satu
Tiga, dua, satu ....
“LET'S MAKE SOME NOISE!!!”
Teriakan penonton kian dahsyat memenuhi arena konser. Di atas panggung utama, Kiev membawa senjata andalannya; gitar listrik. Cowok itu berdiri kokoh di depan stand mic. Membawakan lagu terakhir dalam konser perdananya di usia 27 tahun.
Konser yang sangat meriah itu diselenggarakan di dalam stadion olahraga dengan jumlah penonton yang fantastis.
Sembari bernyanyi, Kiev melompat-lompat seirama hentakan drum. Berpadu dengan alat musik lainnya yang dibawakan oleh band pengiring. Bersinar di bawah lampu sorot utama, sosoknya tampak begitu ethereal.
Cowok itu mengenakan kaos putih tanpa lengan dipadukan dengan jeans robek pada bagian lutut. Ia tetap terlihat tampan meski dibanjiri oleh keringat. Entah kenapa para penggemarnya yang didominasi oleh kaum hawa itu kian gila tiap kali Kiev mengacak rambut, kemudian bulir keringat syurgawi itu akan terbang ke mana pun ia mau.
Kiev Fans Club yang terkenal dengan akronim KFC, jelas heboh bukan main. Memandang sosok Kiev secara live, membuat jantung mereka seolah zumba mendadak. Apa pun gerak-geriknya, idola sejuta umat itu selalu memantik respons berlebih.
Sesederhana saat Kiev tersenyum sambil melambaikan tangan, menyugar rambut atau saat ia membasahi bibir. Dijamin, langsung lope-lope in the air para pasukan KFC jagonya ayam.
Apalagi kala dewi fortuna menyambangi mata mereka untuk bisa eye contact sama Kiev. Kalau bisa, langsung masukin ke daftar prestasi di riwayat hidup; tatap-tatapan dengan Kiev Bhagaskara. Biar dua detik doang mah nggak masalah, yang penting tatap-tatapan!
“Aduuuh! Plissss kutuk gue jadi mikrofon!!!” seru si KFC 1.
Terus nggak lama si KFC 2 menyahut, “Ada yang jual peluhnya babang Kiev nggak, sih? Setetes aja nggak apa-apa, kenang-kenangan!”
“Kayaknya gue kecipratan nih, sini setetes 90 juta!” tawar KFC 3 dengan suara tak kalah nyaring.
“Diem woy! Pacar gue lagi nyanyi, ngomong mulu lo pada!” omel KFC 4 yang tergolong 'fangirl penuh konsentrasi' melawan 'fangirl komen mulu' yang langsung terpelatuk.
“Eh ... Abang Kiev tuh my future husband, woy. Dia lagi nunggu gue wisuda!”
“Weh, pernah kelilipan sendal jepit kagak lu? Jelas-jelas Kiev Bhagaskara itu calon imam gueee!!!”
“Enak aja! No, no, no! Tolong ya, ikhlasin aja Mas Kiev Bhagaskara itu udah ditakdirin jadi laki gue dunia akheraaat!”
Tanpa bisa dihindari, terciptalah sinema para fangirl halu memperebutkan pria tampan di atas panggung yang memiliki gelar 'pacar/suami nasional.'
Namun, tenang saja. Peperangan itu tak berlangsung lama karena suara merdu Kiev membuat sekawanan cewek itu melakukan perdamaian tercepat di dunia. Layaknya anak TK yang baru berantem nggak lama langsung baikan.
Bahkan mereka kini dengan kompaknya saling merangkul dan melompat-lompat menikmati penampilan Kiev. Tak ketinggalan mereka ikut melantunkan lagu Kiev yang berjudul Come. Kira-kira begini secuil kutipan liriknya.
Darling, i wish you could come
Even i never to be your home
I know its been a while
But i always wish you to come
Even i never to be your home
Oh, darling....
I wish you could come....
Come into my life ....
Again....
Meski liriknya cenderung sedih, musiknya bernuansa rock namun tetap enak didengar. Lagu itu teralun indah dan beberapa bagian diwarnai oleh fanchant kebangsaan Kiev Fans Club sejak zaman dahulu kala yang berbunyi, “KIEV WE LOVE YOU! KIEV WE HEART YOU! KIEV! KIEV! KIEV! KIEV!”
Kiev Fans Club menyerukan fanchant itu dengan semangat membara sampai suara mereka serak seperti kodok.
Every single day, i am thinking of you ....
Suara Kiev yang lembut di akhir lagu dengan jari telunjuk mengarah pada rombongan KFC yang lantas jerit-jerit tak karuan. Belum cukup sampai di situ, Kiev menambahkan bonus dengan mengedipkan satu matanya. Wink itu berhasil membuat arena konser kian gempar.
“OKE SAMPAI JUMPA DI KONSER BERIKUTNYA!” tutup Kiev disambut oleh keriuhan penonton saat konser itu resmi berakhir.
Kiev Fans Club sesungguhnya tidak rela konser ini harus selesai begitu saja. Namun, bisa menjadi saksi nyata dalam konser megah sang idola akan menjadi kenangan indah yang selalu mereka ingat.
Seorang Kiev Bhagaskara memang sudah digandrungi para penggemar sejak ia masih menjadi artis cilik. Saat remaja pun ia berhasil menyabet berbagai penghargaan baik sebagai musisi maupun aktor profesional.
Kiev tersenyum puas seraya melepas kaosnya sembari berjalan di belakang panggung dalam keadaan banjir keringat. Ya, sekarang cowok itu bertelanjang dada dengan abs alias roti sobek yang lumayan walaupun nggak sesempurna binaragawan. Yah ... karena dia memang bukan penyanyi rasa binaragawan kayak Agung Hercules.
“Mantul, Kiev! Konsernya pecah gilaaa!!!” heboh Mbak Vanya kegirangan.
Selain tiket yang ludes terjual hanya dalam waktu singkat, keantusiasan penonton saat konser dari awal sampai akhir membuktikan eksistensi Kiev di dunia entertain sama sekali tak perlu diragukan.
“Ini juga nggak lepas dari kerja keras Mbak sama tim. Makasih banyak ya, Mbak.” Kiev tersenyum menerima handuk kecil yang diulurkan manajer pribadinya itu untuk menghapus keringat.
Mbak Vanya balas tersenyum. Meski saat remaja Kiev cenderung super duper menjengkelkan, ia tahu laki-laki ini memiliki hati yang baik.
Peristiwa kelam di masa lalu menjadi pelajaran hebat bagi Kiev. Saat ia difitnah oleh bos agensinya sendiri sampai harus berurusan dengan pihak berwajib. Ditambah dengan tragedi penculikan oleh bandar narkoba sindikat internasional yang hampir merenggut nyawanya. Kiev resmi keluar dari agensi itu dan vakum dalam kurun waktu yang cukup lama.
Kiev yang awalnya sangat tidak menyukai kegiatan belajar, memaksa diri untuk belajar gila-gilaan. Berkat itu, ia berhasil terdaftar sebagai mahasiswa salah satu perguruan tinggi di Amerika Serikat. Tak tanggung-tanggung, cowok itu mengambil double degree. Music dan Business Management.
Setelah berhasil mengantongi gelar master di usianya yang ke 24 tahun, Kiev kembali meniti kariernya di tanah air dan mulai berkecimpung di dunia bisnis. 3 tahun berlalu, Kiev mulai merasakan hasil apa yang telah ia usahakan.
Malam kian larut. Kiev lantas memasuki van mewah yang telah dipersiapkan untuknya. Bersandar dengan nyaman dan memejamkan mata. Masih terbayang dengan jelas betapa dahsyat euforia pada konser tunggalnya tadi.
“Sekarang kamu istirahat. Besok jadwal kita tambah, makin, super luaaar biasa padat,” cerocos Mbak Vanya yang duduk di kursi depan bersama Pak Jarwo, supir pribadi Kiev.
Semenjak Kiev keluar dari agensi itu, Jarwo dan Vanya juga ikut hengkang. Keduanya tidak menyangka bos mereka bisa-bisanya menjadikan Kiev sebagai kambing hitam atas kejahatan yang sama sekali tidak Kiev lakukan.
Mereka sempat bekerja di bidang lain, namun saat Kiev kembali, cowok itulah yang pertama kali mencari mereka berdua. Kiev sudah sangat nyaman bekerja dengan Vanya dan Jarwo. Keduanya sudah Kiev anggap sebagai keluarga.
Kiev memandang Mbak Vanya dan Pak Jarwo sambil tersenyum hangat. Entah apa yang akan terjadi jika tidak ada orang-orang ini dalam kehidupannya.
***
Hari baru menyambut dengan cerah. Pagi ini Kiev begitu elegan mengenakan setelan jas formal. Sangat pas pada posturnya yang proporsional. Rambutnya yang hitam legam ditata lebih rapi dari biasanya, memamerkan jidatnya yang menawan.
Senyum ekstra manisnya pun selalu menghias. Kiev terlihat amat santai dengan banyaknya kilat lensa kamera yang membidiknya dari berbagai penjuru. Cowok itu bahkan tidak terlalu banyak berkedip oleh flash kamera yang seolah datang mengeroyoknya. Semua sudah seperti rutinitas.
Di halaman depan gedung tinggi itu, Kiev menyapa awak media dengan ramah dan melambaikan tangan pada barisan penggemarnya yang ada di titik lain. Meski sekarang ia tak bisa lagi dikatakan sebagai remaja, Kiev tetap memiliki penggemar yang menggilainya. Tentu saja, karena ia tumbuh dengan sangat baik dan bermetamorfosis menjadi pria idaman para wanita.
Kiev lalu menolehkan kepala ke kanan dan ke kiri, membagi senyum sopan pada rekan bisnisnya. Ia mulai melangkah, kemudian perlahan tapi pasti menggunting pita yang membentang. Terpotongnya pita tadi menunjukkan resminya gedung mewah menjulang, perusahaan yang Kiev bangun dengan hati dan juga ambisi.
K-Entertainment.
Tepuk tangan bertalu dengan meriah. Senyum bangga bercampur rasa tak percaya tergambar pada wajah Kiev. Berawal di sebuah studio kecil, jatuh bangun Kiev berkarya tanpa henti. Hingga studio kecil itu berganti dengan gedung luar biasa mewah. Kiev resmi menjabat sebagai CEO di usianya yang menginjak 27 tahun.
K-Entertainment tidak hanya menangani aktivitas keartisan Kiev, tetapi juga menjaring pekerja seni tanah air berbakat yang perlu diapresiasi.
Tidak hanya dalam bidang musik, K-Entertainment juga merambah pada bidang perfilman dan animasi. Kiev juga mengembangkan bisnisnya di bidang properti serta kuliner.
Kiev akan memanfaatkan segala kesempatan yang datang padanya sekecil apa pun itu. Bayang-bayang kelam di masa lalu benar-benar memberi tamparan bagi hidup Kiev.
Penggemar yang awalnya meninggalkan, seluruh rakyat yang menghakimi, ancaman pada keluarganya dan sisa trauma akan kenangan buruk yang masih membayang.
“Kiev, sudah siap?”
Kiev tersentak dalam lamunan. Ia menatap kaca, seorang hair stylist memberi sentuhan akhir untuk rambutnya. Kiev membenarkan dasinya dan berdiri tegap siap bertempur kembali dengan segala kesibukan.
Sekarang Kiev harus melakukan sesi pemotretan. Kiev pun bergaya bak model profesional. Meski tidak berprofesi sebagai model, wajah Kiev sering menghias cover majalah ternama. Ia juga pernah memenuhi permintaan beberapa perancang busana untuk berjalan di atas runway.
Semua tampak berjalan sempurna. Wishlist yang ia tulis dari beberapa tahun yang lalu, bahkan yang Kiev anggap mustahil sekalipun terkabul satu demi satu. Semua itu tak lepas dari usaha serta doa. Apa yang ia geluti berkembang pesat dan bahkan bisa menciptakan lapangan pekerjaan untuk orang lain.
Usai sesi pemotretan, Kiev duduk bersama seorang wanita yang bertugas sebagai host. Kini ia akan tapping program eksklusif yang bertajuk; Satu Jam Bersama Kiev Bhagaskara.
“Sekarang kita shoot bagian preview dulu ya,” kata wanita berambut bob itu, matanya seperti sabit saat tersenyum.
Kiev mengangguk, membenarkan jas dan posisi duduk. Cowok itu mulai fokus pada kamera di depannya.
“Saksikan, program Satu Jam Eksklusif bersama saya, Kiev Bhagaskara. Jum'at depan ....” Kiev bicara dengan begitu santai sembari mengulas senyum semanis gula.
***
“Istilah The Celebrity CEO pernah dikemukakan oleh Majalah Forbes pada tahun 2010. The Celebrity CEO bisa didefinisikan secara sederhana sebagai sebuah sebutan untuk selebriti yang mungkin dikagumi dengan bakat menyanyi atau acting mereka di layar kaca, tapi ... nggak banyak yang tahu bahwa di balik layar, mereka juga berhasil dengan bisnis besar yang mereka jalankan. Contohnya selebriti yang juga sukses sebagai pelaku bisnis yaitu Jay-Z, Oprah Winfrey, Jennifer Lopez dan sederet bintang lainnya.”
Owi Cyntia, host berambut bob itu membetulkan letak kacamatanya dan menatap kamera dari angle yang berbeda.
“Bagaimana dengan selebriti kita di Indonesia? Tahun lalu, pasangan selebriti Raffi Ahmad dan Nagita Slavina digadang-gadang sebagai selebriti terkaya di tanah air. Namun, idola sejuta umat dengan segudang prestasi, yang sebenarnya juga sempat vakum cukup lama dari dunia entertain, mungkin bisa dipertimbangkan sebagai next The Celebrity CEO of Indonesia. Bersama saya, Owi Cyntia dalam program, Satu Jam Bersama Kiev Bhagaskara.”
Tepuk tangan mewarnai saat Kiev masuk dan duduk di kursi empuk di samping host. Kiev masih mengenakan setelan sehabis pemotretan tadi. Ia menyalimi Owi yang langsung tersenyum riang.
“Apa kabar, Kiev? Kabarnya ganteng-ganteng saja, kan?” tanya Owi setengah bercanda.
Kiev tertawa ringan. “I'm feeling grateful. Mbak Owi gimana kabarnya?”
Senyum Mbak Owi makin lebar. “Pretty good. Sebuah kehormatan bagi saya karena bisa wawancara secara eksklusif bersama CEO K-Entertainment.”
“Saya yang merasa terhormat bisa diwawancarai dengan wartawan senior seperti Mbak Owi,” kata Kiev tak ingin merasa diagungkan.
“Kalau ada kata senior itu terdengar menunjukkan umur saya juga senior gitu ya.” Mbak Owi terkekeh. “Baik, Kiev Bhagaskara. Kamu menulis lirik lagu dan kamu juga memproduserinya. Lagu kamu benar-benar easy listening. Akting kamu juga luar biasa, bahkan ada yang menyebut kamu sebagai The Next Reza Rahardian. karena kamu benar-benar bisa masuk ke peran apa saja yang dituntut oleh film tersebut.”
“Mbak Owi terlalu memberi saya limpahan pujian pada hari ini. Saya bersyukur tentunya kalau respon masyarakat baik terhadap kemampuan acting saya, tapi di sisi lain saya merasa nggak pantas untuk disandingkan dengan skill acting seorang Mas Reza Rahardian. Mungkin itu terlalu ... bagaimana ya?”
“Ya, Kiev. Saya mengerti. Apa pun itu, kamu melakukan yang terbaik dengan caramu.” Mbak Owi menepuk pundak Kiev bersahabat.
“By the way, kalau saya nggak salah. Sepanjang tahun kemarin kamu sibuk menghias layar bioskop dengan berbagai judul film. Sekarang apa rencana kamu ke depannya?”
“Seperti kata mbak, kemarin udah full projek film. Sekarang ada satu projek judul film lagi. Tapi masih awal banget. Setelah itu tahun ini saya mungkin akan beristirahat sejenak dari dunia perfilman dan akan fokus menggarap album terbaru saya. Rencananya begitu, tapi saya nggak bisa memastikan yang terjadi ke depannya. Beberapa hal tak terduga bisa aja terjadi ya kan, Mbak.” Kiev tersenyum tipis.
“Wah, saya selalu menantikan karya-karya kamu tentunya. Apa pun itu. By the way in the bus way lagi nih ya, mungkin ini topik yang agak sensitif. Saya nggak bermaksud untuk mengoyak luka lama untuk kamu. Namun, hal ini mungkin bisa jadi pelajaran bagi pemirsa. Bagaimana sih kamu bisa melewati skandal besar kamu di masa lalu, yang saya dan masyarakat tahu dengan baik bahwa itu bukan kesalahan kamu. Jatuh bangun kamu dulu, dan bisa survive sampai kita bisa saksikan K-Entertainment hadir dengan megahnya saat ini.”
Kiev membasahi bibir. Topik ini memang belum pernah dibahas di manapun. Kiev menarik napas lalu mengembuskannya dengan perlahan. Cowok itu juga meminta izin untuk minum terlebih dahulu. “Hm ... skandal itu terjadi sepuluh tahun yang lalu. Waktu saya berumur 17 tahun, tentang narkoba bernilai cukup besar, dan kalau saya nggak terbukti nggak bersalah waktu itu mungkin saya bakal kena hukuman mati.”
Mbak Owi menyimak kemudian menimpali omongan Kiev, “Nggak sampai di sana, setelah kamu bebas dari tuduhan. Kamu juga mengalami penculikan dan percobaan pembunuhan oleh mafia narkoba yang terkait dengan kasus kamu itu.”
Kiev mengangguk. “Saya harus direhab dan melakukan hipnoterapi karena trauma yang mengguncang hidup saya. Setiap malam itu, seperti mimpi buruk. Saya juga menerima ancaman, orang itu akan mencelakai bunda saya jika saya buka mulut. Alasan terkuat kenapa saya harus jadi ‘orang’ saat ini. Bukan semata-mata karena materi atau kekuasaan, tapi saya ingin melindungi orang-orang yang saya sayangi apa pun yang terjadi. Saya nggak mau jadi remaja 17 tahun yang saat itu nggak bisa melakukan apa-apa, bahkan untuk melindungi diri saya sendiri.”
Terhenyak dengan penuturan Kiev, Mbak Owi tersenyum getir. “Masa lalu yang buruk memang nggak bisa diubah. Tapi kamu sudah bekerja keras, Kiev. Saya yakin bunda kamu, keluarga, sahabat dan penggemar kamu sangat bangga dengan apa yang kamu perjuangkan saat ini. Terimakasih sudah bertahan, Kiev.”
“Terimakasih banyak, Mbak. Benar kata mbak, setelah masa kelam itu saya benar-benar bersyukur masih banyak dikelilingi orang-orang baik. Nama baik saya telah pulih, perlahan trauma dari tindak penculikan itu juga berkurang meski belum punah seutuhnya. Saya menikmati sisa kehidupan SMA saya dengan teman-teman di sekolah. Menata masa depan saya.”
“Oke, aduh jadi mau nangis saya.” Mbak Owi tampak berkaca-kaca mengenang betapa beratnya beban yang Kiev pikul saat itu.
“Kita banting setir ke pembahasan berikutnya ya, ini tentang single kamu yang berjudul Come. Gosipnya ada cerita istimewa tentang lagu itu ya?”
“Eits, sebelum cerita Kiev akan membawakan lagu Come di studio kita. Ini versi akustik, eksklusif hanya di Satu Jam Bersama Kiev Bhagaskara.”
Kiev telah memangku sebuah gitar akustik. Kiev yang bersetelan formal dipadankan dengan gitar akustik entah kenapa membuat auranya semakin mempesona. Jari Kiev kemudian mulai menari memetik senar.
When i looking into your eyes
You crying under thousand stars
So breaking my heart
Unconditional fate
Oh ... out of my control
You are leaving me
Alone...
Darling i wish you could come
Even i never to be your home
I know its been a while
But i always wish you to come
Even i never to be your home
Oh, darling....
I wish you could come
Even i never to be your home
Come into my life...
Again....
Every single day i thinking of you ...
Tepuk tangan dari Mbak Owi dan kru lainnya terdengar riuh. Apalagi seandainya ada penonton bayaran tentu ruangan ini akan gempar lagi.
“Versi aslinya agak rock, dan diakustikin gini jadi makin sedih parah, Kiev. Kamu mikirin apa sih sebenernya waktu ciptain lagu ini?”
“Mikirin ... seseorang.” Kiev tersenyum misterius. “Intinya, saya mau dia datang. Walaupun saya tahu, saya nggak pernah jadi rumah buat dia.”
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top