Autumn Rain
Dengan bantuan Richard, Viper memobilisasi penghuni-penghuni Estate yang untungnya bisa dibujuk untuk mengungsi. Sebagian mereka membawa barang pribadi mereka, sebagian mulai gemetar dan pucat seakan dunia sudah berakhir bagi mereka. Akio nyaris tak perlu berkata atau bicara apa-apa, hampir semua langsung menurut pada instruksi detektif itu begitu melihat wajahnya.
Viper mengumpulkan mereka di Front Garden, berusaha memisahkan antara pelayan dan staf lain agar tidak bergumul atau ribut sendiri. Setelah sudah dipastikan urutan mengungsi dan kendaraan yang digunakan, ada sedikit waktu untuk tenang.
Darah yang mulai menetes dari dalam lengan kanan jas Akio akhirnya menarik perhatian Viper. Detektif itu mencari-cari kain lalu mencoba membebat lubang yang dibuatnya sendiri. Sayangnya kemampuan mengobati Viper tidak sebagus kemampuan melubangi. Kain yang membebat luka Akio seketika memerah dan darah tetap mengalir.
... It's the thought that counts.
"Berarti tinggal ... Mitford ..." Viper mengedarkan pandangannya, ada Gaela Adaline di antara para maid yang berkumpul di pojok ruangan. Dia juga tidak melihat sosok si dokter di mana-mana. "Dan ... Harold Wayne."
"Ah, saya juga perlu membopong Henry Myrtle dari kamarnya." gumam Viper.
Menuju Master Bedroom? Dia harus ikut.
Namun belum sempat Akio mengucapkan apa-apa, Gaela Adaline keburu datang mendekat.
"Anda ... berdarah Mr. Kai," Gaela berkata parau. Buru-buru gadis itu melepas apronnya, berusaha menggunakan kain itu untuk menghentikan pendarahan di bahu kanan Akio.
Kain celemek untuk seragam pada maid Myrtlegrove memang terbuat dari bahan yang bagus dan kuat. Namun bila yang menggunakan tidak memakai teknik membalut yang benar, percuma saja. Berkali-kali gadis itu mencoba mengurai dan membebat ulang celemeknya tetapi tak banyak memberi efek positif.
Apalagi ... Akio tak yakin celemek itu cukup bersih untuk membalut luka. Mungkin ini yang dikatakan Detektif itu sebagai bagian dari penebusan dosa?
"Uhh, maafkan." Gaela menunduk. Terlihat putus asa.
"Tidak apa-apa, Miss Adaline. Anda sudah berusaha," timpal Akio, kalem.
"Biar saya panggilkan Dokter Wayne," ujar gadis itu lagi.
Mendengar nama Harold disebut, dia menggertakkan rahang. "Harold ... Ada di mana dia sekarang?"
"Viper!" suara nyaring rekan mungil detektif itu, mendahului kedatangannya. Sepertinya sudah tak peduli dengan usaha menyamar sebagai laki-laki lagi. "Kau aman?"
Di belakangnya Akio bisa melihat sosok jangkung dokter pribadi Estate juga mendekat.
"Miss Adaline, bisa anda tunggu Mr. Akio yang diobati di sini?" pinta Viper, sebelum dia menghampiri Mitford. Berbeda dengan Akio, detektif itu hanya melirik sepintas pada Harold seolah berusaha menganggap keberadaannya tak ada.
"Baik," Gaela mengangguk.
Harold Wayne. Orang yang sudah memilih Dorothy, gagal mempertahankan nyawa perempuan itu, dan mendatangkan segala kekacauan di Estate yang dipercayakan Master Henry padanya. Namun juga orang yang memiliki kemampuan penyembuh terbaik yang Akio pernah ketahui.
Bertemu pandang dengannya membuat batinnya berkecamuk. Akio tak bisa memutuskan apakah Harold adalah lawan atau bukan. Tanpa basa-basi sapaan, juga senyum palsu yang biasa, Harold pun hanya diam termanggu.
Rintik-rintik air dari mendung gelap yang sudah merambat ke langit Myrtlegrove sejak pagi mulai berjatuhan. Tak banyak yang menyadari, kecuali beberapa orang yang masih tersisa di pekarangan, menunggu giliran mengungsi. Kemudian bersamaan dengan aroma tanah basah yang terbawa oleh angin musim gugur, hujan pun turun dengan derasnya. Seolah hendak menyapu aroma kayu dan material lain yang sudah hangus terbakar.
"Mau ke mana?" Mary menahan Viper yang hendak pergi meninggalkan ante room.
Akio segera mengikuti arah pandang rekan mungil Viper itu.
"Kepala Manor ini tidak akan bergerak kemana-mana, 'kan, selain kubawa?" Viper menjawab.
Ketika Detektif itu melangkah keluar dari Ante Room, Akio turut melangkahkan kakinya, seperti ada tali tak terlihat yang membuatnya selalu menjaga jarak tertentu dengan Detektif itu.
"Mr. Akio, biarkan luka anda ditangani dulu. Saya tidak akan lama."
Mengapa dirinya tak diizinkan? Kalau dirinya tak ikut, siapa yang akan memastikan keselamatan Shousa? Dia masih harus membawa Master pergi.
Untuk kesekian kalinya hari itu kakinya membeku. Tak tahu harus menuruti insting atau perintah.
Apa karena kedua bahunya terluka dia sudah tak dibutuhkan?
"Mau ke kamar Henry Myrtle? Di atas sudah tak ada siapa-siapa." Mary masih menghadang. Ia melirik tajam ke arah Harold yang masih bungkam. "Kata dokter itu, seharusnya Mr. Myrtle sudah beristirahat selamanya. Nanti kau tanyai saja dia setelah dokter itu mengobati rekannya."
"Dia mati?" Viper segera menoleh ke arah Harold. "Dokter, tidak usah banyak alasan lagi, saya hanya perlu jawaban."
"Luka Mr. Kai sepertinya cukup parah. Saya perlu berkonsentrasi untuk mengobatinya." Harold beralasan. "Saya hanya bisa mengatakan bahwa Mr. Myrtle telah beristirahat dengan tenang sejak beberapa waktu lalu. Namun, saya terpaksa mengawetkan jasadnya karena permintaan seseorang," katanya sambil melirik ke arah Akio sekilas.
Rahangnya berkedut. Akio bisa mendengar dengan jelas setiap kata yang diucapkan Mitford, Viper, dan kini Harold. Semua mengatakan Henry Myrtle, Master-nya telah mati. Pandangannya kosong.
Merah. Merah. Dedaunan memerah. Panas. Pedih. Tak boleh menjerit. Tak boleh menangis.
Master ... Shousa
Keduanya
S U D A H T I A D A
Seketika wajahnya pias.
Bukan dedaunan. Itu telapak tangan memerah. Ditepuk. Ditempel. Setapak demi setapak. Meninggalkan jejak. Indah.
Merahnya bertambah. Mengalir tumpah. Tangan yang tergapai di balik puing-puing tak lagi bisa balas menggenggam.
Tangan yang tergeletak di atas hamparan selimut sutra dan beledu tak lagi bisa bergerak.
Kedua tangannya sendiri yang terbelenggu borgol, gemetar. Sementara peluh mulai membasahi kening.
Dia ditinggalkan lagi.
Kesadarannya tenggelam jauh dalam lembaran kenangan yang tak beraturan, hingga tak menyadari Harold mendekatinya .
"Biarkan aku mengobatimu," katanya sambil memberi isyarat agar Akio duduk di salah satu kursi yang ada di ante room.
"Mr. kai? anda tidak apa?" Gaela memanggil.
Akio bisa mendengar tetapi tidak bisa menangkap suara gadis itu. Juga perdebatan antara Viper dan Harold setelahnya. Seperti mendengar obrolan ketika sedang menyelam ke dasar kolam yang dalam. Tak ada sepatah kata pun yang masuk.
Namun sedikit kesadaran yang tersisa juga membuatnya menyadari bahwa diobati adalah salah satu perintah yang diterima.
Garis pandangnya jatuh tak terarah. Empuk di punggung dan paha menandakan dirinya sudah dibuat terduduk di salah satu kursi. Tekanan di bahu kanannya berkurang drastis. Sesuatu yang cair pun meleleh lancar. Menuruni lengan.
Dengan patuh dia duduk menunggu, hingga pendarahan di bahu kanannya berhasil dihentikan. Dokter sial mana yang mengobati tanpa pengurang rasa sakit itu. Andai dirinya dalam kondisi lebih baik, mungkin sudah dihajar sejak tadi.
Kemudian telinganya menangkap bisikan, suara Harold.
"Kalau kau membocorkan tentang eksperimenku pada polisi, aku akan memastikan nama Master Myrtle akan dikenang sebagai pengusaha gila yang mengorbankan para pegawainya demi membangkitkan putranya."
Nama Master ... Tercoreng ... Gila.
Dia mengerjapkan mata, mengembalikan fokus untuk menyadari siapa yang sedari tadi merawatnya.
"Harold ...," geramnya.
Merebut gunting di tangan dokter itu lalu menyerang titik vital terdekat, atau mencabut pisau lipat dari sakunya untuk ditusukkan pada bidang terbesar, atau menggunakan buku jarinya untuk menghantam wajah. Semua terlintas tetapi nyeri di kedua bahu memberinya sinyal bahwa serangan-serangan itu pasti gagal.
Kedua kakinya masih berfungsi dengan baik, tetapi jarak mereka terlalu dekat. Tinggal satu lagi yang bisa dilakukan.
Akio memundurkan kepala, menarik tubuhnya untuk mendapat cukup momentum lalu mengayunkan tubuh atasnya sekuat mungkin dengan tujuan menghantamkan dahi pada hidung dokter berambut pirang itu.
Sayangnya lelaki itu berhasil melepaskan pegangannya pada bahu Akio dan melompat ke belakang. Hampir saja hidungnya patah terkena sundulan.
Tidak kena.
Gerakan tadi cukup untuk membuat kepalanya yang mulai kekurangan suplai darah, pening. Akio harus kembali diam untuk mengurangi vertigo.
Mitford dan Harold kembali bertengkar meributkan sesuatu berkat itu suara-suara yang mengganggu berkurang. Namun Akio perlu menenangkan diri sebelum bisa bergerak lagi.
"Anda bisa lihat sendiri, Detektif!" seru Harold. "Mr. Kai menjadi agresif setiap kali saya berusaha menyadarkannya bahwa Mr. Myrtle telah berpulang."
"Yah, kau kan rekannya. Siapa tahu sama sakit jiwanya." Mitford menimpali. "Mr. Kai sudah selesai diobati?"
"Untuk sementara aku berhasil menghentikan pendarahannya, tapi dia harus dioperasi untuk mengeluarkan peluru yang masih tertinggal di bahunya," jelas Harold.
"Operasinya bagaimana? Kalau tidak bisa dikerjakan di sini, sekalian dalam perjalanan ke Scotland Yard saja kalau begitu." Kali ini Mitford yang bicara.
"Mr. Kai, Anda masih tampak menahan sesuatu. Adakah yang ingin disampaikan?"
Kepalanya masih pening, tetapi suara-suara berisik yang biasanya muncul sedikit mereda. Biasanya karena ada yang memintanya melakukan sesuatu.
Kalau tidak salah, manusia mungil—perempuan? Rekan Viper. Apa tadi yang ditanyakan, sesuatu yang ingin disampaikan ... Mengenai apa?
Akio menangkap kata: Rekan. Mengira bahwa Mitford menanyakan relasinya dengan Harold.
Hubungannya dengan Harold Wayne. Dokter Pribadi Estate yang dipekerjakan oleh Master Henry. Hubungan macam apa yang diminta oleh manusia mungil itu?
Sepertinya bukan hubungan yang biasa dilakukan Harold dengan perempuan-perempuan di luar sana.
Hubungan mereka mungkin hanya rekan kerja saja. Karena Akio sama sekali tak punya kuasa atas Harold. Master Henry tidak memberinya. Dia hanya mendapat perintah untuk mengatur gaji yang perlu dibayarkan pada Harold setiap bulannya serta memenuhi permintaan kebutuhan obat-obatan dan penelitian.
Dia tak membenci Harold. Orang itu berguna. Sangat berguna.
Dia hanya tak suka ketika Harold mengambil Dorothy Herring.
"... Mengapa," Akio bergumam. "Harold ...?"
"Ya, Mr. Kai? Ada yang ingin disampaikan?" tanya Mitford lagi.
Akio mengerjap untuk melepaskan diri dari dunia dalam pikirannya, berjuang memindahkan fokus pada rekan mungil Viper itu.
"Saya ... tidak pernah membenci Harold. Dia bekerja dengan baik. Sangat baik. Saya hanya ...." Dia terdiam sejenak. Mencoba menemukan kata-kata yang tepat.
"Apa yang dikatakan manusia soal ini, merasa ... tidak senang? Bukan ... Kecewa? Ya ... Kecewa. Dia memilih Miss Herring."
Akio betul-betul kelihatan sangat kesulitan ketika mengumpulkan kosa kata yang dicarinya. Alisnya bertaut.
"Memilih ...?" Mitford mengernyit.
Lawan bicaranya terlihat bingung. Pasti lagi-lagi dia salah memilih kata. Berapa banyak kekacauan sudah ditimbulkan hanya karena dia menggunakan pilihan kata yang salah untuk berbicara.
"...Memilih ... Untuk ... Dicoba," ucapnya satu-persatu. Berusaha untuk lebih berhati-hati. Rasanya masih salah. Walau dia tak paham di mana salahnya
"Rasanya interogasi tidak lagi diperlukan." Viper yang baru kembali dengan membawa sesuatu yang terbungkus selimut, berucap menyudahi usaha sia-sia Akio untuk menjelaskan maksudnya. "Dokter Wayne bisa nanti saya temani saja ke Yard bersama Mr. Akio, terutama untuk pertanyaan lebih lanjut seputar, ah, malpraktik yang sudah dilakukannya."
"Saya sudah menawarkan mobil saya kepada rekan Anda," timpal Harold sambil mengedikkan bahu. "Dan saya akan bekerja sama sebisa mungkin dengan Metropolitan Police."
Mereka masih meneruskan diskusi mengenai kendaraan apa yang akan digunakan, ketika kaki berlumpur Richard menginjak lantai Ante Room. Perhatian Akio seketika tertarik kepada lelaki yang sekujur tubuhnya basah oleh hujan deras di luar sana. Tangan lelaku itu dipenuhi tanah yang tidak repot-repot dibasuh, tanda bahwa dia baru saja menggali dan mengubur sesuatu.
"Semua pelayan sudah mengungsi ke desa," lapornya pada sang Butler dan sang Detektif sambil mengusap wajahnya dengan punggung tangan untuk menghalau air. Suaranya datar, tidak ada canda yang biasa dia selipkan.
"Begitu?" Akio bergumam. "Syukurlah."
Lalu Butler itu bangkit dari kursinya. Terlihat mencari-cari sesuatu, sebelum kemudian meraih taplak meja bagus terdekat. Menariknya dengan satu gerakan cepat, lalu menggunakan kain itu untuk disampirkan ke bahu Richard.
"Keringkan dirimu. Lap juga tanah di tanganmu itu," ujarnya. "Maaf, saya tak bisa memberikan jas yang sudah berlubang."
Namun Richard menepis bantuan dari Akio, matanya menatap tajam penuh dendam pada orang yang telah merenggut nyawa orang-orang yang dia kasihi.
Bekas tebasan pedang di tubuh Douglas adalah bukti nyata. Polisi di hadapannya menggunakan pistol, jika beliau yang membunuh pastilah tubuh anak malang itu berlubang-lubang, seperti bahu sang Butler.
Kenyataan itu menghantamnya ketika dia menutupi mayat Douglas dengan tanah.
"Mr. Whetstone, izinkan aku bersaksi saat ini sebelum hal buruk lainnya terjadi padaku, " ucap Richard seraya berjalan ke arah sang detektif.
"Mr. Kai dan Mr. Wayne lah pelaku dari hilangnya orang-orang yang bekerja di manor. Mereka melakukan eksperimen di ruang bawah tanah gudang dan membawa orang-orang ke sana. Ketika mereka selesai ...." Suara Richard tercekat. "Aku yang menguburkan mayat mereka di taman belakang."
Tangan yang ditepis oleh Richard kebas. Mungkin pengaruh luka di bahunya, mungkin karena hal lain yang tak dimengerti oleh Akio. Karena tak mengerti dia hanya diam dan memilih untuk mundur selangkah.
Toh, bukan sekali itu tangannya ditepis.
Penolakan adalah hal yang wajar terjadi. Karena dia terlalu bodoh untuk memahami.
"Dia pun menepisnya saat itu," gumam Akio. Ingatannya mengacu pada manusia perempuan bernama Dorothy Herring.
Pembicaraan antar manusia di sekitarnya kembali memanas sejak mendengar ucapan Richard. Nama Dorothy Herring kembali disebut-sebut. Di antara banyak hal yang membuat nyeri kepalanya berdenyut, salah satunya nama itu.
Akio menimbang kemungkinan Harold akan menjawab bila dia menanyakan soal itu sekarang. Namun belum sempat dia membuka mulut, sang Tukang Kebun Estate tiba-tiba merangsek maju dengan tinju terkepal ke arah dokter berambut pirang itu.
Richard tidak lemah. Selain merawat taman depan dan memastikan taman belakang tetap rimbun, dia cukup kuat untuk menggali tanah sedalam yang diperlukan untuk mengubur manusia. Namun Akio tahu, secara fisik Harold juga tak bisa diremehkan. Postur tinggi besar dokter itu saja sudah cukup untuk jadi senjata.
Tak tahu harus bagaimana, Akio melirik pada Viper, menunggu perintah. Detektif itu diam
"Kenapa semua orang menyalahkanku?" jerit Harold di tengah keributan. Entah kepada siapa. "Kalian semua merasa lebih suci dariku? Hah?" Harold terbahak-bahak. "Apakah kalian pikir kalian lebih baik dariku?"
"Kau, Akio! Menganggap nyawa para pencuri itu tidak ada artinya. Kau yang mengantarkan mereka ke meja bedahku!" Harold menunjuk Akio, lalu beralih kepada Richard. "Lalu, kau Richard! Sama saja. Kau memilih diam bertahun-tahun demi keselamatanmu sendiri. Selama ini kau mengubur mayat-mayat itu tanpa protes sedikit pun, lalu apa bedanya Dorothy dengan yang lain?"
Setelah itu, Harold menatap nyalang ke arah mayat Henry Myrtle yang dibaringkan di atas kursi panjang. "Sekarang, kalian menyalahkanku, menganggapku monster, tapi apakah kalian akan berpikiran sama jika kutawarkan obat yang bisa menghidupkan kembali orang yang kalian cintai?"
Tudingan Harold kepadanya membuat kening dan alis Akio berkerut. Bukan hanya sekali dia mendengar ucapan serupa. Bahkan Viper pun pernah mengucapkan hal yang sama. Apa yang menentukan nilai dari nyawa manusia.
"Nilai ... Manusia?" ulangnya. Dia punya jawabannya, tetapi setiap kali diucapkan orang-orang tidak pernah setuju. Bahkan Dorothy menampik uluran tangannya ketika dia menawarkan bantuan untuk kabur.
Apabila dia menjawab itu sekarang, mungkin dia akan ditolak lagi.
Ditinggalkan.
Tengkuknya seketika terasa dingin. Jajaran daun mapel merah yang bertumpuk-tumpuk memenuhi isi kepalanya.
"Saya ... Tidak layak menjawab itu," akhirnya dia menjawab. "Karena saya pun sudah tidak ada nilainya."
Kemudian ricuh. Harold berteriak. Mitford membalas. Gaela terguncang. Harold meneriakkan sesuatu lagi, suaranya terdengar pedih sesaat sebelum berubah menjadi nada mengejek. Kemudian Richard kembali merangsek maju.
"CUKUP!" Viper melolong, menarik Richard menjauh sebelum dia lagi-lagi menghajar Harold. "Ini bukan waktunya untuk main hakim sendiri."
Detektif itu mengerling ke arah Harold yang masih berusaha menarik emosi beberapa pihak lain di sekitarnya. "Saya tidak akan mengomentari siapa yang paling suci, tapi saya tahu membawa mereka yang sudah mati tidak akan memberikan kedamaian. Kalian sudah egois merasa kalian bisa mengontrol kehendak mereka yang tiada."
"Ceritakan sisanya di Yard, Harold Wayne. Yang lain, tenanglah."
Viper sudah menarik borgol berikutnya, tujuannya kini Harold.
"Anda ditangkap sebagai tersangka malpraktik dan percobaan manusia di Estate."
Gemerincing belenggu logam yang sama dengan dikenakan oleh Akio kini akan dipasang pada kedua lengan dokter terbaik yang pernah dikenalnya.
"Dalam setiap perang, bukankah harus ada nyawa yang dikorbankan, Detektif?" ucap Harold lirih sambil tersenyum tipis. Lalu, dalam sekejap, meraih gunting di meja. Tanpa ada yang bisa mencegah, Harold menghujamkan gunting itu ke titik paling vital di lehernya.
Mata Gaela membelalak saat melihat lelaki itu tiba-tiba menancapkan gunting ke lehernya.
"HAROLD!" Gadis itu berteriak parau berlari menghampiri tubuh sang Dokter dan menangkapnya sebelum terjatuh ke lantai.
Percikan darah ketiga yang tumpah hari itu. Dari nadi leher dokter jangkung yang sama-sama mengabdi pada Master, seperti dirinya. Semburat merah yang familier memancar.
Sesuatu. Sesuatu menyuruhnya bergerak. Berbeda dengan saat mengawasi para pegawai maupun saat nyaris kehilangan Shousa.
Dengan gigi Akio menarik, mencabut kedua sarung tangannya yang sudah kotor oleh darah orang lain. Tangan yang bersih tetapi penuh dengan bekas luka itu merobek sisa kain kemeja—selalu tertutup jas dan rompi, seharusnya cukup bersih. Lalu menjejalkan, membungkus pada sobekan di leher yang mengucurkan cairan merah. Tak terlalu berhasil. Rembesan merahnya masih deras.
Bagaimana menghentikannya? Dibakar? Dilem? Masih ada mesiu dalam peluru revolver untuk membakar dengan cepat ... Dia pernah melihat seseorang mencoba.
Tidak. Bukan begitu. Bagaimana Harold melakukannya?
"Saya akan menghubungi Yard," pungkas Viper saat yang lain sibuk mengurusi Harold. "Awasi mereka, Mitford!"
Akio meraih perlengkapan medis Harold di atas meja. Meraih perban sembari menahan sebisa mungkin dengan kain kemejanya supaya darah Harold tak terlalu mengucur. Lalu dengan tangan lain melinting saputangan untuk dijejalkan membungkus ke sumber luka, sebelum dibalut perban. Cukup erat untuk menahan darah, tetapi tak sampai mencekik leher dokter itu.
"... Selesai," gumamnya setelah yakin tak ada lagi rembesan darah.
"Dudukkan ... Leher harus lebih tinggi dari jantung," ujar Akio menambahkan.
Gaela mengangguk pada Mr. Kai, susah payah dia menarik tubuh pria itu agar bersandar padanya. Gadis itu meringis ngeri melihat kain kemeja yang melilit leher Harold.
"Mr. Kai," Gaela memanggil, "ada ... obat yang diberi Dokter Wayne pada tasku." Gaela menunjuk tasnya yang tidak jauh berada di sisi ruangan dengan matanya. "Seharusnya, obat itu bisa membuat Dokter Wayne sembuh 'kan?"
Obat, katanya. Ingatan Akio langsung mengacu pada botol mungil yang diberikan Harold padanya di Warehouse tempohari. Butuh waktu, tetapi akhirnya Akio berhasil mengenalinya sebagai hasil penelitian Harold. Hanya beberapa kali terakhir saja isinya berhasil mengobati, yang malah membawa petaka bagi satu orang perempuan dan ....
Akio menatap lurus pada Gaela. "Lukamu ... bagaimana?"
"Lukaku sudah sembuh, seharusnya." Gaela menjawab, "memang aku tidak ingin mengakuinya, tapi mungkin memang karena obat itu." Suara gadis itu mengecil di akhir, terbawa berbagai emosi.
"Siapa yang mau memberikan obatnya?" Mitford yang berinisiatif mencari bertanya seraya menyodorkan botol kecil itu.
Akio sedang meraih syringe dari tas Harold ketika Gaela menanyakan soal bagaimana cara memberikan obat itu pada korban. Dia sudah berkali-kali melihat Dokter itu menggunakannya, terkadang dia juga yang harus membantu karena Harold tak mungkin mencari asisten lain.
Di dalam tas itu ternyata ada beberapa botol serupa lain. Namun Akio memilih untuk mengambil yang diulurkan oleh rekan mungil Viper.
Logikanya mengatakan, Harold tidak akan memberikan yang salah pada kelinci percobaanya.
Tenaga di kedua lengan Akio memang belum bisa seperti sedia kala, tetapi untuk menarik cairan obat dan bersiap menyuntikkan dia masih mampu,
"Gunting lengan bajunya!" dia berseru pada Mitford yang masih menunggu dengan penasaran.
Gadis itu mengangguk. Sedikit bergetar, ia mengambil gunting yang berlumuran darah dan sudah tergeletak, lantas membersihkannya dengan ujung kemejanya yang tidak terkena percikan darah. Lalu Mitford berlutut, menggunting lengan baju Harold yang masih terpejam.
"Untuk apa mencari obat untuk keabadian, kalau kau sendiri menyia-nyiakan hidupmu?" gumam Mary, pelan.
Begitu lengan Harold terlihat terbuka, Akio langsung mencari-cari jalur nadinya. Ketemu dengan mudah. Mungkin karena Harold menjaga betul kondisi fisiknya sendiri, terlepas dari hobi bergadang yang kadang dilakukan bila terlalu asyik dengan penelitian. Juga karena lengan dokter itu cukup terlatih—dalam berbagai arti.
Setelah memastikan tak ada sisa udara di dalam tabung syringe, jarum dihujamkan. Perlahan dengan akurasi yang cukup Akio menyuntikkan isi cairan di dalamnya ke nadi Harold.
Matanya menatap memastikan. Mengawasi kalau-kalau ada reaksi penolakan dari tubuh Harold. Seperti yang terjadi pada beberapa tubuh sebelum Dorothy. Hingga isi cairan habis, semua terlihat lancar.
Tinggal menunggu, entah bagaimana hasilnya nanti.
Ketika Viper kembali dari menghubungi Yard, memberitahukan ada korban yang perlu penanganan medis segera, mereka telah memberi konfirmasi dengan police box terdekat.
Berselang waktu kemudian, para polisi berseragam lengkap sudah datang ke Estate, mereka menerima arahan dari Viper dan mulai meringkus mereka yang menjadi saksi maupun tersangka, juga mengamankan mayat Henry Myrtle yang telah menunggu. Hujan yang terus turun di luar sana mulai mereda dan api bukanlah ancaman bagi mereka lagi, walau Viper meminta Scotland Yard untuk memastikan api dari lumbung belakang itu sudah padam dan ada yang masih bisa diselamatkan sebagai barang bukti atau tidak.
Awan hitam telah sirna perlahan dari Estate megah yang terasing di hiruk-pikuk London, walau masih tersisa sedikit awan petir.
Viper menyalakan rokoknya lagi, menunggu prosesi ditangani oleh Yard sembari dia berdiam dengan catatannya di ambang teras.
Nightmare is far from over, but clouds shall slowly clears to make room for the sunlight.
The Butler - Mystery of Myrtlegrove Estate
Tamat.
Karakter yang muncul dalam chapter ini:
Kai Akio/Akio Kai, karakter milik saya sendiri. Dari cerita: The Butler - Mystery of Myrtlegrove Estate.
Viper Whetstone, karakter milik frixasga. Dari cerita: Battlefield for One.
Gaela Adaline, karakter milik Nanaasyy. Dari cerita: The Maiden of Secrets.
Mary Mitford, karakter milik izaddina. Dari cerita: The Ambiguous Reporter - RP NPC 2023
Harold Wayne, karakter milik amelaerliana. Dari cerita: The Charming Doctor.
Catatan Penulis:
Cerita dalam RP sudah tamat. Tapi rasanya masih ada yang mengganjaaal.
Karena sudah kecapekan menyelami kepala Akio, sekalian saja saya teruskan.
Nantikan kemunculan Akio dan sedikit kisah hidupnya sebelum bekerja sebagai Butler Myrtlegrove Estate, di EPILOG.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top