The Brightest Fire
Sakit. Sensasi menggelitik. Tidak bisa bergerak. Itulah yang dirasakan Daniel ketika dia akhirnya bisa melepaskannya dari kursi laknat yang sudah menyiksanya. Para pengajar di Sandford Academy selalu bilang kalau kursi listrik adalah salah satu bentuk siksaan yang paling kejam, dan hari ini Daniel sudah membuktikannya.
Untungnya, Daniel masih hidup dan tidak ada cidera fatal yang disebabkan oleh kursi listrik itu. Tetapi, dia tetap harus merilekskan tubuhnya. Dia beruntung karena siapapun yang menyiksanya tidak mengatur tegangan kursinya ke batas yang bisa membunuhnya. Walau begitu, otot - ototnya masih kaku karena efek sengatan listrik yang dia terima.
Kini si pemuda berada di lantai. Dia berusaha untuk meriklekskan tubuhnya. Perlahan, dia mulai bisa bergerak. Tapi di dalam kepalanya, dia mulai berpikir akan apa saja yang sudah terjadi.
Seharusnya, dia menolak permintaan Kevin untuk menerima misi ini. Begitulah yang dipikirkan oleh Daniel. Temannya yang nekat itu mengatakan kalau mereka akan baik - baik saja ketika menerima misi yang di mana mereka diharuskan untuk melumpuhkan sebuah geng anarkis. Seharusnya dia sudah bisa menduga kalau hal - hal buruk akan terjadi.
Tapi, entah kenapa Daniel tetap saja mengiyakan perkataan Kevin. Mungkin Daniel sudah benar - benar jatuh cinta pada Kevin sehingga dia mau menantang bahaya dengan salah satu agen paling gila di seluruh angkatannya. Atau mungkin karena teman dekatnya yang satu ini terlalu ceroboh, jadi Daniel memutuskan kalau akan lebih baik jika dia juga ikut dalam misi ini untuk memastikan agar Kevin bisa pulang dalam keadaan hidup.
Daniel menghela napasnya. Sepertinya, ini adalah akhir dari hidupnya. Misi ini adalah percobaan bunuh diri. Tidak ada siswa Sandford Academy yang mau menerima misi ini karena resiko yang ada. Bahkan, siswa dengan kemampuan handal semacam Rila saja masih pikir - pikir untuk menerimanya. Tapi Kevin tertantang karenanya, makanya dia mengatakan kalau mereka harus mengambil misi ini.
Walau begitu, Daniel bukanlah Kevin yang percaya dirinya kelewatan. Daniel khawatir akan banyak hal setiap saat. Dia tentunya khawatir kalau dia akan mati karena misi ini. Tetapi, keberadaan partnernya telah membuat Daniel bisa melangkah sampai sejauh ini.
Kevin selalu meyakinkan Daniel kalau semuanya akan baik - baik saja. Kevin selalu mengatakan kalau mereka akan bisa menyelesaikan misi ini. Kevin juga yang mengatakan kalau mereka satu saat nanti akan jadi duo penyidik yang dikagumi semua siswa di sekolah mereka. Tapi, di sinilah Daniel sekarang.
Bayangkan saja, bagaimana bisa seseorang dengan keraguan luar biasa melakukan sesuatu yang luar biasa? Daniel tidak pernah berpikir kalau hidupnya akan berubah jadi seperti ini.
Kevin adalah jawabannya. Teman karibnya sejak dia berada di akademi selalu meyakinkan kalau semuanya bisa dilakukan. Awalnya, Daniel meragukannya. Tapi perlahan, dia mulai memercayai perkataan temannya. Meski masih ada setitik keraguan terbesit dalam diri Daniel.
Daniel tidak bisa mengubah hidupnya. Dia bahkan tidak bisa jujur pada dirinya sendiri akan apa yang sebenarnya dia rasakan pada Kevin. Walau begitu, Kevin selalu ada di sana untuk menghilangkan semua keraguan yang ada di hidupnya.
"Dan! For feck sake, are ye okay?" seru sebuah suara yang dikenal betul oleh Daniel.
Daniel tersenyum. Kenapa Kevin selalu datang di saat yang tepat dalam hidupnya?, pikir Daniel. Kini, dia bisa melihat temannya berada di dekatnya, berusaha untuk membantunya berdiri.
"Ayo Dan, kita harus segera pergi! Aku sudah menuntaskan si ketua geng! Akan ada bantuan yang segera menjemput kita!" kata Kevin.
"Kukira aku akan mati di sini. Kenapa sih kau selalu datang di saat yang tepat, Kev?" tanya Daniel.
"Kebiasaan jelekmu muncul lagi. Kan aku sudah bilang, kalau kau lupakan saja semua pikiran negatifmu itu! Kita bisa lakukan apa saja yang kita mau! Misi sesulit apapun pasti akan bisa kita lalui! Kau ingat kan, apa yang selalu aku katakan padamu?"
"We will be the brightest flame, one day. Of course I remember it."
"Nah, karena itulah, kita harus berjuang! Ngomong - ngomong soal api, kita harus segera pergi, soalnya para cecunguk itu sudah menyiapkan diri untuk membakar bangunan ini. Kau bisa jalan, Dan?"
Daniel mengangguk. Dia dan Kevin langsung saja berlari ke arah luar ruangan. Mereka tidak bisa keluar lewat pintu bagian bawah, jadi mereka memutuskan untuk lari ke bagian atas bangunan. Mengingat keadaan partnernya, Kevin berusaha untuk tidak berlari terlalu cepat agar Daniel bisa menyusulnya.
Di tengah pelarian mereka, ada beberapa orang anggota geng yang tersisa mencoba mencegat mereka. Tapi, Kevin dengan sigap menggunakan dirinya sebagai tameng dan menembak lawannya. Bagi Kevin, keselamatan partnernya adalah hal penting saat ini. Kevin sudah berjanji kalau dia akan menjaga Daniel, karena itulah dia melindunginya.
Mungkin inilah alasan kenapa Daniel masih bisa bertahan di tengah keraguan yang menguasainya. Karena dia punya Kevin yang selalu ada di sisinya. Untuk menghilangkan semua kegamangan dan pikiran negatif yang ada.
Di dalam hatinya, Daniel tahu apa yang terjadi pada dirinya dan perasaannya. Mungkin, Kevin bukanlah api paling terang yang bisa menerangi semua orang. Tetapi setidaknya, Kevin adalah api paling terang yang menyinari dan menghangatkan kehidupan Daniel.
Mereka pada akhirnya sampai di bagian atap gedung. Keduanya yakin kalau mereka tidak diikuti oleh orang lain. Tak lama kemudian, mereka bisa mendengar suara helikopter datang. Itulah bantuan mereka.
Kevin mengeluarkan sesuatu dari tasnya. Sebuah botol kaca dengan sumbu dan juga pemantik api. Daniel hanya bisa terkekeh, karena dia tahu satu hal apa yang disukai oleh Kevin.
"Karena mereka sudah melumuri tempat ini dengan bensin, tidak ada salahnya kan kalau aku membantu mereka?" tanya Kevin.
Daniel hanya menghela napasnya sambil menggeleng. Kevin mendapatkan julukan "The Arsonist Prince" di angkatan mereka. Dia mendapatkannya karena kesukaannya akan api. Daniel tidak bisa menghentikannya, terutama karena dia juga menyukai sedikit destruksi dalam pekerjaannya.
Kevin menyulut dan melemparkan bom molotov yang ada di tangannya. Benda itu pecah didepan pintu masuk atap, kemudian meledak dan menyebarkan api. Sebuah tangga terulur di depan mereka dari helikopter. Kevin berjongkok di hadapan Daniel, lalu menoleh ke arah rekannya.
"Tapi Kevin, aku tidak apa - apa! Aku bisa memanjat sendiri!" kata Daniel, yang paham akan maksud Kevin.
"Kau baru saja disetrum, Dan. Kau harus istirahatkan ototmu, jadi biarkan aku yang membawamu ke atas, oke?" ujar Kevin.
Daniel tahu tidak ada gunanya dia membantah, jadi dia langsung saja membiarkan dirinya digendong oleh Kevin. Api mulai menyebar, jadi tentunya akan lebih baik kalau mereka segera pergi.
Kevin segera memanjat tangga helikopter, dengan Daniel di punggungnya. Daniel berpegangan kuat dengan melingkarkan lengannya di bahu Kevin. Mereka tidak bisa naik dengan cepat, tapi tangga yang mereka naiki juga mulai ditarik dengan perlahan.
Daniel berusaha untuk tidak melihat ke bawah, karena dia agak takut dengan ketinggian. Si pemuda memfokuskan dirinya pada usaha kawannya menaiki tangga. Daniel meletakkan wajahnya di samping wajah Kevin, yang membuatnya bisa merasakan jenggot yang mulai tumbuh di wajah Kevin. Detak jantung Daniel menjadi lebih cepat. Dia tidak ingin melepaskan Kevin. Bukan hanya karena dia kini berada di ketinggian, tetapi juga karena Kevin sangat berarti untuknya.
Kevin di satu sisi, juga merasakan hal yang sama. Dia tidak ingin kehilangan Daniel. Kevin bisa merasakan rambut bergelombang Daniel di lehernya, berharap kalau temannya akan baik - baik saja.
Keduanya akhirnya sampai di atas helikopter, dan mereka langsung menuju ke kursi yang ada di sana, lalu menutup pintu helikopter. Mereka bisa melihat seorang pria yang menjadi pilotnya, yang kini tersenyum kepada mereka berdua.
"Kerja bagus, anak - anak! Sekarang, kita pulang!" kata si pria.
"Terima kasih, Pak Jameson," ujar Daniel.
"Bisakah kita pergi ke klinik sekolah nanti? Daniel sempat menerima setruman dari kursi listrik, jadi akan lebih baik jika kita mengecek keadaannya," kata Kevin.
"Bisa diatur, nak. Kau harus ceritakan padaku nantinya, bagaimana rasanya sengatan kursi itu. Tidak banyak orang yang bisa hidup sepertimu setelah melalui kursi sialan itu!" kata Pak Jameson.
Pak Jameson mulai mengendarai helikopternya menjauh dari tempat yang mulai terbakar itu. Daniel bisa melihat dari jendela kalau apinya mulai membesar dan melahap bangunan itu. Tapi, dia berusaha untuk tidak memikirkannya dan berfokus pada pemandangan kota Chicago di malam hari yang indah. Kevin merangkul Daniel, dan dengan perlahan Daniel menyandarkan kepalanya ke bahu Kevin.
"Kau lihat kan, Dan? Kita bisa melakukannya," kata Kevin.
Daniel tersenyum, "Semuanya berkat kau. Terima kasih, Kev," sahut Daniel.
"Tentu saja, Dan. Bisa apa kau tanpa aku?"
"You're so fecking annoying but why that I still love you?"
"Because I love me too."
Daniel menghela napasnya. Kevin memang sering kali bercanda pada saat yang tidak tepat, seperti saat ini. Padahal dia serius akan perasaannya, dan sudah memberanikan dirinya untuk mengatakan hal itu.
Kevin terkekeh, "Just kidding. I love you too, Dan. You're so brave, and I love it," kata Kevin.
Daniel terdiam. Tanpa disangkanya, sebuah ciuman mendarat di kepalanya. Hal ini membuat wajah Daniel memerah, dan dia memutuskan untuk mendekap Kevin. Daniel berharap kalau dia tidak akan melepaskannya sampai kapanpun.
~~~~~
Beberapa hari berlalu dengan cepat, dan keduanya kembali menjalani hari mereka di Sandford Academy. Semuanya berjalan dengan normal, sebagaimana pagi itu Kevin dan Daniel masuk ke area akademi.
Ada banyak siswa yang berkerumun di depan sebuah dinding marmer berwarna abu - abu, yang merupakan warna khas akademi mereka. Dinding itu dikenal sebagai "Wall of Fame" di Sandford Academy. Di dinding ini, akan dipajang foto beberapa siswa dari tiap angkatan yang dianggap bisa menyelesaikan misi atau pekerjaan mereka dengan baik. Karena ini adalah awal bulan, tentunya para siswa penasaran apakah foto mereka ada di sana atau tidak.
Daniel awalnya ingin mengabaikannya. Tapi Kevin menarik tangannya, dan membawa Daniel menuju ke Wall of Fame. Para siswa memberikan mereka jalan untuk lewat, dan kini keduanya bisa berada di depan dinding itu.
Pada bagian yang memuat para siswa angkatan mereka, Daniel bisa melihat foto wajahnya dan juga Kevin bersama tiga orang lainnya sebagai agen terbaik bulan itu. Hal ini tentunya membuat Daniel terkejut. Dia bukanlah agen terbaik yang pernah ada, tentunya dia tidak percaya kalau dirinya bisa jadi salah satu agen terbaik bulan ini.
Kevin sendiri juga kaget, tapi dia terkekeh. Dia tahu kalau misi yang mereka baru saja selesaikan adalah salah satu misi yang cukup berat, dan bisa menyelesaikannya adalah sebuah pencapaian hebat. Tapi tentunya dia tidak menyangka kalau hal ini akan membawa mereka sebagai salah satu agen terbaik bulan ini.
Walau begitu, Kevin terkekeh karena dia melihat reaksi dari Daniel. Tentu saja Daniel akan kaget karena hal ini. Kevin tersenyum, lalu merangkul Daniel.
"See? I told ye, we also can be the feckin' brightest flame! Look at what we already accomplished!" kata Kevin.
Daniel tersenyum. Sepertinya, memang tidak ada salahnya dia memercayai Kevin. Keberadaan temannya yang satu ini selalu membuat semuanya menjadi lebih baik. Kevin selalu meyakinkannya kalau dia bisa melakukan apa saja.
"Nah, ini dia dua agen terbaik kita bulan ini! Jangan lupa undang aku kalau kalian mengadakan pesta perayaan ya!" seru seorang perempuan yang kini ada di hadapan mereka dan memberikan Daniel dan Kevin tepukan di bahu.
"Tentu saja kami akan mengundangmu, Rila! Pasti akan seru kalau nanti kita ramai - ramai berkumpul!" kata Kevin.
Daniel tersenyum. Kevin membuktikan padanya kalau dia bisa melakukan apa saja. Ini berarti, dia bisa mengatakan siapa dirinya yang sebenarnya kepada orang lain. Tentang apa pilihan yang dia miliki, dan siapa yang dia cintai. Dia juga bisa mengakui perasaannya yang sebenarnya pada Kevin.
Tapi, akan lebih baik kalau kita simpan saja cerita itu untuk lain kali. Biarkan Daniel yang menentukan sendiri bagaimana caranya dia akan menyatakan perasaannya pada Kevin.
~~~~~
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top