BAB 8 - Beautiful Rain

Haloha.. update lagi.. semoga bisa mengurangi kangen kalian sama Caramel dan Kenneth 😘😘😍

Happy reading guys! Hope you like this chapter 😗😘😍😊

🍬🍬🍬

Caramel dan Bella sekarang sering belajar bersama karena sebentar lagi ujian akhir semester akan dilaksanakan. Mereka memilih untuk belajar di rumah Caramel karena ada Raka yang setiap sore mengantar Chika pulang.

"Ehh udah denger kabar Kak Bara pacaran sama Kak Raya?" tanya Bella.

Caramel mengerutkan keningnya. Dia tidak pernah lagi bicara dengan Bara. Hanya sekali, saat cowok itu menemaninya belajar dengan Bayu. "Gue nggak pernah denger."

"Ck lagi heboh! katanya Kak Raya itu lengket banget sama Kak Bara," jawab Bella dengan wajah menerawang. "Ihh tu orang! kenapa harus Kak Bara sih?"

Caramel tertawa geli dan melempar penghapus ke kepala Bella. "Yaa masalahnya dimana? lo naksir Bara?"

Bella mengusap kepalanya yang terkena lemparan penghapus. Kurang ajar memang sahabatnya yang satu ini. Kalau bukan sahabat sudah dia kubur hidup-hidup sejak dulu. "Siapa yang nggak suka sama cowok kaya Bara?"

Benar juga, cowok itu menjadi perhatian akhir-akhir ini. Bukan hanya karena wajahnya. Atau karena cowok itu jago main basket. Semua hanya nilai plus. Sisi misteriusnya yang menjadi daya tarik terkuat. Apalagi rumor-rumor yang beredar di sekolah.

Caramel bertopang dagu dengan wajah cemberut. Kenapa Bara tidak pernah menyapa meski kadang berpapasan di koridor tengah dan di halaman parkir. Apa dia sudah membuat kesalahan. Tapi sepertinya tidak ada masalah apa-apa. Atau sebenarnya waktu itu Bara mengajaknya bicara hanya untuk iseng.

"Huaaa!!" teriaknya.

Bella berjengit kaget, sedang dalam keadaan hening tiba-tiba teriakan Caramel muncul. "Lo kenapa sih?!"

"Gue kesel Mbel! kenapa Bara nggak ngajak gue ngobrol? ehh nggak usah deh! cukup nyapa juga gue udah seneng," kata Caramel dengan wajah sedih.

"Emang dia inget lo?" tanya Bella telak.

Caramel langsung terdiam. Benar juga kata Bella. Di sekolah ada banyak cewek di sekitar Bara. Mana mungkin Bara ingat dirinya. "Potek hati gue," keluh Caramel sembari meletakan kepalanya di meja.

Bella menepuk-nepuk bahu Caramel dengan wajah geli. "Kita jadi fans setia aja yaa? dukung dia siapapun pacarnya."

"Iuhh," jawab Caramel.

Bella tertawa dan menoyor kepala Caramel. "Lagian lo! udah ayo belajar!"

Mereka kembali belajar dengan serius. Biasanya Bella akan pulang setelah makan malam karena selalu ditahan oleh bunda. Katanya kalau masih ingin main di sini berarti harus ikut makan.

"Gue balik yaa, bilangin makasih sama Bang Raka!" ucap Bella sebelum masuk ke mobilnya.

Caramel masuk ke dalam rumah dan langsung pergi ke kamarnya. Ada beberapa tugas sekolah yang belum diselesaikan.

"Sayang! kamu mau langsung tidur?" tanya bunda dari ruang makan.

"Nggak Nda, Kara mau ngerjain tugas dulu," jawab Caramel sembari berlari menaiki tangga. Langkahnya terhenti saat melewati kamar Rafan yang pintunya terbuka.

Hari ini abangnya memang ada dirumah. Mungkin ini bukan jadwalnya bekerja. Dari pintu kamar, Caramel mendengar percakapan Rafan di telepon.

"Si Ken ada balapan?" tanya Rafan.

"Boleh, oke bentar lagi gue otw. Thanks Ron!" lanjut Rafan lagi.

Caramel mengerutkan keningnya. Balapan, Ken, jangan-jangan ada hubungannya dengan Bara. Cowok itu kan anak geng motor. Rasanya dia ingin sekali bertanya tapi pasti Rafan akan curiga.

"Kamu ngapain di depan pintu?" tanya Rafan yang sudah rapi dengan jaket jeansnya.

Caramel mengerjapkan mata. "Abang mau kemana? Kara boleh ikut nggak?"

"Hah ikut? nggak usah! urusan anak cowok Ra kamu belajar aja di rumah!" jawab Rafan sebelum pergi.

Sudah Caramel duga, pasti tidak boleh. Mana mungkin Rafan mengizinkannya datang ke tempat-tempat itu. Lemas dia melangkah ke kamarnya.

Di meja belajar Caramel hanya memainkan pensil mekaniknya. Dia kesal pada Bara. Sebanarnya itu hak Bara untuk tidak menyapa atau apapun. Tapi tetap saja Caramel kesal.

"Oke! kalo dia lupa sama gue yaudah! gue juga nggak mau diinget," kata Caramel. Dia kembali fokus pada buku di depannya. Beberapa menit berhasil tapi otaknya kembali memikirkan cowok itu.

"Gue salah apa sih?!" rengeknya. Dasar menyebalkan, kenapa otaknya tidak bisa bekerja sama dengan ucapannya.

🍬🍬🍬

Hari ujian akhirnya tiba. Kali ini Caramel bisa menyambutnya dengan senyuman. Dia sudah siap mengerjakan soal-soal itu. Kalau untuk mendapatkan nilai KKM sepertinya dia sanggup.

Caramel kembali terkekeh sendiri. Senangnya, kalau ulangan ini nilainya bagus, bunda sudah berjanji untuk mengajak liburan ke Bali sekeluarga.

"Woy ngapain lo ketawa sendiri?" tanya Bella.

Cengiran Caramel membuat Bella semakin bingung. "Pokoknya kita harus fokus Mbel! kalau nilai kita bagus kita liburan bareng!"

"Ehh iya yaa, hehe siap gue juga pede banget! Bang Raka jenius deh!" kekeh Bella.

Kali ini mereka ada di ruangan berbeda. Setiap ulangan seperti ini biasanya setiap kelas akan dipecah dan digabung dengan kelas lain. Kali ini kelas Caramel digabung dengan kelas 11 IPA 1 tapi sayang Rafan ada di kelas yang sama dengan Bella.

Caramel mengecek kartu ujiannya untuk mencari tempat duduk. Mudah-mudahan dia duduk dengan orang pendiam jadi setiap kali dia berisik untuk diskusi dengan teman-teman, orang itu tidak akan peduli.

"Ehh Den lo duduk di belakang gue?" tanya Caramel.

"Yaiyalah absen gue abis lo Ra!" jawab Deni.

Caramel tertawa melihat wajah kesal Deni. "Lo belajar kan?"

"Boro! semaleman gue main PS sama si Bimo," jawab Deni dengan wajah cuek.

Caramel menoyor kepala Deni. "Awas yaa lo kalo gue tanya nggak bisa!"

Pagi ini Caramel kembali belajar dengan anak-anak kelasnya. Sampai bel masuk berbunyi baru teman sebangku Caramel datang. Matanya melebar saat Bara duduk di sampingnya.

"Lo ngapain duduk sini?" tanya Caramel.

"Tempat gue di sini," jawab Bara dengan santai.

Apa-apaan ini. Caramel hanya bisa menatap Bara yang seperti biasa, selalu terlihat santai dan cuek dengan sekitar. Jadi selama seminggu ini dia akan duduk dengan cowok yang menguras pikirannya ini. Takdir macam apa yang saat ini bermain dengannya.

Guru masuk dan mulai membagikan kertas ujian tapi Caramel masih sibuk dengan pikirannya sendiri. Rasanya semua yang sudah dia pelajari hilang seketika.

"Aduh sial banget! Ngeblank gue," desisnya pelan.

Caramel mengatur nafas agar bisa kembali fokus. Nilainya tidak boleh jelek hanya karena duduk dengan cowok ini. Kembali dia menatap soal-soal dihadapannya. Pelan-pelan dia mulai membaca setiap soal sampai akhirnya bisa konsentrasi.

Di sampingnya Bara cuma bisa menyaksikan semua tingkah laku Caramel. Senyumnya mengembang tipis. Sebenarnya dia juga kaget saat tahu Caramel adalah teman sebangkunya.

Waktu yang diberikan untuk mengerjakan ujian adalah dua jam. Caramel menghela nafas lega, setidaknya dia sudah mengisi semua soal. Masalah benar atau salah itu tergantung nasibnya.

Deni langsung merangkul bahu Caramel. "Lancar bener kayanya."

"Pala lo! otak gue sebenernya ngebul daritadi," kekeh Caramel. "Jajan yo!"

"Ayo lahh!" jawab Deni dengan wajah riang. Keduanya pergi keluar kelas meninggalkan orang-orang yang sibuk membicarakan jawaban dari ulangan barusan.

Bella menghampiri Caramel dan Deni yang sedang serius menekuni makanan masing-masing. "Wahh senengnya!! gimana Ra ujian lo?"

"Parah!" jawab Caramel dengan wajah kesal. "Lo tau siapa temen sebangku gue?"

"Anak kelas sebelas kan?" tanya Bella polos.

"Ck serius gue! nih yaa gue duduk sama si Bara! Bara Mbel!" jawab Caramel dengan wajah kesal.

Bella melebarkan matanya, dia melirik Deni yang terlihat tidak peduli. "Serius dia duduk sama Kak Bara?"

"Yoi, makanya otak dia ngebul," jawab Deni.

Caramel mengetuk kepalanya ke meja kantin. "Gimana nasib nilai gue dong?" rengeknya. Sial sekali nasib ujiannya kali ini. Sudah sangat amat percaya diri dan semua hancur hanya karena Bara tiba-tiba datang dan duduk di sampingnya.

Caramel kembali ke kelas karena sebentar lagi bel masuk akan berbunyi. Di kursi tempatnya, ada Raya yang sedang duduk manis sembari bicara dengan Bara. Jadi semua rumor itu benar, Bara sudah pacaran dengan Raya.

"Ngapain kesini?" tanya Raya saat Caramel menghampirinya.

"Ini tempatnya Ray," jawab Bara.

Raya mengerutkan keningnya. "Kebetulan banget yaa? jangan-jangan lo yang minta ya Ra? kan lo anak penyumbang dana sekolah," tanyanya pada Caramel.

Caramel menghela nafas panjang. Dia paling malas berhadapan dengan orang seperti Raya. "Sorry Kak, gue cuma mau ambil buku. Kalo lo mau di sini terus yaa nggak masalah, sampe pulang juga nggak apa-apa. Asal lo yang tanggung jawab kalo gue nggak bisa ujian."

Bara hanya bersedekap menyaksikan Caramel yang terlihat berusaha menyabarkan diri.

"Songong amat ni anak," ucap Raya.

"Loh salah gue dimana sih Kak?" tanya Caramel.

"Ray sorry tapi ini tempatnya, lo balik aja ke kelas lo," ucap Bara untuk menghentikan perdebatan itu.

Raya cemberut kesal. "Yaudah tapi nanti gue nebeng lagi yaa?"

Bara tersenyum tipis. "Gue ada urusan sama Rafan."

Caramel menahan tawanya saat melihat wajah kecewa Raya. Rasakan itu. Bagus sekali Bara. Tolak saja cewek centil seperti Raya. Uhh gaya jalannya saja sudah membuat mata pegal.

Caramel hanya bisa memeletkan lidahnya pada Raya setelah dia berhasil duduk di tempatnya. Silahkan kalau cewek itu ingin marah. Dia tidak takut.

"Jangan ngeledek!" ucap Bara sembari mengetuk kepala Caramel.

Ujian kedua ini Caramel bisa mengerjakannya dengan lebih baik. Ini hanya Bara, dia tidak boleh terpengaruh dengan cowok yang bahkan tidak ingat dengannya.

Dipertengahan ujian, ruangan mulai menggelap akibat cuaca yang mulai berubah. Sekarang-sekarang ini cuaca memang mudah berubah terkadang hujan  terus datang meski bukan pada musim hujan. Lampu segera dinyalakan agar murid tetap fokus pada ujian.

Hujan mulai turun dengan deras. Hawa sejuk merasuk melalui celah jendela dan pintu kelas. Ini cuaca yang sangat pas untuk tidur. Jika saja tidak ada soal ujian dihadapannya, sudah pasti Caramel memilih untuk menjatuhkan kepala di meja dan memejamkan mata.

Caramel melirik Bara, dia terdiam melihat cowok itu tertidur. Kepalanya mendekat untuk melihat kertas jawaban Bara. "Pantes, dia udah selesai."

Bel berbunyi nyaring menandakan waktu ujian telah habis. Caramel menepuk pelan bahu Bara tapi cowok itu tidak bangun juga. Akhirnya pelan dia tarik soal dan jawaban milik Bara untuk dikumpulkan. Bisa-bisanya sedang ujian tapi tidur senyenyak itu. Apa ujian ini mudah untuknya.

"Ehh dia tidur?" tanya Deni.

Caramel menganggukan kepala. "Nggak adil ya? kita mikir sampe ngebul ehh dia enak-enakan molor."

"Hehe orang pinter sih bebas," jawab Deni sembari berlalu keluar kelas.

Hujan masih turun dengan deras di luar. Baguslah, jadi dia bisa punya alasan untuk tidak pulang. Ponselnya bergetar pelan.

"Yaa Bang?" sapa Caramel pada Arkan.

"Lo balik nggak? si Rafan nggak bisa nganter balik," tanya Arkan.

Caramel melirik Bara yang masih tertidur. "Duluan aja Bang, nanti gue naik taxi."

"Ujan-ujan gini? emang ada urusan apaan?"

"Gue mau ke perpustakaan dulu, ada buku yang harus gue cari," jawabnya bohong.

"Yaudah, langsung pulang ya? kalo ada apa-apa telepon gue!"

Caramel meletakan ponselnya di meja dan kembali bertopang dagu. Menunggu cowok di sampingnya ini bangun. Lama keheningan menemaninya hingga matanya memberat dan ikut tertidur.

🍬🍬🍬

Bara membuka mata perlahan. Dahinya mengernyit melihat Caramel tertidur disampingnya. Dia menegakan badan dan meregangkan lengannya. Tadi dia memutuskan untuk tidur karena matanya sudah tidak kuat. Mungkin Caramel juga begitu.

Di luar masih hujan. Bara menatap jam tangannya. Sudah sore, dia harus ke bengkel.

Pelan, Bara menepuk pipi Caramel. "Starla bangun."

Caramel hanya bergumam kecil lalu kembali tenang dalam tidurnya. Bara tersenyum geli, dia mengacak rambut cewek itu. "Bangun La!"

"Apaan sih! gue ngantuk!" omel Caramel setelah membuka mata.

"Lo mau pulang nggak? kalo nggak ya gue tinggal," jawab Bara.

"Yaudah sana duluan aja!" usir Caramel dengan mata setengah terpejam.

Bara menahan senyumnya. Dia memasang wajah serius. "Yakin? oke gue balik dulu, entar kalau ada apa-apa yang keluar dari papan tulis langsung aja teriak." Dia bangkit dan pergi meninggalkan kelas.

"Huaa Bara tungguin gue!!!" teriak Caramel dari dalam kelas.

Bara terkekeh kecil. Baginya Caramel memang selalu lucu apapun ekspresinya. Bahkan saat marah-marah sekalipun. Dia menunggu di depan kelas.

"Lo nakut-nakutin gue ya?" tanya Caramel.

"Enggak, gue denger dari orang," jawab Bara.

"Masa sih?" tanya Caramel lagi.

Mereka berjalan bersama ke koridor depan sekolah. Caramel berjalan di dekat Bara karena cowok itu sepertinya serius dengan rumor hantu itu.

"Ujannya masih deres," gumam Caramel.

Bara kembali melihat jam tangannya. "Kayanya bakal lama. Lo balik naik apa?"

"Naik taxi," jawab Caramel.

Taxi tidak akan masuk ke jalanan sekolah. Mau tidak mau Caramel harus berjalan ke jalanan besar untuk menemukannya.

"Bareng gue aja," jawab Bara sembari mengulurkan tangan.

"Apa?" tanya Caramel.

"Mau nunggu sampe malem? kayanya ujan nggak bakal berhenti. Ayo lari," ajak Bara.

Benar kata Bara, hujan ini akan awet. Caramel menggenggam tangan yang terulur itu. Mereka berlari bersama di bawah hujan deras sore ini.

Jarak parkiran yang lumayan membuat keduanya basah kuyup. Untungnya Bara parkir di tempat yang ditutupi oleh atap. Bara melempar jaket yang ada di motornya pada Caramel.

"Pake!" suruhnya.

Caramel terdiam menghirup aroma buah ini. Jantungnya kembali berdetak cepat. Ini wangi yang sama dengan cowok yang menolongnya malam itu. "Jaketnya.."

"Punya gue, tenang nggak ada kumannya," jawab Bara.

Caramel mengerjapkan mata. Ada banyak parfum yang aromanya sama. Ini pasti kebetulan. "Kenapa harus pake jaket? baju gue udah basah."

Bara menoleh pada Caramel. Dia menunjuk pakaian cewek itu. "Lo mau pake baju tembus pandang?"

Caramel langsung menyilangakan lengannya di dada. "Lo ngeliat ya?!" teriaknya.

Bara tertawa melihat wajah Caramel yang memerah. Dia mengacak rambut Caramel. "Belom, jangan sampe keliatan sama orang."

Caramel cemberut, dia yakin saat ini Bara sedang menggodanya. Dia segera memakai jaket jeans milik Bara yang sudah pasti besar di tubuh mungilnya. "Ehh jaketnya keren, beli dimana?"

Bara memutar bola matanya. "Naik!"

Caramel naik ke motor besar itu dengan bantuan Bara. Di sore dingin ini. Dengan ditemani suara-suara rintik hujan dan hawa yang dingin dan dikelilingi awan gelap. Mereka menembus hujan dengan senyuman dan obrolan ringan.

"Gue ngerasa dejavu," ucap Caramel.

Bara tersenyum mendengar itu. "Kenapa?"

"Pernah nggak sih lo baru kenal sama orang tapi lo ngerasa nggak asing?" tanya Caramel lagi.

"Pernah," jawab Bara.

Caramel tersenyum, itu yang dia rasakan pada Bara. Aneh memang. "Kenapa sih lo nggak pernah nyapa gue kalau kita ketemu di koridor?"

"Lo ngarep disapa?" tanya Bara.

Caramel langsung memukul kencang bahu Bara. Dasar menyebalkan. "Ngapain banget," gerutunya.

Mereka tiba di rumah besar milik Caramel. Pintu pagar langsung dibuka saat melihat majikannya datang. Motor Bara berhenti di depan pagar rumah.

"Thanks yaa, hehe udah lama gue nggak main ujan-ujanan," kekeh Caramel. Dia sudah lupa dengan rasa kesalnya pada Bara beberapa minggu lalu.

"Masuk sana! Salam buat Bunda," ucap Bara.

"Eh lo kenal?" tanya Caramel.

"Enggak, tapi Rafan sering cerita," jawab Bara. "Gue balik dulu," pamitnya sebelum kembali menjalankan motor putih itu.

Caramel menatap motor itu sampai hilang di tikungan. Senyumnya masih mengembang. "Thanks," gumamnya. "Ehh jaket dia masih di gue."

🍬🍬🍬

Setelah tiba di bengkel, Bara langsung ke lokernya untuk mengambil pakaian dan mandi di kamar mandi yang sudah disediakan bengkel ini. Ini rumah keduanya atau mungkin ini rumah pertamanya karena dia lebih banyak menghabiskan waktu di sini.

"Tumben baru dateng?" tanya Roni.

"Ketiduran," jawab Bara sembari mengeringkan rambutnya dengan handuk.

"Wah hehe tumben lo bisa tidur," kekeh Thomans.

Bara mengerutkan keningnya, benar juga biasanya selelah apapun dia tidak akan ketiduran apalagi disekolah. Mungkin ini karena cuaca yang sangat mendukung.

Hari ini pekerjaannya lebih ringan. Karena hujan, pelanggan jadi berkurang. Bara hanya perlu membereskan beberapa mobil yang kemarin belum sempat ditangani.

"Tuan muda Kenneth," panggil seorang pria dengan perawakan tinggi besar dan wajah berwibawa.

Bara yang sedang sibuk membongkar kap mobil langsung menoleh. Dia berdecak kesal melihat orang suruhan ayahnya datang. Apalagi orang itu memanggilnya dengan panggilan Tuan muda, panggilan menggelikan macam apa itu.

"Ken, jangan panggil aku begitu di depan teman-temanku," perintah Bara.

Pria paruh baya itu tersenyum hangat. "Mohon maaf, saya tidak bisa. Mari ikut, Ayah Tuan sudah menunggu di rumah."

Bara menghela nafas panjang, dia menutup kap mobil itu. "Aku sibuk."

"Sudah hampir setengah tahun kalian tidak bertemu, setidaknya bicaralah sejenak dengannya."

Seandainya hubungan mereka baik-baik saja sudah pasti Bara tidak akan menolak untuk bertemu. Bukannya tidak ingin, dia hanya malas mengingat lagi masalah-masalah yang selama ini membuatnya tidak bisa tidur dengan tenang.

"Sebentar saja Tuan," bujuk pria itu.

Kali ini Bara tidak bisa lari. Daripada teman-temannya curiga, lebih baik dia ikut dengan pria itu. Setelah mengganti pakaian dia langsung masuk ke mobil hitam yang terparkir di samping bengkel ini.

Mobil itu melaju dengan kecepatan sedang. Bara tahu kemana tujuannya. Tentu saja ke rumah milik pria yang memiliki status sebagai ayahnya. Hidupnya sudan tenang selama setengah tahun terakhir ini, kenapa pria itu harus kembali ke kehidupannya.

Mobil itu tiba di rumah besar bergaya eropa dengan taman yang luas. Rumah yang indah, tapi bagi Bara tidak ada apapun didalamnya. Bahkan untuk seutas kenangan.

"Selamat datang Tuan," sapa pelayan rumah ini.

Bara mengibaskan tangannya. Dia risih, tentu saja. Selama tiga tahun hidupnya sangat sederhana. Baginya ini semua bukan miliknya sejak dia membuang nama Soller dari nama belakangnya.

"Akhirnya kau mau menemuiku," sapa seorang pria dengan badan tegap dan wajah tampan meski sudah tidak muda lagi. Raut wajah tegas yang sama dengan milik Bara. Hanya saja warna mata mereka berbeda.

"Ada apa?" tanya Bara to the point.

"Daddy bahkan baru melihatmu," jawab ayah Bara. "Bagaimana kabarmu?"

Pertanyaan basa-basi. Bara tahu kemanapun dia, sudah pasti ayahnya bisa mengetahui kabarnya. "Baik, sangat baik sampai aku lupa kapan terakhir aku datang kemari."

"Kenneth, ini rumahmu. Daddy tahu hubungan kita tidak terlalu baik, tapi kau tetaplah anakku semua ini milikmu dan kakakmu," jawab ayah. Wajahnya terlihat lelah, seandainya hati Bara tidak terlalu sakit mungkin dia sudah menunduk sembari meminta maaf berkali-kali.

"Aku tidak ingin datang ke tempat orang yang sudah membuangku," jawab Bara dengan nada datar dan raut wajah dingin.

Ayahnya tersenyum lelah. "Meski waktu diulang, Daddy akan tetap pada keputusan itu. Lebih baik kau di sana. Saat kau dewasa pasti nanti kau akan paham, tetap tinggal di sini akan lebih menyakitkan."

Bara mengepalkan tangannya. "Setidaknya aku tidak akan merasa dibenci," desisnya sebelum pergi meninggalkan rumah ini. Ini yang tidak dia suka setiap datang ke rumah.

Katanya rumah adalah tempat ternyaman. Tempat untuk pulang. Sepertinya deskripsi itu tidak berlaku baginya. Baginya rumah ini memiliki goresan luka yang menyakitkan. Setiap langkahnya untuk masuk adalah perjuangan. Perjuangan membuka kembali memori yang bahkan sama sekali tidak dia miliki.

Di ruang tamu rumah ini Bara kembali melihat foto keluarga. Seorang wanita cantik dengan warna mata serupa dengannya sedang tersenyum lebar ke arah kamera sembari menggendong bayi perempuan kecil, disampingnya ada pria yang juga tersenyum bahagia. Semua mata terlihat bahagia.

Senyum-senyum bahagia yang sudah hilang sejak lama. Dan itu karena kesalahannya.

Bara mengerjapkan mata yang mulai memanas. "Apa kabar Mom?" bisiknya. Dia tidak memiliki satupun foto ibunya. Tidak butuh. Baginya mengingat wajah itu pikirannya sudah cukup.

Bara berlari keluar rumah. Tidak perduli hujan akan kembali membasahi tubuhnya. Kemanapun, dia hanya ingin berlari jauh. Sejauh-jauhnya hingga dia bisa melupakan semua. Hidup seperti ini sulit. Hidup seperti ini melelahkan.

Sore ini Kenneth yang sebenarnya terlihat. Bukan Ken seorang gengster. Bukan Ken dengan senyum ramah dan tawa renyah. Hanya Kenneth dengan wajah datar tanpa ekspresi.

Iya hanya untuk sore ini karena esok dia harus memasang topengnya kembali.

🍬🍬🍬

See you in the next chapter 😉😉😉

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top