tujuhpuluh

Maya membuka matanya perlahan. Gadis itu meringis, kepalanya begitu pening saat ini. Terdapat juga rasa perih yang menjalar di area perutnya.

Seorang pria mendekat dan menggenggam tangan Maya begitu saja.

"Kamu sudah bangun?" tanyanya cemas.

Sean melepaskan genggamannya. Kemudian memencet tombol untuk memanggil petugas kesehatan yang berjaga.

"Ah, ya. Saya Sean, kalau kamu lupa."

Maya bergumam pelan. "Apa yang terjadi?"

Mata Maya otomatis terpejam saat kilas balik kejadian hari ini terlintas dalam benaknya. "Mbak Kivia... Mbak Kivia gimana?"

"Kivia tidak apa-apa, kamu tidak perlu khawatir," ujar Sean menenangkan. "Ah ya, orangtua kamu sedang dalam perjalanan menuju kemari."

Maya mengangguk canggung. Tiba-tiba Kiev dan Kivia masuk ke ruangan itu.

"Sean, Om Harya sudah bisa dijenguk."

"Oke." Sean kembali mengalihkan pandangannya pada Maya, cowok itu tersenyum tipis. "Aku pergi dulu ya, nanti aku ke sini lagi."

Maya hanya bisa mengangguk.

Sepeninggal Sean, Kivia duduk di samping Maya dan mengenggam tangan manajernya itu. Air mata Kivia luruh melihat keadaan Maya.

"May, maafin aku ya? Gara-gara aku...."

Kiev mengusap bahu Kivia yang tergugu. Kivia benar-benar merasa bersalah. Orang-orang yang tak tau apa-apa bahkan ikut terluka.

Maya menggeleng dan membalas genggaman Kivia. "Mbak, bukan Mbak Kivia yang salah. Orang jahat itu yang salah."

Kivia masih tersedu sambil mengelus punggung tangan Maya.

***

Kiev memasuki kamar mereka dan mendapati Kivia termenung lagi. Malam itu dingin dan Kivia hanya mengenakan kamisol dilapisi dengan robe berbahan satin yang turun di satu bahu mulusnya. Matanya memandang kosong dinding-dinding kamar. Di sekelilingnya ada album foto sang mama dari masa ke masa yang berserakan dengan terbuka. Kiev duduk di sisi Kivia. Mengulurkan tangan, memberikan pelukan hangat.

Lamunan itu akhirnya terpecah. Kivia mengerjap saat aroma tubuh Kiev menyerbu indra penciumannya. Lengan Kiev melingkari punggungnya, memberikan rasa aman dan nyaman.

Kivia dan Kiev berpandangan lama. Kiev mengusap pipi Kivia, ia dapat melihat dengan jelas akan tangis yang memupuk di mata indah itu. Kontak mata mereka kemudian terputus saat Kivia sedikit beranjak untuk duduk di pangkuan Kiev dan meringkuk memeluk Kiev erat.

Kiev mengusap lembut punggung Kivia dan sesekali menunduk mencium pelipis istrinya itu.

Lagi, Kivia menangis sekeras-kerasnya dalam pelukan Kiev.

***

Hari demi hari berlalu. Kiran dijatuhkan hukuman seumur hidup atas segala kejahatannya. Sementara pembunuh bayaran yang membantunya diserahkan pada interpol.

Kinar meminta perawat pribadinya untuk keluar dari ruangan itu. Kinar yang menggunakan kursi roda menghela napas panjang saat sosok kembarannya hadir dengan memakai baju tahanan. Kiran memandangnya tajam dari balik kaca yang memisahkan mereka berdua.

"Sialan! Kenapa kau masih hidup, heh?!" maki Kiran menggebrak meja.

"Kiran...." Mata Kinar berkaca-kaca.

"Aku ingin kau mati! Mati saja sana! Pergi dari hadapanku!" teriak Kiran kemudian meludah.

Kiran menarik rambutnya sendiri. "Benar-benar sial," umpatnya lagi.

Namun, detik berikutnya ekspresi wajah Kiran berubah drastis. "Kakak, keluarkan aku dari sini! Bereskan masalahku seperti biasanya! Hanya kamu yang bisa menyelamatkanku. Aku mohon, Kak. Ya? Please!"

Kinar menutup mulutnya dengan kedua tangan. "Kiran, cukup! Aku mohon!"

Emosi Kiran mendadak meluap dan tangannya bergerak untuk melempar kursi ke arah kaca. Kinar syok tiada tara, memundurkan kursi rodanya dan terpojok ke dinding. Kiran terus saja memekik histeris sambil melontarkan makian. Penjaga penjara segera menahan Kiran yang terus memberontak. Menendang-nendang dan membuat para petugas kewalahan.

Perawat pribadi Kinar masuk dan segera membawa Kinar keluar dari ruangan itu.

"Tolong tinggalkan saya sendiri," ujar Kinar pada perawat pribadinya.

Kinar ditinggalkan sendiri pada taman samping tempat hunian para terpidana dengan kriminalitas tinggi ini. Suasana teduh karena di sekelilingnya dipenuhi oleh hutanan.

Kinar mengepalkan tangan meredam segala sesaknya. Kepalanya menunduk dalam dengan perasaan yang luar biasa nyeri. Tiba-tiba Kinar melihat sepasang sepatu hitam muncul di depannya.

Kinar mendongak dan amat terkejut akan sosok itu. Kumara Nararya berdiri tegak di hadapannya. Mengingat masa-masa dirinya di rumah sakit dengan tak ada harapan. Kinar memang sudah sadarkan diri, akan tetapi organnya mengalami kerusakan di sana-sini hingga hidupnya harus ditunjang oleh peralatan medis. Selama itu Kinar tahu Kumara mengunjunginya. Kumara tak berkata apa pun, ekspresinya juga tak terbaca.

"Kenapa kamu tidak menjebloskanku ke penjara?" tanya Kinar memandang Kumara.

Kumara bergerak ke samping Kinar. Pria tua itu memasukkan tangan ke saku celana dan memandang lurus pepohonan hijau di depannya.

"Kenapa aku harus memasukkanmu ke penjara?"

"Aku menipumu. Aku adalah satu-satunya orang yang harus disalahkan karena telah mengacaukan penyelidikan," terang Kinar. Ya, jika ia mendengar petunjuk berpotensi mengarah pada adik kembarnya, Kinar akan segera bertindak dengan segala cara. Sebab dari itu petunjuk pembunuh Kaia Nararya selalu menemui kebuntuan.

"Kau bisa menyerahkan diri."

Hening. Kinar tahu Kumara tidak akan melunak padanya.

"Ya, aku adalah kaki tangannya."

Kumara melirik kedua kaki Kinar yang tampak baik saja padahal sebenarnya tidak. "Kakimu tak bisa berfungsi lagi."

"Ya, padahal aku suka memakai sepatu hak tinggi." Kiran memperhatikan kakinya lamat-lamat.

Kumara menghela napas panjang. Sebenci apa pun pada kemiripan wajah Kinar dengan dalang pembunuhan Kaia, Kumara kini dengan sadar bisa membedakan Kinar dengan Kiran. Kiran benar-benar wanita iblis.

Sementara Kinar, meski Kumara amatlah kecewa dan marah karena tindakannya yang menutupi kejahatan Kiran. Sedikit banyaknya, Kumara terpikirkan akan kebersamaannya dengan Kinar sejak bertahun-tahun lamanya. Entah dalam bidang profesional maupun di luar itu. Kumara tidak pernah memandang Kinar sebagai seorang wanita, tapi Kinar jelas adalah teman terdekatnya sama seperti Harya Danuatmaja.

Kumara kemudian berbalik dan melangkah pergi.

"Aku sungguh minta maaf, Kumara," ujar Kinar pelan.

Kumara meneruskan langkahnya tanpa berbalik.

***

Wayah pang sudah
Hari baganti musim
Wayah pang sudah...

Suara Kiev menggema dengan begitu merdu. Kembang api menghias langit saat Kiev melantunkan bait selanjutnya.

Kotabaru gunungnya Bamega
Bamega umbak manampur di sala karang
Umbak manampur di sala karang

Teriakan bergumuruh di Stadion Utama Gelora Bung Karno. Kiev begitu bersinar kala membawakan lagu Paris Barantai ciptaan H. Anang Ardiansyah asal daerah Kalimantan Selatan. Musik panting dari Kahada Taduh juga 100 orang orkestra mengiringi lagu dalam konser itu. Konser megah tersebut akhirnya terselenggara setelah tertunda dalam waktu yang cukup lama.

Kiev membawakan lagu daerah itu dengan apik. Lighting, sound juga ratusan para penari menambah kemeriahan konser. Penonton mengaku begitu merinding akan lagu opening yang Kiev bawakan. Suasana semakin gegap gempita dengan penonton yang juga bernyanyi bersama Kiev.

Batamu lawanlah adinda
Adinda iman di dada rasa malayang
Iman di dada rasa malayang

Pisang silat tanamlah babaris
Babaris tabang pang bamban kuhalangakan
Tabang pang bamban kuhalangakan

Tadi malam bamimpilah datang
Badatang lawan si ading lawan si ading
Rasa bapaluk lawan si ading
Rasa bapaluk lawan si ading

Penonton ternganga saat Kiev menyanyikan nada tinggi.

Selanjutnya, Kiev membawakan lagu-lagu baru yang dirilis pada album terbarunya. Pada segmen selanjutnya kemegahan panggung dimanjakan kembali oleh Kivia yang menari solo membawakan Tari Baksa Kambang. Kivia mengenakan pakaian tradisional suku Banjar dengan nuansa kuning dan hijau. Di kepalanya terdapat hiasan kepala Mahkota Gajah Gemuling, juga anyaman daun kelapa muda yang disebut halilipan menjuntai di kepalanya.

Penonton terbius akan gerak Kivia yang gemulai. Ia begitu anggun dan bersahaja. Mereka juga terkagum-kagum karena Kiev bergabung mengiringi dengan memainkan alat musik panting. Tari klasik Banjar ini adalah tari selamat datang dengan tujuan menyambut tamu undangan.

Stadion dengan kapasitas 50.000 orang ini memunculkan lautan cahaya yang terdampar luas karena Kiev Fans Club menyalakan flashlight atau lighstick mereka. Kumara menatap bangga putri kesayangannya kembali menari. Kumara bersama Harya, Sean dan menonton dari kursi VVIP serta undangan VVIP lainnya.

Di akhir penampilannya, Kivia menyerahkan kembang bogam yang dirangkai dari bunga mawar, melati, kantil dan kenanga kepada Kiev dengan lembut. Kiev tersenyum dan menerima pemberian Kivia dengan penuh hormat.

Dalam sejarah, pada abad ke-15 SM tari Baksa Kembang ini diambil dari kisah cinta Putri Kerajaan Kuripan yang memberikan hadiah berupa setangkai bunga teratai kepada kekasihnya, Pangeran Surya Wangsa Gangga. Pangeran Surya berasal dari Kerajaan Daha dan Dipa Kalimantan Selatan.
Gemuruh tepuk tangan penonton terdengar ketika penampilan Kivia benar-benar usai.

***

Konser akbar itu telah berakhir. Di backstage hanya beberapa pihak manajemen dan panitia konser yang tersisa. Konser ini sudah resmi ditutup dan terselenggara dengan luar bisa sukses.

"Aku bangga banget sama kamu," ujar Kivia saat ia hanya tinggal berdua Kiev di ruangan wardrobe. Di luar masih ada beberapa yang berlalu lalang sebelum pulang beristirahat.

Kiev meletakkan botol minumnya dan segera meraih istrinya itu ke dalam pelukan.

"Terimakasih ya, Ya... Terimakasih, Sayang...." Kiev membenamkan kepalanya ke ceruk leher Kivia.

Kivia mengusap punggung Kiev. "Maafin aku ya, gara-gara masalah kemarin konser kamu harus ditunda dulu...."

Kiev lantas melonggarkan pelukannya lalu menjawil ujung hidung mancung Kivia. "Hey, kamu harus berhenti merasa bersalah karena itu benar-benar bukan salah kamu, Ya."

Kiev mengecup Kivia singkat saat wajah istrinya itu masih tertekuk sedih.

"Hey, emang begini jalannya, Ya. Memang baru sekarang waktunya. Toh, walaupun tertunda konsernya bahkan melebihi ekspektasiku lho," kata Kiev sembari mencubit pelan pipi Kivia.

Kivia akhirnya mengangguk dan tersenyum tipis. Kivia mendekatkan wajahnya untuk mencium Kiev.

Sebelum Kivia menjauh, Kiev menangkup kedua pipi Kivia dan kembali melenyapkan jarak di antara mereka.

END

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top