enampuluh enam
"Akhir-akhir ini Tante Kinar kok nggak keliatan, Yah?" tanya Kivia mengingat ayahnya hanya bersama Om Harya maupun Sean.
Kinar yang notabenenya adalah sekretaris ayahnya itu malah tidak lagi menemani sang ayah saat melakukan perjalanan bisnis maupun ketika berada di Jakarta. Padahal dulu Tante Kinar selalu hadir, bahkan pada saat Kiev dan Kivia bulan madu, beliau juga ikut mengantarkan.
"Dia mengajukan cuti," jawab Kumara sambil melahap rempeyek dari toples dan duduk santai di sofa ruang TV.
"Kenapa?" tanya Kivia masih penasaran.
Kumara mengedikkan bahu. "Mungkin ingin menggunakan jatah cutinya, selama ini jarang sekali cuti."
"Tante Kinar profesional banget ya, Yah."
Kumara mengangguk. "Pekerjaannya bagus."
Sebenarnya Kivia penasaran dengan hubungan pribadi ayahnya bersama sang sekretaris. Hm, Kivia tau ayahnya begitu mencintai sang mama. Tapi kan tidak menutup kemungkinan perasaan hadir karena terlalu sering bersama. Setau Kivia, Tante Kinar juga sudah sangat lama bercerai dengan mantan suaminya di usia 30-an. Beliau tidak memiliki anak.
"Yah, Tante Kinar orangnya gimana sih?"
Kumara mengernyit. "Kok kamu tanya-tanya Kinar, tumben?"
"Aku inget, kata Tante Wiwi, cuma Tante Kinar yang berani bicara sama ayah. Makanya aku juga minta tolong sama Tante Kinar kan buat jemput di rumah Kiev dulu," jelas Kivia.
"Banyak kok yang berani bicara dengan ayah. Memangnya ayah semenakutkan apa?"
"Ayah kan kalau punya keputusan mutlak, keras kepala juga," dengus Kivia.
"Sekarang ayah lebih fleksibel. Kalau itu Kinar saja yang memang sering mendebat. Yang lain nurut-nurut aja tuh."
"Karena takut sama ayah."
"Segan," ralat Kumara.
"Terus ... emang ayah nggak tertarik sama Tante Kinar?"
"Apa? Kamu ngira kami selama ini nikah siri tanpa sepengetahuan kamu?" tebak Kumara.
Kivia meringis. "Jujur aja sih sama aku kalau beneran."
Kumara berdecak. "Astaga, Ayah sama Kinar tidak punya hubungan apa-apa. Ayah sama sekali tidak berpikir menikah lagi. Hubungan kami hanya sebatas rekan kerja. Kinar sudah ayah anggap sebagai adik sendiri. Sama seperti Harya, maupun Sean. Mereka bekerja keras untuk K-Corporation."
Hm, adik kakak zone.
"Lagipula kami ini sudah tua, Kivia," lanjut Kumara menegaskan.
"Banyak kok orang tua yang menikah," tukas Kivia cuek.
Kumara menghela napas. "Cinta ayah hanya untuk mama kamu. Sementara Kinar sepertinya belakangan ini sedang dekat dengan Harya. Ayah juga tidak terlalu memperhatikan. Tapi sikap keduanya lumayan bisa terbaca."
Mata Kivia sedikit melebar mengetahui info tersebut. Om Harya juga sudah dua tahun menduda karena istrinya meninggal karena sakit.
Ada berbagai tipe suami atau istri yang ditinggalkan pasangannya lebih dulu dan hal itu tidaklah salah. Ayahnya yang selama puluhan tahun sendiri dan mengenang almarhumah sang istri dan menyibukkan diri dengan bekerja. Atau Om Harya yang melanjutkan hidup dengan membuka kesempatan untuk hadirnya pendamping menemani masa tuanya.
"Bagi Kivia yang penting ayah sehat dan bahagia," kata Kivia sembari menepuk-nepuk lengan ayahnya.
"Ayah baik-baik saja, tidak merasa sepi terlebih sekarang sudah bertemu kamu. Menikahkan kamu, melihat kamu berada dalam pernikahan yang bahagia. Punya menantu yang baik dan sayang sama anak ayah. Apalagi kalau nanti kalian punya anak, ayah pasti lebih tidak kesepian lagi."
Kivia tersenyum. "Kalau ayah mau pensiun bilang ya, Yah. Jadi kakek yang main sama cucu aja."
"Hm, berapa tahun lagi. Sekarang masih mau kerja."
"Okedeh."
"Kiev mana?" tanya Kumara menyambut cangkir berisikan teh yang Kivia ulurkan.
"Bentar lagi datang, katanya udah di jalan," ujar Kivia sembari memeriksa ponsel.
Terdengar pintu apartemen terbuka.
"Panjang umur," komentar Kivia dan bangkit berdiri menyambut suaminya.
Kiev mengecup kening Kivia lalu menyalimi sang mertua dengan sopan. "Udah makan, Yah?"
"Sudah, baru saja. Oh, ya. Besok kalian jadi gladiresik, kan?"
Kiev mendudukkan diri di samping ayah mertuanya itu. "Jadi, Yah."
"Tidak terasa latihan dan persiapan kamu akan terwujud lusa nanti."
Kiev tersenyum. "Doain ya, Yah."
Kumara menoleh menatap Kiev dan mengangguk. "Maaf ayah nonton pas Hari H aja ya. Nggak bisa temani kalian persiapan."
"Nggak apa-apa, Yah," ujar Kiev maklum. Beliau sudah meluangkan waktu untuk mendukung kegiatannya saja sudah hal yang Kiev begitu syukuri.
Ayah mertuanya itu memang acapkali berekspresi datar dan nada bicaranya terkesan dingin. Namun, beliau punya perhatian yang berlimpah.
***
"Sampai ketemu, sayang." Kiev mengecup kening Kivia sebelum mereka berpisah di basement apartemen.
"Hati-hati nyetirnya, ya, Pak," kata Kiev pada Pak Jarwo.
"Siap, bos Kiev. Bu Bos aman sama saya."
Kiev mengacungkan jempol lalu naik mengendarai mobilnya sendiri sementara Kivia dijemput Maya dan Pak Jarwo menggunakan van mewah milik K-Entertainment.
Di mobil, Kivia mendengarkan Maya membahas beberapa jadwal hari ini. Jadwal pertama, Kivia kembali menghadiri gathering sebuah brand kecantikan. Acara ini berjalan lancar dan selesai sekitar jam 12an.
"Kita lunch dulu yuk, Mbak sebelum ke gladiresik. Mbak Kivia mau makan apa? Apa mau makan siang bareng sama Bos Kiev aja? Tapi kayaknya macet sih."
"Kamu udah laper, kan?" goda Kivia. "Kita ke resto terdekat aja. Kamu mau makan apa, May?"
Maya terkekeh malu. "Mbak Kivia kok nanya balik sih...."
"Bentar ya."
Maya mengangguk dan mempersilakan Kivia menerima telepon.
"Oh, oke. Aku sama manajerku, ya."
"May, kita ke kantor dulu ya? Makan di sana aja. Om Harya sama Tante Kinar ngajak makan siang bareng."
"Lho, emangnya nggak apa-apa, Mbak? Aku nggak usah ikut deh."
"Santai kok. Kayaknya ada berita gembira," ujar Kivia tersenyum. Mungkinkah Om Harya dan Tante Kinar akan mengumumkan pernikahan?
Apa tanggapan Sean ya punya ibu baru di umur segini?
"Pak, drop ke K-Corporation dulu ya."
"Siap, Bu Bos."
Kivia pun tak lupa memberi kabar pada Kiev bahwa ia akan mampir ke K-Corporation dulu bersama Maya.
"Oke, salam buat semuanya ya, sayang," pesan Kiev sebelum memutuskan sambungan.
Kivia bersama Maya memasuki gedung pencakar langit itu. Maya melongo karena baru pertama kali memasuki perusahaan ini.
"Mbak, aku kebelet, aku ke toilet dulu ya?" ujar Maya yang memang menahan buang air kecil dari tadi.
"Oke, aku tunggu di lobi, ya."
"Sip Mbak."
Kivia tertawa kecil melihat Maya yang berjalan terbirit menuju toilet. Kivia duduk pada sofa di lobi dan bertukar pesan dengan Sean yang terdengar bingung saat Kivia bilang akan makan siang bersama ini. Apa mungkin Sean belum mengetahui hubungan Om Harya dengan Tante Kinar? Astaga, apa Kivia sudah salah memberikan informasi ini.
Sean bilang ia tidak menerima undangan makan siang itu dan mengingat ia juga masih di lingkungan kantor, ia akan segera menyusul. Kivia berharap tidak akan ada masalah.
Kivia mengecek jam, menunggu Maya yang tak juga kembali. Ia sudah akan menyusul ke toilet tapi tertahan oleh seorang staf.
"Nona Kivia, tadi manajer Anda bilang, duluan saja."
"Terimakasih, saya akan menyusulnya ke toilet dulu."
"Oh, nanti manajer Nona akan saya antar. Tuan Kumara dan yang lainnya sudah menunggu. Saya kira manajer Anda sedang gangguan pencernaan. Dia kembali lagi ke toilet tadi."
"Oh, oke. Jangan lupa antarkan dia ke ruangan kami makan ya."
"Baik, Nona. Mari saya antar."
"Saya bisa sendiri. Terimakasih," kata Kivia menaiki lift.
Ekspresi ramah staf itu lalu berubah drastis. Tak Kivia ketahui, Maya tidak sedang bolak-balik toilet karena sakit pencernaan. Gadis itu sedang tak sadarkan diri dengan darahnya yang menetes pada lantai dingin itu.
note:
Dulu aku keliru nulis usianya Kumara.
Jadi begini waktu Kivia 17 tahun, Kumara 45
Pas Kivia 27, Kumara 55
Sekarang ceritanya kira-kira udah setahunan, jadi usia Kumara kisaran 56 yaaa.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top