunakan dengan baik pula. Tidak banyak yang bersedia memainkan permainan ini dan mempertaruhkan segalanya demi itu. Siapa yang berhasil akan mendapat apa yang dia inginkan karena seorang pejuang akan menikmati hasil jerih payahnya."

Semua hening menyimak ucapan dari pria itu. Orang yang sama dengan di iklan serta menerima mereka semua di sini, tidak terkecuali Samsara yang sedari tadi terus membayangkan seonggok uang yang akan diterimanya apabila memenangkan permainan ini, entah apa itu, dia belum tahu pasti gambarannya.

"Seperti yang disebutkan sebelumnya, siapa yang menang akan mendapat uang sebanyak-banyaknya. Tapi, tidak banyak yang bisa menyelesaikan misi dari permainan ini dan keluar hidup-hidup."

Luar biasa kalimat itu terdengar di telinga Samsara. Lagi-lagi pria itu sukses membuatnya semakin tertarik untuk mengikuti permainan yang dia ciptakan, tidak peduli apa taruhannya nanti.

Samsara berdiri di sebuah ruangan yang luasnya hanya sebatas lapangan basket bersama beberapa peserta lain, barangkali juga jumlahnya puluhan hingga tidak jelas wajah siapa lagi yang terselubung di antaranya. Mereka tidak saling kenal apalagi bertegur sapa, bahkan Samsara dan Nadia yang berdiri berdampingan pun hanya saling tersenyum kemudian sibuk mengamati ruangan dan mendengarkan ucapan pria itu.

Dia berdiri di atas sana, lebih tepatnya di balkon sementara mereka hanya bisa mendongak dan menyimak. Wajahnya terselubung bayangan dan bahkan jika cahaya di ruangan ini cukup terang pun tidak jelas juga rupa pria itu saking jauhnya jarak antara dia maupun peserta permainan. Meski begitu, Samsara masih ingat wajah yang sama terpampang di iklan tadi. Dengan suara dan nada bicara sama sudah menjadi bukti kuat bahwa pria di atas merupakan orang yang sama.

"Kalian lagi-lagi tidak salah dengar, permainan ini memang berbahaya. Selain melibatkan keahlian dalam diri, lengah sedikit saja nyawa jadi taruhan." Dia menambahkan.

Layaknya anak kecil yang menyimak dongeng dari orang tua, mereka berenam mendengarkan tanpa bicara maupun bereaksi lebih. Pemandangan yang janggal bagi Samsara karena di sekolah saja pasti ada yang mengomentari materi yang baru saja disampaikan oleh guru mereka. Tapi kali ini, semua diam termasuk dirinya.

"Behind the Folklore merupakan permainan virtual reality, yang artinya kalian bisa bermain dan merasakan pengalamannya di saat yang sama layaknya bermain langsung. Dalam artian sesungguhnya, kalian akan kuantar masuk ke sebuah gim virtual dan kalian akan mengalaminya secara langsung seakan memasuki dunia baru."

Dia memang tidak akan berhenti bicara, terus saja menerangkan tanpa diminta maupun dilarang. Semua yang dia ucapkan terdengar jelas dan tidak ada terdengar unsur aneh selain fakta betapa lancarnya ia berucap.

Samsara sedikit iri dengan kemampuan itu. Dia bukan gadis pendiam maupun banyak bicara, tapi dia kadang kala kesusahan bicara tanpa tersendat yang mana tentu sangat mengganggu. Sementara pria ini terlihat mengucapkan segala yang ada di kepalanya tanpa hambatan maupun kesalahan seakan bukan manusia sungguhan.

Tunggu, apa dia memang manusia?

Dia tidak pernah memperkenalkan diri, hanya menyebut diri sebagai "Professor" namun tidak pernah menjelaskan gelar dari mana yang dia dapatkan itu maupun nama dia. Memang caranya bicara sudah sedikit menjelaskan. Barangkali karena telah lama mengajar sehingga mengobrol langsung bukan suatu hambatan baginya, semua lancar dan terdengar jelas. Meski sebagian ucapan itu, Samsara mengakui bahwa dia masih sedikit kurang mengerti.

Nyawa jadi taruhan. Apa maksudnya? Apa mereka akan dilempar ke medan pertempuran? Atau dijadikan kelinci percobaan? Tiada gunanya menyesal atau ragu, dia telah terdaftar seperti peserta lain dan tinggal menunggu giliran untuk bermain.

Tapi, bagaimana caranya? Adakah buku panduan atau setidaknya sesuatu yang bisa menjelaskan beberapa hal dalam dunia virtual itu?

"Selama bermain, kalian tentu akan dibimbing oleh beragam alat yang telah diprogram untuk memberi penjelasan pada setiap hal dalam permainan ini." Nah, sekarang orang ini bertingkah seakan telah membaca pikiran Samsara.

"Setiap dari kalian akan disediakan jam untuk memberi tahu apa saja-keterangan tempat, waktu, maupun makhluk yang ada di sana."

Samsara mengamati benda yang melingkari tangannya. Memang waktu kali pertama dia masuk ke sini, sebuah sistem menyuruhnya memakai segala yang disediakan, termasuk jam tangan ini. Awalnya, dia kira ini hanya jam biasa hingga pria itu menjelaskan.

"Baik, mungkin semua akan berjalan lancar." Samsara membatin.

"Kalian akan menginap di sana selama beberapa waktu," tambah pria itu. "Tapi, waktu di sana berjalan lebih cepat dan setelah permainan selesai, kalian hanya menghabiskan waktu seharian saja dan pulang ke rumah dengan membawa imbalan yang aku janjikan."

Bagus, Samsara senang mendengarnya terutama pada kalimat terakhir. Dia tidak perlu takut akan menghabiskan banyak waktu. Tentu saja, ini dunia gim yang hanya untuk bermain sesaat. Dia juga bisa pulang lebih cepat dan mendapatkan uang. Meski tidak tahu gambaran permainan yang dimaksud sedari tadi melainkan hanya bertualang dalam gim yang terasa nyata.

"Ada sejumlah peraturan khusus dalam permainan ini," ujar pria itu lagi. "Lakukan apa saja asalkan dapat mengubah akhir dari cerita yang ada."

"Akhir cerita yang ada?" batin Samsara.

Rupanya, pria itu tahu apa yang mereka pikirkan.

"Gim ini aku ciptakan berdasarkan alur cerita rakyat yang kalian semua kenali," ujarnya. "Masing-masing dari kalian akan menggubah cerita itu sendiri. Jika tidak, akan ada konsekuensi."

Konsekuensi? Ah, barangkali hanya batal mendapat uang. Tapi, itu sudah cukup mengerikan bagi Samsara.

"Jangan anggap remeh permainan ini karena nyawa taruhannya," ucapnya.

"Kenapa?" tanya seorang lelaki di antara mereka.

Pria itu menatapnya. "Karena aku ingin melihat seberapa jauh sebuah cerita dapat diubah. Semakin bagus, semakin banyak juga bonus hadiahnya nanti."

Terdengar aneh, tapi bagi Samsara, orang yang berkuasa terserah mau berbuat apa meski hal itu sangat konyol sekali pun.

"Saat memainkan permainan ini, ingatlah bahwa setiap tindakan dapat memengaruhi kejadian setelahnya," tambahnya. "Kalian tidak bisa selamanya bersantai atau bertindak sesuka hati. Karena akan berdampak pada nasib kalian dalam permainan ini."

Semua diam mendengarkan. Tidak ada yang protes meski Samsara dapat melihat sebagian wajah telah menunjukkan keberatan namun tidak disampaikan.

"Behind the Folklore aku ciptakan saat masih sebaya dengan kalian," ujar pria itu. "Aku tidak bisa mencobanya sendiri lantaran sudah terlalu tua. Namun, aku tidak akan membiarkan ciptaanku terbuang sia-sia tanpa percobaan terlebih dahulu."

Nah, semua terdengar lebih konyol dari yang Samsara duga. Semua ini terjadi karena keinginan dalam diri sang pria yang tidak bisa tercapai lantaran suatu hambatan yang tidak bisa dia hindari. Namun, dia juga menyuruh orang lain melakukan ini semua hingga tibalah mereka semua di sini.

Samsara tahu ini hanya permainan biasa, tapi dia tidak bisa menganggap remeh lantaran nada bicara pria itu sudah membuktikan bahwa ini permainan yang menuntut segala keahlian dengan risiko yang jauh lebih berat-kehilangan nyawa.

Samsara menelan ludah. Bagaimanapun dia harus berhasil agar mendapatkan uang sebanyak mungkin. Maka, dia mempersiapkan diri.

Dengan segala alat yang pria itu berikan kepadanya, Samsara yakin bahwa dia telah mempersiapkan semua ini dengan matang. Tidak mungkin pria sekelas dia hanya main lempar anak orang sekadar mengisi rasa penasaran dan ambisinya akan sebuah karya ciptaan. Samsara tahu bahwa semua ini telah direncanakan dan dia menjadi salah satu yang terpilih.

"Sekadar menambahkan, ponsel kalian tidak akan berguna jika dibawa di sana lantaran sinyal belum ditambahkan," ujar pria itu lagi. "Jika kalian ingin saling menghubungi, selesaikan dulu permainannya dan tunggu temanmu kembali."

Samsara dan Nadia bertatapan, keduanya tentu kecewa dengan kenyataan baru ini. Padahal dia berniat akan terus mengirim pesan kepada Nadia untuk sekadar menghibur diri dan saling menyemangati. Dia tentu tidak bisa membayangkan dirinya keluyuran sendirian di negeri orang tanpa kenalan. Begitu juga yang dia bayangkan akan isi hati temannya saat mendengar kabar yang sama.

"Tapi, ini hanya permainan." Samsara berusaha menghibur diri. Semua akan berakhir dengan cepat dan dia mungkin tidak akan bosan bermain di sana dalam jangka waktu tertentu. Toh, Samsara akan sibuk dengan tugas dalam permainan nantinya sehingga dia mungkin akan sedikit lupa dengan dunia nyata di luar sana.

Ini hanya permainan. Dia akan bersenang-senang dan pulang membawa uang.

Samsara mengamati pakaian yang dia kenakan saat ini. Dia merasa seperti memakai pakaian tebal yang tampak licin namun juga tidak panas sehingga membuatnya nyaman dipakai. Sepertinya memang dirancang demikian. Mungkin dia akan berada di wilayah dingin dan tidak perlu repot mencari baju di sana. Untuk berlari Samsara masih mengakui bahwa dia cukup lamban, tapi setidaknya warna baju yang agak gelap ini akan memudahkannya berbaur dengan alam kalau saja dikejar sesuatu.

Apa pun itu, Samsara harus siap dan dia harus mendapatkan imbalannya.

Pria itu berpaling hingga yang tampak hanya punggungnya saja di atas sana. "Permainan dimulai!"

Saat itulah Samsara mendengar seruan peserta lain seakan hendak menyampaikan sesuatu, namun seketika senyap kembali seakan mereka telah ditelan bumi.

Samsara hendak mengamati sekeliling, namun pandangannya telah dipenuhi cahaya.

Dia menutup mata, semburan cahaya itu sudah cukup mengganggu penglihatan. Belum sempat beradaptasi dari serangan cahaya tadi, tubuhnya terjatuh dengan pelan ke tanah.

Samsara mengatur napas, mata masih tertutup mengira cahaya masih bersinar di sekitar. Butuh waktu beberapa saat sebelum akhirnya dia memberanikan diri membuka mata.

Tepat di depannya, terpampang luasnya hutan rimba.

Dari jam tangan yang dia kenakan, terlihat notifikasi baru.

[Selamat Datang di Behind the Folklore]

[]

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top