Bonus Chapter - Inquiry
Bahan-bahan makanan yang diberikan oleh Reinhald pada para Kai seharusnya cukup, tetapi dalam 2 minggu pasti habis—tak peduli sehati-hati apa mereka mengatur porsi. Akan sangat merepotkan bila Kai—yang Akio, mendadak muncul lagi saat dia sedang menjalankan misi atau sedang menyamar. Reinhald memutuskan untuk mencari tahu di mana mereka tinggal.
Berbekal sekantong suplai tambahan, seharusnya cukup untuk jadi alasan berkunjung—bila berhasil menemukan mereka.
Dia berhasil menemukan.
Lokasi yang tak buruk. Cukup dekat dengan pusat kota tetapi jauh dari keramaian. Bangunan tak terlalu tua juga tak terlalu baru, agak berjarak dari bangunan lain berkat keputusan renovasi pemilik bangunan yang diselesaikan dengan terburu-buru karena perang keburu meletus. Selain mereka ada beberapa penyewa lain, tetapi semua terlalu sibuk bekerja dan bertahan hidup untuk mengurusi dua penghuni baru yang jarang menunjukkan wajah pada yang lain.
Reinhald sedang menduga-duga darimana Duo Kai itu menemukan tempat yang nyaris ideal itu di tengah situasi susah, hingga tak menyadari ada yang sudah sangat dekat dengan posisinya mengamati.
"Herr Peterson," sapa seseorang, nyaris membuat mata-mata andalan negaranya itu terlonjak.
Reinhald bersyukur yang menyapa bukan Kai yang Akio. Mengapa Kai bersepupu selalu berhasil menerobos pengawasannya, dia tak mengerti.
"Kejutan yang menyenangkan. Kebetulan sedang jalan-jalan di sekitar sini atau ada keperluan dengan kami?" basa-basi Kai—yang bukan nama sebenarnya, itu. Reinhald hanya membalas sekadarnya, sekaligus menunjukkan kantong yang dibawa sebagai alasan berkunjung.
Wajah tersenyum dan karisma orang yang mengaku sebagai Kouichirou Kai itu masih ada, tetapi Reinhald bisa melihat bahwa kondisi fisiknya menurun cukup drastis. Pipi yang tirus dan jemari yang kurus. Hidup sebagai pengumpul informasi di negara lawan, tak terlalu ramah pada perwira dari keluarga terpandang itu.
"Sedikit memalukan, walau otak memahami, sepertinya tubuhku terlalu terbiasa dimanja di tanah air," komentar Kouichirou sembari melangkah perlahan, mengitari jalan setapak taman yang tak jauh dari tempat tinggalnya. Reinhald yang mengusulkan tempat itu, karena sepertinya Kouichirou masih enggan membiarkan dirinya masuk ke apartemen tempat Duo Kai tinggal. Setidaknya lebih masuk akal daripada bicara di tengah jalan.
"Kalau 'Adik Sepupu' itu yang menjadi bandingan Anda, rasanya siapapun juga bakal terasa payah staminanya."
Komentar Reinhald itu menimbulkan derai tawa. Sopan, tak terlalu kencang, tetapi tetap terdengar natural. Ada banyak rekan Reinhald yang bakal iri pada keahlian bersosialisasi sang Tuan Muda, kalau mereka melihat.
"Anak itu bukannya berstamina bagus, dia hanya terlalu pandai menahan diri," Kouichirou menanggapi di sela-sela tawa, kemudian menambahkan, "Dan tubuhnya sangat menurut pada perintah."
Anak, katanya. Perasaan aneh yang sering timbul saat berinteraksi dengan si Dobermann, memang membuat Reinhald teringat akan bocah-bocah di panti asuhan. Terasa janggal bila dia mengingat posturnya.
Reinhald menghela napas. Bukan saatnya untuk memikirkan soal makhluk aneh. Setelah sempat menghabiskan cukup waktu mengamati sekeliling tempat tinggal duo Kai itu—sebelum disapa oleh Kouichirou, dia merasa harus segera menyampaikan hasil pengamatannya. Tidak yakin Duo Kai punya cukup sesuatu untuk dirinya untuk menjadikan transaksi bisnis, anggaplah tanda persahabatan.
"Mr. Kai," Reinhald memulai. "Apa tidak ada keinginan untuk ...." Kalimatnya terhenti ketika menatap raut wajah lawan bicaranya.
Ekspresi itu. Sinar mata itu. Orang itu menyadari betul nasib macam apa yang menantinya dan sudah siap untuk menjalani. Apapun yang dikatakan Reinhald tidak akan membuatnya goyah.
"... Seberapa lama kalian mau menetap?" akhirnya itu yang ditanyakan.
"Selama mungkin."
"Ada beberapa orang—pihak, sudah mengendus keberadaan kalian—entah dari mana saja mereka. Untuk saat ini kecurigaan hanya mengarah pada Akio Kai, karena ... yah ... dia terlalu mencolok untuk orang sipil. Jadi- ... Anda juga sudah tahu, ya?"
Kouichirou tak menjawab.
Memanfaatkan seorang abdi setia sebagai umpan pengalih perhatian memang hal yang tak jarang dilakukan. Reinhald baru akan menganggap bungkam itu sebagai sikap lumrah orang-orang kalangan atas ketika Kouichirou akhirnya berucap, "Anak itu pasti baik-baik saja. Dia pandai bertahan hidup."
"Oh, ya. Mumpung sudah bertemu, apa aku bisa minta tolong sesuatu?"
"Tergantung imbalannya," jawab Reinhald, agak ketus. Terbawa oleh rasa tak senang pada penilaian barunya—bahwa Kouichirou termasuk kalangan atas yang menganggap bawahan hanya bidak catur yang bisa dikorbankan. Juga karena merasa lawan bicaranya sengaja mengalihkan pembicaraan.
Ternyata yang diminta Kouichirou adalah: untuk menyita peledak dan senjata apabila dirinya berhasil meringkus orang-orang yang bermaksud membereskan Kai bersepupu, tanpa sepengetahuan Akio. Sungguh permintaan yang sangat sulit. Dobermann satu itu bisa mengendus niat buruk manusia pada majikannya bahkan pada jarak tembak. Bisa-bisa para penyerang itu keburu dihabisi sebelum Reinhald berhasil menemukan mereka.
"Aku akan berikan padamu data perkiraan siapa saja mereka, asal mereka, dan area mana saja yang akan mereka gunakan untuk menyerang kami," ujar Kouichirou menambahkan.
"Itu ... data luar biasa kalau memang tepat, tetapi mengapa malah diberikan padaku. Bukankah ada 'adik sepupumu' yang hebat itu?" tanya Reinhald, sedikit menahan diri untuk tidak menyebut ganas atau buas. Dia yakin bila si Dobermann, pasti bisa membereskan dengan lebih cepat.
"Anak itu tak bisa," ucap Kouichirou. "Dia terlalu gamblang dan tanpa pandang bulu saat melakukannya, akan ada sangat banyak korban yang jatuh."
"Dibilang begitu juga, aku sendiri tak yakin bisa menyelesaikan tanpa pertumpahan darah," keluh Reinhald. Menggaruk kepalanya yang tiba-tiba terasa gatal.
"Tak apa, pertumpahan darah itu memang tak bisa dihindari."
Jadi bukan sekadar tak suka ada korban, hanya ingin mencegah jatuh korban terlalu banyak. Mengingat sepak-terjang si Dobermann, bisa dimaklumi. Untung sejauh ini masih mudah ditangani hingga tak menimbulkan gesekan tak perlu dengan pihak keamanan setempat.
"Lalu, apa yang akan dilakukan pada peledak dan senjata yang disita—jangan bilang harus dimusnahkan. Mending buat kami saja."
"Terserah kau saja, asal sisakan satu-dua batang untukku."
Reinhald tertawa, saat itu mengira Kouichirou hanya menanggapi candaannya. Setelah menegosiasikan apa saja yang bakal diterima olehnya bila memenuhi permintaan Kai Kouichirou. Mereka pun berpisah.
Orang itu tidak bercanda. Dia benar-benar datang sendiri beberapa minggu kemudian, untuk mengambil 3 batang dinamit dan sebatang granat tangan dari peti sitaan. Mengambil jeda singkat saat Akio sedang sibuk dengan tugas yang sengaja diberikan oleh Kouichirou.
Reinhald baru akan menanyakan apa yang akan dilakukannya pada benda-benda berbahaya itu, tetapi Kouichirou memberikan beberapa lembar kertas yang terlipat rapi.
"Peta?" gumamnya, mengintip isi lipatan kertas yang diberikan oleh Kouichirou itu.
"Rute-rute yang mungkin aman untuk keluar dari negara ini bila keadaan sudah tak memungkinkan untuk menetap. Kau bisa cek dulu."
"Akhirnya Anda memutuskan untuk pergi juga?" Ada rasa lega timbul dalam benak Reinhald. Berurusan dengan Duo Kai memang merepotkan, tetapi bila harus kehilangan dua orang rekan yang sangat kompeten, jelas sangat disayangkan.
"Rute itu kubuat dengan memperhitungkan kemampuanmu dan Akio saja."
Melihat Reinhald terbelalak pada pernyatan itu, Kai—bukan nama sebenarnya, tersenyum dan melanjutkan, "Aku akan tambahkan imbalan untukmu bila mau sekalian menyiapkan perlengkapan untuk anak itu. Karena semua yang ada di apartemen kami akan hancur—aku memperhitungkan supaya apa yang tersisa akan terbakar habis, mungkin dinamit-dinamit itu bisa kubagi kekuatannya supaya ledakannya lebih terarah."
"Oh, aku juga tak bisa ikut kalian. Percuma. Hanya akan tertangkap lalu tebusan yang diajukan bakal terlalu mahal. Tak akan dikabulkan oleh pemegang anggaran militer, lalu ayahanda bakal mengirim pasukan dan uang pribadinya. Sangat tidak efisien."
Apa yang dikatakan olehnya tak bisa masuk dalam logika Peterson. Seorang mata-mata yang baik tak boleh meninggalkan jejak, itu benar. Tetapi ledakan dan kebakaran hanya akan mengundang kecurigaan, juga tak boleh meninggalkan mayat karena akan ada terlalu banyak informasi yang bisa diperoleh musuh. Kecuali ....
"Mr. Kai ... Anda bermaksud menjadi decoy?"
Individu misterius yang memiliki kerabat mencurigakan, hingga semua mata awas akan mengawasi kerabatnya. Apabila individu itu tiba-tiba tewas tak wajar, maka segala kecurigaan yang terpusat pada kerabatnya akan kembali pada sang individu. Segala kejanggalan pada sang kerabat akan dimaklumi sebagai hasil manipulasi sang individu misterius.
"Untuk saat ini ... Kau bawa ini dulu saja. Bisa tolong sampaikan pada Akio nanti?"
Bersamaan dengan ucapan itu Reinhald menerima benda pipih sepanjang sekitar 1 meter, lebih beberapa senti. Terbungkus kain bagus, tebal dan ada sulaman sederhana di ujungnya. Beratnya 3 kantong gula jatah. Derak lembut logam yang beradu, dan kayu pipih penutupnya terasa dari balik kain yang membungkus.
"Katana itu terlalu mencolok bila sisa-sisanya ditemukan. Ada lambang pandai besi langganan keluargaku di bagian dalam gagangnya."
"Apakah foto ini juga?" Reinhald menunjukkan selembar foto yang ditemukan ketika dia mengintip isi kain pembungkus untuk memastikan bahwa yang diberikan padanya benar-benar pedang tradisional negara asal Duo Kai. Sebuah foto diri Akio Kai dengan pakaian tradisional.
"Oh?" Derai tawa kembali terdengar. "Rupanya anak itu menyembunyikan fotonya di dalam kain pembungkus pedang. Pantas kucari-cari tidak ada." Dengan satu gerakan cepat, Mr. Kai mengambil foto itu dari tangan Reinhald.
Membuatnya termanggu.
"Ini milikku ... Kau suruh dia berfoto lagi saja kalau kau juga ingin."
Reinhald bukannya ingin foto si Dobermann. Dia hanya bertanya-tanya untuk apa Mr. Kai membawa-bawa foto itu. Perlu diakui penampilannya bagus dan karena memang di hasil foto manapun orang jarang berekspresi, keanehan si Dobermann tak terlihat. Hanya seperti foto kerabat biasa.
Kerabat. Sang perwira menengah berasal dari keluarga berada, jauh dari tanah air. Tak memiliki orang yang bisa disebut sebagai teman dekat karena misi yang diemban. Satu-satunya hal yang bisa dikatakan kerabat darinya hanya si Ajudan.
"Bagaimana ... Bagaimana dengan keluarga Anda, Mr. Kai. Letnan Kolonel itu tidak akan membiarkan puteranya tewas sementara abdi keluarga selamat, bukan?"
Pertanyaan yang sengaja diucapkan Reinhald untuk memancing sang Perwira itu hanya ditanggapi dengan senyuman simpul.
"Karena itu, Akio kuserahi peran yang membuatnya mendapat jasa besar hingga Ayahanda tak bisa menyentuhnya. Anak itu juga tidak akan pulang sebelum misinya selesai ... Ah, tidak. Aku akan meninggalkan pesan yang melarangnya untuk pulang."
Sampai sebegitunya.
"Sejak dinyatakan tidak dapat berketurunan akibat demam yang kualami waktu kecil, pewaris keluarga akan diserahkan pada keponakanku—yang seharusnya jadi anak angkatku bila aku pulang nanti. Kalau aku tak pulang, keponakanku bisa tetap bersama ibunya dan tetap menjadi ahli waris."
Reinhald Peterson tak tahu apa yang harus dilakukan pada banjir informasi tersebut.
"Yah, pokoknya sudah kusampaikan apa yang perlu kau ketahui. Data lainnya yang belum selesai diproses, akan menyusul. Nanti kutitipkan pada Akio sebelum kembang apinya dinyalakan." Kouichirou mengucapkan itu semua dengan ringan. "Sisanya, tolong, ya!" dia menambahkan.
"Kukira ...," Reinhald berkata lambat-lambat, "Anda hebat sekali bisa tetap waras berurusan dengan Dobermann itu, ternyata aku salah. Anda tak kalah tidak warasnya."
Kalimat itu bisa membuat dia dipecat atau setidaknya mendapat hardikan dari atasan, tetapi Mr. Kai hanya tergelak.
"Ada banyak manusia tak menyenangkan di sekitar kami," ucap si Dobermann.
Akio Kai sempat datang lagi ke tempat Reinhald dengan wajah datarnya. Hanya berselang beberapa hari sejak pertemuan empat mata Reinhald dengan Kouichirou. Untunglah sebagian besar dari para pengintai yang mengincar keselamatan mereka sudah dibereskan lebih dulu.
Seperti disarankan oleh atasan Akio Kai, Reinhald 'menuntun' si Ajudan dengan memberi informasi sedikit-demi sedikit tentang peluang untuk kabur dari negara itu. Juga mencoba memberitahu Akio Kai cara membujuk atasannya untuk menyetujui saran kabur bersama. Dia setengah berharap ada keajaiban entah bagaimana hingga Kouichirou membatalkan niat menjadi decoy.
"Sayangnya di antara semua keahlianmu tak ada yang meluluhkan hati orang dengan puppy eyes," keluh Reinhald.
"Apa saya perlu membawakan mata anak anjing kemari?"
Pertanyaan yang bisa membuat orang lain berjengit atau bahkan memaki itu diucapkan dengan lugu. Reinhald hanya bisa menghela napas. Dia yakin si Dobermann itu juga tak menanyakan itu dengan maksud bercanda. Bila disetujui, maka sekejap saja Akio Kai akan mencari anak anjing terdekat, dan ... Reinhald bergidik.
Si Dobermann memang cepat tetapi tak bisa dikatakan yang tercepat, apalagi kalau disebut sebagai yang terkuat. Reinhald berani adu panco dengannya dan yakin pasti menang. Kengerian dari ajudan Kai adalah ketepatan dan nol belas kasihan. Malah sepertinya dia tak mengenal konsep kasih.
Namun melihatnya memeluk sebelah tangan yang tersisa dari sang Majikan dengan wajah sembab dan pandangan kosong, membuat Reinhald berpikir kembali.
Saat itu sudah berselang beberapa bulan setelah rencana Decoy dimulai.
"...Siapa?" tanyanya parau. Membuat Reinhald yang sedang dalam sosok penyamaran, menghentikan langkahnya. Bahkan dalam kondisi demikian, insting si Dobermann tetap tajam.
"Ini aku, Reinhald Peterson."
Hening untuk beberapa saat lalu terdengar jawaban, "Tunggu ... sebentar ... Sersan." Masih dengan suara parau.
Lega Dobermann itu masih bisa mengenalinya, Reinhald menghela napas panjang. Duka dan kepedihan memang butuh waktu, dia masih bisa menunggu sampai dengan pihak keamanan setempat tiba. Orang-orangnya sudah bersiap untuk membantu menyelesaikan dengan mulus.
"Sudah tenang ... tapi belum tertutup ... penuh."
Alis Reinhald terangkat. "Apanya?"
"Tak bisa gerak ... Tak bisa ingat ... perintah."
"Apa yang kau bicarakan, Kai?" tanya Reinhald, mulai merasa was-was.
Si Dobermann mendongak sebagai reaksi atas panggilan itu. "Siapa aku ... Sersan?" tanyanya.
"Kau itu Akio Ka- ...." Reinhald menghentikan ucapannya. Berpikir keras sebelum kemudian mengulang, "Kai Akio Jun-i, kau mendapat pesan dari Katsujirou Shousa untuk menyelesaikan tugas terakhirmu, dengan mengikuti petunjuk dariku."
Janggal sekali melihatnya melepaskan pelukan dari potongan lengan itu. Kemudian bangkit dan berdiri dengan tegap. Telapak tangan kanan rapat lalu ditarik ke pelipis, memberi hormat dengan sikap sempurna.
"Siap. Kai Akio Jun-i menerima tugas."
Peterson bahkan belum menjelaskan tugas macam apa yang diberikan oleh majikannya, tetapi si Dobermann sudah menerima begitu saja.
Memang mengkhawatirkan.
"Sekarang, kita harus segera pergi dari sini. Mengenai Kats- ... Kai Kouichirou, biar orang-orangku yang mengurusnya."
"Siap. Kai Akio Jun-i mengikuti petunjuk Sersan Peterson."
Kemudian dengan patuh Dobermann itu mengikuti langkah Reinhald. Tanpa menoleh sedikitpun pada puing-puing yang sempat menjadi rumahnya selama beberapa bulan terakhir. Juga pada sisa lengan yang masih dipeluk dengan sepenuh hati sampai dengan beberapa detik yang lalu.
Beberapa minggu setelah kejadian, di sebuah kapal nelayan—tua tetapi cukup terawat, yang berhasil mereka tumpangi untuk menyeberang ke negara tetangga yang netral. Reinhald Peterson mendatangi Akio Kai yang duduk terpekur di salah satu sudut. Tak bersuara. Bahkan sepertinya matanya tidak memandang apa-apa.
Dengan dua cangkir kopi panas di tangan sebagai pengantar sebelum menggumamkan sapaan basa-basi. Kemudian Reinhald duduk di dekatnya.
"Makam Kouichirou sudah jadi. Orang-orangku berusaha mengumpulkan apa yang tersisa lalu dikuburkan dalam peti kecil."
Hening. Tak ada respon. Reinhald menyeruput kopinya sendiri, sedikit terbiasa dengan keanehan rekannya.
"Tempatnya tersembunyi dan agak terpencil, tetapi aman. Kau bisa mengunjungi makamnya bila misimu selesai nanti."
"Sersan," gumam Akio, akhirnya mulai bersuara. Tanpa menoleh pada lawan bicara. "Jangan singgung tentang Beliau lagi ... Mode ini melelahkan. Tak yakin bisa mencegah ... anak ini untuk terjun ke laut dan berenang kembali ke pelabuhan ... Bitte¹."
"Bitte?²" ulang Reinhald. Matanya masih terbelalak. Kopinya nyaris tumpah. Sangat jarang Akio bicara sepanjang itu.
"Ha ... Bitte?²" tanya Akio Kai. Kali ini menoleh, menatap mata Reinhald yang tampak jauh lebih kebingungan.
"Tadi kau bicara soal ... Beliau ... Lalu, anak ini—siapa yang kau maksud?"
Akio mengerjapkan mata, memiringkan kepala. Nampak berpikir dan mengingat-ingat.
"Aku tak mengerti, Sersan," ucapnya. Seperti biasa, lugu dan 100% serius.
(Peterson's POV Arc, selesai.)
Daftar Terjemahan
Bitte¹ = Please, kumohon.
Bitte?² = Excuse me?, minta diulang karena tidak paham/tidak dengar yang diucapkan lawan.
Catatan Penulis.
Halo, semuanya! >w<)/
Selamat datang di chapter kedua, sudut pandang Sersan Peterson—bagi yang belum sempat baca, silakan mampir ke chapter Scrutiny sebelum ini. Bagian dari deretan bonus chapter karena saya malas bikin work baru.
Apakah bonus chapter The Butler selesai sampai di sini?
Tentu tidak (hahahahaha)
Masih ada chapter London. Hanya saja saya belum ngutik mentahannya sejak bergulat dengan si Peterson. Lumayan rewel dia, walau ga se rewel Shousa. Diajak ngobrol malah nanya balik ini-itu yang bikin saya kudu bolak-balik cek Mbak Wiki dan Om Gugel. Padahal dulu saya make karakter ini karena sifatnya yang santuy.
Sersan Peterson masih bakal nongol di chapter London, tetapi sudut pandang utama bukan dari dia lagi. Dia cuma muncul sesekali karena Akio biasa n̶e̶r̶o̶r̶ mendatangi untuk minta bantuan. Selain lumayan ganggu kalau ngedadak nongol, Peterson merasa bersalah ke Akio Kai karena nyetujui untuk bantu rencana decoy Shousa.
Dia setengah berharap Shousa bakal batalin rencana waktu jalanin, karena ... harusnya ga tega ninggalin ajudannya yang bengong, sendirian. Si Peterson ga tahu soal 'Akio'. Ya, di sini akhirnya dia sadar dikit-dikit, sih.
Eniwei.
Foto di media atas sana itu Kanal Nyhavn, di Copenhagen, Denmark. Anggaplah itu tujuan kapal yang ditumpangi oleh Reinhald dan Akio, karena saya hanya bisa menemukan foto pelabuhan itu yang bebas copyright. Sedikit catatan, Peterson memang mata-mata dari negara itu, dia masuk ke Deutsches Kaiserreich menggunakan nama belakang ibunya yang warga lokal—ayahnya, Peter Sr. yang Denmark.
Negaranya netral di Great War, tetapi tetap butuh data untuk jaga-jaga bila situasi berubah.
Baiklah, cuap-cuap ini kita akhiri saja sebelum saya mulai membeberkan panjang lebar tentang banyak hal dan mengubah konten fiksi jadi non-fiksi.
Sebagai bonus, saya sertakan foto berwarna dan terbaru dari Nyhavn.
Sumber: wikipedia.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top