empatpuluh sembilan
Sepuluh menit setelah penampilannya berakhir, Kiev datang menghampiri Kivia yang juga berada di tengah-tengah penonton di kiri panggung. Kedatangan Kiev tentu menarik perhatian apalagi kini ia sedang berdiri bersisian dengan Kivia. Namun, sejauh ini keadaan masih cukup kondusif mengingat penonton festival musik ini lebih menikmati penampilan di atas panggung walau ada beberapa yang juga diam-diam mengabadikan kebersamaan Kiev dan Kivia.
"Hei," kata Kiev sembari mengacak lembut rambut Kivia.
Kivia tersenyum. "Hei, keren banget tadi."
"Haruslah, kan ada kamu." Kiev tertawa kecil.
Mereka menikmati malam itu dengan menonton penampilan dari musisi tanah air lainnya. Malam kian larut dan Kiev membuka kemejanya untuk dilingkupkan ke bahu Kivia yang mengenakan kaos lengan pendek.
Keduanya bernyanyi bersama penonton yang lain, mengiringi lagu yang dinyanyikan oleh salah satu live legend dunia musik Indonesia. Indra pendengaran mereka dibuai oleh lagu-lagu cinta sepanjang masa yang dibawakan oleh Kahitna.
"Sungguh aku sayang...." Kiev jelas-jelas menoleh pada Kivia saat menyanyikannya. Membuat Kivia membalas dengan senyuman. Keduanya terus bernyanyi bersama mengutarakan lirik selanjutnya.
Walau mereka tidak terang-terangan saling berangkulan seperti beberapa pasangan dimabuk asmara yang ada di festival musik ini, tindak sederhana ketika keduanya berdiri bersisian saja sudah memancarkan kehangatan tersendiri.
"Ada hati yang termanis dan penuh cinta ... tentu saja kan ku balas seisi jiwa. Tiada lagi tiada lagi yang ganggu kita.... ini kesungguhan.... Sungguh aku sayang. Kamu...."
Kiev dan Kivia turut bertepuk tangan memberi apresiasi untuk penampilan musisi senior itu.
"Kamu mau makan nggak?" tanya Kiev berbisik pada Kivia.
"Kamu laper?" tanya Kivia balik.
Kiev terkekeh. "Iya, cari makan yuk."
"Eh, ayo. Kasian banget sampai kelaperan."
Kivia sedikit gugup saat Kiev menggenggam tangannya melewati kerumunan menuju stand food and beverage. Keduanya tersenyum ramah saat menjumpai orang-orang yang terlihat mengenali mereka. Bahkan ada yang secara jelas menyapa.
"Sebenernya di backstage disediain makanan, tapi aku fokus ngerjain yang lain. Udah makan juga sih sebelumnya," kata Kiev seraya menarik kursi plastik untuk Kivia.
"Hampir tengah malam gini wajar kamu laper lagi," ujar Kivia duduk di samping Kiev dan membuka topi baseballnya. Kemudian kembali mengikat rambutnya.
Pesanan Kiev dan Kivia yakni sate taichan, kebab turki serta minuman sudah tersedia pada meja bundar di depan mereka.
"Seru ya, ada games juga. Aku baru pertama kali ke event kayak gini," kata Kivia memandang sekeliling setelah menggigit sate.
"Iya, event semacam ini emang selalu disambut antusias sih."
"Soalnya pengisi acaranya menarik perhatian."
Kiev mengangguk-angguk. "Kamu nungguin penampilan siapa aja tadi?"
"Hmm... kamu."
"Kalau itu sih nggak perlu ditanya."
Kivia tertawa dan mencubit lengan Kiev. "Iya bener sih. Hng... siapa ya? Oh, tadi aku beberapa udah ada yang tau musiknya, kayak Kahitna kan. Sebagian juga baru dengar di acara ini. Tapi musiknya bagus-bagus banget. Mereka jarang tampil di TV ya?"
"Iya mereka indie. Gubahan liriknya juga mendalam banget. Apalagi waktu perform kita bisa nikmatin walau baru pertama kali denger," jelas Kiev seraya membersihkan sambal kacang di ujung bibir Kivia menggunakan tisu.
Kivia tergeragap. "Hng, makasih ya."
"Sama-sama." Kiev mengulas senyumnya yang menawan di bawah sorotan lampu-lampu kecil yang menggantung memanjang.
"Yuk?" kata Kiev memecah keterpakuan Kivia.
Kivia menyambut uluran tangan Kiev mengajak Kivia beranjak. Musik bergenre EDM terdengar menghentak. Saat Kiev dan Kivia melewati area 21+, mereka terkejut saat suara seseorang memanggil nama mereka.
"Kiev! Kivia!" seru gadis itu melambaikan tangan.
Mata Kivia membulat menyadari keberadaan seseorang yang ia kenal. Kivia lalu balas melambaikan tangan. "Eh hai, Early!"
"Kivia! Ya ampun kangen banget!!!" ujar Early. Mengingat botol minuman dan rokok di tangannya, Early meminta pacarnya untuk mengambil alih.
"Pegangin dong, beb," kata Early pada cowok penuh tato di sampingnya.
Walau agak terkejut, Kivia berusaha mengontrol ekspresinya. Ia membalas pelukan Early dan mereka sudah seru bertukar kabar.
"Erik," kata pacar Early dengan aura bad boy yang terpancar nyata itu memperkenalkan diri.
"Kiev," sahut Kiev seraya tos dengan Erik.
"Ini nih pasangan yang bikin heboh satu negara," celoteh Early.
Kiev terkekeh. "Eh, ngaca dong. Situ tuh yang pacaran mulu."
"Pasti lah. Orang kasmaran emang kudu banyak kencan. Kalau nggak ketemu suka kangen soalnya," cerocos Early menggandeng lengan Erik.
"Sabar-sabar ya, Rik. Ngadepin Early," kata Kiev sambil menepuk-nepuk bahu Erik sambil memasang tampang prihatin. Kivia lantas tertawa mendengar hal itu.
"Tenang, stok sabar gue banyak kok buat Early," sahut Erik mengelus rambut Early yang dicat shocking pink.
Early menaik-naikkan alisnya dengan ekspresi super kocak. "Aw, bisa aja deh."
Gadis itu lalu kembali menoleh tajam ke arah Kiev dan Kivia.
"Jangan mengalihkan bahasan deh. Jadi gimana go public-nya? Rasanya udah kayak pecah bisul nggak?" cecar Early lagi.
Tawa Kivia berderai mendengar pertanyaan Early. "Perasaan sama aja deh. Nggak terlalu beda. Dari dulu juga sering dikaitkan sama dia, jadi udah lumayan terbiasa."
Early langsung bereaksi heboh. "Beuh, lo sih nggak buka jagat maya. Gemparnya minta ampun, Ya! Eh gue tadi liat ya di Twitter tentang kalian. Gercep banget para netizen. Manis banget sih kalian, gemesss."
"Ya gimana dong, nggak bisa dipungkiri kalau kita emang gemes banget," sahut Kiev.
Early mendengus tapi tetap terlihat senyum jailnya. "Hiyaah habis ini alamat explore instagram, fyp tiktok sama beranda youtube gue kalian lagi kalian lagi nih."
"Disenyapkan aja keywordnya, Ly. Aku aja nggak nontonin," kata Kivia.
Early langsung melemparkan kerlingan ke arah Kiev. "Tapi Kiev sih nontonin, Ya. Sambil senyum-senyum pula. Ih, bucin!"
Kiev tergelak mau tak mau membenarkan. "Iya, backsongnya macem-macem. Rajin ya mereka bikin begitu-begitu."
"Namanya juga orang pada suka. Interaksi kecil kalian dari dulu aja diburu banget. Apalagi sekarang," kata Early lagi.
"Banyak yang suka syukurnya banyak yang doain," timpal Erik yang disambut anggukan oleh Early. Mendengar lagu telah beralih, Early menyipitkan matanya menuju panggung.
"Gue mau ke depan sama Erik. Kalian gimana?"
"Kayaknya kita di sini aja deh," sahut Kiev. Mereka berdua tadi sudah memutuskan untuk tidak berbaur dengan keramaian di depan sana.
"Oke yoo, bye guys!" Dua sejoli itu pun bergandengan tangan berjalan ke arah depan.
Kivia mengedarkan pandangan. Makin larut, area 21+ di festival musik ini kian padat. Musik EDM bertalu-talu dan suasana di sana semakin panas. Tak sedikit para pengunjung menggenggam minuman beralkohol dan asap rokok yang mengepul di udara.
"Kamu mau pulang aja?" tanya Kiev.
"Hm? Oh enggak kok. Mau lihat bentar lagi."
"Nggak mau gerak kayak mereka?" tanya Kiev lagi.
"Nggak deh, aku kikuk kalau dance begitu," kata Kivia menggaruk tengkuknya.
Kiev tertawa kecil. "Aku juga nggak party person sih sebenernya. Pernah waktu party aku malah melipir ngerjain tugas kuliah."
"Oh ya? Mereka bisa lepas menikmati suasana ya. Aku kurang ekspresif deh kayaknya."
"Orang menunjukkan perasaannya dengan cara yang beda-beda. Mungkin manggut-manggut ngikutin irama atau tepuk tangan kayak gini udah cukup buat kita."
Kivia tertawa. Karena jarak mereka lumayan jauh dari stage, jadi pembicaraan di antara mereka berdua masih bisa terdengar dengan jelas.
"Kamu mau minum atau mau ngerokok? Aku santai aja kok, Kiev, nggak apa-apa," kata Kivia.
"Oh enggak. Emang selama ini kamu pernah liat aku ngerokok?"
Kivia menyengir. "Hng, nggak pernah sih...."
"Aku nggak lagi jaga image depan kamu ya. Tapi aku emang nggak ngerokok. Dulu pernah waktu SMA nyoba-nyoba. Nggak kuteruskan karena nggak mau aja," jelas Kiev.
Dahi Kivia berkerut. "Tapi di film, kamu...."
"Nah, itu. Di film aku malah kayaknya jago banget ya?"
Kivia lantas mengangguk. "Iya, jadi aku kira kamu nggak ngerokok cuman waktu sama aku aja."
"Oh... enggak kok. Soalnya aku nggak kecanduan juga yang sampai asem mulut kalau nggak ngerokok."
"Kalau minum?" tanya Kivia lagi, penasaran.
"Aku bisa minum. Tapi aku tau pasti limit-ku sampai mana. Aku selalu pastiin nggak sampai hangover. Lagian aku juga nggak ada sesuatu yang mendorong untuk minum sih." Kiev memasukkan tangannya ke saku celana dengan santai sebelum melanjutkan. "Kalau orang lain mungkin menemukan kenyamanan waktu minum atau salah satu musisi yang kukenal dia malah lebih confident bikin musik saat kobam. Aku nggak menghakimi teman-teman yang ngerokok, mabok atau bahkan ngobat sekalipun. Itu hidup mereka. Tapi aku pribadi menghindari kehilangan kesadaran karena aku nggak bisa kontrol diriku sendiri dan memikirkan konsekuensi ke depannya juga."
Kivia yang mendengar itu pun seolah mendapat pencerahan. "Aku kira aku udah cukup banyak tau tentang kamu, Kiev."
Gadis itu terdiam beberapa saat. "Ternyata masih banyak asumsi yang kubangun dan ternyata berlawanan sama fakta sebenernya."
Kiev tersenyum tipis. "Nggak apa-apa, kan kita bisa komunikasikan."
Kivia mengulas senyum sembari menganggukkan kepala. Gadis itu terpana saat Kiev sedikit merunduk untuk menyejajari wajahnya. Menatapnya tepat di manik mata.
"Besok, kencan yuk? Mungkin kita bisa deeptalk masalah yang lain juga."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top