Farewell


Alat makan dari logam dan kayu dilarang. Sekop dan garpu berkebun juga tidak boleh.

Supaya tidak ada yang terluka.

Tidak apa-apa, ada sarung tangan tebal untuk bisa menggali tanah gembur dan mencabuti rumput liar. Hari ini tugasnya memastikan tak ada rumput liar yang mengganggu tumbuhnya bibit yang sudah ditanam. Cabuti semua, hingga ke akar. Jangan ada yang tertinggal. Kumpulkan jadi satu, ditumpuk di sudut lalu bakar.

Api tidak boleh.

Supaya tidak ada yang terbakar.

Baiklah, ditumpuk saja kalau begitu. Mungkin jadi makanan ternak. Hewan berbulu tebal dan empuk yang disebut sebagai domba. Mereka bau tetapi sangat berguna.

Daging dan susunya sumber protein dan lemak yang bagus.

"Kai!" panggil manusia berseragam putih. "Bersihkan dirimu! Ada tamu."

Lelaki yang dipanggil namanya itu mendongak dari tumpukan gulma.

"Ini masih ... Tiga minggu terlalu cepat, bukan?"

Manusia berseragam itu mendengkus lalu menjawab, "Bukan tamumu yang biasa."

Seharusnya Shousa tidak mengizinkan sembarang orang datang.

Mengernyit bingung, tetapi lelaki itu menurut juga dengan segera bangkit lalu menyerahkan topi berkebun dan sarung tangannya pada manusia berseragam putih. Kembali ke kamarnya untuk mandi dan berganti pakaian sebelum menemui tamu di ruangan khusus.

Sesuai dengan prosedur, kedua lengannya dirantai oleh borgol terlebih dahulu sebelum diizinkan memasuki ruang tempat menerima tamu.

Pintu dibuka. Di balik meja tempat biasanya para tamu duduk, ada dua manusia. Masih muda. Seorang dari mereka mengenakan gaun warna tanah dan rambut panjang tergerai. Seorang lagi mengenakan setelan dan berambut pendek.

Perempuan?

"Halo, Mr. Kai. Aku Mary Mitford dan ini Gaela Adaline. Apakah kau masih mengingat kami?"

Tidak kenal.

Dia tersenyum ramah. "Halo untuk Anda berdua juga. Terimakasih sudah datang," ucapnya. Riang dan ringan. Walau tidak mengulurkan tangan untuk bersalaman karena kedua tamunya belum menyodorkan tangan lebih dahulu.

Gerak yang tak perlu hanya akan membuat manusia berseragam putih waspada.

Kalimat, 'To what pleasure do I owe both of you for coming?' sempat nyaris terucap. Mulut dan lidahnya terbiasa. Namun kalimat lain yang lebih mendesak muncul ke permukaan.

"Apakah saya mengenal Anda berdua?"

Kedua tamunya terlihat sedikit terkejut. Kemudian manusia yang mengenakan setelan menjawab lebih dahulu.

"Aku temannya Viper Whetstone, tapi kita belum saling kenal. Aku hanya mengantar gadis ini menjengukmu."

Mendengar nama yang dikenal Viper Whetstone. Matanya membulat. Shousa!

(....)

Mary menepuk pundak Gaela. "Beberapa bulan lalu, kalian pernah bekerja bersama. Gadis ini anak buahmu yang baik, dan dia juga menghormatimu. Benar, kan, Gaela?"

"Betul, saya adalah pegawaimu beberapa bulan lalu. Senang bertemu lagi dengan anda, Mr. Kai," jawab manusa yang mengenakan gaun warna tanah seraya mengangguk. Senyumnya mengembang.

"Ah, teman Shousa dan ...," matanya terarah pada Gaela. "Manusia yang rajin bekerja?"

Menyenangkan?

"Wonderful! Sungguh menyenangkan. Ada keperluan apa dua manusia seperti Anda sekalian menemui saya?"

"Saya—" Mary tercekat. Ia berdeham. "Ada salam dari ... Shousa. Kau sudah menjadi manusia yang lebih baik, Mr. Kai."

Dusta. Shousa tak pernah berkata demikian. Tetapi ucapannya terdengar tulus, mari kita dengarkan.

"Semoga Anda selalu dalam keadaan baik, Mr. Kai."

"Andai itu benar, Miss," ucapnya. Ingin menerima kebaikan dan ucapan dari sang tamu tetapi juga tak bisa menghilangkan rasa kecewa.

"Saya hanya ingin mengunjungi anda, Mr. Kai," ucap manusia yang diperkenalkan dengan nama Gaela. Nama yang tak terlalu diingat, tetapi dia masih ingat sosok rajinnya ketika bekerja. "Bagaimana kabar anda, Mr. Kai?"

Mendengar Gaela bertanya, seketika dia menjawab, "Tidak pernah lebih baik dari ini, Miss. Sayangnya api bukan sesuatu yang boleh dipakai. Untung para domba cukup menyukai gulma sebagai camilan tambahan."

Domba-domba dan gulma ... Tak adakah hal lain yang bisa dibicarakan?

Lalu semudah membalik halaman dia mendongak lalu bertanya, ringan.

"Apakah kalian suka teh? Saya tidak diizinkan menggunakan api, tetapi masih bisa menyeduh teh. Tempo hari seseorang manusia yang baik memberi sekotak teh bagus. Sangat sedap, kalau saya boleh katakan."

Dia berdiri dan melirik pada manusia berseragam yang bertugas mengawasi untuk meminta izin membuka laci. Tak ada respon negatif, berarti diizinkan.

"Dengan senang hati, saya akan menerimanya Mr. Kai." Gaela masih tersenyum.

Manusia dengan setelan mengangguk saja sebagai jawaban.

Melihat dua tamu menunjukkan reaksi positif atas tawarannya, dia segera membuka laci rak. Seperangkat poci dan cangkir ala Timur Jauh dijajarkan di atas meja.

"Maaf, seadanya. Lagipula saya tak punya cukup rasa seni untuk mempraktekkan Chado, upacara minum teh. Jadi hanya seduhan daun yang bagus saja." Dia menjelaskan seraya dengan cekatan menyeduh teh hijau untuk ....

Tiga saja, manusia berseragam putih itu tak pernah mau menerima suguhan, berapa kali pun ditawari.

Tiga cangkir teh. Menggunakan air panas dari termos yang tersedia.

Sekejap saja di atas meja terhidang tiga cangkir tanpa gagang. Aroma segar dan hangat teh hijau menguar dalam ruangan.

"Please," ujarnya lagi, mempersilakan disertai gestur menunjuk dengan telapak tangan yang santun. "Nikmati minuman Anda."

Manusia yang mengenakan setelan berusaha se khidmat mungkin ketika meraih cangkir dan menghirup teh hijau miliknya.

Manusia bergaun cokelat pun menyeruput teh dengan perlahan dan tersenyum, "terima kasih, Mr. Kai."

"Enak sekali, Mr. Kai." ucap manusia yang mengenakan setelan, tersenyum. "Anda memang selalu berdedikasi tinggi untuk pekerjaan Anda. Saya benar-benar salut."

Pujian yang pernah didengar.

Sebuah Manor megah dengan banyak pekerja. Seseorang.

Apakah bisa dikatakan sebagai manusia?

Individu?

Mungkin begitu lebih tepat.

Mengatur dan memastikan segalanya berlangsung dengan lancar.

Setidaknya itu yang dia harapkan. Itu yang kita harapkan

"Saya harus melakukannya," dia mulai berucap. Datar. "Yang tidak berguna ... akan dibuang."

Sejenak, genggaman Mary pada cangkirnya menguat. Mencengkeram. Sementara Gaela menutup matanya.

Hei. Ekspresimu!

Kemudian seperti baru menyadari wajahnya sempat mengeras, dia buru-buru minta maaf.

"Saya sering lupa menggunakan otot wajah kalau teringat masa lalu."

Dia senang dua tamunya—nama mereka Gaela dan Mary— menikmati hasil seduhannya.

"Jangan sungkan untuk meminta tambahan. Saya ada kue juga, kalau suka," dia buru-buru menambahkan. Tak ingin membuat kedua tamu merasa tak nyaman.

"Jika tidak merepotkan, dengan senang hati, Mr. Kai." Mary menjawab sebelum kembali menyeruput tehnya. Tak lupa mengangguk dan tersenyum.

Beberapa kali Mary melirik teman di sebelahnya.

Gelisah?

"Tidak perlu repot-repot Mr. Kai, ini sudah lebih dari cukup." Gaela mengangguk sopan.

Dari respon Mary, sepiring biskuit yang juga hadiah dari seseorang, dihidangkan di tengah meja. Satu piring lebar saja, supaya lebih banyak memuat keping biskuit. Siapa tahu Gaela juga berminat mencicipi.

Denting piring dengan permukaan meja terdengar lebih keras dari seharusnya. Getaran porselen yang beradu dengan kayu keras sangat terasa. Ukurannya yang lebar, pecahan yang dihasilkan akan sangat berguna. Apabila sudah tak ada lagi yang bisa ....

Hentikan itu! Hukumanmu belum selesai.

Pikiran yang sempat membuatnya terdiam sejenak itu berhasil dienyahkan sebelum lanjut menuangkan tambahan teh untuk manusia teman Viper.

"Bagaimana keseharian anda Mr. Kai?" tanya Gaela dengan senyum.

"Keseharian saya?" dia mengulang, untuk memberi kesempatan berpikir sebelum menanggapi Gaela sambil kembali duduk di tempatnya. "Tak banyak. Hanya memastikan ruangan pribadi tetap rapi dan bersih. Terkadang membantu manusia-manusia yang berseragam putih menata isi rak dan laci. Oh, dan sedikit berkebun juga."

Sedikit-demi sedikit, seiring dengan bertambahnya penjelasan yang diucapkan. Perasaannya kembali ringan. Suara dan ekspresinya pun menjadi riang.

"Berkebun sangat banyak yang perlu diperhatikan. Saya salut pada Richard yang bisa menata Taman Depan dan Taman ...."

Pada akhirnya kembali ke sana juga. Baiklah, tanyakan sepuasmu.

Dia terdiam. Menatap lurus pada perempuan yang pernah menjadi maid di tempatnya dulu itu.

"Benar juga ... Bagaimana, dengan Anda, Miss. Pekerjaan apa yang sedang Anda lakukan?"

"Saya bekerja di toko kue sekarang, Mr. Kai. Syukurlah orang-orang di sana ramah dan baik pada saya." Gaela menjawab dengan senyuman. "Terima kasih juga atas surat rekomendasinya, berkat itu saya jadi tidak kesulitan mencari pekerjaan pengganti."

Lega?

Ya. Banyak yang ingin diketahui tentang nasib para pekerja lain yang ditinggalkannya tetapi dia tak yakin mereka akan menjawab dengan senang, bila pun ada kesempatan untuk bertemu. Beberapa kali Viper datang, dia gagal bertanya. Selain karena dirinya sulit mempertahankan ingatan selama menjadi Butler saat bersama manusia veteran itu, juga karena dia tak ingin merusak pertemuan yang jarang bisa dialami.

Karena kau tak pernah membiarkan AKU memegang kendali saat Detektif itu datang.

Menerima sedikit informasi dari gadis itu sedikit mengangkat rasa penasarannya. Tidak. Tidak sedikit. Sangat banyak. Saking leganya dia lupa menanggapi Gaela. Terlalu rileks membuat kendalinya lepas.

Pandangannya kini teralih pada teman Viper.

Siapa, namanya tadi ...? Biar aku. Kau tidur dulu saja.

"Miss Mitford, kalau tidak salah? Apa Anda punya pertanyaan yang belum terjawab?"

Akio mengangkat tangan dengan gestur mempersilakan. Menimbulkan derik gemerincing rantai borgol di pergelangan tangannya. Kontrol tubuhnya selalu agak kendor saat pergantian wewenang seperti saat itu.

"Selagi isi kepala saya sedang jelas ... Silakan," ujarnya.

"Tak ada yang ingin saya tanyakan, Mr. Kai. Saya bersyukur Anda baik-baik saja." Mary tersenyum simpul. "Saya hanya mengantarkan Gaela dengan akses yang saya miliki. Saya pikir, entah kenapa, Anda mungkin membutuhkan hal itu."

Dia melihat Gaela melirik Mary ketika mendengar alasan yang dikemukakan teman Viper itu. Mereka belum membicarakan soal ini, rupanya.

"Anda yakin? Mungkin ini kesempatan terakhir Anda untuk bertanya ...." Akio melirik sesaat pada pengawas yang terlihat menguap bosan dan tak terlalu tertarik. Merendahkan suara, mencondongkan sedikit badannya kemudian menambahkan setengah berbisik, "Anak ini ... tak terlalu suka saya yang memegang kendali."

Lalu kembali bersandar. Menunggu.

Tubuh Mary menegang. "Anak ini ...?" ulang gadis teman Viper itu.

Tanpa bersuara—kendali atas tubuhnya sudah sempurna, masih dengan senyum tersungging di wajah, Akio menggerakkan sebelah tangan untuk menunjuk ke dadanya sendiri.

"Anak ini ... Membuat-ku supaya bisa menjadi Butler yang ideal. Sayangnya dia juga membenci-ku karena menutupi kematian Master darinya." Dia berhenti sejenak. "Aku juga yang membiarkan dia mempercayai Harold ..."

Mary mematung. Apabila jantung manusia bisa ikut berhenti sejenak, mungkin debarnya akan tertunda juga. Namun sebaliknya dari denyut tipis di pelipis, terlihat bahwa debarnya semakin kencang.

"Oh ...," gumam gadis itu. Kemudian meneguk ludah. "Kenapa Anda melakukan itu ...?"

"... Melakukan yang mana?"

"Menutupi kematian ... Master ...." Lidah gadis itu terbata mengeja panggilan yang sudah lama tak muncul di permukaan. Kemudian menambahkan, "... Anda kenal saya?"

Akio tersenyum. "Karena prioritas saya adalah keselamatan anak ini. Bukan yang lain."

Dia berdehem sedikit lalu melanjutkan, "Sebaiknya jangan terlalu sering menyebut nama itu karena bisa membangunkan anak ini ..."

Dia belum ingin melepaskan kontrol yang sudah sangat lama tak berhasil didapatkan.

"Tapi ... Ya, saya mengenal Anda, Miss Mitford."

"Bisa dipahami," ucap Mary, sedikit terbata. Terlihat sedang sibuk mencerna fenomena yang baru saja terjadi. "Saya senang kalian ... berdua ... baik-baik saja."

Reaksi yang menarik. Kejujuran pada emosi dan perasaan yang membuat iri.

"Semoga Anda ..." Kata-kata Mary terhenti. Ragu untuk diteruskan. "Akio Kai yang saya lihat saat ini sudah jadi manusia yang baik. Entah Anda yang mana yang menanggapi 'salam' Shousa yang saya sampaikan, tapi saya serius soal itu. Saya ... Bisa paham kenapa Anda mengutamakan keselamatan anak ini."

Terlihat jelas banyak hal yang melintas dalam benak gadis itu ketika hendak menyampaikan maksudnya.

Kemudian gadis rekan Viper itu mengakhiri kalimatnya dengan "... Saya tidak ingin mengusik Anda lagi. Sudah tidak ada pertanyaan."

Akio tertawa kecil melihat kepanikan Mary.

"Anda betul-betul berbeda dengan Mr. Whetstone, Miss Mitford. Saya jadi ingin menggoda Anda lebih lanjut," komentarnya di sela tawa. "Sayangnya anak ini sepertinya juga cukup menyukai Anda ... Kalau saya mengganggu lebih jauh, bisa-bisa malah saya yang hilang lebih awal."

Kemudian dia kembali memindahkan fokus pada mantan maid Myrtlegrove. Dia perlu menyampaikan apa yang belum sempat dikatakan oleh dirinya yang lain, selagi masih cukup punya kendali.

"Anda anak yang pandai. Tahu cara menempatkan diri juga. Itu penting, daripada kepercayaan dan kesetiaan buta yang bisa memakan nyawa sendi ...."

Tak setuju!

"... ri," ucapannya agak terhenti di akhir seperti ada sesuatu yang menyentil.

Dirinya yang lain sudah bangun. Kendalinya makin lemah sejak memutuskan untuk membereskan sampah terakhir Myrtlegrove. Mungkin walau tak terlalu dipahami, rasa bersalahnya pada Richard, Dorothy, dan Gaela membuat kontrol dirinya semakin tipis.

"Baiklah ... Sepertinya saya tak bisa berlama-lama lagi."

Akio menatap ke kedua tamunya bergantian.

"Entah apakah kita bisa berjumpa lagi, mungkin keberadaan saya akan lenyap sama sekali ... tetapi saya doakan keselamatan dan kebahagiaan Anda berdua."

Gadis satu lagi mengangguk takzim dan tersenyum, dia bisa merasakan pujian tulus dari pria di depannya. "Terima Kasih, Mr. Kai." ucapnya.

Sepertinya mereka tak akan pernah bertemu lagi.

"Ah, ya. Saya ... ada oleh-oleh," Mary tiba-tiba berkata. Mengeluarkan bungkusan dari tas kameranya. Diletakkan di atas meja, dekat tangan Akio. "Buatan saya sendiri. Semoga Anda suka."

"Ah, kue ini ...."

Scone. Kue pertama yang dibelikan oleh Henry Myrtle ketika menraktirnya di sebuah kafe. Saat dirinya masih berfungsi sebagai pengamat. Menonton dan memberi saran dari sudut pandang ketiga. Sebelum dia mewujud dalam persona seorang Butler.

Seulas senyum tersungging. Sesaat ekspresinya menjadi sendu. "... Sepertinya enak. Terimakasih banyak, Miss Mitford."

"Sama-sama, Mr. Kai." Mary mengangguk pelan. "Gaela?"

Gadis itu kembali mengangguk saat Mary menoleh padanya, memberi sinyal untuk segera berangkat.

"Anda berdua sudah akan pulang?" dirinya yang lain sudah mengambil alih kendali, bertanya. Terlihat agak kecewa, lalu melirik pada manusia yang berseragam.

Percuma. Perawat itu tak peduli. Lakukan saja sesukamu.

"Kalau begitu ... Izinkan saya memberi ini!" Dia buru-buru berdiri dan meraih sesuatu dari laci, kemudian menyodorkan pada kedua tamu mereka.

Dua lembar kartu, dengan bunga kering menempel di salah satu sisinya. Bagian dari sejumput kecil bunga yang berhasil mereka mekarkan. Hanya sekejap dan dirinya yang lain terlalu bersemangat hingga memetik tangkai tempat kuntum-kuntumnya mekar sedikit terlalu cepat. Untungnya mereka berhasil mengeringkan hanya dari instruksi di buku, setelah beberapa kali kegagalan.

"Saya belakangan belajar membuat itu. Bunga pertama yang berhasil tumbuh."

Mary menatap kartu di tangannya sebelum memasukkan ke dalam tas. Sedangkan Gaela melemparkan senyuman tulus padanya setelah menatap lekat-lekat kartu yang baru diterima.

"Terima kasih banyak Mr. Kai, mungkin saya akan menghubungi anda lagi lewat surat," ucap gadis itu.

Terasa. Dirinya yang lain sangat senang mengetahui pemberiannya diterima dengan baik. Kemudian ketika mendengar bahwa salah seorang dari mereka berjanji akan mengirimkan surat, senyumnya ikut mengembang. Senyum mereka.

"Akan saya tunggu surat Anda, Miss," ucap mereka berdua.

Setelahnya dia kembali menoleh pada manusia berseragam putih, mengangguk memberi tanda bahwa mereka sudah selesai.

Dia pun diantarkan kembali ke ruangannya.

Sebelum benar-benar keluar, dia meninggalkan lambaian tangan kecil pada kedua tamunya. Pintu pun tertutup.

Ini sudah cukup.

Tetapi kita belum bertemu Richard dan Jane ... Bagaimana dengan Harold? Kita ... Kau belum bicara lagi padanya sama sekali.

Selama di instansi yang sama, mereka berkali-kali bertemu pandang walau hanya dari kejauhan. Namun tak pernah saling memulai interaksi lebih jauh. Segan.

Ditambah banyak pencegahan dari pihak instansi juga. Khawatir pertemuan keduanya bisa memicu pertikaian berdarah baru.

... Terimakasih sudah mengizinkan aku bicara.

Kau akan menghilang?

Entah. Tetapi bila tugasku selesai. Tubuh ini sepenuhnya milikmu.

Karakter yang muncul dalam cerita ini:

Kai Akio/Akio Kai, karakter milik saya sendiri.

Mary Mitford, karakter milik izaddina. Dari karya: The Ambiguous Reporter - RP NPC 2023

Gaela Adaline, karakter milik Nanaasyy. Dari karya: The Maiden of Secrets.

Jangan lupa untuk mampir di karya dua handler lain juga!

amelaerliana, dalam karyanya: The Charming Doctor.

frixasga, dalam karyanya: Battlefield for One

Masing-masing menyajikan cerita dengan sudut pandang berbeda.


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top