BAB 6 - The Mysterious Guy

Halohaa semuaa.. mohon maaf karena baru update. Selalu usaha untuk update di tengah kegiatan kuliah yang padat 😂😂

Semoga bisa memaklumi kalau nggak bisa update cepet yaa 😉 kalau senggang aku pasti update cepet kayak kemaren😗

Langsung aja yaa happy reading 😗😗😗

🍬🍬🍬

Sore ini Caramel memilih untuk duduk di pos jaga rumahnya dengan pak Bonar. Ayah dan bunda belum pulang dari kantor. Abang kembarnya juga tidak ada di rumah, hebat kalau dua orang itu ada di rumah sore-sore begini. Ditambah Chika yang hari ini ikut ke kantor karena sudah mulai bekerja di sana.

Di rumah hanya ada para pekerja rumah. Daripada bosan lebih baik main kartu di sini.

"Wah Non Kara curang!" keluh pak Bonar setelah kalah tiga kali berturut-turut.

Caramel tertawa geli. "Makanya Bapak kursus dulu sama Kara, nanti pasti menang terus," jawabnya.

Pak Bonar hanya mendengus geli dan memilih untuk berhenti bermain. "Non main sendiri aja, biar Bapak yang nonton."

"Yehh mana bisa!" jawab Caramel dengan tertawa geli. "Kara minta bakwannya yaa Pak?" pintanya saat melihat sepiring gorengan di meja pos.

"Yaa makan Non," jawab pak Bonar dengan senyum hangatnya.

Caramel makan dengan lahap sampai menghabiskan tiga bakwan. "Enak Pak, ini beli dimana sih?"

"Di deket pengkolan depan perumahan Non," jawab pak Bonar. "Ehh kayanya Non dicari Bi Peni tuh!"

Caramel menoleh ke arah pintu rumah. Dia melihat bi Peni yang sedang menoleh ke kanan dan ke kiri. Benar pasti dia yang sedang dicari. Sudah jadi kebiasaan, kalau bukan bunda yang mencarinya yaa pasti bi Peni. Meski sudah berusia lanjut, badannya masih segar untuk menjadi kepercayaan bunda sebagai kepala pelayan di rumah.

"Ssstt Pak, jangan bilang yaa Kara ngumpet di sini?" bisik Caramel sembari menelusup ke bawah meja.

Pak Bonar tertawa dan mengacungkan jempolnya.

"Bonar, kamu liat Non Kara?" tanya bi Peni.

"Biasa Bi," jawab pak Bonar.

Bi Peni hanya berkacak pinggang sembari menunggu Caramel keluar dari tempat persembunyiannya.

"Ihh Pak Bonar kok ngasih tau?" keluh Caramel dengan wajah kesal.

Bi Peni menghampiri Caramel dan menepuk pelan lengan majikannya itu. "Ayo Non mandi dulu! Bapak sama Ibu sebentar lagi pulang kalau Non belum mandi pasti kena omel Ibu."

"Ihh Kara males mandi Bi!!" rengeknya.

"Ini anak.. udah ayo nanti abis mandi Bibi beliin ice cream," bujuk bi Peni seperti biasa.

Caramel berpikir sejenak kemudian menganggukan kepala. "Dua yaa Bi?" pintanya.

"Iyaa," jawab bi Peni.

Caramel tersenyum puas. "Oke ayo Bi, Kara mau mandi," ajaknya.

Pak Bonar tertawa geli melihat tingkah laku majikannya ini. Karena anaknya seumuran dengan Caramel jadi beliau bisa mudah akrab dengan anak itu.

"Bi, kok badan Kara gatel-gatel ya?" tanya Caramel sembari menggaruk lengannya.

"Nah pasti gara-gara belum mandi," jawab bi Peni.

Tidak, Caramel yakin bukan itu penyebabnya. Badanya gatal dan panas sekarang. Bukan hanya satu bagian, wajahnya bahkan ikut gatal sekarang. "Aduh Bi!! ini Kara kenapa?" tanyanya panik.

Bi Peni mendekat dan memeriksa lengan Caramel yang mulai memerah dan bentol-bentol. "Non habis makan apa?"

Caramel mengerutkan keningnya. "Makan bakwan Bi," jawabnya. Sepertinya dia hanya alergi udang, bukan bakwan. Matanya melebar, pasti bahwan itu ada kandungan udangnya.

"Aduh Non! yaudah biar Bibi siapin air hangat dulu," jawab bi Peni.

Satu jam kemudian ayah dan bunda tiba di rumah. Bi Peni langsung memberitahu keadaan Caramel pada majikannya itu.

Seperti biasa, jika mendengar putrinya sakit ayah selalu menjadi orang yang paling khawatir. "Bagaimana bisa dia makan udang?" tanya ayah.

"Maaf Tuan saya kurang menjaga Non Kara," jawab bi Peni.

Bunda menghela nafas dan mengusap lengan ayah. "Sabar, ini kecelakaan kecil."

"Dia bisa sesak nafas kalau makan lebih banyak! Bi Peni tolong beritahu semua pekerja untuk tidak memberikan apapun yang mengandung udang untuk Kara. Jangan sampai ini terulang," ucap ayah dengan tegas.

Bunda tersenyum. "Ayo kita lihat Kara."

Di kamar, Caramel hanya duduk di ranjang sembari menggaruk wajah dan lengannya.

"Sayang," panggil bunda.

Caramel menoleh, senyumnya mengembang. "Ayah sama Bunda kapan pulang? kok Kara nggak denger?"

Ayah menghampiri Caramel dan mengecek lengan putrinya itu. "Ayo kita ke dokter."

"Ehh? haha nggak usah Yah tadi Kara udah mandi pake air anget jadi udah agak mendingan," jawab Caramel.

Bunda berkacak pinggang dengan wajah kesal. "Kara makan apa sih? tuh Ayah sampai marah-marah sama Bi Peni."

"Makan bakwan Nda tapi kayanya ada udangnya tapi nggak keliatan," jawab Caramel dengan cemberut.

Ayah menghela nafas panjang. "Ayo siap-siap. Ayah antar berobat." Dulu Caramel pernah sesak nafas setelah memakan udang jadi ayah tidak ingin mengambil resiko.

Kalau sudah begini, Caramel hanya bisa mengikuti semua perintah ayahnya. Dia pergi ke dokter dengan ayah dan bunda.

Wajah Caramel semakin kesal karena dua hari kedepan dia tidak bisa masuk ke sekolah. Padahal rencananya dia ingin mewawancarai murid baru itu.

"Ayah masa Kara nggak bisa sekolah dua hari?!" rengeknya sembari menggoyangkan lengan ayahnya.

"Ikuti saja apa kata dokter," jawab ayah singkat.

"Makanya kamu itu kalo ketemu apa-apa jangan asal nyomot!" omel bunda.

Caramel semakin cemberut, dia menyilangkan tangannya dan memilih diam selama perjalanan pulang.

Malam ini Raka datang ke rumah karena mendengar Caramel sakit. Sama seperti ayah, dia selalu khawatir dengan kondisi Caramel. "Kara sudah makan?"

"Udah Bang tadi, hari ini Abang nginep dong," pinta Caramel dengan wajah memohon.

Raka tersenyum dan mengusap kepala adiknya. "Iya, sekarang Kara tidur."

Caramel mengangguk dengan antusias dan memejamkan matanya.

Raka memilih untuk menunggu Caramel. Dia tidur di sofa yang ada di kamar adiknya itu. Saat masih tinggal di sini biasanya dia juga tidur di kamar ini setiap Caramel sedang sakit.

Pagi ini Caramel bangun dengan wajah suntuk. Dia akan bosan di rumah. Tidak ada ayah dan bunda. Tidak ada abang-abangnya dan tidak ada Chika. Mungkin rencananya hari ini hanyalah berdiam diri di ranjang sampai kembali tertidur.

"Wajah lo kenapa Ra?" tanya Arkan saat Caramel datang ke meja makan masih dengan pakaian tidurnya. Dia memang pulang larut malam sama seperti Rafan.

Semua sudah siap dengan aktifitas masing-masing. "Huaa nggak ada yang mau nemenin Kara di rumah?" rengeknya.

"Kan ada banyak orang di rumah, kamu bisa ajak Meri main," jawab bunda sembari menyiapkan sarapan untuk Caramel.

"Ihh Nda, Kara ikut ke kantor aja yaa?" pintanya. "Nanti biar Kara sama Kak Chika."

"Kak Chika baru bekerja di kantor," jawab Raka.

Caramel mendengus kesal, sepertinya semua tidak ada yang berniat menolong dia untuk keluar dari situasi ini. Yah terpaksa, mau tidak mau dia harus di rumah.

"Kalau ada apa-apa telepon Bunda," pesan bunda sebelum berangkat. Beliau mencium kening Caramel dan menyusul ayah yang sudah keluar duluan.

🍬🍬🍬

Hari ini gerimis turun menemani Caramel yang berdiam diri di dekat jendela kamarnya. Caramel mendongak menatap langit. Sudah siang tapi matahari masih betah berlindung di balik awan.

Ponsel di dekatnya bergetar pelan. Nama Umbrella terlihat di layar. Pasti sahabatnya itu ingin bertanya kenapa dia tidak masuk.

"Woy Ra! lo sakit apa?" tanya Bella dengan suara cengprengnya yang khas.

"Alergi Mbel," jawab Caramel.

"Ck ada-ada aja sih lo! ehh btw gue ada kabar bagus buat lo," ucap Bella semangat.

"Apa? ada anak baru di kelas sebelas?"

"Hah emang ada? bukan Ra!"

"Ohh terus?" tanya Caramel malas.

"Gue sama Deni udah tau siapa yang nyebarin gosip lo sama Bayu!" jawab Bella dengan beberapa penekanan.

Mata Caramel melebar, dia langsung menegakkan badannya. "Serius?" tanyanya dengan semangat.

"Yepp hehe, admin lambe turah sekolah kita tu si Ivan Ra!"

"Ivan? Ivan yang mana?" tanya Caramel. Ada banyak Ivan di sekolah. Ada Ivan Putra, Ivan Galih, Ivan Saputra, dan Ivan doang. Itu baru yang ada di kelas 10 IPA.

"Ivan banci kelas sebelah Ra! itu loh yang kepalanya kayak pentol korek," jawab Bella.

"Ohh si Ivan, wah ngajak perang tuh anak! pokoknya kita serang dia kalo gue udah masuk!" jawab Caramel dengan berapi-api. Gara-gara gosip itu kehidupannya di sekolah tidak tenang sampai sekarang. Kalau ketemu dia akan membuat kepala botak itu memiliki rambut panjang.

"Pastinya, tadi si Deni mau ngehajar tuh anak tapi gue larang. Gue yakin lo nggak mau bagian lo diambil si Deni," jawab Bella dengan tawa gelinya.

"Yahh tapi besok gue masih nggak bisa masuk, huhh gue yakin Ayah sekongkol sama dokter. Intinya nih Mbel sebelum jam olahraga kita cegat tu anak! kita hajar dia!" Caramel sampai mengarahkan tinjunya ke langit karena terlalu semangat.

Dua hari yang berjalan sangat lama bagi Caramel. Saat ini ada dua tujuan penting untuknya datang ke sekolah. Pertama untuk bertanya pada anak baru itu dan yang kedua pastinya memberi pelajaran pada Ivan.

🍬🍬🍬

Pagi ini setelah subuh, Caramel sudah siap dengan seragam sekolahnya. Dia duduk di meja makan menunggu yang lain turun.

"Loh Kara kamu ngapain di sini? jam kamarmu mati?" tanya bunda dengan wajah bangun tidur. Wajar, ini masih jam lima dan Caramel sudah menggunakan seragam sekolah.

Cengiran Caramel membuat bunda semakin bingung. "Abis Kara semangat banget Nda!! ihh nggak sabar hirup udara sekolah!"

"Idih ni anak kesambet apa, lagian kamu mau ngapain sih pagi-pagi?" tanya bunda.

"Mau melindungi negara dari serangan Nda!" jawabnya. Caramel langsung mendapatkan jitakan setelah menjawab pertanyaan itu. Padahal dia serius, dia ingin melindungi negara dari orang-orang seperti Ivan.

Hari ini Caramel memilih berangkat menggunakan sepeda meski ayah sudah melarang karena jarak yang jauh. Sebenarnya dia juga malas, tapi hari ini dia ingin menikmati udara segar setelah dua hari bosan di rumah.

Di parkiran khusus sepeda, Bella sudah menunggu dengan sebungkus ciki dan dua bungkus roti. "Tumben amat sih lo naik sepeda? gue jadi lama nunggu lo!"

Caramel terkekeh dan merangkul Bella. "Kayanya lo nikmatin banget nunggu gue?"

Bella mendengus kesal dan mengambil ponsel di kantongnya. "Kata Deni si Ivan udah di kelas."

"Oke, rudal ready?" tanya Caramel.

"Ready sist, granat juga ready, lo mau nuklir juga langsung bisa ready," jawab Bella.

Caramel mengangguk dengan wajah serius. "Ayo kita jalankan misi penting."

Bel masuk sudah berbunyi. Mata pelajaran di jam pertama kelas 10 IPA 3 adalah olahraga, ini kesempatan bagi Caramel dan Bella untuk menghampiri Ivan karena kelas 10 IPA 4 sedang jam kosong.

"Wahh ada Caramel," sapa cowok yang ada di kelas 10 IPA 4.

Caramel tersenyum untuk membalas sapaan itu. Dia mendekati Ivan yang sibuk bicara dengan teman-temannya. "Ivan," panggilnya dengan senyuman yang membuat Ivan merasa tidak enak.

"Ehh Kara? ada apaan?" tanya Ivan dengan wajah memucat.

"Jadi lo yaa admin lambe turah yang nyebarin gosip gue sama Bayu?" tanya Caramel masih dengan senyuman.

"Wah parah lo Van! masih aja lo ya?!"

"Hajar Raa! biar kapok!"

Mereka semua tahu tentang Caramel yang menguasai beberapa bela diri jadi saat bermain dengan cewek itu lebih baik mereka berpikir dulu terlebih ada dua abang yang juga menguasai bela diri dengan baik.

Ivan meringis kecil. "Ja-jadi gini loh Ra, gue nggak sengaja denger pas di taman belakang. Terus.."

"Terus?" tanya Caramel.

Ivan berjalan mundur menjauhi Caramel yang semakin mendekatinya. "Gue nggak sengaja Raa suer!!" teriaknya.

Caramel menggulung lengan bajunya. "Wah ngajak ribut ni anak! sini lo biar gue pakein kutang!"

Cowok-cowok tertawa geli mendengar ucapan Caramel. "Jangan Raa! dia kesenengan nanti!"

"Huaaa Raaa ampun!!" teriaknya sembari berlari keluar kelas.

Caramel dan Bella segera berlari untuk mengejar cowok yang menjerit-jerit itu. Adegan kejar-kejaran lucu itu ditonton banyak orang. Anak kelas sebelas bahkan banyak yang melihat dari lantai tiga.

"Caramel Umbrella!!" teriak pak Adi dari tengah lapangan.

Caramel meringis kecil, mereka jadi ketahuan bolos pelajaran gara-gara si Ivan itu. Keduanya pergi ke tengah lapangan menghampiri pak Adi yang sudah berkacak pinggang.

"Kenapa kalian tidak ganti baju?" tanya pak Adi.

"Emm itu Pak si Ivan masa mau pake baju olahraga saya. Itukan buat perempuan," jawab Caramel asal.

Bella menahan tawanya. "Iya Pak bener makanya kita kejar dia."

Pak Adi menggelengkan kepala, dua anak muridnya ini memang sudah biasa membuat masalah. "Ganti baju kalian, lari keliling lapangan ini sampai saya suruh berhenti."

"Ishh Ivan nggak kena malah kita yang dihukum," keluh Caramel.

Bella mengangguk setuju. "Liat aja nanti, gue umpetin tuh sepatunya!"

Mereka berdua berlari keliling lapangan sedangkan anak kelas bermain basket dan bola sesuai instruksi dari pak Adi.

"Ehh itu bukannya Bang Rafan?" tanya Bella sembari menunjuk Rafan yang sedang menyaksikan mereka berlari.

Caramel mendongak, dia terdiam melihat cowok yang berdiri di samping Rafan yang juga sedang melihatnya.

"Itu temen baru Abang lo? ganteng amat ya?" tanya Bella lagi.

Caramel mengerjapkan mata dan kembali fokus ke depan. "Gue juga enggak tau."

Setelah pelajaran olahraga Caramel mengajak Bella ke kantin untuk membeli minum.

"Gila gue capek banget!" keluh Bella.

Caramel mengangguk setuju. Dia merogoh saku bajunya. "Ehh huaaa gue lupa minta saku sama Bunda!" keluhnya. "Gue pinjem duit lo dulu yaa Mbel?"

Bella merangkul bahu sahabatnya itu. "Selau aja kita sohib kan? asal ada bunganya ya nanti?"

"Yehh!!" Caramel menoyor kepala Bella yang cengengesan melihat wajah kesal Caramel.

"Ehh gue udah denger ada anak baru di kelas sebelas," ucap Bella.

"Terus?" tanya Caramel antusias.

Bella mendekati Caramel. "Ngeri banget deh, geng motor! ihh katanya dia pemimpin penyerangan, terus katanya dia itu pengedar juga."

"Masa sih? serem amat?" tanya Caramel dengan wajah takut.

Bella menganggukan kepala dengan yakin. "Padahal orangnya ganteng banget! gue denger Kak Raya udah mulai deketin."

"Kak Raya yang suka sama Bang Rafan?" tanya Caramel.

"Hehe capek dia deketin Abang lo. Cuek banget sih! beda tuh sama Bang Arkan yang mantannya kalo dikumpulin bisa bikin grup JKT 48," kekeh Bella.

🍬🍬🍬

Caramel pergi ke kelas Rafan setelah bel istirahat berbunyi. Dia ingin minta uang dari abangnya itu.

Kelas 11 IPA 1 sudah biasa dengan kedatangan Caramel. Beberapa bahkan ada yang akrab dengan Caramel karena Rafan sering mengajak adiknya ke kelas.

"Kak Tio! Bang Rafan mana?" tanya Caramel.

"Ehh Ra? kayanya tadi keluar sama Bara," jawab Tio.

Caramel mengerutkan keningnya. Dia tidak pernah dengar nama itu. "Kemana yaa Kak?"

"Hemm Nah tuh si Bara," jawab Tio. "Woy Ra, si Rafan mana?"

Caramel membalik badannya dan matanya bertemu dengan mata hitam yang tadi pagi menatapnya. Ternyata kalau dilihat dari dekat cowok ini terlihat lebih cool. Matanya mengerjap beberapa kali.

"Yahh dia terpesona," gumam Tio. "Tenang Ra bukan lo doang yang begitu."

Rafan datang dari ujung koridor. Keningnya mengernyit melihat Caramel ada di kelasnya. "Ngapain Ra?"

Caramel berdeham pelan dan mendekati Rafan. Tangannya terulur. "Minta duit Bang," pintanya.

"Pacarnya?" tanya Bara pada Tio.

Tio tertawa geli. "Cocok yaa? gue sama yang lain juga bakal ngira gitu. Dia Caramel adiknya Rafan."

"Loh emang Bunda nggak ngasih?" tanya Rafan.

Caramel meringis kecil. "Lupa minta, Bang aku minta duit.. nggak bisa jajan nih!" rengeknya.

Rafan menghela nafas dan mengeluarkan uang di kantongnya.

"Itu Bang yang biru," tunjuk Caramel.

"Bisa aja milihnya!" jawab Rafan sembari memberikan uang lima puluh ribuan itu. "Jangan jajan sembarangan!"

Caramel bersorak senang dan mencium pipi Rafan. "Abang terbaik deh!"

"Ehh Bang! denger-denger ada anak baru anggota geng motor yaa? terus katanya dia pemimpin penyerangan gitu, tugasnya sama nggak sih Bang sama pemimpin upacara? terus yaa kata Umbel dia itu pengedar! ngeri yaa?" tanya Caramel.

Rafan mengusap keningnya sendiri. Adiknya ini memang sangat bodoh, membicaran orang di depan hidung orang itu. "Jangan banyak ngegosip Ra."

"Kayanya gue ngalahin ketenaran lo," jawab Bara pada Rafan dengan santai.

Caramel terperengah, dia menatap Bara yang masih terlihat santai. Cowok itu bahkan sedang tersenyum tipis padanya. "Starla?" tanya Bara setelah melirik nametag Caramel.

"Ehh emm Kara, panggil aja Kara," jawab Caramel gugup.

"Sorry, dia emang gitu anaknya," ucap Rafan.

Bara mengangkat bahunya dengan cuek dan memilih masuk ke dalam kelas.

"Aduh! gawat," desis Caramel. "Hehe Bang aku balik ke kelas yaa bye!" pamitnya dengan berlari menjauh.

Caramel langsung menceritakan semuanya pada Bella yang sibuk makan semangkuk soto ayam di kantin.

"Yah nggak heran gue," jawab Bella.

"Gimana dong Mbel? aduh kalo dia marah terus dia ngajak temen-temen geng motornya gimana?" tanya Caramel.

Bella mengusap bibirnya dengan tissue. "Ngelawan lo sendiri aja dia bisa Ra, gini yaa gue kasih tau aja. Lo pernah denger ada geng motor yang pernah motong jari orang?"

Caramel melebarkan matanya. "Masa sih? Ihh gue nggak mau dipotong! ntar kalo nikah cincinnya mau ditaroh mana?"

"Yahh gue doain dia lupa sama muka lo deh Ra," ringis Bella.

"Huaa Mbel padahal gue mau nanya cowok yang matanya biru sama dia!" rengak Caramel.

🍬🍬🍬

Pulang sekolah ini Caramel harus kembali belajar dengan Bayu di perpustakaan. Di perpustakaan Caramel bertemu dengan Bara yang sedang asik membaca buku.

Caramel langsung menyembunyikan lengannya di balik badan. Bara hanya mengernyit sekilas dan menggelengkan kepala dengan senyum gelinya.

"Ra ayo langsung belajar," ajak Bayu.

Bara mengambil ponselnya yang bergetar di dalam saku. "Kenapa Fan?"

"Lo dimana?"

"Masih di perpus, duluan aja ntar gue nyusul," jawab Bara.

"Ehh perpus? gue minta tolong sekalian deh, si Kara ada di sana kan?" tanya Rafan.

Bara melihat Caramel yang mulai serius belajar dengan cowok yang baru saja datang. "Yap."

"Jagain yaa? gue nggak suka sama orang yang sekarang lagi sama dia."

Bara menghela nafas dan menganggukan kepala. "Oke." Rafan sudah menjadi sahabatnya sebelum masuk ke sekolah ini. Tidak mungkin dia menolak permintaan sahabatnya yang sudah sangat baik.

"Sipp thanks, ntar biar gue gantiin lo di bengkel," jawab Rafan.

Bara duduk di kursi di samping Caramel hingga kedua orang yang sedang serius itu langsung menoleh dengan wajah bingung.

Caramel menelan salivanya. Pasti Bara ingin memotong jarinya sekarang. Keningnya mulai berkeringat. "Ehh emm Kak Bara, maaf yaa soal tadi?"

"Kak? gue bukan kakak lo," jawab Bara santai. Tangannya terulur pada Caramel. "Aldebaran, panggil aja Bara."

Caramel menatap lengan itu dengan teliti untuk memastikan tidak ada senjata yang tersembunyi di tangan itu. Setelah memastikan tangan itu aman baru dia menjabat tangan Bara.
"Caramel, panggil Kara aja."

"Gue lebih suka Starla," jawab Bara sembari bertopang dagu.

Wajah Caramel memanas karena ditatap begitu oleh Bara. "Ehh hehe makasih tapi aku udah biasa dipanggil Kara Kak ehh Bara."

Bayu berdeham pelan. "Sorry, kita lagi belajar dan lo ganggu konsenterasi dia."

Bara mengerutkan keningnya, dia mendengus pelan dengan senyum geli. Sepertinya dia ingat siapa cowok yang ada di samping Caramel. "Gue ganggu lo?"

Caramel menggelengkan kepala cepat.

"Oh ya? tapi aku terganggu. Kamu udah nggak masuk dua hari Ra, pembelajaran kita terhambat sebentar lagi kamu juga ujian ulang, nilai-nilai kamu banyak yang harus dibenerin," jawab Bayu.

Caramel cemberut kesal, jadi ketahuan bodohnya. "Gue juga tau, nggak usah lo jelasin lagi! lagian gue yakin di ujian ulang nanti pasti nilai gue di atas KKM."

"Oh ya? kalau gitu tunjukin!" Bayu memberikan buku yang sudah dia isi dengan beberapa soal. "Kerjain semuanya, hari ini cukup. Kayanya aku yang ganggu kamu sama dia."

Caramel mengerutkan keningnya. Kenapa dengan dua cowok ini. Bayu yang tiba-tiba tingkat kesensitifannya meningkat dan Bara yang tiba-tiba mendekat. Dia menatap Bayu yang keluar dari perpustakaan.

"Dasar aneh," gumamnya sembari melihat buku yang tadi diberikan Bayu. Setelah membalik beberapa kertas matanya melebar. "Gila! Bu Ana yang mukanya suram aja nggak pernah ngasih PR sebanyak ini!"

Karena terlalu sibuk dengan dunianya. Caramel sampai lupa kalau di sampingnya masih ada Bara yang sejak tadi menonton tingkah laku dan ekspresi lucunya.

"Ini nilai lo?" tanya Bara sembari mengangkat nilai Caramel.

Caramel menoleh kaget, jadi saat ini dia hanya berdua dengan Bara. "Lo nggak mau potong jari gue kan?" tanyanya dengan wajah takut.

"Ide lo boleh juga," jawab Bara masih dengan menatap kertas-kertas itu. Kepalanya menggeleng dengan wajah prihatin. Saat menoleh dia melihat ekspresi takut Caramel. Dia mengetuk dahi cewek itu. "Kerjain tuh PR dari guru lo!"

Caramel mengangguk kaku dan mencoba untuk fokus pada bukunya. Beberapa menit dia hanya mengerutkan kening dan menggelengkan kepala. Dia tidak mengerti soal apa yang Bayu buat. Cowok itu sepertinya sedang mengerjainya.

Bara merebut buku itu karena gemas melihat Caramel tidak mencoretkan setitik pena pun di buku itu. "Denger!"

Dia menjelaskan cara termudah untuk soal nomer satu pada Caramel. "Ngerti?"

"Emm kayanya," jawab Caramel.

Bara menyerahkan buku itu pada Caramel. "Coba nomer dua, rumusnya sama kaya nomer satu."

Caramel menganggukan kepala dan mencoba mengerjakan soalnya itu. Beberapa menit kemudian dia memberikan buku itu pada Bara. "Bener nggak?"

Bara memeriksa soal itu dan menganggukan kepala. Setelah menutup buku, dia melipat lengannya di atas meja. "Soal sederhana begitu lo bingung? di negara ini ada ujian nasional kan?"

Caramel cemberut kesal mendengar pertanyaan yang meledek itu. Secara tidak langsung Bara mengatakan bahwa dia bodoh. "Gue cuma nggak tertarik sama belajar."

Bara langsung mengetuk kepala Caramel dengan pena hingga cewek itu mengaduh kesakitan. "Bukan nggak tertarik! lo cuma nggak bisa konsen." Dia bangkit dan membawa tasnya. Tugasnya sudah selesai sekarang.

"Ehh mau pulang? tungguin! gue takut!" pinta Caramel sembari memasukan semua barang-barangnya ke tas.

Selama berjalan ke parkiran Caramel menceritakan hal-hal mistis di sekolah pada Bara. Dia bahkan sudah lupa dengan rumor menyeramkan tentang Bara. "Lo harus hati-hati kalo di taman belakang!"

Mereka tiba di parkiran sekolah. Di dekat motor besar berwarna putih ada Raya yang sedang tersenyum menyambut Bara.

"Bara.. gue nebeng pulang boleh nggak?" tanya Raya dengan antusias.

Bara melirik Caramel. "Lo balik sama siapa?"

Caramel mengerjapkan matanya. "Gue naik sepeda kok."

Raya menatap sinis Caramel kemudian beralih pada Bara. "Boleh yaa? Bokap nggak bisa jemput."

Bara menganggukan kepalanya. Dia menepuk kepala Caramel. "Take care," ucapnya sebelum berlalu melewati Caramel.

Caramel hanya bisa terdiam merasakan detak jantungnya yang sangat cepat. Ini pasti karena terlalu takut pada Bara. Yaa pasti karena itu.

🍬🍬🍬

Caramel sama Kenneth?? 😉

Mudah2an part ini nggak mengecewakan karena aku sempet kehilangan feel 😂

See you in the next chapter guyss 😗😗 And... happy weekend 😂

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top