2. BEKERJA
Sinar merasakan tengkuknya dingin karena seseorang mengamatinya dengan tajam dari kejauhan. Sangat jauh hingga tidak ada seorangpun yang bisa merasakannya selain Sinar seorang. Sebuah kebiasaan yang aneh tetapi Sinar memang tak bisa menelan makanannya dengan baik meski sudah terbiasa ditatap dengan aneh oleh para karyawan yang lain. Gosip mengenai dirinya yang memiliki anak tanpa suami sudah santer terdengar. Bahkan setiap divisi yang berisi laki-laki selalu memiliki guyonan brengsek ketika Sinar terpaksa harus berhubungan dengan mereka.
Sudah pasti jabatannya sebagai planner di sana dinilai sangat beruntung. Seleksi ketat yang diadakan oleh perusahaan desain tersebut nyatanya bisa menerima seorang pegawai dengan background buruk. Itu sudah menyimpulkan bahwa Sinar memiliki tempat tersendiri—spesial—bagi orang-orang atas.
Makan sendirian di kantin tanpa ada karyawan yang mau bergabung dengannya sudah pasti berat bagi Sinar, ditambah lagi dengan Zafar yang sengaja menyantap makan siangnya di kantin. Meski tak biasa, pengaruhnya sebagai pemilik perusahaan induk akan tetap diberi pelayanan berbeda. Hampir tak pernah pria itu memutuskan untuk turun dan makan di kantin. Sekarang, Sinar tak mengerti kenapa pria itu berubah pikiran.
Apa karena banyaknya perdebatan yang semakin sering terjadi diantara mereka?
Tapi Sinar tidak pernah merasa bahwa semua yang mereka perdebatkan akan dibawa kepada ranah yang lebih terlihat oleh orang lain. Zafar tak akan pernah melakukan segala tindakan yang bisa merugikan dirinya sendiri. Lebih dari semua itu, ada perempuan yang sangat dijaga hatinya oleh Zafar. Jika hubungan terlarang mereka sampai terendus oleh banyak orang di kantor... akan sangat bahaya nantinya.
"Saya boleh duduk di sini? Hampir semua tempat penuh, soalnya." Ucap seseorang dengan santainya, membuat Sinar mendongak dari nasi sotonya.
"Pak Jonas? Saya..." tidak mau terlibat masalah lebih besar.
Jika saja mengucapkan alasan itu bisa sangat mudah, maka akan Sinar lakukan secara cepat. Namun, Jonas adalah salah satu atasan yang berpengaruh juga selain Zafar. Bolehkah menolak izin dari seorang atasan?
"Pak... saya..." betul-betul dalam masalah.
"Boleh nggak?"
"JO! SINI MASIH ADA!"
Sinar tak ingin menoleh ke sumber suara. Siapa lagi memangnya yang berani berteriak di kantin selain pemiliknya?
Zafar sengaja memanggil Jonas yang memang mencari kursi kosong dengan nampan di kedua tangannya. Atasan paling merendah yang pernah Sinar temui, karena selama lima belas tahun berkutat dengan dunia pekerjaan yang rata-rata berada di dunia malam, atasan hanya akan merendah jika ada pemasukan tinggi saja.
"Oke, Zaf!" balas Jonas. "Saya ke sana, Nar. Nggak jadi duduk di sini. Maaf, ya."
Sinar mematung. Ucapan maaf yang keluar dari bibir Jonas jelas bukan hanya sekadar kata maaf biasa. Mendadak perasaannya cemas. Ini karena Jonas sempat bertemu dengan Pijar, melihat rupa anak perempuan itu yang semakin besar menunjukkan jelas gen si penorehnya. Sinar takut jika ada insiden yang lebih menyakitkan dari semua ini karena Jonas yang menyadari sesuatu. Jika hanya dirinya yang mengalami kesakitan, itu tak masalah sama sekali. Namun, tidak dengan membiarkan Pijar untuk merasakannya.
Memutuskan menyelesaikan agenda makan siangnya lebih cepat, Sinar tak mau lebih lama ditatap dengan pandangan mencibir, jijik, dan mesum oleh rekan-rekan kerjanya semakin jauh. Utamanya Sinar tak mau diberi tatapan tajam dari Zafar semakin dalam.
*
[Unpub sebagian words]
Secara lengkap di https://karyakarsa.com/kataromchick
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top