delapanbelas

"Once again, thank you, Ya." Kiev meraih tangan Kivia dan membawa ke pangkuannya.

Kivia tersenyum lembut. "Aku hanya memutuskan untuk bersikap jujur sama diri aku sendiri. Aku pengin kita coba sama-sama, Kiev...."

Sepertinya ... ada es yang meleleh dalam hati Kiev mendengar suara lembut itu. "Can i kiss your forehead, Ya?"

Kivia agak tercengang dengan permintaan Kiev. Maksudnya, cowok itu benar-benar meminta izinnya terlebih dahulu untuk melakukannya. Kivia mengangguk, menyembunyikan pipinya yang mungkin sudah memerah. Lalu Kiev bergerak maju dan mengecup keningnya.

It feels so warm. Setelah lama sendirian and feeling empty, kini Kivia merasa bahwa ia mempunyai seseorang. Kivia merasa dicintai dan sudah sangat lama ia tidak pernah merasa sebahagia ini sebelumnya. Senyumannya terus menerus terulas karena kehadiran sosok Kiev dalam hidupnya.

"Yuk," kata Kivia.

Setelah mengambil koper, Kiev menggenggam tangan Kivia dan mereka berjalan beriringan memasuki Bandar Udara Gusti Syamsir Alam Kota Baru. Dari bandara ini, Kiev harus ke Bandara Syamsudin Noor di Banjarmasin terlebih dahulu baru nanti dilanjutkan terbang menuju Bandara Halim Perdanakusuma.

"Kamu harus pergi sekarang?" tanya Kivia setelah memeriksa arloji yang melingkar di pergelangan tangannya.

Kiev mengangguk sedih. "Sayangnya iya."

"It's okay. Safe flight, ya." Kivia mengusap punggung tangan Kiev dalam genggamannya.

"Last, can I hug you?"

"Kamu harus selalu minta izin ya? Anak baik." Kivia tersenyum manis lalu merentangkan tangannya.

Kiev tertawa ringan. So, mereka lantas saling mendekat dan memeluk satu sama lain. Kivia mendaratkan dagunya di bahu Kiev dengan nyaman.

"Maaf ya. Harus LDR dulu," ujar Kiev lirih sambil mengusap rambut panjang Kivia yang dikucir asal. Namun, membuat Kivia jadi terlihat semakin manis.

"Nggak apa-apa. Aku ngerti. We not a teenager anymore, Kiev," jelas Kivia menenangkan.

Kiev tertawa lagi dan mengacak puncak kepala Kivia. "Seenggaknya, aku punya alasan untuk selalu kembali ke sini."

"Kami akan selalu menerima kedatangan kamu dengan tangan terbuka kok."

Especially aku, batin Kivia.

"See you soon, Ya."

"See you, Kiev."

Kivia tersenyum melihat Kiev yang berjalan mundur dan wajah sedih cowok itu saat jarak mulai memisahkan mereka.

Kivia melambaikan tangan dan Kiev membalas melambaikan tangannya. Kivia lalu dapat membaca dari gerak bibir Kiev. "I'll call you later," ujarnya.

Kivia mengangguk dan membalas lambaian tangan Kiev sebelum cowok itu benar-benar harus masuk ruang tunggu bandara. Dan Kivia pun harus kembali ke tempat kerjanya.

Sederhananya, mereka memulai langkah untuk jadi semakin dekat. Meski mereka menyadari mereka berdua in relationship, tetapi mereka tidak menuntut satu sama lain. Kivia tetap menjadi Kivia. Kiev tetaplah Kiev. Tidak serba menggebu-gebu seperti remaja kasmaran yang baru pacaran.

Semuanya berlangsung dengan tenang. Seiring waktu berlalu, hubungan mereka juga berjalan sealamiah mungkin. Mereka berusaha enjoy dan menjalani healthy relationship. Keduanya memang sama-sama berpikir dewasa. Mereka sudah berada pada umur yang matang dan sama sekali tidak ingin menjalani hubungan yang penuh drama apalagi main-main. Sure, mereka serius dengan satu sama lainnya. Serius dalam artian, Kiev hanya ingin Kivia dan Kivia hanya ingin Kiev sebagai pendamping.

Hubungan jarak jauh mereka sejauh ini bisa dikatakan aman. Karena Kiev dan Kivia menjaga komunikasi mereka dengan baik. Kiev dan Kivia lebih memilih untuk saling menelepon. Entah itu pada pagi buta maupun malam hari menjelang tidur. Mereka tidak menghubungi satu sama lain terlalu sering. Lagipula, mereka sama-sama begitu sibuk dan tentu masing-masing sangat menghargai yang namanya me time. Kiev dan Kivia tidak keberatan sama sekali tentang hal itu. Apalagi saat ini, shift Kivia berubah dan dimulai pada malam hari. Sedangkan Kiev, pekerjaannya benar-benar tidak menentu. Hingga tak jarang, Kiev seringkali menceritakan jadwalnya pada Kivia setiap hari tanpa diminta.

Meski dalam hatinya yang terdalam, Kiev tetap mengkhawatirkan Kivia mengemudikan monster super besar itu, apalagi Kivia mendapat shift malam dan harus bekerja ketika orang-orang pada umumnya menikmati waktu tidur. Kiev sangat polite dan memastikan bahwa gadis itu beristirahat dengan baik. Cowok itu memahami bahwa Kivia menyukai pekerjaannya dan Kivia adalah seseorang yang memiliki kompetensi di bidang itu. Jadi, Kiev memutuskan mempercayai Kivia seperti Kivia yang selalu menghargainya. Kivia sudah menjalani pekerjaan itu bertahun-tahun lamanya dan Kivia adalah seseorang yang begitu profesional. Kendati Kiev sudah sangat lama memasuki kehidupan Kivia pun, Kiev akan selalu mencoba menghargai apa pun yang menjadi keputusan Kivia.

Sebenarnya Kiev ingin berkomunikasi dengan melihat wajah Kivia secara langsung, sayangnya aksesibilitas mess Kivia tidak bisa mewujudkan hal itu. Ia juga tidak mungkin meminta Kivia untuk pergi dan menempuh waktu satu jam dari mess untuk saling video call dengannya. Kiev tidak ingin membuat Kivia repot. Mendengar suara gadis itu saja sudah lebih dari cukup. Biasanya, Kiev atau Kivia mengirim pesan terlebih dahulu sebelum menelepon. Karena ya namanya juga LDR ya, sesi telepon itu adalah quality time mereka.

"Iya, Ya. Ini projek film terakhir aku tahun ini sebelum rilis album baru. Karena ini pihak PH masih proses casting, jadi aku manfaatin waktu luang untuk ngegarap album. Sambil jalan aja sih," cerita Kiev saat mereka saling menelepon untuk yang ke sekian kalinya. Saat Kivia sedang menyantap makan paginya setelah tadi tidur sebentar setelah bekerja hampir semalaman.

"Jangan lupa istirahat ya, Kiev. Kamu begadangnya dikurangin," pesan Kivia.

"Yang kerja sampai shubuh kan kamu,Ya," canda Kiev.

"Hehe, paginya ini aku istirahat kok. Kamu jangan terlalu khawatir ya."

Iya, walaupun Kiev khawatir, Kiev yakin Kivia tentu paham akan kondisinya sendiri. "Oke, walau masih agak ngantuk tapi usahain nggak skip sarapan ya. Nanti boleh lanjut lagi tidurnya. Kalau kamu udah agak capek jangan terlalu diforsir ya."

"Iya, sayang. Kamu juga ya. Jangan terlalu sering nginep di studio, lho."

Kiev terlonjak mendengar Kivia yang melontarkan panggilan sayang padanya. Astaga, calm down.

Kiev, jangan norak, dirinya sendiri memperingatkan.

"Iya, ... sayang. Satu hari ini lagi aja ya?"

"Bapak Kiev Bhagaskara ini memang workaholic banget yaaa.... ish," sindir Kivia dengan nada meledek.

Kiev tertawa renyah. "Kamu sendiri juga workaholic, Rembulan Kivianisyaaaa."

"Nggak seworkaholic kamu yang nggak pulang-pulang."

"Iya deh iyaaa. Ampuuun," ujar Kiev akhirnya.

"See? Ampun juga yaaa aku...."

"Iya, kita cuman saling khawatir kok. Nggak ada yang salah."

Kivia tertegun lalu bibirnya melengkung indah. Kiev benar. Tidak ada yang salah.

"Udah jam 6. Kamu lanjut tidur aja lagi, Ya. Sleep tight, cutie pie."

"Semangat rapatnya hari ini ya, Kiev. Moga lancar ya."

"Makasih untuk doanya...."

"Kembali kasih...."

"Ya?"

"Hm?" jawab Kivia.

"I love you."

3 kata ajaib yang pertama kali Kiev ucapkan pada Kivia. Kivia diam sejenak seolah tak percaya dengan apa yang ia dengar. Suara dengan nada rendah yang memikat itu terdengar lagi.

"I love you. A lot."

Kivia tersenyum kecil sebelum menjawab. "I love you too, Kiev."

Too much.

***

"Lo yakin kita pindah lokasi syutingnya di daerah ini? Gila, ini terpencil banget sih," komentar Oktarianti Naina, penulis novel 'Senja di Pelupuk Borneo' yang menyandang gelar National Best Seller dan Mega Best Seller. Tari, biasa wanita berusia 30 tahun itu disapa, juga berperan sebagai script writer film ini. Mereka sedang berada di perjalanan memasuki kawasan hutan.

"Ya mau gimana lagi. Makin terpencil makin natural lah film kita. Lagian produser yang langsung ngerekomendasikan tempat ini. Dia kenal deket sama Bos perusahaan jadi gampang lah perizinannya. Kalau deket, budget-nya juga bisa lebih aman kan. Daripada nyari tempat lain?" ujar Davidio Gautama, sang sutradara.

"Iya, juga sih. Tapi ada satu lagi nih yang bikun gue pening," keluh Tari.

"Apaan?" tanya Dio heran. Dahi cowok 33 tahun itu lantas berkerut.

"Pemeran utama cewek, untuk kualitas dan pengalaman, Delisa sama Early sih dua teratas. Mereka juga populer...."

"Tapi?" sambung Dio. "Lo ngerasa mereka nggak cocok jadi Citra?"

Tari mengangguk tanpa semangat. "Iya, lo tau kan Citra gue tulis kek gimana. Maksudnya, Delisa itu terlalu soft, Yo. Dia paling jago deh jadi cewek rapuh-rapuh gitu. Sedangkan tokoh Citra itu kan tangguh. Dari look sampai pembawaan, Delisa mah cocok ala-ala putri yang duduk manis nungguin pangeran. Sedangkan karakter Citra gue gambarin tipikal cewek badass gitu kek Black Widow, ya walaupun dia bukan superhero."

"Early?"

"Early masih nggak bisa lepas dari imejnya yang lawak. Dia susah banget yang serius-serius gitu walaupun gue tau dia udah usaha banget. Malah dia mau gue pertimbangin buat jadi sahabat Citra, yang lo tau kan itu Early banget. Kocak gitu karakternya. Di sini semua karakter itu kuat. Bahkan pemeran pendukung kayak sahabatnya Citra aja sangat memorable sama pembaca gue. Apalagi main cast kayak Bagas dan Citra. Gue harap karakter itu juga diperankan sama aktor dan aktris yang sesuai dengan karakter mereka."

"Kalau Kiev gimana? Kita susah lho nyesuain jadwalnya. Lo kemarin juga acc banget kan Kiev sebagai male lead di film ini?"

Tari mengangguk antusias. "Kiev udah cocok banget sebagai Bagas. Sesuai sama bayangan gue. Kayak dia emang terlahir untuk memerankan tokoh Bagas gitu, lho. Gue nggak ada bayangan lagi aktor selain dia. Thank God, dia nerima peran ini. Mana tetap bersedia pakai acara casting dulu. Kita udah dapetin aktor sekelas Kiev Bhagaskara lho ini, Yo. Udah acting skill-nya juara, populer pula. Film Kiev nggak pernah flop."

"Semoga film ini juga ya. Gue optimis sih sama naskah lo. Apalagi pas Kiev gabung, gue makin optimis, Tar."

"Gue juga percaya kalau yang nyutradarain filmnya sutradara sekelas lo, Yo. Ya walaupun nggak box office pun, film-film lo langganan festival film. Apalagi ini film akan mengangkat culture Indonesia juga. Gue percaya sama project kita ini."

"Thank you, Tar. Tapi balik lagi, gimana female lead-nya?"

"Makanya itu, Yo. Masalahnya ... ada sih aktris lain yang gue bayangin untuk bisa jadi Citra selain Delisa sama Early. Tapi gue bayangin lagi rentang umur sama Kiev kejauhan dan nggak bisa ditolerir sama sekali. Atau sekali dapet, proporsi tubuhnya yang nggak sesuai lah sama bayangan gue, ada yang udah pas secara look, eh tone suaranya nggak banget. Tuh kan? Sulit banget nyari yang pas."

"Iya sih, gue ngerti kok. Tapi gimana ya. Nggak ada yang sempurna, Tar. Kalau nggak ada yang pas gimana? Delisa ... lo nggak bisa pertimbangin lagi apa? Akting bagus, udah punya nama juga. Followers-nya banyak. Lo bisa beri pengarahan nantinya."

"Gue nggak ada masalah sama sekali sama Delisa, Yo. Cuman setelah liat dia casting untuk film ini, gue ngerasa dia nggak cocok aja sama peran Citra. Gue juga udah nonton chemistry-nya sama Kiev kok di film-film mereka dulu, tapi ya itu kan bukan naskah gue. Bukan sebagai Citra. Lagian gue percaya lo dan production house ini sangat menghargai quality daripada quantity. That's why gue signed contract sama PH ini kan? Gue tau gue kayaknya jadi egois banget. Tapi lo ngerti kan, Yo. Naskah gue itu udah kayak anak gue sendiri. Gue nggak mau mengecewakan pembaca gue, Yo."

"I know, Tar. Lo nggak selfish kok. Lo cuman mau yang terbaik. Semoga ada titik terang deh nanti. Kita fokus observasi tempat aja dulu. Sama nentuin titik-titik yang pas buat jadi lokasi syuting. Pemandangan di sini juga bagus. Adem pula."

"Iya, ya. Thank you banget udah ngertiin gue, Yo." Tari menurunkan kaca mobil dan mengirup napas dalam-dalam. Menghirup udara sore yang mendamaikan hatinya.

***

"Wah, langsung ke sini Mas, Mbak? Sempat istirahat nggak tadi?" Pakde Bambang menyambut Dio dan Tari yang menyambanginya di area pertambangan dini hari ini. Dua orang itu diantar oleh rekan kerjanya yang lain dan telah mengenakan rompi serta topi keselamatan.

"Alhamdulillah sudah, Pak. Tadi kami nyampenya habis maghrib. Udah tidur juga. Ini sekalian observe tempat waktu dini hari gini, nanti ada scene malam juga jadi kita nggak mau menyia-nyiakan waktu," jawab Dio setelah berjabat tangan dengan Pakde Bambang.

"Oh begitu, nah pas banget yang akan jadi stuntwoman lagi shift ini, Mas. Ini pengganti sih, Mbak, Mas. Soalnya yang awal itu lagi cuti. Yang ini juga ahli kok nyetir haul truck dan udah lama juga di bidang ini. Sebentar ya, Mbak, Mas. Mungkin 15 menitan lagi dia istirahat."

"Oh iya, Pak. Terimakasih infonya."

"Kopinya, Mas, Mbak." Pakde Bambang menyodorkan dua cup kopi pada Dio dan Tari.

"Terimakasih, Pak."

"Lumayan dingin di sini ya, Pak."

Pakde Bambang mengangguk. "Iya, agak berangin juga malam ini."

Dio mengambil kameranya dan merekam dari berbagai angle. Sementara Tari mengambil notes dan mencatat beberapa hal penting untuk disesuaikan dengan naskah. Mereka sudah diberi pengarahan oleh Pakde Bambang dan beliau juga mendampingi keduanya mengenai area pertambangan ini agar semuanya aman terkendali.

"Nah, itu kayaknya udah mau istirahat." Pakde Bambang menunjuk truk super besar yang rodanya saja lebih besar dari tinggi mobil yang mereka tumpangi saat ini. Dio dan Tari menganga takjub. Sebenarnya Tari sudah riset tentang truk pengangkut hasil tambang ini sejak dulu saat menggarap novelnya, tapi melihat kendaraan big size ini di depan mata mampu membuat rahangnya terbuka lebar secara tak sadar. Apalagi melihat haul truck itu bergerak mulus mengangkut hasil tambang di atas medan yang terjal. Hatinya deg-degan, takut jika sesuatu terjadi.

Truk pengangkut hasil tambang setinggi tujuh meter itu mendekat untuk parkir setelah selesai melakukan tugas. Haul truck itu berhenti tak jauh dari mereka. Pakde Bambang turun dari Strada yang mereka naiki, Dio dan Tari turut keluar dari mobil. Dio dan Tari kompak menelan ludah menatap kendaraan berkapasitas 240 ton yang lebih mirip rumah dibanding kendaraan.

Mereka lalu terkesiap menyadari pintu dari atas truk itu dibuka perlahan. Seorang perempuan dengan celana jins panjang keluar dari sana dan menuruni tangga dengan langkah yang luar biasa anggun. Rambutnya yang dikucir kuda terayun disentuh semilir angin malam yang berembus. Kulitnya yang putih langsat sangat kontras dengan turtleneck sweater berwarna hitam dan rompi keselamatan yang dikenakannya.

Sepatu boots cokelat gadis itu menapak tanah setelah melalui anak tangga terakhir. Eskpresinya datar mengangguk sopan pada Pakde Bambang dan Dio serta Tari. Tubuhnya yang tinggi menjulang dengan proporsi tubuh yang pas mendekat ke arah mereka. Bahkan cara berjalannya saja begitu mengesankan.

Tari semakin terpesona ketika gadis di depannya melepaskan topi keselamatan dan sedikit membenahi rambutnya. Kemudian tersenyum ramah sembari mengulurkan tangan pada dua tamu itu.

"Namanya Kivia, satu-satunya perempuan yang mengendarai haul truck di area ini, sekaligus yang akan menjadi stuntwoman pada project film Mas dan Mbak," ujar Pakde Bambang memperkenalkan.

Kivia menyunggingkan senyum tipis. "Salam kenal, Mbak. Saya Kivia."

Tari hampir menjerit, melirik pada Dio yang juga mengerti maksudnya. Tari sudah menemukan titik terang. Ini ... inilah sosok yang ia cari-cari. Sosok yang ia impi-impikan untuk berperan sebagai pemeran utama wanita. Kivia ... gadis ini sangat sesuai dengan tokoh Citra yang ia bayangkan!




Bersambung

waaaaah gimana ya selanjutnyaaa? xixixixix

jangan lupa dikomen lhoooo kalau nggak dikomen nanti aku sediiiih :(((

lafyu. iin 😁

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top