limapuluh

Pulau Borneo kembali jadi tujuan Kiev dan Kivia sebagai tempat kencan mereka. Terlebih publikasi dan sorotan kamera mungkin tidak semasif jika berjalan berduaan seperti di ibu kota.

Selesai berkunjung ke makam sang mama, di sinilah Kiev dan Kivia sekarang. Bersama seorang local hero, mereka menaiki kelotok berukuran kecil di tengah-tengah sungai yang diapit oleh hutanan. Bahkan beberapa batang pohon besar dan ranting-ranting serta akar gantung terbentang dalam perjalanan mereka.

Suara air dan binatang yang bersahutan meliputi indera pendengaran mereka. Sementara sinar mentari tampak mengintip dari rimbunnya pepohonan.
Setelah kurang lebih satu jam, sampailah mereka di suatu desa. Kivia menyambut uluran tangan Kiev yang membantunya naik ke daratan.

"Nah, hudah hampai," ujar pria yang membantu mereka usai menyandarkan perahunya ke dermaga kecil di sana. Pria itu dipanggil dengan Amang Jali. Amang berarti paman. (nah udh sampai)

"Nggih, makasih Mang, lah." (iya, makasih paman)

Tak jauh dari dermaga, Kiev dan Kivia menemukan sebuah bangunan yang tengah dibangun. Di sampingnya ada suatu bangunan yang lebih kecil. Terdapat papan kayu yang memuat nama sekolah dengan status swasta itu. Mereka berdua tersenyum mendengar suara nyanyian Garuda Indonesia dari dalam sana.

Ayo maju maju ayo maju maju ayo maju maju....

Kivia berjalan dengan pelan dan menengokkan kepalanya di ambang pintu.

"Hah? Liati liati ... kak Yaya .... kak Yaya datang!" Seorang anak menunjuk sosok Kivia. Ucapannya membuat semua anak yang duduk bersila di kelas itu lantas menoleh ke arah Kiev dan Kivia.

Mereka kemudian bangkit dan segera berlarian menghambur memeluk Kivia.

"Buhan pian apa habarnya?" sapa Kivia sembari mengusap pundak anak-anak di sekelilingnya. (kalian apa kabar?)

"Baiiiik," koor mereka bersamaan.

"Kak Yaya makin bungas aja ih!"

(bungas: good looking)

Seorang anak perempuan yang lebih besar dari yang lainnya mencuri-curi pandang ke arah Kiev. "Kakak Yaya lawan siapa tuh? Lawan laki kak Yaya kah? Pebila kawinnya kak Yaya kada bepadahan...." (kak yaya sama siapa tuh? sama suami kak yaya, ya? kapan nikahnya nggak bilang-bilang)

Kivia tersenyum ketika matanya bersirobok dengan Kiev.

"Eh, eh. Kasian kak Yaya di muha lawang bedirian kayaitu. Ayo disuruhakan masuk...." ujar wanita paruh baya dengan kerudung motif sasirangan itu. "Masuk dulu, Nak." (kasian kak yaya berdiri di depan pintu ayo suruh masuk)

Kivia dan Kiev masuk ke dalam kelas. Mereka duduk beralaskan tikar purun, di bawahnya bukanlah lantai dari papan kayu apalagi keramik, melainkan tanah liat yang padat. Kiev mengedarkan pandangan. Plafonnya bolong-bolong. Beberapa titik memancarkan sinar matahari.

"Oh, ini kasi buhan pian dudukan dulu laaah..." kata Kivia menggiring anak-anak. (ayo cepet kalian duduk dulu anak-anak)

"Halooo. Nama kaka Kiev. Kaka bisa bahasa Banjar tapi sedikit," kata Kiev melambaikan tangannya. (Halo semuanya)

"Halo, Kakak Kiev," koor anak-anak dengan penuh antusias.

"Bungas banar ih kaka Kiev," celoteh salah satu anak yang memandang Kiev dengan binar kekaguman. (ganteng banget kaka Kiev)

"Kaka Kivia gin makin bungas. Rambutnya bepanjang daripada nang bahari." (Kak Kivia juga main cantik. Rambutnya lebih panjang dari yang dulu)

"Eh, urang Jakarta kalo sidin nih?" (Orang Jakarta kan beliau ini?)

"Jakarta tu di mana sanak?" (Jakarta itu di mana, cuy?)

"Adalah ke sananya pada ke sininya."

Mereka tergelak.

"Ading-ading, kawa ganii ka Yaya lah? kita ambil barang-barang yang ada di jukung tu yo?" (Adik-adik bisa bantuin kak Yaya ambil barang yang ada di sampan itu yuk?)

Mereka pun berlarian dengan semangat menuju dermaga yang tak jauh dari sekolah. Untuk barang-barang berukuran besar, Kiev dan Amang Jali yang membawanya.

"Wuih ada papan tulis hanyar! basapidul nih kita kada bakapur lagi," kata anak yang mengenakan baju kaos sablon free fire itu. (ada papan tulis baru, pake spidol ni ga kapur lagi)

"Umaaa, banyak mainaaaan, asiiiiiik!"

Mainan yang mereka maksud adalah media pembelajaran mainan edukatif yang dapat menunjang aktivitas belajar menjadi lebih menyenangkan.

"Ayo bepadah apa wan ka Yaya wan kaka Kiev?" kata Kepala Sekolah saat mereka kembali memasuki ruangan. (ayo bilang apa sama kak yaya dan kak kiev)

"Terimakasih ka Yaya, kaka Kiev...." seru mereka bersamaan.

"Bungas banar pian nih kak hehe kayak artis," kata gadis kecil yang terus salah fokus dengan Kiev. (ganteng bgt kaka kaya artis)

Kiev tersenyum dan mengacak rambut gadis kecil dengan bedak cemong itu. "Makasih, ading." (ading: adek)

"Kak, mun ulun ganal kena pian handak jadi laki ulun lah?" tanya anak kecil itu tak menyerah. (kak, kalo aku gede mau jd suamiku ga?)

"Astagfirullah, sidin ni laki kakak Kivia, kada boleh meambil laki urang," sahut anak yang lain. (beliau suami kak kivia ga boleh ngambil laki orang)

Kivia menahan tawanya mendengarkan perbincangan anak-anak itu.

"Ayo ading-ading, buhan pian tadi belajar sampai mana?" kata Kivia mengalihkan perhatian. Kiev dan Kivia bersama Bu Murniah menggunakan barang-barang yang sudah Kiev dan Kivia bawa untuk melanjutkan pembelajaran. (ayo adek adek kalian tadi udah belajar sampai mana)

Kiev memperhatikan dengan lekat Kivia yang tampak amat luwes mengajarkan anak-anak. Ia tidak menduga bahwa Kivia memasukkan agenda mengajar ke daerah 3T ini ke rundown kencan mereka hari ini. Perasaan hangat menjalar di hati Kiev. Tak dapat dipungkiri, Kiev begitu jarang terjun langsung untuk membantu masyarakat seperti ini. Event terakhir yang Kiev lakukan untuk terjun langsung membantu masyarakat saat kegiatan bersama Unicef beberapa tahun lalu. Karena kesibukan, ia hanya memberikan donasi atau menghadiri charity atau kegiatan amal seperti lelang.

Sedangkan gadis yang sedang mengoceh tentang pentingnya belajar dan bersekolah kepada anak-anak ini memiliki pengalaman dalam mengabdi pada masyarakat.

Kivia yang awalnya tampak mengasingkan diri dari dunia, nyatanya begitu peduli.

**

"Minta halal minta rela Ibu lah merepoti buhan pian," ujar Bu Murniah.  Mereka bertiga duduk menyaksikan anak-anak yang sedang bermain damprak di halaman sambil menikmati teh hangat dan gaguduh panas yang Bu Murniah sediakan. (maaf ngerepotin kalian)

(*damprak: engklek

*gaguduh : pisang goreng)

"Kada papa, Bu. Kadada merasa direpoti..." sahut Kivia. (gapapa, ga repot)

Bu Murniah tersenyum. "Nak Kivia sudah banyak membantu masyarakat sini. Mudahan Allah membalas kebaikan pian, Nak lah.... Makasih sudah mau melajari anak-anak di sini. Di sini ada guru honorer yang itu gin bediamnya di subarang pulau. Harus bejukung kaya buhan pian tadi setiap hari. SMP SMA ada di desa sebelah. Cukup jauh. Makanya, kada banyak yang melanjutkan sekolah. Kadang umpat bekebun lawan kuitannya, kalo yang binian iya dikawinakan...." jelas Bu Murniah.

(mudahan Allah balas kebaikan kamu. di sini ada guru honorer cuman tinggalnya jauh di seberang sungai. harus naik sampan seperti kalian tadi tiap hari. SMP SMA ada di desa sebelab. Makanya tidak banyak yang bisa laniut sekolah. Kadang ikut berkebun sama orang tuanya kalau yang cewek banyak dinikahkan)

(kuitan: orang tua)

Kivia dan Kiev pun lanjut berdiskusi dengan Bu Murniah mengenai anak-anak, sekolah juga tentang tindakan dari pemerintahan terkait. Desa ini termasuk begitu tertinggal, jangan harap ada jaringan internet, listrik saja tak ada.

Selain sekolah yang dalam tahap pembangunan itu, Kivia memberikan bibit-bibit tanaman untuk masyarakat yang ingin berkebun. Karena pengalamannya menjadi relawan di Palestina, sekembalinya ke tanah air, Kivia tergerak untuk melakukan riset membantu beberapa desa yang tertinggal dan berusaha mungkin membantu semampunya.

Maka dari itu, inilah alasan utama Kivia menerima tawaran sebagai aktris karena gajinya sebagai operator truck haul juga terbatas sedangkan Kivia tidak punya keberanian untuk menjalin kerjasama dengan pihak mana pun saat itu.

Kivia melakukan perjalanan sendiri. Ia menikmati solo trip yang ia lakukan dan mengenyahkan pikiran negatif tentang risiko berbahaya. Kivia menerapkan pepatah di mana bumi berpijak di situ langit dijunjung. Ia juga meyakini bahwa selama itu niat baik, maka tak ada yang perlu ditakuti.

Hari ini, Kivia melibatkan Kiev dalam petualangannya. Rasanya tidak ada yang salah jika agenda kencan mereka diisi dengan kegiatan yang bermanfaat. Menggoreskan kenangan indah di antara keduanya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top