duapuluh enam

Absen dulu, ini yg baca dari kota mana aja????

Selamat membaca.....

***

Setelah kepergian Bagas, Citra resmi menyandang gelar sebagai seorang single parents. Padahal Kaia masih berusia 8 bulan saat itu. Citra mengurus Kaia dibantu dengan sang ibu. Jujur saja, Citra terlalu bergantung pada Bagas. Jadi, ketika suaminya tiada secara mendadak, Citra tidak siap dan mungkin tidak akan pernah siap.

Lima belas hari, Citra terpuruk dan tidak makan sama sekali. Hanya merenung di kamar dan air matanya yang seolah tak pernah kering. Citra membiarkan Kaia diurus oleh neneknya. Padahal beliau juga tak muda lagi.

Namun, menyadari usaha orang-orang terdekatnya yang tak pernah henti memberikan support. Juga melihat Kaia yang semakin tumbuh dan tentu membutuhkan dirinya membuat Citra sadar bahwa hidupnya masih harus berlanjut. Ia sangat kehilangan Bagas, tapi apa daya yang bisa ia lakukan?

Mengajak Tuhan berkelahi karena telah mengambil suaminya?

Citra bahkan berpikir seperti itu. Ia lupa bahwa setiap makhluk adalah milik-Nya dan semua hanyalah titipan. Citra hanya ... merasa tidak sanggup menghadapi ini semua. Terlebih ketika satu tahun kemudian, ibu Citra mengembuskan napas terakhir.

Citra harus berjuang sendirian. Bekerja siang dan malam untuk menyambung hidupnya dan Kaia. Apa pun pekerjaannya asal halal. Tak jarang Kaia juga ia bawa ke tempat kerja jika tak bisa menitipkan Kaia pada Aziza atau tetangga terdekatnya. Maka dari itu, ketika Aziza menawarkan sebuah pekerjaan dengan gaji yang menurutnya luar biasa lumayan, yaitu sebagai operator haul truck, Citra langsung mengiyakan.

Kaia sudah berumur 6 tahun sekarang dan syukurnya pekerjaannya saat ini bisa menghidupinya dan Kaia. Sangat cukup untuk mereka berdua dibandingkan dengan waktu sulit dulu. Saat Citra lebih memilih sering-sering puasa asal biaya untuk susu dan popok Kaia bisa terpenuhi. Ia bahkan pernah tidak memiliki uang satu sen pun di tangan, Citra sebenarnya malu namun akhirnya ia terpaksa menerima pinjaman dari sahabatnya, Aziza.

Syukurnya sekarang masa-masa sulit itu telah berlalu. Meski waktunya dengan Kaia sedikit, namun ekonomi mereka tidak hanya cukup tetapi ada lebih untuk ditabung guna masa depan Kaia nantinya.

Saat ini Citra mempersiapkan barang-barang Kaia dengan cekatan. Kemudian memasukkan baju berenang, baju ganti, bedak tabur, handuk kecil, minyak telon dan perintilan lainnya ke dalam ransel dengan gambar Winney The Pooh yang begitu disukai putrinya itu. Kaia yang rambutnya masih setengah basah hanya mengayun-ayunkan kaki kecilnya dari atas kasur. Memperhatikan sang ibu yang dari tadi menggerutu karena Kaia yang begitu santai sedangkan Citra selalu grasah-grusuh setiap pagi.

Sudah selesai dengan barang-barang, Citra meraih dress berwarna shocking pink dan mengenakannya pada Kaia yang saat ini masih menggunakan singlet berwarna putih yang sama sekali tidak menyamarkan perut lucunya yang begitu happy tummy.

Kaia bersenandung tidak jelas saat mengangkat tangannya bergantian saat ibunya memasangkan pakaian. Kaia menyipitkan mata ketika Citra membedaki pipi gembil dan seluruh wajahnya dengan bedak tabur.

Citra meletakkan handuk di atas kepala Kaia dan mengeringkan jejak basah rambut panjang putrinya. Kemudian Citra bergerak menyisir rambut Kaia dengan super cepat sampai Kaia merengek karena rambutnya tersangkut. Citra memasangkan jepit berbentuk bintang di sisi kepala putrinya lalu mengecup kening Kaia singkat.

"Cantiknya anak mama. Ayo cepat kita berangkaaat."

Citra membenahi rambutnya sendiri dengan jari lalu meraih Kaia dalam gendongan. Ransel Kaia sudah tersampir di satu bahu Citra sementara tangan yang lain menenteng tasnya sendiri.

Mobil seken yang cicilannya masih lama lunas itu sudah siap dari tadi menunggu di depan. Citra membuka pintu belakang dan melempar tasnya kemudian meletakkan Kaia pada kursi depan di sampingnya. Memasangkan sabuk pengaman baru menuju kursi kemudi dengan cepat. Citra melajukan mobilnya dan menuju sebuah daycare yang cukup terkenal di kotanya. Pagi hingga sore si kecil Kaia memang dititipkan pada pengasuh di daycare tersebut.

Programnya jelas dan pengasuhnya baik-baik sekali, walau agak mahal Citra bisa mempercayakan Kaia bersama mereka. Sebagai ibu pekerja dan tidak memiliki siapa-siapa lagi, Citra terpaksa melakukan ini. Kaia jadi memiliki banyak teman dan mereka punya program harian yang teratur dari makan, tidur, bermain juga belajar sesuai dengan kebutuhan usianya. Sore menjelang malam, Citra akan menjemput Kaia dan mereka akan pulang bersama.

Sesampainya di tempat penitipan Kaia, Citra membuka sabuk pengamannya dan turun dari mobil sembari menggendong Kaia. Kaia disambut dengan pengasuhnya sementara Citra mengambilkan ransel anak itu.

"Salim dulu sama mama," ujar Citra saat Kaia sudah ingin menghampiri temannya yang bermain perosotan.

Kaia meraih tangan Citra dan mencium punggung tangannya. Citra berjongkok menyejajarkan posisi tubuhnya lalu mencium kedua pipi juga kening Kaia.

"Mama berangkat dulu yaaaa."

Kaia mengangguk lucu. Membuat Citra ingin menggigit pipi gembil anak itu.

"Pintar ... pin...."

"Taaaar," sahut Kaia.

Citra mengacak rambut Kaia gemas. "Okeee, dadaaaah."

Kaia melambaikan tangan ke arah sang ibu. "Dadaaah, mamaaaa."

Siska, pengasuh Kaia tertawa kecil melihat interaksi manis anak dan ibu itu.

"Saya berangkat dulu ya, Sis. Kalau ada apa-apa kabarin saja ya."

"Iya, Bu. Hati-hati di jalan,"sahut Siska.

"Yooook."

"Kay, dadaaaah." Citra melambaikan tangannya lagi pada Kaia.

"Dadaaaaah, Mamaaaa!" Kaia melambaikan tangan dari atas perosotan. Matanya seperti bulan sabit saat tertawa.

Citra mengangguk sopan pada Siska lalu menaiki mobil untuk segera berangkat ke tempat kerjanya. Setelah masuk mobil, Citra mengembuskan napas panjang. Masih pagi saja rasanya napasnya sudah ngos-ngosan. Citra memandang cermin yang berada di tengah dashboard mobil. Melengkungkan senyum lebar. Menyisir rambutnya yang modelnya sekarang lebih modern dengan potongan layer, karena seminggu yang lalu ia dipaksa Aziza untuk ke salon. Sahabatnya itu sedikit memohon padanya untuk lebih memanjakan diri. Tidak seperti Citra yang dulu penampilannya begitu sederhana. Citra pikir tidak salahnya tampil cantik untuk dirinya sendiri. Kaia juga pernah bilang ibunya sangat cantik saat ini.

Citra memoleskan lipstik dengan shade nude di bibir tipisnya. Entah sejak kapan, Citra jadi merasa lebih hidup. Demi Kaia, sang putri. Meski bagian dirinya yang lain tetap kosong dan mungkin ... hancur. Sudah bertahun-tahun, akan tetapi ia belum juga pulih. Semuanya terasa begitu tiba-tiba. Semuanya terasa tidak adil.

Sudah berapa doa yang ia bisikkan agar Tuhan melembutkan hatinya, memaafkan dunia yang ia rasa kejam. Mengikhlaskan yang pergi.

Jika bukan hal mustahil dan bisa saja mungkin, bisakah Tuhan membawa suaminya kembali ke hadapannya? Sehingga ia bisa memeluk Bagas erat-erat. Memintanya untuk tetap tinggal. Menemaninya hingga tua, menyaksikan Kaia nanti tumbuh, lulus sekolah, menggapai cita-cita kemudian menikahkannya. Hingga Kaia juga memiliki keluarganya sendiri. Lalu mereka akan bermain dengan cucu-cucu mereka. Menghabiskan sisa waktu bersama dan berharap akan ditemukan kembali setelah akhir dunia.

Lagi-lagi itu hanya angan-angan Citra beberapa tahun belakangan. Hingga suatu ketika, entah takdir menjawab doa atau mentertawakan angannya. Citra yang tadinya baru saja selesai bekerja, bergabung dengan rekan-rekannya yang diminta berkumpul. Citra tidak terlalu menaruh perhatian pada karyawan baru yang akan dikenalkan. Namun, dunia benar-benar mempermainkan perasaannya ketika sosok yang begitu mirip dengan suaminya, kini berdiri di hadapannya.

***

Sosok itu begitu mirip dengan suaminya, meski penampilan dan pembawaan dirinya jauh berbeda. Dan yang lebih penting lagi, nama pria itu bukanlah Bagas. Pria itu mengenalkan diri dengan nama Danish. Tidak seperti Bagas yang cenderung begitu rapi dengan kemeja super licin dan kancing yang selalu terpasang rapi, Danish sama sekali tidak tampak demikian. Model rambut mereka juga sangat berbeda. Bagas yang klimis sedangkan Danish dengan model medium undercut yang membuat dahinya terlihat jelas. Wajahnya bersih tanpa bulu, tidak seperti Bagas yang nyaman dengan kumis tipis serta brewok di sekitaran dagu.

Ah ya, logat bicaranya juga agak berbeda meski nada suaranya Citra kenal jelas terdengar seperti suara Bagas. Bagas lancar menggunakan bahasa Banjar dan orang ini terdengar kaku saat menggunakan bahasa daerah. Danish lebih lancar bicara bahasa Indonesia. Di antara fakta mengenai kemiripan dan perbedaan itu, Citra tidak tau yang dihadapinya sekarang ini adalah hal nyata atau hanya mimpi semata.

Citra membeku saat pria di hadapannya mengulurkan tangan, berniat bersalaman dengannya. Jika saja Danish tidak menyebutkan nama, mungkin Citra akan segera menghambur dalam pelukan pria itu. Tanpa menyadari bahwa pria ini memiliki identitas yang berbeda dengan suaminya yang sudah bertahun-tahun dinyatakan meninggal dunia. Maka Citra menahan diri untuk tidak membuat keributan.

Apa mereka orang yang sama? batin Citra bertanya-tanya.

Namun, melihat reaksi pria itu seperti memang benar-benar baru mengenalnya, membuat hati Citra mengecil. Apa yang sebenarnya ia harapkan? Secara fisik, mereka memang mirip. Namun, Danish bukan suaminya. Dia bukan Bagas. Citra mengerjap saat menyadari tetes air mata jatuh di pipinya. Buru-buru, gadis itu mundur dan menghindari kontak mata dengan pria yang masih mengulurkan tangan padanya itu.

"Saya permisi," ujarnya sebelum berbalik lalu berjalan cepat, menjauh dari sana.

Membuat rekan-rekannya yang lain memandangnya dengan sorot kebingungan. Sementara pria itu menatap nanar telapak tangannya yang terulur di udara dan tak bersambut.

Kiev menghela napas panjang karena adegan mereka akhirnya selesai, ia lalu mendekati Kivia yang duduk di kursi malasnya. Kivia memukul bahunya pelan saat Kiev sudah duduk di sampingnya, gadis itu memasang wajah cemberut.

"Kenapa sih?" tanya Kiev tertawa pelan.

"Nyebelin aja."

Kiev makin tergelak. "Maaf ya."

"Nggak perlu minta maaf juga sih, emang peran kamu nyebelin gitu." Kivia malah manyun.

"Iya Tari nyebelin tuh." Tunjuk Kiev, Tari hanya menyengir dan mengangkat dua jari, memberi tanda peace.

"Bagus rambut baru kamu," ujar Kivia spontan.

"Thank you." Kiev menyugar rambutnya ke belakang. "Makin ganteng banget ya?"

Kivia hanya terkekeh sebagai respons. Lalu melihat notifikasi dari surelnya. Ternyata ada pesan dari Sean.

seandanu
boleh kita bertemu?

Kivia menghela napas berat lalu dengan cepat mengetikkan jawaban.

rembulankivianisya
tidak.

seandanu
baik.

"What's wrong?" tanya Kiev.

Kivia hanya menggeleng dan tersenyum tipis. "Uhm, nothing."

***

Lokasi syuting berikutnya adalah di sebuah pulau yang juga berada di Kota Baru. Namanya Samber Gelap, pulau itu disebut-sebut sebagai Raja Ampat-nya Kalimantan karena panoramanya yang begitu indah. Surga di bawah air. Kiev, Kivia beserta tim menaiki dilanjutkan dengan speedboat saat menyebrang ke Pulau Samber Gelap. Pulau Samber Gelap adalah pulau kecil di kecamatan Pulau Sebuku, Kota Baru, Kalimantan Selatan. Pulau Sebuku terdapat di bagian timur Pulau Laut dan di sebelah barat Pulau Sulawesi.

Kiev dan Kivia sangat menikmati perjalanan mereka karena merasa sangat dimanjakan dengan pesona Pulau Samber Gelap yang luar biasa. Kiev baru pertama kali ke tempat ini, sedangkan Kivia sudah menyambangi pulau ini, tetapi itu dulu sekali. Bersama ayah dan kolega bisnis beliau. Ah, Kivia juga tidak terlalu ingat momen itu karena jauh-jauh ke sana, yang ia lakukan hanyalah untuk makan bersama.

Lain hal dengan sekarang, Kivia jelas-jelas mengabadikan keindahan pulau ini dalam benaknya. Gadis itu tak bisa menyembunyikan keterpukauannya. Lama sekali ia tinggal di kota ini, akan tetapi baru kali ini berkesempatan menikmati keindahan alam Kota Baru.

Syukurnya mereka datang di waktu yang tepat, karena pada bulan ini pantai sedang dibuai angin barat sehingga ombak jadinya tidak terlalu besar dan itu sangat berpengaruh dengan kondusifnya keadaan pantai. Di sini memang khusus pulau wisata dan tidak ada pemukiman penduduk. Hanya ada beberapa cottage juga tempat khusus yang disediakan untuk camping.

Lagi-lagi, mereka terpesona pada hamparan pasir putih yang lembut kala menginjak tepian pantai. Terlebih air jernih yang berwarna biru serta hijau. Maka saat diberikan waktu, pemain juga kru tak melewatkan kesempatan untuk melakukan diving atau snorkeling. Mata mereka dapat langsung melihat ekosistem bawah laut. Eksotisme puluhan hektar terumbu karang serta berbagai jenis ikan-ikan yang berenang di bawah sana. Apalagi visibility bawah laut lumayan terang, mungkin mencapai kedalaman sepuluh meter.

Kiev membantu memakaikan Kivia jaket pelampung, gadis itu sudah mengenakan masker yang melindungi mata dan hidungnya dari air, snorkel (selang berbentuk J) dan fin (kaki katak).

"Thank you." Kivia menoleh ke arah Kiev. "Padahal kamu kalau mau diving, diving aja."

Kivia jadi merasa nggak enak, soalnya Kiev pernah cerita dia senang banget sama olahraga air dan sampai punya lisensi untuk diving. Tapi di sini malah cuma snorkeling yang penyelamannya masih di permukaan laut.

Kiev tersenyum menenangkan. "Nggak ah, sama kamu aja ini. Lagian kita kan bentar lagi syuting juga. Aku mau jaga kondisi. Nanti, lain kali kan juga bisa."

Kivia nggak membantah lagi dan fokus mendengarkan arah oleh petugas. Intinya, jangan sampai tersentuh atau merusak terumbu karang. Sebab, terumbu karang itu tumbuh berapa inci saja memerlukan waktu satu tahun penuh. Maka harus sangat berhati-hati dan menjaganya. Begitu pula dengan biota laut lainnya.

"Kalau udah liat yang indah-indah itu kadang emang sampai lupa sekitar, tapi jangan sampai jauh-jauh dari teman, jangan sampai terpisah. Nanti kalau ada apa-apa susah. Perhatiin pijakan kalau mau istirahat atau stop, jangan sampai keinjak bulu babi atau karang. Terakhir, jangan panik. Perhatikan keselamatan diri dan make sure untuk tidak merusak aset laut kita," jelas petugas itu panjang lebar.

Kemudian satu persatu dari mereka mulai memasuki air dan mulai menyelam. Kiev dan Kivia juga mengambil foto underwater beberapa kali. Lalu keduanya berpisah untuk menikmati pemandangan bawah laut.

Tak disangka, saat Kivia menikmati pesona tiada tara yang membentang di hadapannya, air masuk ke dalam alat snorkel Kivia. Kivia berusaha tidak panik dan langsung berenang ke permukaan. Ia melakukan teknik clearing sesuai arahan yang ia dengar tadi untuk menghadapi situasi seperti saat ini. Gadis itu mengembuskan napas kuat-kuat melalui mulut agar air yang masuk ikut keluar. Namun, tampaknya gadis itu sedikit kesulitan. Parahnya lagi, Kivia tak terlalu memperhatikan perubahan arus sehingga ia tidak begitu siap saat arus yang cukup kencang datang menerjangnya.


bersambung

maaf baru bisa up yaaa. maaci udah bacaa. mwa!!!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top