limapuluh delapan
Sorenya, Kiev dan Kivia langsung berkunjung ke area pemakaman Kaia Nararya. Kiev mengusap punggung tangan Kivia yang ada dalam genggamannya.
Usai menabur bunga dan berdoa, Kiev memerhatikan Kivia yang memandangi nisan sang mama lamat-lamat. Mengelus nisan itu lembut dengan tangan yang kini memiliki cincin terlingkar di jari manisnya.
"Anak mama sudah menikah hari ini. Ayah yang langsung menikahkan kami berdua, Ma," kata Kivia dengan lemah lembut. Seolah sedang bicara bersama sosok sang mama secara langsung.
Kivia menipiskan jaraknya dengan Kiev hingga bahu mereka saling menempel. "Kemarin sudah sempat aku kenalin ke mama, tapi sekarang aku mau kenalin lagi. Ma, kenalin ini suami Yaya, namanya Kiev."
Kiev tersenyum. "Ma, ini Kiev, suami Kivia. Kiev sering dengar Kivia cerita tentang mama.... Aku akan jagain Kivia, Ma... terimakasih sudah melahirkan putri sehebat Kivia. Kiev sangat beruntung Kivia bersedia jadi istri Kiev."
Kivia mengusap air mata harunya dan tersenyum menyandarkan kepalanya pada bahu Kiev.
"Aku juga beruntung punya suami sehebat Kiev. Mama pasti seneng banget punya menantu idaman kayak Kiev deh."
Senyum membingkai wajah Kiev dan tangannya terulur mengusap puncak kepala istrinya. Cukup lama mereka di sana. Kivia menghapus air matanya yang membasahi pipi. Mereka meninggalkan area pemakaman ketika matahari sudah hampir menggelincir di ufuk barat.
Malam hadir dan pengantin baru itu cukup canggung saat harus berdua di kamar. Mereka telah menuntaskan makan malam bersama dan akan beristirahat setelah hari yang benar-benar panjang ini.
Kivia berusaha santai meski dirinya benar-benar gugup sekamar berdua dengan Kiev. Juga tentang status baru mereka yang sudah tercatat sah menurut agama maupun negara. Kivia mencelat lalu bertingkah sok sibuk saat Kiev keluar dari kamar mandi.
"Buat besok?" tanya Kiev mendekat sembari menggosok-gosokkan handuk pada rambutnya yang basah.
Kivia meneguk ludah dan menjaga pandangan matanya karena Kiev masih bertelanjang dada dan mengenakan celana pendek.
"Iya," kata Kivia masih enggan menatap Kiev. Apalagi aroma shampo dan sabun mandi dari tubuh Kiev sangat menggoda indra penciumannya. Padahal saat syuting bersama, Kiev beberapa kali memamerkan tubuh atasnya. Namun, Kivia tetap tidak terbiasa.
"Kamu udah mandi?" tanya Kiev.
Kivia tergeragap. "Hm? Oh, udah. Waktu kamu ngobrol sama ayah di luar tadi."
"Wangi," komentar Kiev usai menempelkan hidung di bahu Kivia sekilas. Kivia sampai menahan napas saat Kiev semakin mendekat. Jantungnya berdebar-debar. Waktu kini seolah-olah melambat.
Kivia baru bisa bernapas ketika Kiev ternyata sedang mengambil kaos polos di lemari yang tepat berada di belakang Kivia.
Menghela napas lega, Kivia baru bisa menatap Kiev secara leluasa karena Kiev telah memakai kaos sambil bersenandung. Namun, Kivia masih merasa pipinya memerah saat tidak sengaja melihat abs Kiev walau hanya beberapa detik.
"Ada yang mau aku bantu?" kata Kiev setelah menggantung handuk basahnya.
"Oh, hm nggak ada, Kiev. Udah kok," kata Kivia setelah menutup lemari. Kebutuhan mereka berdua untuk acara besok malam memang sudah disiapkan.
Kivia duduk di meja rias menggunakan skincare malam. Melirik Kiev yang kini memeriksa ponselnya setelah hampir tidak menggunakan gadget seharian ini.
Kivia kemudian menaiki tempat tidur dengan canggung. Ia berbaring kaku menatap langit-langit.
"Grup film Senja di Pelupuk Borneo heboh banget liat video nikahan kita. Mereka nggak sabar dateng ke acara kita nanti," tutur Kiev sembari menggeser tubuhnya dan menunjukkan ponsel ke Kivia.
Meski tidak berbaring sepenuhnya, Kiev menumpu siku di bantal yang sama dengan tempat Kivia merebahkan kepala.
Kivia mengabaikan perasaan deg-degan itu dan membaca pesan-pesan masuk yang ada di grup bersama Kiev. Tak jarang Kiev dan Kivia melepaskan tawa berbarengan karena kelucuan teman-teman di produksi film yang mempererat hubungan mereka itu.
Usai berterimakasih dengan mengirimkan voice note yang disambut dengan gempar, Kiev meletakkan ponselnya ke nakas samping tempat tidur.
"So, gimana perasaan kamu setelah menikah?" tanya Kiev memecah keheningan.
"Hm, great...."
"Sama sekali nggak menyesal?" tanya Kiev lagi sambil menusuk pipi Kivia dengan jari telunjuk.
Kivia tertawa. "Nggak, lah. I am so lucky to have you. Kamu sendiri gimana?"
"Masih berasa mimpi," ujar Kiev terkekeh geli.
"Harus disadarin kayaknya."
Mata Kivia membulat saat mendengar pernyataannya yang terdengar aneh karena dirinya malah berpikir yang iya-iya. Sebab krik-krik yang meresahkan, Kivia mencubit pinggang Kiev hingga suaminya itu mengaduh kaget.
"Nah, kalau sakit berarti nggak mimpi, kan?" kata Kivia tertawa kikuk.
"Iya, berarti ini kenyataan. We did it." Kiev mengulurkan telapak tangannya pada Kivia dan mereka pun melakukan high five.
"Yes, we did it."
"Jadi, sehabis pernikahan kamu yakin mau ke sana?" tanya Kiev lagi.
Kivia mengangguk semangat. "Yap! Itu bucketlist aku banget. Kamu ada agenda lain yang nggak memungkinkan?"
"Oh, enggak. Aku bisa kok." Kiev hanya teringat akan pembicarannya dengan sang ayah mertua atas rencana honey moon mereka.
Kumara ingin mengirimkan tim yang akan mengamankan mereka ketika di luar negeri. Mengingat dalang pembunuhan mama Kivia belum terungkap dan rangkaian teror yang menyerang Kivia beberapa waktu yang lalu. Namun, Kiev kira kirang tepat untuk membicarakannya sekarang. Melihat Kivia begitu senang dan mengungkit pembahasan mengenai dalang pembunuhan mama Kivia yang belum saja menemui titik terang tentu akan merusak kebahagiaan Kivia saat ini.
"Aku akan jagain kamu. Tenang aja," ujar Kiev dengan sorot matanya yang hangat.
Kivia memeluk Kiev dari samping. "Terimakasih, hubby."
"Kembali kasih, sayang," ujar Kiev mencium kening Kivia.
"Jadi, habis resepsi di Jakarta. Terus kita libur kerja dua minggu sampai satu bulan ... terus kamu rencana ngapain? Masih project sama Kahada Taduh?"
"Sama Kahada Taduh sedikit lagi beres, aku produce music-nya dan rencananya nyiapin konser juga untuk mempromosikan musik-musik daerah yang wonderful banget. Kamu gimana?"
"Bantu-bantu ayah di perusahaan sama kegiatan BA aja sih, syuting iklan juga kayaknya ada beberapa."
(BA: brand ambassador)
"Maya udah konfirm kan kita nggak pake acara teleconference untuk media soal pernikahan."
Kivia mengangguk. "Kita udah memutuskan untuk nggak menutup-nutupi tapi juga nggak memberikan akses terbuka kehidupan pribadi kita setiap harinya jadi konsumsi publik."
"Kata Mbak Vanya beberapa sponsor bahkan dukung kita bikin channel berdua," kata Kiev sembari mengelus rambut Kivia.
"Kalau kamu sih aku masih percaya bisa. Kalau aku nggak kebayang sih bisa diintilin kamera ke mana-mana." Kivia mendengus kecil.
"Aku prefer ke talkshow sih kalau kita mau sharing."
"Pembawa acaranya juga yang enak komunikasi. Hm itu ... yang pernah kamu datengin itu lho. Hm ... program Satu Jam Bersama Kiev Bhagaskara?" Kivia menyengir.
"Hah? Kamu nonton?"
"Iya. Aku liat rekaman acaranya waktu kangen sama kamu."
Kiev makin kaget saat Kivia bisa berkata, "Aku punya akun lho di laman Kiev Fans Club."
"Wow, aku baru tau fakta ini." Kiev mencubit pipi Kivia. "Gemes banget sih."
bersambung
dah lah gakuat wkwkw
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top