empatbelas
Kembali ke tempat awal yaitu Pantai Jodoh, Kiev cs menuju Rumah Anno 1925, salah satu rumah adat Banjar yang berada di dekat kawasan Pantai Jodoh. Rumah ini juga dikenal dengan Rumah Palimasan. Di dalam rumah adat ini Kiev dapat menjumpai berbagai oleh-oleh khas Banjar. Ada kain sasirangan, pernak-pernik dan kerajinan tangan masyarakat Banjar.
Dari informasi yang Kiev ketahui Rumah Adat Anno 1925 ini dijadikan showroom usaha masyarakat kecil dan menengah di bawah naungan Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Kota Banjarmasin. Di lantai satu, ada beberapa spot foto yang menarik.
"Aku foto ya?" ujar Kiev. Padahal sejak tadi ia sudah beberapa kali diam-diam memfoto Kivia yang Kiev yakin gadis itu juga menyadarinya. Kali ini, kalau Kivia bersedia, Kiev ingin Kivia menatap kamera seperti menatap matanya.
"Hm? Eh, iya."
Kivia berdiri kaku dan tersenyum. Tangannya saling bertaut gugup. Kiev tertawa dengan pose canggung itu. Satu hal yang Kivia pikirkan adalah Kiev mengganti panggilan mereka menjadi aku-kamu. Entah, tiba-tiba saja seperti itu.
Pi'i, Mas Paijo dan Pakde Bambang lalu bergabung setelah tadi melipir untuk jajan pentol. Kiev menjadi fotografer mereka. Bersama rekan-rekannya, senyum Kivia semakin lebar dan posenya nggak seformal tadi.
"Kamu jangan jadi tukang foto aja dong, Kiev. Sini minta orang lain buat foto," kata Pakde Bambang.
"Iya, Mas Bro Kiev sini." Pi'i lalu meminta orang lewat untuk memfoto mereka. Mas Paijo lalu menggeser posisinya dan menarik Kiev hingga berdiri di samping Kivia yang berada di tengah.
"Eh, sini Mas Bro Kiev." Pi'i lalu menarik Kiev dan Kivia untuk berfoto di pelaminan khas suku Banjar. Awalnya mereka berdua tampak malu-malu. Namun, bukan Pi'i namanya jika tidak bisa membujuk rayu. Kiev dan Kivia duduk berdampingan. Keduanya begitu cantik dan tampan kala memulas senyum.
Pelaminan adat ini indah dan bernuansa kuning keemasan. Dekorasinya begitu mewah. Meski kerap kali terdapat kepercayaan mistis terkait pakaian adat dan pelaminan Banjar yang membuat kesurupan. Daripada merasa horor, aura magis dan kesan tua pada pelaminan khas Banjar ini terasa sakral bagi Kiev.
Usai berfoto, Kiev dan Kivia tersenyum canggung. Mereka lalu beralih melihat foto-foto Banjar tempo dulu yang terbingkai di dindung Rumah Anno. Juga beberapa kerajinan bernuansa sasirangan yang dipamerkan. Seperti kain dengan berbagai ragam corak motif sasirangan, tas, sepatu dan benda lainnya. Ragam pakaian adat Banjar. Ada juga berbagai koleksi batu alam khas Kalimantan Selatan.
Matahari mulai meninggi namun cuaca tidak terlalu terik. Kiev dan Kivia bergabung dengan kerumunan orang-orang yang sedang menonton musik panting. Pi'i pun ikut bergabung bersama mereka. Maklum saja, hari ini ia akan kembali ke Kota Baru dan tidak bisa bermain panting lagi bersama teman-temannya.
Kiev begitu menikmati penampilan musik panting tersebut. Ia terlarut dalam nada yang teralun oleh instrumen panting, babun, biola dan gamelan banjar. Kiev dan Kivia berdiri berdampingan di antara banyaknya orang-orang. Mereka berdiri di deretan paling depan bersama Pakde Bambang dan Mas Paijo yang mengapit keduanya.
Kiev sedikit terkejut ketika Pi'i memintanya untuk bergabung. Kiev mendudukkan dirinya di kursi lalu melepas topi dan maskernya. Terjadi kehebohan di sana. Meski dari tadi pagi sudah ada beberapa yang meminta foto atau tanda tangan pada Kiev. Tetapi kehebohan itu tidak terjadi sepanjang waktu walaupun Kiev tau ada beberapa orang yang memfotonya diam-diam walau ia sudah mengenakan topi dan masker. Sekarang kamera ponsel orang-orang tertuju pada Kiev yang duduk di atas mini stage.
Kerumunan semakin bertambah karena rasa penasaran orang-orang. Polisi yang berjaga juga dikerahkan untuk menertibkan pengunjung. Seperti biasa, Kivia masih sedikit terkejut dengan reaksi masyarakat pada Kiev. Namun, itu adalah bagian tak terpisahkan dari kehidupan Kiev sebagai seorang selebriti.
Setelah berunding, Pi'i dan Kiev sepakat untuk membawakan lagu Make You Mine yang dipopulerkan oleh Public. Kiev memangku gitar dan membenarkan posisi stand mic. Ia melirik Pi'i yang memangku panting. Keduanya saling mengangguk lalu kedua alat musik itu mulai berpadu. Suara merdu Kiev juga teralun dengan indah.
Well, I will call you darlin' and everything will be okay
'Cause I know that I am yours and you are mine
Doesn't matter anyway
In the night, we'll take a walk, it's nothing funny
Just to talk
Kivia termangu dan jantungnya berdegup kencang kala mata Kiev lurus menatapnya.
Put your hand in mine
You know that I want to be with you all the time
You know that I won't stop until I make you mine
You know that I won't stop until I make you mine
Until I make you mine
You need to know
We'll take it slow
I miss you so
We'll take it slow
It's hard to feel you slipping (You need to know)
Through my fingers are so numb (We'll take it slow)
And how was I supposed to know (I miss you so)
That you were not the one?
Put your hand in mine
You know that I want to be with you all the time
You know that I won't stop until I make you mine
You know that I won't stop until I make you mine
Until I make you mine
Put your hand in mine
You know that I want to be with you all the time
Oh darlin', darlin', baby, you're so very fine
You know that I won't stop until I make you mine
Until I make you
La-la-la-la
La-la-la-la-la-la
La-la-la-la-la
La-la-la-la-la-la
La-la-la-la-la
La-la-la-la-la-la
La-la-la-la-la
Tepuk tangan bergemuruh ketika kolaborasi panting dan music modern itu selesai. Tak terkecuali Kivia, gadis itu bertepuk tangan kecil dan senyuman hangatnya membuat hati Kiev turut menghangat. Rasanya ia kecanduan senyuman gadis itu.
Bahkan ketika mereka telah berpindah posisi, Kiev tak bisa menahan raut senangnya. Kiev masih tidak percaya, ia bisa menghabiskan waktu dengan Kivia. Tak terbatas waktu dan jarak. Juga tentang beberapa hari ke depan yang akan Kiev sangat antisipasi. Momen-momen berharga bersama gadis ini yang selalu ia syukuri.
Kaki Kiev kini berpijak di area terbuka Menara Pandang. Menara Pandang ini memiliki 4 lantai. Area terbuka ini membuatnya dapat melihat pemandangan Kota Banjarmasin dari ketinggian. Selain pemandangan indah kota, seindah gadis yang berdiri di sampingnya. Kivia menunjuk beberapa spot yang di lihatnya dengan antusias. Seperti puncak kubah Masjid Sabilal Muhtadin atau hamparan Sungai Martapura di depan mereka. Cuaca yang cerah menambah elok suasana. Semilir angin membuat rambut Kivia menari-nari.
"Ya...."
"Hm?" tanya Kivia setelah menoleh pada Kiev.
"Hm, aku...."
Kiev menghela napas panjang. Ia begitu gugup untuk bicara. Kiev pernah tampil di depan ribuan penonton bahkan di depan Presiden. Kiev juga pernah presentasi depan investor-investor dari dalam dan luar negeri. Namun, rasa nervous ini tampak begitu besar dari itu semua. Karena pada momen-momen itu, Kiev yakin dengan dirinya sendiri. Kiev sudah mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya.
Namun, di hadapan Kivia, kepercayaan diri Kiev pudar. Tidak yakin dengan serentetan kalimat yang akan ia utarakan. Apakah ini tidak terlalu cepat? Bagaimana jika Kivia malah menciptakan jarak? Bahkan menghilang dan tak bisa kembali berada dalam rentang pandangnya.
Kiev tak ingin gegabah atau tergesa-gesa. Sebenarnya ini sudah lebih dari cukup. Kiev dapat melihat Kivia baik-baik saja dan tumbuh dengan baik. Melihat senyum dan tawa indah gadis itu. Berada di sekitarnya meski hanya sebagai teman lama yang bertemu kembali.
"Kenapa, Kiev?" tanya Kivia bingung melihat Kiev yang tampak begitu serius dan berkutat pada pemikirannyan sendiri.
Kiev membasahi bibirnya yang terasa kering. "Aku... kita...."
Kalimat Kiev harus usai di sana karena Pakde Bambang yang memanggil mereka berdua. Pria paruh baya itu memandangi arloji yang melingkar di tangannya.
"Udah jam makan siang. Kita makan siang dulu." Usai mengatakan itu Pakde Bambang menyusul Pi'i dan Mas Paijo menuruni tangga.
Kiev mengangguk. "Yuk, Ya."
Darah Kiev berdesir ketika Kivia menahan lengannya. Menatap retinanya dengan pandang penuh tanya. "Kamu mau bilang apa tadi?"
Bibir Kiev melengkungkan senyuman, mencoba menguasai dirinya. "Nggak apa-apa."
Sekarang jantung Kivia yang dibuat tak karuan saat Kiev mengacak rambutnya.
***
Waktu sudah menunjukkan pukul 5 sore Waktu Indonesia bagian Tengah. Kiev dan Kivia cs meluncur menggunakan Jeep yang kini dikemudikan oleh Pi'i. Sedangkan Pakde Bambang duduk di samping kursi kemudi. Di belakang hanya ada Kiev dan Kivia karena tepat sebelum mereka berencana pulang ke Kota Baru, Mas Paijo harus pergi ke bandara untuk pulang ke Gresik setelah mendapat kabar istrinya masuk rumah sakit dan akan segera melahirkan.
Sebenarnya Mas Paijo berencana mengajukan cuti saat kandungan istrinya nanti menginjak usia bulan kedelapan, jadi jika semuanya berlangsung normal di bulan kesembilan ia akan siap sebagai suami siaga. Namun, takdir berkata bahwa anaknya akan lahir prematur di bulan ke tujuh. Syukurnya, Mas Paijo bisa cuti untuk menemani istrinya pasca melahirkan nanti.
Sepanjang perjalanan, Kiev memperhatikan Pakde Bambang dan Pi'i yang membahas hubungan jarak jauh dengan pasangan masing-masing. Begitulah konsekuensi yang harus mereka terima ketika bekerja di perantauan. Ada hal-hal yang harus dikorbankan. Terutama pertemuan dengan orang-orang tersayang.
"Namanya juga kerja harus ninggalin keluarga begini, ya mau gimana lagi? Asal kita di sini kerja betul-betul, nggak macam-macam. Ingat anak istri di rumah," kata Pakde Bambang memberi wejangan. Karena tidak satu-dua kasus, rekan-rekan kerjanya yang berselingkuh atau diam-diam menikah siri tanpa sepengetahuan istri pertama di rumah.
"Iya, Pak. Aku juga sering berantem sama pacarku gara-gara LDR begini. Padahal aku juga lagi nabung ini. Semoga dimudahkan urusannya, jadi nyaman badatang," timpal Pi'i sambil mengunyah kerupuk acan.
"Badatang artinya apaan?" bisik Kiev pada Kivia yang duduk di sebelahnya.
"Ngelamar," jawab Kivia balas berbisik.
Kiev mengangguk paham. "Oooooh."
"Eh, eh, eh! Itu kan kamu, Kiev?" Pi'i berseru heboh. Jari telunjuknya mengarah pada papan iklan berukuran ekstra besar yang membentang di tengah atas jalan.
"Ah, iya." Kiev mengusap belakang lehernya. Banner besar itu memuat poster film terakhirnya yang tayang bulan lalu.
Kivia memandang banner itu lekat, menyimpan dalam memori sebelum mobil mereka berlalu begitu saja. Padahal bukan sekali Kivia melewati jalan ini, tapi dia baru menyadari keberadaan papan iklan jumbo itu. Wajah Kiev terpampang nyata di sana. Cowok itu tampak gagah mengenakan seragam tentara. Film tersebut berjudul 'Tentara Keamanan Rakyat'.
"Cerita filmnya tentang tentara waktu namanya masih TKR gitu maksudnya?" tanya Pakde Bambang.
"Iya, Pak. Latar waktunya saat tahun 45."
Kivia tersenyum menyimak betapa antusiasnya Kiev menceritakan film bergenre sejarah dengan sentuhan action yang dibintanginya itu. Kiev didapuk sebagai pemeran utama. Cowok itu melakukan semua adegan berkelahi tanpa bantuan stunt man.
Kurang lebih 30 menit kemudian, mereka pun tiba di pelabuhan. Bukan berarti mereka akan menggunakan transportasi laut. Namun, mereka berpindah mengendarai truk panjang yang juga besar menuju area pertambangan tempat kerja Kivia cs yang akan menjadi tempat kerja Kiev juga nantinya.
Kivia yang pertama bertugas untuk mengemudi. Di sampingnya ada Kiev dan Pi'i yang berbagi tempat duduk. Sedangkan Pakde Bambang tidur di belakang bersama kardus-kardus besar berisi bahan bangunan yang akan dibawa ke mess. Kini mess sedang dalam masa renovasi secara bertahap.
Kiev tak bisa membendung rasa takjubnya menyaksikan Kivia yang begitu lihai mengemudikan truk besar ini. "Udah berapa lama bisa bawa truk gede gini, Ya?"
"Hm, kira-kira sih udah delapan tahun." Kivia tersenyum geli melihat ekspresi kaget Kiev.
"Mas Bro Kiev, kalau truk ini mah gampil buat Kivia. Coba liat mainannya nanti di tempat kerja. Jangan syok berat ya," ujar Pi'i memperingatkan dengan raut wajahnya yang super jenaka.
"Emang mainannya apaan?"
"Jauh lebih monster daripada ini. Ah, entar aja biar susurpis!"
Kivia langsung meralat, "Surprise, Pi'i."
"Aduduuuh. Makanya gaul, Ya. Nonton Cute Girl! Walaupun kita anak tambang, jangan menutup diri dari dunia luar begitu dong. Fasilitas sekarang banyak, situ aja nih yang nggak mau tau dunia luar," omel Pi'i yang tak pernah sejalan dengan Kivia yang terlalu bodo amat pada era digital nan kekinian seperti sekarang.
"Ya suka-suka dong. Daripada situ hapeee mulu," desis Kivia sewot.
"Daripada situ kayak manusia purba," balas Pi'i sengit.
Kivia mendelik tak membalas. Dalam hati ia mendumal kesal. Memang salah jika ia tidak berminat sama sekali dengan perkembangan teknologi sekarang? Kivia masih menggunakan ponsel jadul yang hanya mampu telepon dan sms.
Setengah perjalanan, truk yang mereka tumpangi berhenti. Kemudian memasuki POM untuk mengisi bahan bakar solar. Syukurnya, antrean tidak terlalu panjang. Karena jika pasokan solar sedang tidak tersedia, para supir truk akan menciptakan antrean sepanjang gerbong kereta api. Bahkan menginap, menunggu hingga tangki terisi.
Kali ini, Pi'i yang ganti menyetir. Sedangkan Kivia otomatis duduk berdempetan dengan Kiev. Cukup canggung pada awalnya. Namun, suasana menjadi cair ketika Kiev mengajaknya untuk menonton film Fast Furious. Juga cerita-cerita yang belum sempat ia tuntaskan di pertemuan mereka dulu. Setelah itu, topik bahasan beralih pada alam Pulau Kalimantan yang mereka lalui sepanjang perjalanan.
Pi'i melirik Kivia yang membicarakan banyak hal bersama Kiev. Sesekali Pi'i juga ikut menimbrung. Perempuan yang dua tahun lebih tua darinya itu tampak berbeda dari biasanya. Bersama Kiev, aura Kivia terlihat lebih ... bahagia?
Kivia adalah pribadi yang santai, mandiri dan menyenangkan. Terkadang sisi tegas, dingin dan menyeramkannya juga bisa terlihat. Namun, Kiev adalah teman pertama Kivia yang Pi'i tahu selain rekan kerja di pertambangan. Makanya ia begitu getol mendekatkan kedua insan itu.
Kivia tidak pernah cuti, saat libur pun ia selalu berada di mess. Selama Pi'i bekerja dengannya, tak pernah sekali pun ia melihat Kivia berinteraksi dengan dunia di luar zona aman perempuan itu, yaitu area tambang dan mess tempat tinggalnya.
"Ya ... puas-puasin aja nonton filmnya ya, Bapak dan Ibu sekalian. Nanti kalau udah masuk tempat kerja nggak ada sinyal," celoteh Pi'i pada Kiev dan Kivia yang sedang fokus menonton film.
"Emang beneran nggak ada jaringan sama sekali?"
"Iya, jangan nyesel ya, Mas Bro Kiev. Tempat kita ini terpencil dari yang terpencil. Nanti komunikasi pakai handy talkie atau HT. Kalau di mess, bisa nelepon. Kalau jaringan internet sih ada tapi ke luar dulu satu jam lah kira-kira."
Kiev mengangguk paham mendengarkan penjelasan Pi'i. Agak kaget juga. Namun, Kiev memilih kembali fokus pada film yang ia tonton bersama Kivia. Mereka berbagi earphone untuk mendengarkan. Kivia menggunakan kabel sebelah kanan dan Kiev sebelah kiri. Setelah nobar, keduanya tertidur dengan kepala terantuk-antuk.
Bersambunggg
jangan lupa komennya yaaaah mwaaa
btw kota sebagai latar tempat kerja Kivia masih ada kotanya kok. Tempat perbelanjaan juga ada. Kalo tempat kerja Kivia kan emang masuk hutan banget. Di pulau lain juga kalau masuk hutan banget ya kayak gitu suasana dan keterbatasannya.
Tapi jangan dikira seluruh Kalimantan itu hutan doang yaaa. Sampai temen aku emosi cerita ke aku ada temennya di Game Online nanyaa di rumahnya udah ada PDAM apa belum. Ya ampunn wkwkwkw. Dikira Kalimantan hutan semua apaa 😁
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top