enampuluh satu

"Lho, kok bangun?"

"Ada bidadari soalnya."

Kivia terkekeh geli, Kiev dengan mulut manisnya sudah dalam mode
aktif walaupun nyawanya masih mencoba berkumpul dari alam mimpi. Laki-laki itu tersenyum sembari mengusap matanya lalu menutup mulut yang menguap lebar.

"Tidur lagi," kata Kivia menaiki tempat tidur dan membelai lembut kening Kiev dengan ibu jarinya.

Kiev menelusupkan tangannya melingkari pinggang Kivia. "Wanginya...."

"Nggak lanjut tidur lagi?"

Kiev menggeleng. "I love you, Rembulan Kivianisya...."

Pipi Kivia bersemu mendengar suara Kiev yang halus. Belum lagi pancaran matanya yang membuat Kivia merasa begitu disayang. Kivia mengusap belakang rambut Kiev kemudian merunduk untuk menciumi kening, pipi, hidung, dan dagu suaminya.

"Thank you for everything, hubby."

Tubuh Kivia otomatis melengkung mundur saat Kiev mengubah posisi seraya menempelkan kening mereka berdua. Kivia memejamkan matanya saat wajah Kiev kian dekat.

Besoknya, Kiev dan Kivia baru mulai beraktivitas pada siang hari. Kiev dan Kivia berjalan menyusuri jalanan kota Kiev. Kendati menghabiskan waktu bersama di hotel sepanjang hari juga tak kalah menyenangkan, mereka akhirnya keluar untuk menyambangi sudut-sudut menawan negara yang terletak pada Eropa bagian timur ini.

Hari ini mereka menghabiskan waktu untuk mengunjungi museum-museum dengan arsitektur luar biasa. Mengambil banyak foto dan bergandengan tangan sepanjang jalan. Keduanya kemudian memasuki pasar bersejarah di ujung selatan Khreshchatyk. Namanya Pasar Besarabsky.

Keduanya berjalan-jalan sambil menikmati es krim. Kivia berhenti bicara saat Kiev menghapus noda es krim di ujung bibirnya. Jantung Kivia selalu bereaksi berlebihan saat Kiev menyentuhnya. Semoga Kiev tidak melihat pipinya yang kini bersemu merah.

Namun, entah kena angin dari mana, Kivia sengaja meninggalkan noda es krim di atas bibirnya. Kivia lalu tersenyum innocent ke arah Kiev sambil berjalan mundur.

Kiev tersenyum menggeleng-gelengkan kepala sadar akan kelakuan Kivia yang menggodanya. Sebelum jarak mereka semakin membentang, langkah lebar Kiev terayun dan merengkuh pinggang Kivia tiba-tiba. Kiev tertawa kecil saat mata Kivia membulat kaget. Apalagi jarak mereka yang begitu dekat hingga bisa merasakan hembusan napas masing-masing.

"Mulai aktif ya kamu," bisik Kiev lalu menghapus es krim di bibir Kivia.

Kiev mengusap bibir Kivia yang basah dengan jarinya. Lalu memeluk Kivia erat dengan wajah yang masih begitu dekat dengan wajah istrinya itu.

Kiev memiringkan kepalanya dan Kivia kembali memejamkan mata. Kiev terkekeh dan pandangannya yang jatuh ke bibir Kivia beralih pada pipi putih kemerahan itu. Kiev menggigit kecil pipi Kivia dan perlahan mengurai jarak mereka.

"Kok digigit sih?!" seru Kivia mengusap pipinya.

"Gemes," jawab Kiev tengil lalu menggigit es krimnya yang kini sudah sedikit meleleh. Kiev berjalan mundur dan menempelkan es krim di bibirnya seperti yang tadi Kivia lakukan.

Kiev tertawa saat melihat Kivia setengah berlari dan kini memukuli bahunya. Kiev membawa Kivia dalam rangkulannya dan mengacak rambut Kivia lembut.

Istilah 'yang diacak-acak rambut, yang berantakan hati' itu memang benar adanya. Kivia merasa debaran di hatinya semakin kuat. Apalagi saat Kiev mendekatkan wajah hingga hidung mancung Kiev  menyentuh pipinya.

"Hapusin dong," ujar Kiev pelan.

Kivia sedikit mendongak dan melihat Kiev memonyongkan bibirnya. Astaga, noda es krim itu masih betah berada di bibir Kiev. Kiev benar-benar serius menggodanya. Aduh, Kivia nggak tau wajahnya sudah semerah apa saat ini.

"Hapus sendiri." Kivia memeletkan lidah dan niatnya untuk kabur gagal karena Kiev mengeratkan rangkulannya.

Kiev lalu menciumi pipi Kivia dan noda es krim itu akhirnya juga ikut berpindah ke pipi Kivia.

"Ya ampun, Kieeev!" seru Kivia terdengar seperti rengekan anak kecil. Sisi kekanakan Kivia yang jarang sekali terlihat ke permukaan.

"Maaf, sayaaang." Kiev tergelak dan menahan tangan Kivia untuk membersihkan pipinya sendiri.

"Jail banget siiih!" dumel Kivia.

Kiev mendekat lagi. "Sini aku bersihin. Nggak aku gigit lagi kok, aku jilat aja ya?"

Kivia membelalak. "Ya ampun itu mulut!"

Kiev tertawa dan menahan Kivia dalam pelukannya. Tangannya bergerak membersihkan pipi Kivia dengan tisu basah yang memang tersedia di jaketnya sedari tadi.

"Bercanda sayang...."

Kivia tak bisa menahan tawa saat Kiev menggelitikinya. "Geli, Kiev!"

Kiev berhenti menggelitiki Kivia dan mengulurkan tangannya. Kivia menyambut tangan Kiev dan mereka saling menggenggam meneruskan perjalanan.

Mereka beranjak untuk mengunjungi destinasi selanjutnga yakni Kebun Raya Nasional Hryshko. Kebun Raya ini masih terletak di ibu kota Ukraina, Kiev.

"Yuk foto di sana aku fotoin," tunjuk Kiev agar Kivia berdiri di depan ratusan bunga lilac yang bermekaran. Lilac Alley ini menampilkan hamparan bunga-bunga lilac nan cantik.

Kivia melepaskan cardigan panjang transparan yang ia kenakan dan menyisakan dress selutut berwarna putih tulang.

Kiev memandang puas foto-foto Kivia yang ia ambil. Kiev juga tersenyum manis saat Kivia memfotokan dirinya.

"Cantik-cantik banget," ujar Kivia melihat bunga-bunga lain seperti bunga mawar, peony dan magnolia yang juga bermekaran. Kontras dengan dress yang Kivia pakai.

"Yang paling cantik tetap yang ini," kata Kiev sembari mengecup kening Kivia.

Kivia tertawa mendengar perkataan suaminya itu. "Bisa aja deh."

Tangan Kiev terulur mencubit pipi Kivia yang merona. Di sudut lain mereka menjumpai terarium yang memuat berbagai reptil dan spesies langka. Kivia mencium pipi Kiev saat mereka melakukan selfie. Sementara Kiev tersenyum lebar dan ganti mencium pipi Kivia. Mereka kemudian menggelar kain piknik dan mempersiapkan beberapa camilan.

"Dulu kita piknik begini buat keperluan syuting ya, seru banget bisa piknik lagi."

"Seneng kamu bisa sehappy ini," kata Kiev mengecup puncak kepala Kivia beberapa kali.

Ujung bibir Kivia kian lebar. Yah bagaimana Kivia tidak senang bisa seharian sayang-sayangan sama Kiev yang sudah sah jadi suaminya. Status resmi dan 'halal' ternyata bikin Kivia jauh tanpa beban bisa menempel pada Kiev sepanjang hari. Membicarakan banyak hal tentang mereka berdua. Rasanya lega dan antusias. Terlebih tidak ada gangguan dari siapa pun karena tak ada yang mengenali mereka di sini.

"Takdir itu emang nggak terduga ya, Ya? Dari banyaknya mobil di kemacetan lampu merah itu, langkah kaki kamu terarah buat masuk mobil aku," ujar Kiev mengusap kepala Kivia yang menjadikan pangkuannya sebagai bantalan.

"Mungkin magnet kamu sebagai suami di masa depan menarik aku dengan kuat buat nyamperin kamu," canda Kivia yang langsung membuat Kiev gemas bukan main. Ia tidak menduga bisa mendapati jawaban itu keluar dari mulut Kivia.

Sebelum berbuat yang iya-iya lagi dan malah berpikiran untuk pulang ke hotel secepatnya, Kiev segera mengalihkan pembahasan.

"Aku dulu ngerasa sempat nggak percaya, kamu sama sekali nggak kenal aku. Malah sempat nuduh kamu stalker pula."

"Aku dulu juga kaget sih waktu tau kamu itu artis... aku udah baca artikel tentang kamu juga, terus itu yang kita ketemu lagi di mal terus banyak yang minta foto kamu sama Delisa itu aku masih nggak terlalu apaaaa gitu. Tapi pas kita ketemu lagi setelah sekian lama di Banjarmasin. Terus kamu diminta ngomong sama panitia ke atas panggung juga animo masyarakat sebanyak itu. Antusias semua pandangan tertuju ke arah kamu doang, aku jadi kayak ... waw.... popularitas kamu bener-bener bukan main...." cerocos Kivia panjang lebar.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top