BAB 38 - I Don't Wanna Go
Halooo guys! Yass bisa update lagi.
Sesuai kataku kemarin, and.. hari ini aku update lagi. Ngejar banget sebelum penelitian. Baru pulang kampus langsung cuss liat wattpad 😂😂
Follow ig : @indahmuladiatin
Happy reading guys! Hope you like this chapter 😘😘
🍬🍬🍬
Selama liburan sekolah, Bara kembali bekerja di bengkel. Dengan begitu waktunya tidak terbuang sia-sia. Gita juga lebih sering di bengkel daripada di rumahnya. Itu hasil dari paksaan Bara dan yang lainnya. Gita butuh suasana yang ramai. Hidup harus terus berjalan, sakit bukan berarti kehidupan berhenti.
Bara mengecek motor yang menjadi bagiannya. Matanya serius menatap mesin yang sedang dia kerjakan. Dia berusaha untuk fokus tapi susah. Sialan, kenapa nama Caramel terus yang ada di otaknya. Belum lagi waktu perbagian raport, cewek itu menyapanya tanpa beban. Ditambah gosip-gosip sekolah tentang Caramel dan Bayu yang kembali pacaran.
"Shit!" keluh Bara.
Defan tertawa geli mendengar makian Bara. Dia tahu sohibnya itu sedang tidak fokus bekerja. "Samperin lah kalo kangen. Gengsi amat."
Bara melirik kesal dan melempar lap pada muka Defan. Kalau saja Caramel tidak bicara begitu tentang Gita, sudah pasti dia menghampiri cewek itu tanpa disuruh. Tapi, kalau menghampiri Caramel itu berarti dia setuju untuk menjauhi Gita, maaf-maaf saja. Dia tidak bisa.
"Ken!! Muka ganteng gue ternodai!" teriak Defan.
"Defan bener, lo harusnya samperin Kara. Dia selalu ngalah buat lo, inget kan?" tanya Gita.
"Tapi dia keterlaluan," jawab Bara.
Gita mengalihkan pandangannya. "Dia bener, harusnya lo nggak usah deket-deket gue."
"Git, kita udah bahas berkali-kali," jawab Bara. "Udahlah, gue sama dia baik-baik aja. Biar dia tenang dulu."
"Serius amat! Pada ngomongin gue yaa?" tanya Arkan yang baru saja datang. Cowok itu membawa bunga mawar untuk Gita.
"Apaan tuh?" tanya Defan.
"Kulkas," jawab Arkan asal. "Mata lo rabun sampe ini nggak keliatan?" tanyanya dengan sengit. "Nih buat lo Git, tapi maaf bunganya nggak cantik. Lo sih ngambil kecantikannya."
Defan memperagakan gaya muntah. "Gue nggak begitu yaa kalo ngerayu, begitu sih gue juga merinding! Apalagi Gita?"
Gita tertawa mendengar ocehan teman-temannya itu. Dia menggelengkan kepala dan menerima bunga dari Arkan. "Thanks, tapi besok nggak usah bawa lagi."
Arkan memang sering kemari. Dia menemani Gita selama yang lain bekerja. Tidak tahu membicarakan apa sampai Gita bisa tertawa terbahak-bahak. Seperti sebelum semua hal rumit ini datang. Semua senang, karena mereka memang berharap Gita bisa kembali seperti biasa.
Siang ini pelanggan makin banyak, setelah ajang balapan itu, bengkel ini makin menjadi tempat favorit untuk memodifikasi mesin. Karena kewalahan bang Rio sampai menambah pekerjanya. Bara juga tidak bisa leluasa bekerja karena perempuan-perempuan yang sengaja mendekatinya.
Bara istirahat sebentar, dia duduk di kap mobil sambil meminum air yang baru saja diambil dari lemari es. Rasanya segar apalagi untuk siang yang terik ini. Dia menghela nafas lega dan bersandar pada kaca mobil jeep itu.
"Weh denger-denger gengnya si Remond ngajakin balapan lagi," kata Roni.
Bara berdecak kesal karena minggu kemarin dia sudah menolak. Dia sedang malas untuk ikut balapan-balapan itu. Apapun taruhannya. "Cuekin aja, gue males."
Defan dan Roni saling lirik. Yah kalau Bara bilang begitu, ya sudah. Hilanglah taruhan menariknya. "Kan, si Kara apa kabar?" tanya Defan.
Arkan mengusap tengkuknya sendiri. Dia saja tidak ngobrol dengan adiknya itu. Sepertinya Caramel juga menghindar. "Baik, biasa."
"Jadi kangen, gue telepon deh," kata Defan. Dia mengeluarkan ponselnya dan mencari kontak Caramel.
Bara masih cuek saja karena mengira Defan sedang bercanda. Dia justru memejamkan mata dan menikmati semilir angin. Sedang apa cewek itu sekarang.
"Halo Defan?" sapa Caramel dari seberang.
Mata Bara langsung terbuka. Defan memang sengaja meloadspeaker teleponnya.
"Hei Ra, sorry ganggu."
"Enggak," jawab Caramel. "Kenapa Fan?"
"Yaa? emm gue mau nanya, lo sama Bella ada rencana kemana liburan?"
"Emm lo mau nanyain Bella doang kan?" kekeh Caramel.
Bara tersenyum mendengar tawa cewek itu.
"Nanya lo juga Ra," jawab Defan.
"Gue sama Bella mau pergi sabtu besok ke villa sama temen-temen kelas," jawab Caramel.
"Ohhh."
"Defan udah dulu yaa? gue lagi di jalan ke rumah Bella. Salam buat yang lain. Bye," kata Caramel sebelum memutuskan sambungan.
"Udah denger suaranya kan?" tanya Defan pada Bara.
Bara mendengus kesal dan langsung meloncat turun. "Udah pada balik kerja!"
Arkan bengong. "Dia kangen adek gue?"
"Menurut lo?" kekeh Defan.
Mereka kembali bekerja, masih dengan meledek Bara yang wajahnya kelihatan kesal. Harusnya tidak perlu gengsi kalau memang kangen Caramel. Toh biasanya Caramel terus yang kemari.
Tidak bertahan satu jam, Bara kembali berhenti bekerja. Dia menyerah, daripada mesin-mesin itu mengalami kerusakan, dia lebih memilih untuk berhenti dulu sampai bisa kembali fokus pada pekerjaannya. Dia kembali duduk di dekat Gita dan Arkan. "Si Rafan nggak pernah nongol."
"Kan dia dilarang Bunda ke sini, lo tau lah masalah Bang Satrio," jawab Arkan.
"Lo sendiri?" tanya Bara.
Arkan mengangkat bahunya. "Gue sendiri juga belom bisa maafin Bang Satrio. Gue rasa dia juga ngehindarin gue."
"Gue kaget pas denger istrinya Bang Satrio itu Tante lo," kata Gita. Ternyata selama di tempat rehabilitasi, dia ketinggalan banyak berita. Termasuk tentang istri bang Satrio.
"Dunia sempit," kata Arkan.
Bara tersenyum mendengar kata-kata itu. Itu juga yang dia rasakan waktu tahu kalau Caramel mengenal keluarganya. Lebih dari menenal malah. Oh ayolah, kenapa dia kembali ingat cewek itu. Dia mengacak rambutnya sendiri.
"Kayaknya lo butuh yang seger-seger," kekeh Gita.
"Banget!" jawab Bara.
"Yaudah, gue beli es dulu buat lo sama anak-anak," kata Gita.
"Nggak usah," larang Bara.
Gita tersenyum. "Gue cuma jalan bentar Ken, nggak apa-apa. Tolong perlakuin gue kaya biasa."
Bara diam dan berpikir sebentar sebelum menganggukan kepala.
"Gita, gue ikut yaa??" pinta Arkan.
"Ayoo," ajak Gita.
Gita dan Arkan berjalan ke minimarket terdekat untuk membeli ice cream. Yah yang paling cocok untuk menemani cuaca panas ini. Mereka membeli beberapa ice cream untuk seluruh pekerja bengkel. Agar makin semangat bekerja.
"Git lo nggak ada rencana liburan?" tanya Arkan di perjalanan kembali ke bengkel.
"Nggak," jawab Gita.
"Terus lo mau sekolah dimana? Katanya lo udah dikeluarin dari sekolah yang lama."
Gita menghela nafas. "Kalau nggak ada halangan, gue bakal pindah ke sekolah lo."
"Serius?" tanya Arkan senang. "Wah tenang aja, gue pasti jagain lo. Nggak bakal ada orang kayak si Beni di sekolah gue."
Gita tersenyum dan menganggukan kepalanya. Sebenarnya dia sudah tidak terlalu memikirkan Beni sekarang. Toh pasti cowok itu nasibnya tidak jauh dari dirinya. Jarum suntik itu juga dipakai Beni. Dia menggunakan bekas Beni. Jadi kesimpulan sementara adalah, Beni juga mengidap penyakit itu. Entah cowok itu tahu atau tidak. Tapi rasanya itu impas.
🍬🍬🍬
Caramel diantar supir sampai ke dekat bengkel. Dia tidak akan melanggar ucapannya ke bunda. Dia hanya ingin berhenti sebentar untuk melihat jalanan itu. "Bapak pulang aja, biar saya naik angkot."
"Tapi Non-"
"Tenang aja Pak, saya udah biasa ke sini," jawab Caramel.
Dia berjalan menelusuri trotoar sampai langkahnya terhenti karena ponselnya berdering pelan. Matanya melebar melihat nama Defan di layar. Jangan-jangan dia ketahuan sedang berjalan di dekat bengkel. Untungnya dugaannya salah. Cowok itu hanya iseng.
"Ihh udah panic gue," keluh Caramel. Dia berjalan sampai bengkel tempat Bara bekerja terlihat. Apa cowok itu sudah mulai bekerja lagi di sana.
Panas matahari sangat terik. Caramel jadi harus mampir ke minimarket untuk membeli minuman dingin dan berdiam diri untuk menikmati pendingin ruangan dulu. Untung minimarket itu ada kursinya. Saking menikatinya, tidak terasa dia sudah duduk di minimarket itu selama hampir satu jam. Dengan terpaksa dia keluar dari minimarket itu.
Matanya melebar melihat Arkan dan Gita berjalan kemari. Dia langsung bersembunyi di belakang pilar dekat pintu minimarket. Caramel menunggu sampai dua orang itu keluar. Meski tahu kalau Arkan pasti sedang bersama Gita, tapi saat melihat langsung tetap saja dia kesal. Caramel mengikuti dua orang itu setelah keluar dari minimarket.
Tidak banyak obrolan yang bisa Caramel tangkap. Tapi dia melihat Gita tertawa dengan Arkan. Dia sudah tidak bisa menahan diri. Tanpa banyak bicara, Caramel langsung menghadang keduanya.
"Kara?" panggil Gita.
"Ra lo ngapain di sini?" tanya Arkan.
"Lo sendiri ngapain di sini?" tanya Caramel sinis. Dia beralih pada Gita. "Kak tolong jauhin Bang Arkan."
"Raa!" bentak Arkan.
"Kakak tau kan penyakit Kakak itu bahaya banget?" tanya Caramel lagi.
Gita sampai berkaca-kaca mendengar ucapan pedas dari Caramel. kepalanya tertunduk dalam melihat beberapa orang seperti tertarik melihat keributan di sini.
"Kakak harusnya ngejauh dari semua. Kakak tau kan penyakit Kakak belum ada obatnya? Itu juga penyakit menular Kak!" kata Caramel tanpa melihat situasi dan kondisi.
"Maaf aku nggak tau diri," kata Gita.
"Bara sama Bang Arkan lebih milih Kakak, tapi gue nyuruh Kakak buat ngejauhin mereka itu buat mereka juga?"
"Ra lo keterlaluan!" bentak Arkan.
Sebenarnya dia sudah takut karena Arkan membentaknya. Arkan tidak pernah membentaknya seperti sekarang. Tapi dia harus membicarakan semua yanga mengganjal sejak kemarin. "Gue nggak mau mereka ikut kena penyakit Kakak."
Keributan di sana membuat Bara dan teman-temannya penasaran. Mereka mendekat dan kaget melihat Caramel ada di sana. Sedang menangis. Gita juga sedang menangis. Bara langsung mendekati dua orang itu.
"Starla, lo kenapa?" tanya Bara. Tidak ada tanggapan dari Caramel. "Kan ini mereka kenapa?"
"Tanya sama dia, kenapa punya pikiran sepicik itu," kata Arkan.
"Gue nggak picik! Wajar dong gue nyuruh Kak Gita buat ngejauh, buat Abang sama yang lain juga," kata Caramel.
Bara melebarkan matanya. "Apa?"
"Aku nggak pernah mau sakit ini, aku nggak pernah milih jalan hidup begini," jawab Gita sambil mendongak. "Kalau bisa milih aku bakal pilih hidup normal kayak kamu Ra, sorry kalau kamu mikir aku ngerebut Ken sama Arkan, mereka bakal tetep sama kamu. Kamu bener, aku itu harus ngejauh, orang-orang harus jijik sama aku." Gita berjalan mundur dan berlari pergi.
"La lo gila?" tanya Bara dengan wajah emosi. Dia pikir Caramel melunak ternyata makin menjadi.
"Apanya yang gila? Gue cuma ngelindungin lo sama Bang Arkan. Nolong itu nggak harus deket-deket, Kak Gita bisa dimasukin ke rumah sakit," jawab Caramel.
Bara mengepalkan tangannya. Kalau ini bukan Caramel, sudah dia tampar sejak tadi. Ucapannya benar-benar kasar dan menyakitkan. Ini bukan Caramel yang kemarin-kemarin dia suka. "Lo tau siapa yang bujuk gue biar minta maaf sama lo tiap ada masalah? Tau siapa yang bantu gue dulu? tau siapa yang terus ada di samping gue? Tau siapa yang belain lo terus padahal lo jelas-jelas nunjukin benci lo ke dia?"
"Sabar Ken," kata Defan.
"Biar, biar dia bisa mikir!" kata Bara. "Gita! Dia yang lo sakitin tadi, dia orang yang paling marah kalau gue bikin lo nangis!"
Caramel terisak dan menundukan kepalanya. Dia jadi ingat kebaikan-kebaikan Gita kemarin.
"Kalau lo nganggep deket sama Gita bisa ketularan, lo nggak usah deketin gue," kata Bara dengan nada dingin. "Siapa tau gue juga udah ketularan." Dia langsung menyusul Gita yang berlari entah kemana.
Arkan menggeleng pelan. "Wajar Ken kecewa, gue juga. Mulai sekarang nggak usah ikut campur urusan gue. Kita urus urusan masing-masing. Pikirin kesalahan lo."
Caramel diam mendengar dua ucapan itu. Apa sikapnya sudah keterlaluan. Dia mengabaikan suara-suara yang memanggilnya dan langsung berbalik pergi. Mungkin dia memang harus merenungi semuanya.
Bara mencari Gita di bengkel. Dia tidak menemukan cewek itu. "Bang Rio liat Gita?"
Bang Rio menggelengkan kepala. "Ada apa tadi?"
Bara menghela nafas panjang. "Caramel nyuruh Gita ngejauh dari kita."
"Apa? terus sekarang dimana Kara?" tanya bang Satrio.
"Nggak tau bang," jawab Bara.
Bang Satrio berdecak kesal dan langsung mencari Caramel. Bahaya kalau anak itu bejalan sendiian dalam kondisi yang kacau.
🍬🍬🍬
Caramel berhenti berlari saat melihat taman kecil. Dia langsung mencari tempat duduk karena kelelahan. Sambil memejamkan mata dia mengatur nafas yang masih berkejaran. Jarak taman ini dengan bengkel memang lumayan jauh kalau ditembuh dengan berjalan kaki.
Airmatanya sudah kering diganti dengan keringat. Caramel mengusap wajahnya. Dia mengeluarkan ponsel dan menelepon bunda. Cuma bunda yang mau dia dengar sekarang.
"Halo Nda?" sapa Caramel.
"Iyaa suara kamu kenapa sayang?" tanya bunda.
"Hah? nggak ini abis minum es langsung gini," jawabnya asal.
"Ohh kamu udah sampai ke rumah Bella?" tanya bunda.
"Belum Nda. Emm Nda Kara mau tanya," dia diam sebentar untuk memikirkan pertanyaannya. "Kalau bunda punya temen yang kena penyakit hiv apa bunda bakal jauhin temen Bunda?"
Hening di seberang cukup lama sampai bunda membuka suara. "Sayang, yang dijauhi itu penyakitnya bukan orangnya. Kalau Bunda punya teman yang sakit itu, Bunda akan tetap berteman, karena kalau kita menjauhinya karena penyakit itu. Itu namanya tidak adil."
"Tidak pernah ada yang mau memiliki penyakit itu, kalau bisa memilih dia tidak akan mau sakit. Jauhi penyakitnya, bukan orangnya, itu menurut Bunda. Toh Hiv menular bukan karena kita dekat dengan penderitanya."
Caramel diam meresapi semua ucapan bunda. Dia kembali menangis mengingat ucapannya tadi. Rasanya dia menganggap kalau Gita adalah orang yang paling menjijikan. Kata-katanya tadi kasar menusuk. Sepertinya dia memang sudah keterlaluan.
"Kara nyakitin hati orang Nda," isaknya.
"Karaa, sekarang Kara dimana? biar Bunda jemput," kata bunda panik.
Bukan menjawab, Caramel justru mematikan ponselnya. Dia kembali menangis sendirian. Ucapan Bara dan Arkan kembali muncul di kepalanya. Dua orang itu pasti sangat kecewa. Dia memang sangat egois.
Lama Caramel menangis sampai akhirnya dia memutuskan untuk pergi ke tempat Bella seperti rencana awal. Nanti kalau sudah tenang dia akan minta maaf langsung pada Gita. Kenapa dia bisa sebodoh itu sampai bisa berkata sekasar tadi.
Caramel berjalan sambil menundukan kepala sampai dia menyenggol seseorang. "Maaf," ucapnya sambil lanjut berjalan.
"Maaf?" tanya orang tadi.
Caramel mendongak dan mengerutkan keningnya. Karena tadi terus menunduk, dia sampai tidak sadar kalau dia melewati segerombolan orang. "Maaf saya nggak sengaja."
Satu orang menyipitkan mata. "Wajahnya nggak asing."
Caramel mengerutkan kening. Memang wajahnya sepasaran itu. Dia memilih untuk terus berjalan dan mengabaikan orang-orang itu. Ini di jalan mana, dia tidak pernah lewat sini. Kenapa sore begini tempat ini sepi. Hanya ada beberapa kendaraan yang lewat. Itupun sepertinya jarang.
"Ceweknya the angel!" kata salah satu dari rombongan.
"Nahhh iyaa!"
Caramel menoleh mendengar panggilan Bara disebut-sebut. Mungkin mereka ini teman-temannya Bara. Tapi sepertinya dia belum pernah lihat. Oh teman Bara itu banyak.
"Wah rezeki," kata seseorang yang duduk di atas motornya. "Nggak bisa balapan sama the angel, eh ceweknya nyerahin diri."
Caramel merasa tidak enak waktu melihat mata-mata yang terlihat senang menatapnya. Dia langsung mengambil ancang-ancang untuk lari. Tangannya langsung ditarik sampai tidak bisa kemana-mana.
"Bos, bukannya ceweknya si the angel itu yang tadi di bengkel?"
"Hemm yang mana?" tanya cowok yang dipanggil bos itu.
"Ck itu yang tadi pake baju biru," jawab anak buahnya.
Caramel melebarkan mata. Maksud orang-orang ini pasti Gita. Berarti sejak tadi Bara sudah diintai. Gawat, Gita tidak bisa bela diri. Kalau orang-orang ini macam-macam pada Gita pasti cewek itu tidak bisa melawan. Mungkin ini bisa sedikit menebus kesalahannya tadi.
"Gue pacarnya Bara, kenapa? ada masalah?" tanya Caramel dengan wajah datar. Tidak ada rasa takut sama sekali.
"Bagus!" kata bos dari gerombolan ini.
Caramel tersenyum sinis, bagus apanya. Mereka pikir, dia akan pasrah begitu saja. Dia langsung memelintir tangan orang yang tadi menahan tangannya.
Tanpa ragu Caramel mengatur posisi kuda-kuda. Siap untuk melawan orang-orang ini. Sebenarnya dia sudah pasti kalah, tapi berlari pun sepertinya percuma. Lebih baik hadapi saja sampai habis. Entah siapa yang habis.
Satu persatu maju melawan Caramel. Tapi orang-orang itu hanya memiliki keahlian beladiri asal. Jadi Caramel dengan mudah menjatuhkan lawannya. Karena kesal dijatuhkan perempuan, mereka mengeroyok Caramel.
Jelas Caramel kalah karena jumlah orang itu banyak. Kepalanya sudah kunang-kunang. Pandangannya mulai kabur tapi dia tetap berusaha membalas pukulan-pukulan itu.
"Ceweknya dia emang luar biasa," kekeh si bos yang belum ikut turun.
"Hey kalian apakan keponakanku?!" teriak seseorang sambil berlari mendekat.
Caramel menyipitkan matanya. "Om Satrio?"
"Bodoh! kenapa kamu tidak lari?" tanya om Satrio.
Om Satrio membalas orang-orang yang memukul Caramel. Karena sekarang ada partner, Caramel bisa sedikit beristirahat. Untung kali ini dia selamat.
Caramel meludah ke samping untuk membuang darah yang ada di mulutnya. Kalau sampai bunda lihat, bisa histeris bunda nanti. Dia menghajar orang yang tadi menghajarnya.
Dia dan om Satrio sudah menang karena beberapa orang sudah jatuh. Ternyata Om Satrio pandai beladiri. Baguslah.
Orang yang disebut bos itu akhirnya turun tangan karena beberapa anak buahnya tumbang. Fisiknya besar dan kekar. Kalau dilihat sekali pukul Caramel bisa langsung terlempar. Bentuknya seperti hulk.
Pipi Caramel terkena tinjuan dengan keras. "Aarrgghh," ringisnya.
Om Satrio yang sedang dikeroyok pun kaget. Dengan cepat dia berusaha menjatuhkan musuh-musuhnya dan membantu Caramel. "Kara?" panggil om Satrio.
Telinga Caramel masih berdengung. Dia tidak bisa mendengar panggilan dari om Satrio. Dia hanya berdiri di pinggir jalan sambil berusaha menyeimbangkan tubuhnya. Saat pendengarannya mulai kembali yang dia dengar hanya ucapan si bos pemimpin itu.
"Salahin pacar lo yang sombong nggak mau balapan sama gue," desis orang itu.
Caramel mengerutkan keningnya dan detik itu juga dia tahu maksud dari orang itu. Matanya melebar, dia tidak bisa menghindari dorongan tangan besar itu. Tubuhnya di dorong ke tengah jalan tepat dimana ada mobil sedan yang sedang melintas.
Suara rem berdecit terdengar sia-sia. Duggg. Bunyi hantaman keras itu membekukan semua. Mata-mata itu terbelalak melihat tubuh Caramel yang langsung rebah, terkapar. Darah segar langsung mengalir di beberapa bagian. Caramel tidak bisa melakukan apapun selain menahan rasa sakit diseluruh tubuhnya. Matanya masih terbuka menatap awan yang mulai berubah warna menjadi jingga.
"KARA!" Panggil om Satrio sambil berlari dan merengkuh tubuh itu.
Caramel meneteskan airmata tanpa suara. Dia mulai sesak nafas sekarang. Samar dia rasakan darah mengalir dari hidungnya. Seluruh tubuhnya seperti sulit untuk digerakan. Rasa takut mengalahkan rasa sakit yang luar biasa itu.
Bagaimana sedihnya ayah dan bunda nanti, bagaimana abang-abangnya. Terlebih Arkan yang sedang bermasalah dengannya. Bagaimana juga dengan Bara, cowok itu akan menyalahkan dirinya sendiri dan menganggap kalau pembawa sial itu benar. Kak Gita, dia juga belum sempat meminta maaf. Lalu Bella dan teman-temannya yang lain. Ohh rasanya dia belum sempat meminta maaf pada semua orang. Masih ada banyak hal yang ingin dia lakukan.
"O-om-"
"Ssstt jangan bicara," kata om Satrio.
Om Satrio mengusap airmata Caramel. "Tahan sebentar yaa? kita ke rumah sakit."
Orang yang menabrak Caramel mau bertanggung jawab. Tanpa banyak bicara Caramel langsung dilarikan ke rumah sakit terdekat. Kondisinya sudah gawat, dan harus ditangani.
"Anda keluarganya?" tanya dokter.
"Yaa saya Omnya," jawab om Satrio tanpa ragu. "Lakukan yang terbaik dok!"
Selama Caramel ditangani, om Satrio menunggu dengan hati kacau. Dalam hati dia terus berdoa untuk keselamatan keponakannya itu. Kenapa dia gagal melindungi Caramel.
"Kami butuh golongan darah O resus negatif, stok di rumah sakit ini sedang habis untuk golongan itu. Kami juga sudah menghubungi PMI. Apa ada keluarga yang bisa menyumbangkan darahnya?" tanya dokter.
Karena terlalu panik, dia belum sempat mengabari keluarga kakak iparnya itu. Om Satrio langsung bergegas pergi, tidak peduli bajunya dipenuhi noda darah Caramel. Kalau nanti respons kakak iparnya adalah menghajarnya ya sudah. Asal itu dilakukan nanti setelah Caramel mendapatkan donor darah.
Om Satrio diizinkan untuk masuk setelah mengatakan kalau dia membawa berita penting untuk tuan rumah. Dia mengetuk pintu beberapa kali sampai pintu itu terbuka dan Rafan keluar dengan wajah bingung.
"Bang Satrio kenapa di sini? jangan buat masalah."
"Rafan panggil Ayah dan Bundamu sekarang!" kata om Satrio tanpa basa-basi.
"Siapa sayang?" tanya bunda. Wajahnya kelihatan khawatir karena sejak tadi Caramel belum bisa dihubungi. Matanya melebar melihat Satrio ada di rumahnya. "Untuk apa kamu kemari?"
"Kak Fian dan Kak Karel harus ke rumah sakit sekarang!" jawab Satrio.
"Untuk apa?"
"Caramel kecelakaan," jawab Satrio dengan jujur. "Maaf saya tidak bisa langsung mengabari tadi, saya benar-benar panik."
"Bohong kan?" tanya bunda ragu tapi dengan wajah takut karena sejak tadi perasaannya tidak enak.
"Saya tidak bohong Kak, ini darah Caramel," jawab Satrio sambil menundukan kepala. Kemeja dengan noda darah yang banyak itu jelas membuat bunda syok.
Bunda membekap mulutnya sendiri dengan mata berkaca-kaca. "Kamu apakan putriku?!"
"Maaf Kak, saya tidak bisa menjaga Kara," jawabnya dengan penuh penyesalan.
"Ada apa ini?" tanya ayah karena suara ribut di pintu. Matanya menajam melihat orang yang ada di depannya. "Kurang ajar!" desisnya. "Kenapa dia bisa datang kemari?!"
Ayah mencengkram kerah kemeja Satrio. "Saya menahan diri untuk tidak mencari kamu setelah kamu keluar dari penjara. Kamu menantang saya?!"
Satrio menggelengkan kepala. "Kalian boleh marah, tapi nanti. Saya sungguh-sungguh. Saat ini Caramel sedang kritis! Tolong percaya pada saya sekali saja!" katanya. Dia tidak tahu apa yang akan terjadi pada keponakannya itu mengingat kerasnya benturan tadi.
"Apa?" tanya ayah kaget.
"Kondisi Caramel kritis, sekarang dokter mencari golongan darah O negatif untuknya," jawab Satrio.
Bagai ada sambaran petir, ayah membeku. Satrio serius, karena tidak mungkin orang ini bohong dan menyebutkan golongan darah putrinya itu. O negatif adalah golongan darahnya dan Raka.
"Hubungi Raka!" perintah ayah.
Rafan yang masih kaget langsung menganggukan kepala. Dia menghubungi abangnya yang tadi izin pergi untuk menemui klien itu. Apalagi ini, kenapa dengan Caramel. Rasanya dia benar-benar lemas mendengar adik kesayangannya mengalami kecelakaan. Ini bohong kan?
🍬🍬🍬
See you in the next chapter 😘😘😘
Trailer tbwfas gengs. Ditonton yaa..
[Seharusnya ada GIF atau video di sini. Perbarui aplikasi sekarang untuk melihatnya.]
CARAMEL BARA?
Jangan lupa follow ig mereka yaa
@kennethaldebaran
@caramelstarla
@rafansafaraz
@umbrellakirei
@arkanlazuard
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top