Chapter 12

Back Sound : Melomance - Good Day (MR. Sunshine OST)






\\THE BROKEN PETALS OF GORYEO//










Fajar menyingsing, mengembalikan cahaya pada bumi Goryeo. Pagi itu disambut suka cita oleh para rakyat Goryeo yang telah berkumpul di depan gerbang kerajaan. Dan gong yang dibunyikan menjadi tanda bahwa festival musim semi resmi dibuka.

Gerbang besar itu pada akhirnya terbuka lebar untuk menyambut kedatangan para rakyat. Membuat barisan dan berjalan dengan tertib, kedatangan mereka langsung disambut oleh alunan musik yang dimainkan oleh para musisi di tengah halaman istana.

Pagi itu, Hee Seung mengundang Siwoo ke paviliunnya. Namun bukannya menetap di paviliun, Hee Seung mengajak Siwoo pergi ke danau yang masih menjadi bagian dari paviliun Putra Mahkota. Awalnya terasa canggung karena Siwoo tak juga bersedia untuk bicara. Namun perlahan Hee Seung mulai terbiasa dengan hal itu, dan dia kerap tersenyum lebar ketika melihat tingkah Siwoo yang menurutnya sangat lucu.

Kasim Seo menghampiri Hee Seung yang saat itu tengah memperhatikan Siwoo dari kejauhan di saat Siwoo tengah bermain di tepi danau.

Kasim Seo menegur, "Putra Mahkota terlihat sangat bahagia pagi ini?"

Hee Seung memandang Kasim Seo. "Benarkah?"

Kasim Seo menjawab sembari tersenyum lebar. "Itu benar, Putra Mahkota. Apakah ini karena kehadiran Putri Gahyeon?"

Hee Seung membawa pandangannya kembali pada Siwoo. Terdapat sedikit penyesalan di hati Hee Seung, meski tak memungkiri bahwa kehadiran Siwoo cukup menghiburnya.

Hee Seung berucap, "bukankah dia sangat lucu? Sayang sekali dia tidak mau berbicara denganku, padahal kemarin aku melihatnya berbicara dengan seorang anak perempuan."

"Putra Mahkota mendengar Putri Gahyeon berbicara?"

"Tidak ... jarak kami terlalu jauh. Aku hanya melihatnya saja."

"Eih ... Putra Mahkota tidak boleh berputus-asa seperti itu. Jika sudah dekat, Putri Gahyeon pasti bersedia berbicara pada Putra Mahkota."

Raut wajah Hee Seung tiba-tiba menunjukkan kesedihan. "Bagaimana bisa menjadi dekat? Setelah ini dia juga akan meninggalkan istana. Bahkan aku belum sempat bertemu dengan Pangeran Kyung Woo."

Kasim Seo tersenyum lebar. "Untuk masalah itu, aku tidak memiliki solusi, Putra Mahkota."

Hee Seung menghela napasnya dan bergumam, "kenapa aku merasa sedih?"

"Eih ... tidak boleh seperti itu. Selama masih tinggal di kota ini, Putra Mahkota masih bisa bertemu dengan mereka ... lagi pula Tuan Jang juga berada di istana setiap hari. Jika Putra Mahkota ingin berkunjung ke rumah Tuan Jang, Baginda Raja pasti tidak akan melarang."

Hee Seung kembali memandang Kasim Seo. "Memangnya benar?"

Kasim Seo tersenyum canggung. "Aku tidak bisa menjamin hal itu, Putra Mahkota."

"Kalau begitu jangan bicara," ucap Hee Seung bernada kesal sebelum pandangannya menemukan Jo Byeong Gyu yang datang mendekat.

"Guru," tegur Hee Seung.

Jo Byeong Gyu langsung memberi salam begitu menjangkau tempat Hee Seung dan Kasim Seo berada. "Aku memberi salam pada Putra Mahkota. Aku mohon maaf karena sudah membuat Putra Mahkota menunggu lama."

"Tidak, aku di sini bukan untuk menunggu Guru."

Dahi Byeong Gyu mengernyit. Sudah jelas kedatangannya ke sana karena sang Putra Mahkota mengirimkannya undangan untuk datang ke istana.

"Kalau begitu, tentang undangan itu?"

Hee Seung tersenyum lebar. "Selagi aku menunggu Guru, aku sedang pergi bersama seseorang."

Byeong Gyu mengarahkan pandangannya ke tempat yang kini menjadi fokus perhatian Hee Seung. Dan di tempat itu ia menemukan seorang gadis kecil yang berjongkok memunggungi mereka.

Byeong Gyu bertanya, "jika boleh tahu, siapakah Agassi itu, Putra Mahkota?"

"Putri Gahyeon. Dia adalah anak dari bibiku, Putri Yowon."

Kala itu Siwoo berdiri dan berbalik, namun tak memandang ketiga laki-laki yang tengah memperhatikannya. Dan saat itu netra Byeong Gyu membulat, menyadari wajah yang sangat ia kenal.

"Tuan muda?" gumam Byeong Gyu. Terdengar tak begitu jelas bagi kedua orang di sekitarnya.

"Guru mengatakan sesuatu?" tegur Hee Seung.

Byeong Gyu segera tersadar dan kembali menghadap Hee Seung. "Tidak, Putra Mahkota. Tapi ... tentang Putri Gahyeon, aku tidak pernah melihatnya sejak memasuki istana."

"Itu karena Putri Yowon tidak tinggal di istana," Kasim Seo menyahut.

Byeong Gyu kembali memandang Siwoo. Sudah jelas bahwa yang ia lihat saat ini adalah bocah laki-laki yang sering mencari ikan bersama ayahnya. Namun melihat penampilan Siwoo saat ini, Byeong Gyu merasa sangat tidak nyaman. Dan fakta bahwa wanita bangsawan yang ia kenal sebagai ibu dari bocah bernama Jang Siwoo itu berhasil membuat keterkejutan sendiri baginya.

"Bukankah dia sangat cantik?"

Ucapan Hee Seung kembali menarik perhatian Byeong Gyu. Namun Byeong Gyu tidak bisa memberikan tanggapan karena bocah yang ia lihat saat ini bukanlah Putri Gahyeon, melainkan Jang Siwoo.

"Apa sebenarnya yang sedang terjadi di sini?" batin Byeong Gyu, menyampaikan rasa khawatirnya.








\\GORYEO SURVIVAL//





    Sedangkan di sisi lain, di balik meriahnya festival musim semi itu, terdapat ketegangan di paviliun Raja. Di mana sang Raja, Ratu, Ibu Suri dan bahkan Cenayang Choi berada di sana. Berbeda dengan suka cita di luar sana, keadaan di ruangan itu justru terlihat menegangkan.

    "Yang Mulia, Putri Yowon telah datang," suara besar Kasim Hong terdengar dari luar ruangan.

    Wang Geun berucap dengan lantang dan tegas, "biarkan dia masuk."

    Pintu terbuka. Putri Yowon melangkah masuk, meninggalkan putra sulungnya yang turut ikut bersamanya.

    "Ibu," Kyung Woo menahan lengan ibunya.

    Putri Yowon memandang putranya dan tersenyum dengan lembut. "Tunggulah di sini, Kyung Woo."

    Genggaman itu terlepas. Pandangan Kyung Woo sempat menemukan sosok Wang Geun sebelum Kasim Hong menutup pintu dari dalam. Kyung Woo lantas menunggu ibunya di sana. Sementara ibunya sendiri menghadap orang-orang yang telah menunggunya.

    Putri Yowon bertanya-tanya dalam hati tentang keberadaan orang-orang itu. Dan saat itu Putri Yowon menyadari kegelisahan di wajah Ratu Soo Jin. Namun Putri Yowon tetap memberikan hormat seperti biasa.

    Bukan Raja, melainkan Ibu Suri lah yang memberikan teguran pertama pada Putri Yowon.

    "Putri Yowon, kau pasti bertanya-tanya kenapa kami berkumpul di sini."

    "Jika Ibu Suri tidak keberatan, izinkan aku mengetahui alasan itu."

    "Alasan kami berkumpul di sini adalah kau."

    Putri Yowon memandang tak mengerti pada orang-orang yang duduk mengitari meja itu.

    "Apa maksud dari perkataan Ibu Suri yang sebenarnya?"

    "Berani-beraninya kau melakukan hal semacam ini," Wang Geun tiba-tiba berucap dengan kemarahan yang tertahan.

    Putri Yowon semakin bingung.
    "Apa maksud Yang Mulia, hamba benar-benar tidak mengerti."

    "Sekarang katakan padaku, siapa Jang Siwoo?"

    Batin Putri Yowon tersentak, tampak sangat terkejut hingga ia menjadi gugup ketika kembali berbicara.

    "Y-Yang Mulia ..."

    "Berani-beraninya kau menipu kami seperti ini!" hardik Wang Geun.

    Putri Yowon segera berlutut dan memohon pengampunan bagi putranya.

    "Yang Mulia ... hamba mohon ampuni putra hamba, putra hamba tidak ada hubungannya dengan ramalan itu. Hamba mohon, biarkan putra hamba tetap hidup ..."

    Ibu Suri menyunggingkan senyumnya dan berucap, "kau secara terang-terangan mengakui perbuatanmu. Tidak diragukan lagi bahwa gadis kecil yang kau bawa kemari itu adalah Jang Siwoo, putramu. Berani-beraninya kau menipu semua orang dengan menjadikan putramu sebagai seorang anak perempuan. Kau pikir ini masuk akal?! Apakah masa depan negeri ini tidak berarti apa-apa bagimu?!"

    "Hamba tahu hamba bersalah, tapi hamba tidak memiliki pilihan lain. Putra hamba berhak mendapatkan kehidupan. Hamba mohon ... hamba mohon ampuni nyawa putra hamba, Yang Mulia ..."

    Ratu Soo Jin tampak menahan tangisnya. Di antara orang-orang itu, dialah orang yang paling memiliki hati dan tidak percaya terhadap ramalan yang terucap di masa lalu.

    Wang Geun kembali berbicara, "dengan menyembunyikan keberadaannya, itu semakin menambah kesalahanmu. Kedamaian Goryeo dipertaruhkan dengan semua ini, bagaimana bisa kau bertindak sampai sejauh ini?"

    "Hamba tidak memiliki pilihan lain. Bagaimana bisa seorang ibu merelakan putranya mati hanya karena sebuah ramalan? Apapun akan hamba lakukan untuk menjamin keselamatan putra hamba."

    "Serahkan anak itu padaku dan tinggalkan Songdo. Aku akan mengampuni suamimu serta putra sulungmu."

    Putri Yowon terkejut. Ia lantas menunduk dalam dan memohon sembari menangis.

    "Yang Mulia ... mohon jangan lakukan itu. Mohon tunjukkan belas kasihmu. Ampuni putra hamba ... biarkan putra hamba tetap hidup."

    Ibu Suri kembali menyahut, "kami akan menganggap tindakanmu ini sebagai sebuah pemberotankan. Sangat disayangkan sekali, Putri Yowon. Kerja keras suamimu harus berakhir dengan cara seperti ini."

    Kyung Woo yang samar-samar mendengar suara tangis ibunya, merasa cemas. Namun ia tak berani untuk sekedar mengintip apa yang telah terjadi di dalam ruangan itu.

    Suara Wang Geun kembali terdengar, "Kasim Hong."

    "Ya, Yang Mulia?"

    "Cepat bawakan kemari!"

    Batin Kasim Hong sempat tersentak, namun pada akhirnya pria itu menuruti perintah sang Raja. Kasim Hong meninggalkan ruangan itu dan segera kembali bersama seorang dayang yang membawa nampan dengan sebuah mangkuk berisi air di atasnya. Pelayan itu masuk terlebih dulu, sementara Kasim Hong menghentikan langkahnya di hadapan Kyung Woo.

    "Sebaiknya Pangeran segera pergi dari sini."

    "Apa yang terjadi pada ibuku?"

    "Pergilah, Pangeran."

    Kasim Hong sekilas menundukkan kepalanya dan kembali memasuki ruangan itu. Menyusul sang dayang yang telah masuk lebih dulu.

    Ibu Suri lantas menegur sang dayang, "berikan itu pada Putri Yowon."

    Dayang itu sekilas menundukkan kepalanya sebelum mendekati Putri Yowon dan menaruh nampan itu dihadapan Putri Yowon yang tentunya terkejut melihat hal itu. Putri Yowon memandang sang Raja dengan tatapan tak percaya. Dan saat itulah Ratu Soo Jin mengungkapkan ketidaksetujuannya.

    "Yang Mulia, haruskah bertindak sampai sejauh ini?"

    "Kau tidak perlu melibatkan diri," balas Wang Geun, mengacuhkan nasehat sang istri. "Semua ini dilakukan demi masa depan Goryeo, aku bahkan bisa membuang adikku demi melindungi negeri ini."

    Wang Geun kemudian bangkit dan berbicara pada Putri Yowon. "Kau bisa memilih. Nyawamu, atau nyawa putramu."

    "Y-Yang Mulia," suara Putri Yowon terdengar lirih.

    "Sebagai seorang kakak, aku merasa sangat kecewa dengan perbuatanmu. Aku mempertaruhkan nyawaku untuk melindungi takhta ini, tapi kau justru berniat menghancurkannya."

    Putri Yowon menggeleng. "Tidak, Yang Mulia. Hamba tidak pernah memiliki niatan seperti itu. Hamba mohon ... selamatkan putra hamba."

    "Kalau begitu terimalah hukumanmu."

    Tatapan Putri Yowon gemetar ketika ia melihat semangkuk air yang sudah dicampur dengan racun di hadapannya itu. Jika dia meminumnya, akankah suami dan anak-anaknya akan selamat? Itulah yang ia pikirkan saat ini. Menahan perasaannya yang hancur, Putri Yowon lantas bertanya dengan suara yang gemetar.

    "Jika hamba ... meminum racun ini. Apakah Yang Mulia akan mengampuni suami serta anak-anak hamba?"

    "Tunjukkan bahwa kau bersedia melakukan apapun demi keselamatan putramu."

    "Yang Mulia!" Ratu Soo Jin berdiri dan menolak dengan tegas. "Bukankah ini sudah sangat keterlaluan? Yang Mulia tidak bisa memperlakukan Putri Yowon seperti ini."

    "Sebaiknya kau tidak melakukan apapun, Ratu," tegur Ibu Suri.

    Ratu Soo Jin tetap menentang. "Ramalan itu tidak pernah ada. Aku tidak akan membiarkan hal buruk terjadi lagi di dalam istana."

    "Hamba akan melakukannya," celetuk Putri Yowon yang tentunya berhasil menarik perhatian semua orang.

    Putri Yowon mengambil mangkuk tersebut, dan Ratu Soo Jin bergegas menghampiri Putri Yowon untuk menghentikan tindakan sang Putri.

    Ratu Soo Jin menahan tangan Putri Yowon. "Jangan lakukan ini. Pikirkan bagaimana perasaan putramu. Kau tidak melakukan kesalahan apapun."

    "Ratu!" tegur Wang Geun sebagai sebuah peringatan.

    Ratu Soo Jin tak peduli dan tetap membujuk Putri Yowon. "Tunggulah sebentar lagi, Jang Sajung akan segera kembali. Dia tidak akan pernah membiarkan hal ini terjadi. Aku mohon pikirkanlah putramu."

    Diam-diam Kyung Woo membuat sedikit celah di pintu untuk melihat keadaan di dalam. Dan tatapan bertanya itu ia tujukan pada punggung ibunya. Merasa bingung dengan keadaan ibunya saat ini.

    "Apa yang dilakukan ibu di sana? Di mana ayah?" batin pemuda itu.

    Wang Geun kembali berbicara, "keputusan ada di tanganmu, Putri Yowon. Putuskan sekarang juga."

    Putri Yowon menguatkan tangannya yang gemetar. Sementara Ratu Soo Jin tampak menggeleng pelan, berharap bahwa Putri Yowon akan bertahan. Setidaknya sampai Jang Sajung kembali.

    "Tepati lah janjimu, Yang Mulia."

    Wajah semua orang menegang ketika Putri Yowon meneguk racun itu dengan cepat. Dan Ratu Soo Jin yang berada di sampingnya lantas memekik sembari menepis mangkuk di tangan Putri Yowon.

    "Tidak! Kenapa kau melakukan hal ini? Yowon ... sadarlah!"

    Kyung Woo membuka pintu dan tampak tertegun ketika semua orang terkejut akan kehadirannya. Sementara racun yang diminum oleh Putri Yowon mulai bereaksi. Wanita itu memuntahkan darah dan tubuhnya hampir limbung.

    "Putri Yowon," Ratu Soo Jin menahan bahu Putri Yowon.

    "Ibu," gumam Kyung Woo.

    Kyung Woo segera menghampiri Putri Yowon dan menjatuhkan kedua lututnya di hadapan sang ibu. Menatap dengan khawatir.

    "Ibu, apa yang terjadi pada Ibu?"

    Tubuh Putri Yowon limbung dan terbaring di lantai. Kyung Woo berusaha menahan kepala sang ibu, dan tanpa disadari pemuda itu telah menangis.

    "Ibu, apa yang terjadi pada Ibu?"

    Putri Yowon menggenggam tangan Kyung Woo dan berucap dengan susah payah, "Kyung Woo ..."

    "Aku ada di sini? Ibu bertahanlah."

    "Lari ... bawa adikmu pergi. Bawa adikmu lari, Kyung Woo ..."

    "Ibu bicara apa? Aku mohon jangan seperti ini."

    "Siwoo ... pastikan kau melindungi adikmu, Kyung Woo ... larilah ... pergilah sejauh mungkin ... jangan pernah kembali ..."

    Putri Yowon terbatuk beberapa kali dan semakin banyak darah yang keluar dari mulutnya sebelum tubuhnya tersentak dan tak berdaya dengan kedua mata yang menutup.

    Kyung Woo tertegun. "Ibu ... Ibu, buka matamu. Ibu ..."

    Ratu Soo Jin dengan cepat mengambil alih Putri Yowon dan mencengkram bahu Kyung Woo.

    "Larilah ... cepat!" Ratu Soo Jin membentak.

    Kyung Woo sempat melihat orang-orang yang berada di sana sebelum meninggalkan tempat itu sembari menahan tangisnya. Sementara tatapan penuh amarah Ratu Soo Jin terjatuh pada Cenayang Choi.

    Dengan amarah yang tertahan, Ratu Soo Jin berkata, "teganya kalian melakukan hal ini. Di mana hati nurani kalian? Di mana?!"

    Ratu Soo Jin lantas memeluk jasad Putri Yowon dengan tangis yang tertahan. Sementara tak ada orang yang bereaksi di ruangan itu.








Dipublikasikan : 23 Juli 2021







Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top