duapuluh satu

Dalam waktu setengah hari, Kivia membaca habis novel karya Tari dan tergoda untuk terus membaca ulang dikala waktu senggangnya. Kivia terlarut dalam aksara dan kehidupan Bagas dan Citra yang Tari gambarkan. Penulisan yang apik, penokohan kuat dan naik turun alur yang dinamis membuat Kivia mengerti mengapa novel ini diminati banyak orang, juga sangat diantisipasi untuk divisualisasikan ke dalam bentuk film.

Selama satu minggu belakangan, Kiev benar-benar membantu Kivia untuk mempelajari tentang seni peran. Dari cara mengatur pernapasan, menghafal dialog, artikulasi, ekspresi, konsentrasi, improvisasi, power, body language dan beberapa detail lainnya. Kivia yakin ia pasti akan sangat blank dalam hal ini jika saja Kiev tidak memberikan arahan.

Kivia ingat sekali momen ketika dirinya baru saja berhasil menghafalkan sebuah dialog dan Kiev melihatnya secara langsung saat menyampaikan dialog tersebut.

"Ya, kamu masih memindahkan naskah di ingatan kamu sebagai dialog. Bukannya bicara atau berdialog sama aku," komentar Kiev saat itu. Dengan tutur yang begitu lembut dan membuat Kivia sama sekali tidak merasa dihakimi.

Meski begitu, Kivia tentu saja merasa agak sedih. "Sorry, Kiev."

Kiev tersenyum lembut dan mengusap rambut Kivia. "It's okay, Ya. You can do it. Bang Deva Mahenra pernah bilang, akting itu adalah emosi nyata di situasi yang palsu. Selain kalimat-kalimat itu tersampaikan, emosi kamu juga harus sampai. Kita coba lagi ya?"

Kiev menyuntikan semangat agar Kivia selalu percaya diri, tidak takut salah dan tetap percaya diri.

"Sekarang kamu berperan sebagai Citra. Kamu bisa membayangkan bahwa kamu sedang menjalani kehidupannya. Walau bagaimanapun juga, entah karakter dan visualisasi Citra dalam bayangan Tari sangat sesuai dengan kamu, tapi kamu bukan Citra. Begitu pula sama aku, aku bukan Bagas. Namun, kita mencoba merepresentasikan karakter mereka sebaik-baiknya."

Kivia mengangguk paham. Maka, ketika kata "action" terdengar, ia berusaha keras untuk menjadi Citra seutuhnya.

Setelah sesi latihan yang cukup intens, hari penentuan pun tiba. Pertemuan Kivia dengan Renald Baskara, sang casting director. Kivia mencoba rileks, ia masih bisa mengendalikan diri untuk tidak terlalu gugup. Kivia bukannya tidak nervous, akan tetapi ia mencoba dapat meminimalisir perasaan tegang yang berlebihan dan lebih memilih untuk menikmati perasaan itu sebagai rasa tanggung jawab.

Di sisi lain, Early yang baru saja tiba di lokasi juga akan menyaksikan jalannya casting. Aktris dengan imej amat ekspresif dan kocak itu melepas kacamata kucing berwarna merah menyala yang bertengger di hidungnya lalu duduk menyilangkan kaki di deretan kursi bersama Renald, Tari dan Dio. Early terus mengarahkan kipas angin portabel ke lehernya yang gerah. Di luar sana matahari memang sedang terik.

Sedangkan Kiev bersedekap dada menonton dari sisi ruangan. Matanya memandang lekat Kivia yang baru saja masuk dan berdiri di depan empat orang itu. Penampilan Kivia hari ini sebagaimana sehari-hari gadis itu bekerja. Tanpa make up. Rambutnya juga hanya dikucir asal.

Sementara itu, mata Renald menelisik pada sosok di depannya. First impression Renald pada Kivia adalah ... gadis itu memiliki aura yang positif. Harus ia akui, Tari benar, gadis di depannya ini punya 'x factor' yang mengingatkannya pada sosok Citra. Mungkin hanya ada beberapa hal yang perlu disesuaikan dengan bagian coordi, maka secara visual Kivia bagaikan karakter Citra yang keluar dari dunia dua dimensi menuju dunia nyata.

"Oke, silakan perkenalkan diri kamu," ujar Renald kemudian.

"Saya Rembulan Kivianisya. 28 tahun. Tinggi 177 cm." Kivia kemudian menghadap ke kanan dan ke kiri kemudian berputar. Hal ini bertujuan untuk melihat bagaimana penampilan Kivia dari berbagai angle ketika disorot oleh kamera.

"Baik, sekarang siapkan mentalitas kamu sebagai karakter Citra. Kita mulai untuk facial expression terlebih dahulu."

Proses casting itu berjalan serius. Kivia mampu melewati tahapan tes dasar yaitu menampilkan beberapa facial expression seperti ketika marah, sedih, senang dan takut. Renald memutar-mutar bolpoinnya. Untuk seseorang yang tadinya memiliki 0 persen acting skill. Mimik wajah, body language dan pembawaan Kivia tidak bisa dibilang pas-pasan. Gadis itu tampak percaya diri namun juga rendah hati di saat yang bersamaan. Pembawaannya tenang, sama sekali tidak terlihat kaku. Warna suaranya juga enak didengar. Tidak salah, kalau Tari ngotot memberinya kesempatan sebagai female lead, Citra.

Namun, hal itu tidak cukup membuat Renald langsung berkata iya. Renald akan memberikan tes tahap selanjutnya.

"Sekarang, saya mau melihat akting kamu bersama karakter lain. Early berperan sebagai Aziza, sahabat terdekat Citra. Gue kasih kalian 5 menit buat siap-siap."

"Hokeeeh," sahut Early ceria. Early bangkit dari kursinya dan menjepit rambut yang sudah diblow sempurna itu secara asal dengan jeday. Gadis setinggi 169 cm itu berjalan mendekat ke samping Kivia. Bunyi high heels Early yang terantuk di lantai mengiringi langkah gadis itu. Setelah berdiri berdampingan, Early menyadari betapa tingginya Kivia yang hanya ditopang dengan sepatu boots kusam berwarna coklat.

"Hai, gue Early." Early mengulurkan tangan dan langsung dibalas dengan jabatan tangan Kivia yang hangat.

"Kivia." Kivia tersenyum lembut.

"Oke, karena gue baik hati dan tidak sombong. Gue akan ngasih hints buat lo, Ya. Sekarang ini adalah team work. Kita harus bersinar dalam porsi masing-masing. Lo nggak boleh menenggelamkan sosok gue, begitu juga sebaliknya. Lo nggak bisa menonjolkan peran lo gitu aja tanpa peduli lawan main. Mungkin kita bakalan improvisasi. Yang harus lo pegang adalah gue Aziza, sahabat dekat lo dan jangan lupa karakter lo sendiri. Jangan keluar jalur! Oke?" cerocos Early dengan mata penuh semangat.

Kivia mengangguk-angguk dan membaca naskah sekali lagi. Ia lalu melirik Early yang grasah-grusuh melepaskan high heels dan mengacak-acak rambutnya yang super badai. Cewek itu juga menanggalkan blazer yang ia kenakan, menyisakan kaos polos lengan pendek berwarna hitam. Early juga menghapus lipstik glossy pada bibirnya dengan cepat.

"Oke? Ready?" ujar Renald dari kejauhan.

"Siaaap!!!" sahut Early berteriak. Lalu menoleh pada Kivia. "Yuk."

Kivia menerima uluran tangan Early dan berjalan bersama-sama menuju set sederhana yang telah kru persiapkan. Ada sofa panjang di sana. Kivia mengembuskan napas dalam-dalam lalu mengeluarkannya lewat mulut. Berharap ia bisa melalui ini dengan baik.

"Ready? Action!"

Aziza yang duduk di lengan sofa terus mengoceh dengan bawelnya mengenai tetangga baru yang super duper ganteng. Gadis dengan itu bercerita sambil mengunyah makanan ringan dengan beringas. Aziza mendengus sebal melihat Citra yang dari tadi ia ajak ngobrol hanya merespon biasa dan tidak antusias sama sekali. Citra malah sibuk dengan buku yang ada di pangkuannya.

"Heloooo Citra Prameswari!!!" Aziza mengerucutkan pipi Citra sampai bibir Citra maju.

"Apoaaaa?" Kata-kata Citra menjadi tidak jelas karena kedua pipinya yang masih dalam penguasaan Aziza. "Zaaa! Lephasss?!!"

Aziza menyemburkan tawa melihat ekspresi lucu Citra. Tangannya ada pipi Citra dilepaskannya begitu saja, beralih memukul-mukul sandaran sofa sambil masih terbahak. Tawa itu menular dan Citra ingin turut tertawa.

Kivia sudah akan tertawa lepas. Namun, urung karena mempertimbangkan karakter Citra yang diperankannya.

Tawa Citra jauh lebih kalem daripada Aziza yang sangat membahana.

Renald menoleh pada Tari lalu mengangguk. Membuat Tari mengulas senyum bangga pada Kivia. Akhirnya, Renald dapat melihat Kivia sebagai sosok yang cukup menjanjikan memerankan female lead dalam film mereka.

***

"Thank you, Early!" Renald mengacungkan jempolnya. 

Early menyengir lebar lalu beralih untuk menatap Kivia. Cewek itu menepuk bahu Kivia bersahabat. "Good job, Kivia."

Kivia balas tersenyum. "Thanks, Ly."

Early melipir, kembali ke tempatnya sambil menenteng high heels miliknya yang bercorak macan.

"Oke, yang terakhir. Saya mau lihat chemistry kamu dengan pemeran utama pria yang sudah ditentukan untuk film ini, Kiev Bhagaskara," jelas Renald.

Kivia langsung melirik ke arah Kiev yang duduk di tepi studio. Cowok itu mulai bangkit dari tempat duduknya.

"Terserah kalian aja mau bagaimana, yang jelas ... saya mau kalian berdua bisa menunjukkan emosi satu sama lain secara maksimal," terang Renald.

Kivia mengangguk perlahan. Ia menggigit bibir melihat Kiev yang masuk ke dalam set dan duduk pada sofa panjang tepat di sampingnya. Kivia turut memiringkan tubuh dan memandang Kiev tepat di manik mata.

"Action!"

"Hai," sapa Kiev sambil mengulas senyum tipis. Pandang matanya begitu lembut. Membuat jantung Kivia berdebar tak seperti biasanya.

"Hai," jawab Kivia yang tak yakin suaranya terdengar jelas. Lidahnya seolah tercekat.

Seiring wajah Kiev yang semakin dekat, pencahayaan di ruangan itu kian redup. Juga musik instrumental yang mengalun indah menambah suasana syahdu di antara mereka. Tangan Kiev bergerak, menyelipkan helai rambut Kivia ke belakang telinga. Lalu mengusap pipi gadis itu dengan sayang. 

Kivia lantas menggenggam tangan Kiev di pipinya. Memejamkan mata. Meresapi perasaan hangat yang hadir di relung hatinya. Kemudian membuka matanya lagi perlahan. Kembali beradu tatap.

"Everything's gonna be alright," bisik Kiev yang semakin mendekat. 

Kedua ujung hidung mereka hampir bersentuhan. Sementara kening mereka sudah menempel satu sama lain. Kivia bahkan dapat merasakan embusan napas Kiev menerpa wajahnya. Aroma maskulin Kiev yang menguar membuat Kivia sadar bahwa ia sedang tenggelam dalam semesta seseorang. Memasuki semesta itu dengan begitu dalam.

Kivia mengangguk kecil. "I hope so."

"I love you," bisik Kiev lagi usai mengecup kening Kivia singkat.

Mata Kivia membulat karena kaget. Jantungnya berdetak liar. Ia memandangi Kiev yang sedang tersenyum cerah. Tak ayal, gadis itu turut tersenyum setelahnya.

"I love you too."

Kivia lalu menghambur ke dalam pelukan Kiev. Menyandarkan kepalanya pada dada bidang cowok itu. Lalu merasakan sentuhan hidung mancung Kiev yang terbenam di helaian rambutnya.

"Huaaah, gue nggak nyadar ampe nahan napas liat mereka!" bisik Tari antusias menonton Kiev dan Kivia yang masih tenggelam dalam peran masing-masing.

"Bener, Mbak. Gue juga jadi ikut deg-degan," komentar Early menimpali.

Renald kontan mengangguk-angguk. "Awal yang bagus sih ini menurut gue."

Chemistry keduanya tidak main-main. Renald jadi ragu apa Kiev dan Kivia benar-benar hanya 'teman lama'.

"Gimana? Udah ditentuin, kan?" ujar Dio menoleh ke kanan dan ke kiri untuk melihat respon rekan-rekannya. 

Renald, Tari dan Early manggut-manggut bersamaan. Dio tersenyum lebar, sutradara itu tampak puas dengan putusan suara yang akhirnya solid.

"Let's bring them together," ujar Dio final.

***

"Saya rasa kamu sangat layak untuk memerankan karakter Citra. And ... welcome to our team." Renald mengulas senyum ramah dan mengulurkan tangannya.

Kivia lantas menjabat tangan Renald. "Terimakasih."

"Santai aja sama gue," celetuk Renald lagi.

Kivia tersenyum ringan. "Siaaap."

"Kalau begitu, selanjutnya Dio bakal ngasih pengarahan."

Davido Gautama mengambil alih, lalu bergerak ke tengah-tengah. Semua perhatian orang-orang yang ada di sana kemudian tertuju ke arah sutradara itu.

"Okay, kita usahakan pra produksi ini benar-benar matang. Kita akan reading setiap hari selama sebulan penuh. Kalau reading doang sih di rumah masing-masing juga bisa, tapi kita bakalan latihan sambil tentuin blocking biar nggak bingung," jelas Dio.

Blocking merupakan penataan keberadaan aktris atau aktor maupun properti agar bergerak selaras dan tidak tumpang tindih atau saling menutupi di depan kamera.

"Most of all, lokasi syutingnya di sini, juga beberapa spot di Kota Baru. Tapi belakangan juga terdapat scene yang bakal kita ambil di Jakarta."

Semua mengangguk paham dengan penjelasan Dio terkait tetek bengek syuting ke depannya.

Setelah pengarahan Dio selesai, salah satu kru production house film itu mendekati Kivia untuk membahas kontrak kerja. Kiev yang kebetulan berada di sekitar Kivia, menemani Kivia duduk berhadapan dengan kru itu

Kivia duduk bersampingan dengan Kiev. Sementara kru itu menyodorkan map berisi satu bendel kertas di depan Kivia.

Surat Perjanjian Kerja

Pasal 1 
Tugas Pekerjaan
 

1.1. PIHAK PERTAMA dengan ini menunjuk PIHAK KEDUA sebagai pemain dalam Karya Sinematografi/Film produksi PIHAK PERTAMA dengan judul sementara "Senja di Pelupuk Borneo" (untuk selanjutnya dalam perjanjian ini disebut sebagai "FILM"), dengan peran sebagai CITRA PRAMESWARI dan PIHAK KEDUA menerima dengan baik tugas dan penunjukkan PIHAK PERTAMA tersebut di atas.

PIHAK KEDUA telah mengetahui skenario/cerita dan perannya dalam FILM tersebut atau setiap saat menerima peran sesuai dengan skenario/cerita dari PIHAK PERTAMA sehingga dengan demikian PIHAK KEDUA telah menyetujui dan tidak akan menolak peran dalam FILM tersebut dengan alasan apa pun juga.

Ada 11 pasal dalam perjanjian itu yang Kivia baca dengan cermat dan saksama.

Demikian perjanjian ini dibuat dan ditandatangani oleh PARA PIHAK dalam keadaan sehat jasmani dan rohani serta tanpa paksaan apa pun dari pihak manapun dan dibuat dengan dibubuhi materai yang cukup sehingga memiliki kekuatan hukum yang sah.

PIHAK PERTAMA

Ink Creative Production 

PIHAK KEDUA

Rembulan Kivianisya



Kivia menanda tangani kontrak itu dengan tenang. Walau sesungguhnya perasaannya campur aduk. Entah apa. Senang, gugup, juga antusias. Tidak menyangka takdir membawanya untuk masuk ke dalam project besar yang tidak pernah ia duga sebelumnya. Mungkin selama Kivia hidup, selain berhasil mendapatkan sertifikat untuk menerbangkan pesawat dan mengoperasikan haul truck, menandatangani kontrak perjanjian untuk membintangi sebuah film adalah pencapaian terbesar Kivia.

"Terimakasih atas kerjasamanya. Saya yakin kamu dapat memerankan karakter Citra dengan baik," ujar wanita berkacamata itu setelah menjabat tangan Kivia.

Kivia tersenyum. "Terimakasih banyak, Mbak."

"Saya pamit dulu ya," ujarnya kemudian menjabat tangan Kiev sebelum keluar dari ruangan itu meninggalkan keduanya.

Kiev mencubit hidung mancung Kivia. "Congratulation, hon."

"Aku sama sekali nggak nyangka." Kivia menarik napas panjang kemudian mengembuskannya perlahan.

"Feeling good?"

Kivia tersenyum cerah. "Hm, really ... good." 

"Aku harap kamu selalu bisa senyum kayak gini." Kiev mengusap pipi gadis di hadapannya. "Tapi ... karena kita tau bahagia dan sedih itu nggak selamanya, aku harap kamu percaya kita bisa lewatin momen-momen ini sama-sama."

Kivia tertawa kecil dan balas mengusap pipi Kiev. "Si baiiiik. Aku percaya kok. Makasih untuk semuanya yaaa."

Ketika suara derap langkah terdengar mendekat, Kiev dan Kivia lantas menjauh. Ada Dio dan Tari yang mengajak mereka berdiskusi untuk character development Bagas dan Citra. Kivia tersentak ketika Kiev diam-diam menggenggam tanganya di bawah meja. Sementara mereka menyimak penjelasan Tari dan Dio yang bergantian mengoceh.

Gini ... yang namanya Backstreet?

bersambung





•••••curcolitaaaaa•••••

Kiev dan Kivia itu ... couple yang pembawaannnya adem ayem juga elegan yang pernah aku bikin sih kayaknya hikhikhikkk.

Kalau di cerita-ceritaku sebelumnya, ada:

Dion-Gina yang warna-warni, gesrek dan terhebohhh.
Galang-Lintang, yang dewasa dan kadang suka lupa umur
Aileen-Adipati, yang badass dan keren jiwa
Alvian-Berlian, yang kalem dan dingin
Sinar-Cahaya, yang innocent
Arlyn-Shandy, yang santai
Udin-Riri, yang gokil dan gengsian (ririnya sihh wkwkw)
Kiya-Juli, yang maniiis

Gue dan calon suami gue, yang masih belum ketemuuu wkwkw

Okedeh, sampai jumpa di part berikutnya!!!

ini risetnya mayan bikin pusing lhoo jadi jangan lupa dikomen hihiiii

Oh iya, aku ulang tahun hari ini. ada yang mau ngucapin? Eh ngarep banget 😁😆

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top