BAB 37 - No One Understands
Halohaaa??? Minggu ini update berapa kali yak wkwk kemarin aku libur jadi nulis dua part, mudah-mudahan part selanjutnya bisa di update besok.
Udah Bab 37 yaa? hemmm, oke berarti mendekati part-part perpisahan sama Kenneth & Caramel 😄
Follow ig : @indahmuladiatin
Happy reading guys! Hope you like this chapter😘😘😘
🍬🍬🍬
Gita berhasil sampai di tempatnya dengan susah payah. Tidak ada yang membuka suara. Bahkan Caramel juga memilih diam karena tadi Bara menyuruhnya. Biar nanti dia tanya pada Bara apa alasan dari sikap Gita tadi.
"Gue obatin luka dulu," kata Gita sambil bergegas masuk ke kamarnya.
Semua menunggu di ruang tamu. Di tempat ini cuma ada Defan dan Bara. Caramel pikir semua juga sedang berkumpul tapi ternyata ucapan Bara kemarin jujur. Yah setidaknya bukan cuma Bara yang ada di sini.
"Kenapa sih Kak Gita nggak mau dibantu?" tanya Caramel penasaran.
Bara kelihatan ragu untuk menceritaman semuanya. "Lo harus tenang."
"Ck iya-iya," jawab Caramel.
"Gita sakit HIV," jawab Bara pelan. Sepertinya Caramel memang harus tahu, agar sikapnya tidak keterlaluan lagi pada Gita.
Hening sebentar, sebelum Caramel sadar ucapan Bara. "Apa?!!!" tanyanya heboh.
Oke harusnya Bara tidak percaya kalau Caramel bisa tenang. Cewek itu selalu heboh, apapun situasinya. Bara langsung menarik tangan Caramel agar duduk di sampingnya. "Tenang Ra, duduk."
Caramel melepaskan tangannya, dia masih kaget dengan ucapan Bara tadi. Mana bisa tenang. Gila. HIV adalah penyakit yang sering dibahas pada saat penyuluhan tentang bahayanya narkoba. Dia sedikit tahu tentang penyakit menyeramkan itu. Dia juga tahu bahwa penyakit itu tidak bisa disembuhkan. "Bara, itu penyakit menular kan?"
Bara menganggukan kepalanya. "Tapi nggak sembarangan nular."
Dia tidak peduli. Intinya itu penyakit bahaya dan menular. "Jauhin Kak Gita!" jawab Caramel.
"Apa?" tanya Bara.
"Jauhin Kak Gita!" ulang Caramel lagi.
Bukan hanya Bara yang kaget, Defan juga kelihatan kaget mendengar ucapan Caramel tadi. Defan tahu itu tidak mungkin untuk Bara. Apalagi Gita adalah teman yang sudah dianggap sebagai saudara sendiri. Apa mungkin, Bara mau untuk disuruh meninggalkan saudaranya.
Bara menggelengkan kepala dengan wajah kaget. "Gila," gumamnya. Dia berdiri dari tempat duduknya. "Mending lo pulang sekarang, tenangin diri, pikirin semua yang lo bilang tadi."
"Lo yang harusnya mikir!" jawab Caramel dengan wajah kesal.
Gita keluar dari kamarnya. Dia menatap ketegangan di ruang tamu rumah kecilnya ini. "Ada apa?"
Bara langsung menarik Caramel keluar dari rumah Gita. Dia membawa cewek itu ke tempatnya. Mereka duduk di depan televisi. "La gue tau lo lagi marah sekarang-"
"Bukan masalah marah Bara! ini masalah penyakit Kak Gita," kata Caramel.
"Terus kenapa kalau Gita sakit?" tanya Bara dengan emosi tertahan.
Caramel menghela nafas panjang. "Bara, Kak Gita bukan sakit biasa," ucapnya sedikit melunak agar cowok ini mau mendengarkannya. Toh yang dia ucapkan juga untuk Bara sendiri.
"Gue tau, terus kenapa? La lo mau gue jadi orang sepicik itu?" tanya Bara dengan sorot mata tajam.
Caramel menggelengkan kepala. "Bukan picik, tapi realistis. Beda! gue rasa Kak Gita bakal ngerti kalau lo ngejauhin dia sekarang."
Bara tersenyum sinis mendengar ucapan Caramel. Dia kaget Caramel bisa berpikir begitu, yang dia kenal cewek ini selalu punya kepedulian pada siapapun. Caramel yang baik. Itu yang membuat dia tertarik pada Caramel. Sifat baik cewek itu membuat dia selalu ingat bagaimana karakter Mommy yang sudah tidak ada.
"Sorry gue nggak bisa," jawab Bara.
"Lo sayang Kak Gita?" tanya Caramel.
Bara tersenyum tipis. "Kalau yang ada di posisi Gita itu Defan, gue tetep jawab nggak bisa."
Caramel diam mendengar jawaban Bara yang tegas. Sepertinya Bara memang tidak akan meninggalkan Gita. Mau dia memaksa bagaimanapun caranya. "Kenapa segitunya?"
"Kalau Abang lo yang sakit, apa lo mau jauhin Abang lo buat gue?" tanya Bara telak. Dia berdiri dan membuka pintu rumahnya. "Gue pikir lo ngerti."
"Bara-"
"Udah sore, lo harus balik," potong Bara.
Caramel mengepalkan tangannya dan bergegas keluar dari tempat Bara. Dia berjalan cepat tanpa menoleh ke belakang. Rasanya airmatanya sudah mau turun sekarang. Di belakangnya Bella menyusul. Mereka langsung pulang ke rumah Caramel.
"Emang salah gue ngelarang Bara buat deketin Kak Gita?" tanya Caramel setelah masuk ke kamarnya.
"Yaa gimana ya Ra, lo kan tau mereka udah kaya saudara."
Caramel mengusap airmatanya. "Tapikan itu penyakit bahaya! kalau sampe dia ikut kena gimana?!"
Bella jadi bingung sendiri menghadapi Caramel yang terus marah-marah sambil menangis. Dia tidak tahu harus membela siapa. Disatu sisi Bara benar, tapi alasan Caramel juga benar. Toh Caramel cuma khawatir pada cowok itu.
"Pokoknya Bara harus jauhin Kak Gita!" kata Caramel lagi.
"Iya-iya," jawab Bella.
Sore ini Bella pulang dijemput Dirga. Sebenarnya Caramel masih ingin ditemani, tapi Bella sudah dua hari menginap. Dia jadi tidak enak pada keluarga Bella.
Caramel memilih untuk menunggu Rafan pulang. Dia duduk di depan televisi sambil memeluk lututnya. Mungkin ini yang disembunyikan Arkan. Abangnya itu sudah tahu, tapi tetap nekat dekat dengan Gita. Dia rasa semua sudah gila. Apa Rafan juga sudah tahu.
"Aaarggggh!" teriak Caramel dengan kesal. Dia melempar bantal ke lantai. Semua menyebalkan.
Sepertinya para pekerja mengerti kalau mood majikannya kembali memburuk. Tidak ada yang berani menyapa bahkan untuk menawarkan makanan atau minuman. Bi Peni yang biasanya mengurus Caramel masih sibuk mengurus hal lainnya.
Menjelam magrib, bunda pulang dengan Rafan. Biasanya bunda akan pulang malam dengan ayah. Mungkin bunda lelah, karena sejak kemarin setelah pulang kantor pasti menjaga Arkan sampai malam.
Bunda duduk di samping Caramel yang sedang menenggelamkan wajahnya di sela lutut. "Ngapain kamu?"
Caramel mendongak. "Nggak Nda, cuma capek."
"Kamu nangis?" tanya bunda sambil mengusap wajah putrinya.
"Iya tadi abis nonton film Nda," kekeh Caramel berusaha menutupi masalahnya sekarang. Bunda sedang lelah karena beberapa masalah datang akhir-akhir ini. Seperti kesehatan Opa yang menurun. Dia tidak mau menambah beban pikiran bunda. Kalau sampai bunda tahu Gita punya penyakit itu, pasti bunda makin kepikiran bagaimana Arkan nanti.
"Ck kamu ini, oh iya badannya udah enakan?"
"Udah, kaki Kara juga udah sembuh," kata Caramel semangat.
Bunda tersenyum dan mengacak rambut Caramel. "Yaa sudah, Bunda ke atas dulu."
Caramel menunggu bunda sampai ke atas. Dia baru mendekati Rafan yang sedang bersandar di sofa sambil memejamkan mata. "Bang."
Dehaman Rafan menjawab panggilan Caramel. Matanya tetap tertutup dan tangannya memijat kening. "Abang tau masalah Kak Gita?"
Mata Rafan langsung terbuka mendengar pertanyaan Caramel. Dia juga baru tahu masalah itu kemarin, dari Bara. Dia kaget sampai rasanya tidak tenang. Gita juga temannya.
"Ken udah ngasih tau kamu?" tanya Rafan.
Caramel menganggukan kepala. "Menurut Abang gimana? itu bukan penyakit ringan kan?"
Rafan menghela nafas dan mengangkat bahu. Dia juga bingung sekarang. Rasanya pikirannya juga sedang kacau sampai tidak bisa berpikir dengan jernih. Dia juga memikirkan Arkan.
"Bang kita harus cegah Bang Arkan buat deketin Kak Gita!" kata Caramel dengan tegas.
Rafan sudah tahu kalau Caramel pasti akan makin menentang hubungan Arkan dan Gita. Dia hanya diam tidak menjawab. Jika tidak memikirkan perasaan Arkan, dia setuju dengan ucapan Caramel sekarang.
🍬🍬🍬
Arkan sudah boleh pulang ke rumah. Caramel menyambut abangnya itu dengan senyum lebar. Kemarin dia tidak bisa ke rumah sakit karena ayah melarang, katanya istirahat saja di rumah. Itu karena lebam-lebam di kakinya.
"Welcome Bang!" kata Caramel.
Arkan tersenyum dan memeluk adiknya itu bahkan sampai membuat Caramel sesak nafas. "Lo kangen gue kan? ngaku! iya kan?"
"Mmmm mm mm!" jawab Caramel yang tidak bisa membuka mulutnya.
"Arkan," kata bunda mengingatkan.
Arkan tertawa geli dan melepaskan pelukannya. "Sombong lo nggak jenguk gue!"
"Sembarangan! kaki gue sakit-sakit tau! gara-gara main futsal sama angkatan lo tuh," kata Caramel sambil melipat tangannya dengan wajah kesal.
"Alesan," jawab Arkan.
"Suer!" ucap Caramel.
Rafan mengangkut tas milik Arkan. "Istirahat sono! lo nggak denger kata dokter?"
"Yaelah Fan, gue berhari-hari tiduran mulu. Sekarang udah keluar rumah sakit juga lo suruh istirahat. Buang aja gue ke rawa-rawa," keluh Arkan dramatis.
Ayah dan bunda tersenyum geli melihat tingkah konyol anak-anaknya. Karena Arkan pulang hari ini, mereka memilih untuk libur dari kantor. Toh hanya sehari. Kantor tidak akan kenapa-kenapa kalau direkturnya memilih untuk libur sebentar.
Siang ini Arkan memilih istirahat di dalam kamar. Bunda sudah melarangnya untuk keluar. Padahal tadimya dia mau main ke tempat Gita karena dia mendapat kabar kalau cewek itu sudah keluar dari tempat rehabilitasi.
Caramel juga memilih berdiam diri di kamar. Alunan musik melantun lembut di kamarnya. Dia duduk di sofa sambil membolak-balikan novel yang belum sempat dibaca. Novel ini bukan fokusnya. Pikirannya masih belum bisa tenang.
Satu lagu melantun lembut. Liriknya mewakili perasaan Caramel sekarang. "Lagunya ngeledek gue ya?" gumamnya.
"Siapa yang ngeledek?" tanya bunda.
Caramel menoleh kaget. Dia meringis kecil dan menggelengkan kepala. "Lagunya bagus."
Bunda ikut mendengarkan dengan saksama. "Hemm penggambaran rasa cinta yang keliatannya tulus banget," kekeh bunda.
Caramel ikut tertawa. Dia menyelipkan rambutnya ke belakang telinga. "Emang ada ya yang bisa tetep bertahan padahal udah disakitin?"
Bunda terdiam lama, sepertinya kaget mendengar pertanyaan dari Caramel. "Kenapa Kara tanya itu?"
"Hah? hehe nggak Nda, menurut Kara aneh aja. Kalau emang disakitin terus, kenapa nggak pergi aja? Iya kan?" tanya Caramel.
Bunda mengusap kepala Caramel dan mengecup kening putrinya itu. "Bunda tidak tahu, kadang logika bisa patah karena hati."
Caramel mengerjapkan matanya. Dia mengerti maksud bunda tadi. Oh kenapa hatinya sangat batu, tetap bertahan dengan Bara. Kenapa dia tidak melepaskan cowok itu saja, seperti waktu dia melepaskan Bayu untuk Dera.
"Kamu terlalu menghayati lagu," kata bunda.
"Iya," jawab Caramel sambil menundukan kepalanya.
"Ayo turun, sudah waktunya makan siang."
🍬🍬🍬
Raka pulang sebelum waktu makan malam. Katanya opa sudah bisa ditinggal. Syukurlah kalau kondisinya membaik. Bahkan Caramel belum sempat menjenguk opa. Dia jadi merasa bersalah.
"Liburan ini kamu jadi ke villa Ra?" tanya bunda di tengah kegiatan makan malam.
"Nggak tau Nda, liat nanti aja," jawab Caramel. Dia jadi tidak terlalu berminat untuk liburan.
Raka yang duduk di samping Caramel, cuma memperhatikan wajah adiknya itu. Tumben sekali wajahnya tidak ceria seperti biasa. Ditambah Caramel ini paling suka libur panjang.
"Rafan sama Arkan ada rencana?" tanya bunda.
"Kerjaan Rafan banyak Nda," jawab Rafan.
"Ohh Arkan sih biasa, main sama temen-temen," jawab Arkan.
Caramel melirik Arkan dengan pandangan curiga. Pasti mau ke tempat Gita. Oke dia putuskan nanti setelah makan malam, dia akan bicara dengan abangnya itu. Arkan harus mendengar pendapatnya.
Setelah makan malam, Arkan langsung ke kamar dan Caramel mengikutinya. "Lo ngapain ngikutin gue?"
"Kara mau ngomong bentar!" kata Caramel sambil masuk ke kamar abangnya itu.
Arkan mengerutkan keningnya dan duduk di meja belajar sambil memainkan bola basketnya. "Ngomong apa?"
Caramel duduk di ranjang besar itu. "Abang tau Kak Gita sakit Hiv tapi Abang tetep kekeh deketin Kak Gita?"
Arkan menghentikan putaran bolanya. "Lo tau darimana?"
"Bara," jawab Caramel singkat.
"Ohh," jawab Arkan. Dia terdiam sebentar. "Gue tau dari pas dia terima hasil test, makanya dia nggak mau nemuin gue. Katanya gue nggak boleh deket-deket kalau nggak mau ketularan."
"Nahh kan Kak Gita aja bilang gitu!" kata Caramel. "Harusnya lo dengerin kata-kata Kak Gita."
"Lo nggak ngerti Ra," jawab Arkan. "Lagian kenapa sih? toh gue nggak bakal ketularan cuma gara-gara temenan sama Gita."
"Tapi Bang, penyakit itu gampang menular. Lo nggak akan tau kalau tiba-tiba ada kejadian apa gitu, Abang! itu penyakit yang belum ada obatnya. Lo nggak boleh suka sama Kak Gita! lo tau kan umur orang yang sakit itu nggak akan lama."
"Lo ngomong apaan sih Ra?" tanya Arkan.
Caramel mengacak rambutnya sendiri. "Pokoknya lupain Kak Gita! jangan buang-buang waktu. Abang bisa cari cewek baik-baik yang lain."
"Lo nggak bisa ngatur-ngatur gue!" kata Arkan.
"Kenapa? Apa salahnya? gue cuma nggak mau orang-orang yang gue sayang ikut kena penyakit itu. Gue salah??" tanya Caramel dengan airmata yang sudah menumpuk tinggal tunggu menetes. Dia buru-buru mengusapnya. "Nggak ada yang ngertiin gue!" katanya sambil beranjak pergi dari kamar Arkan.
Arkan juga tidak mau mendengarkan kata-katanya. Padahal itu hal yang paling baik. Lagipula Arkan baru kenal Gita beberapa bulan, apa susahnya mengabaikan cewek itu sekarang.
Caramel membenamkan wajahnya di bantal agar tangisnya tidak terdengar. Sekarang dia harus bagaimana, apa cara yang bisa membuat Bara dan Arkan menjauh dari Gita. Kenapa dua orang itu lebih memilih untuk tetap dengan Gita meski bahaya.
🍬🍬🍬
Hari ini karena sekolah libur, Caramel memilih untuk ikut ke kantor ayahnya. Dia sudah lama tidak berkunjung. Lumayan untuk mengisi kekosongan sebelum hari pembagian raport.
"Wahh Caramel tumben main," sapa salah satu karyawan di perusahaan ini.
"Iyaa lagi libur Tante," jawab Caramel seramah biasanya.
Selama ayah dan bunda kerja, dia memilih untuk berkeliling gedung. Mengunjungi tante Putri yang kelihatan sangat sibuk, dan menemani Chika yang seperti sedang kerja rodi. Raka memang sadis kalau memberi pekerjaan.
"Liat aja, biar Kara omelin nanti," kata Caramel.
Chika tertawa geli. "Dia memang begitu. Oh yaa kamu udah makan?"
"Udah sih, tapi sekarang udah laper lagi," keluh Caramel sambil memegang perutnya.
Chika menjentikan jarinya. "Di kantin ada menu baru. Mau coba?"
"Mau banget!!"
"Oke ayo Kakak izin dulu pada Raka," jawab Chika.
Mereka masuk ke ruangan Raka. Seperti biasa, Raka sibuk tenggelam dalam pekerjaan sampai tidak mau susah payah untuk menyapa orang yang masuk ke ruangannya. Alis tebalnya bertaut menatap dokumen di hadapannya.
"Bang Raka, Kara ajak Kak Chika ke kantin ya?"
"Dia sibuk," jawab Raka singkat.
"Ihh Abang!! Kapan lagi nurutin Kara? yaaa? yaaa?" mohon Caramel dengan wajah memelas.
"Memangnya besok-besok kamu tidak minta apa-apa?" tanya Raka jengah.
Caramel tertawa geli. "Yaa kan siapa tau Kara nggak mau dateng ke kantor lagi? lagian di sini bosenin, kenapa pada betah sih?
"Sembarangan! sudah sana!" kata Raka.
Caramel berhasil membujuk abangnya itu. Dia dan Chika pergi ke kantin kantor yang jelas masih sepi karena belum jam istirahat. Para penjual menyapa Caramel, karena dulu saat kecil dia sering ikut kemari.
Menu baru di kantin adalah makanan dari timur tengah. Wah ada kemajuan di kantin ini. Mungkin nanti dia akan mengidekan untuk makanan khas korea.
"Emm enak, nggak kalah sama restoran," kata Caramel.
"Haha iya, Kakak juga berpikir begitu," jawab Chika.
Caramel tersenyum melihat Chika kelihatan ceria. "Kakak seneng ya deket sama Bang Raka?"
"Hah?" tanya Chika kaget.
"Kara seneng kalau nanti Kak Chika sama Bang Raka bisa sama-sama, lagian sebenernya Bang Raka itu suka sama Kakak, tapi gengsi," kata Caramel.
"Tau darimana?" kekeh Chika.
Caramel menepuk dadanya sendiri. "Kara ini kan adik kesayangannya, jadi kita punya ikatan batin."
"Serius?" tanya Chika pura-pura tertarik.
Caramel tertawa geli. "Nggak."
"Dasar," kekeh Chika.
🍬🍬🍬
Malam ini Caramel memilih nonton tv dengan bunda dan ayah. Kepalanya direbahkan di pangkuan bunda. Dia memindah-mindah saluran televisi. Tidak ada acara yang menarik.
"Kata Raka kamu mengganggu pekerjaannya ya?" tanya bunda.
Caramel tertawa geli. "Kak Chika itu kasian deh Nda, masa pekerjaannya banyak banget. Sadis emang Bang Raka."
"Memang, Abangmu itu sama seperti Ayah," kekeh bunda.
Ayah tidak menanggapi sindiran bunda. Sudah tidak heran kalau Raka selalu disama-samakan dengan Ayah. Baik segi fisik dan sifat menyebalkannya.
"Oh iya Ayah ambil raport Kara kan lusa?"
"Iya," jawab ayah.
"Hemm nilai Kara berapa yaa? jadi deg-deg kan," gumam Caramel.
"Paling kkm," jawab bunda.
"Huaaa Bunda jujur amat," keluh Caramel.
Arkan pulang ke rumah malam hari. Kali ini cowok itu benar-benar main basket dengan teman-temannya karena pulang dengan Rafan. Keduanya juga memakai baju tim basket sekolah.
Sejak obrolannya dengan Arkan waktu itu. Caramel belum bicara lagi dengan Arkan. Caramel juga tidak mendengar kabar apa-apa dari Bara. Mungkin cowok itu masih marah karena disuruh menjauhi Gita.
Kalau mereka kekeh dengan keputusannya. Maka Caramel juga kekeh dengan keputusannya sendiri. Kali ini dia tidak mau mengalah. Kalau Bara tetap marah, ya sudah biar saja.
Di hari pembagian raport, Caramel bertemu dengan Bara yang datang dengan daddy. Tidak mungkin pura-pura cuek, karena ada daddy. Mau tidak mau Caramel menyapa keduanya.
"Ayahmu mana?" tanya daddy.
"Ohh sebentar lagi dateng," jawab Caramel. "Jadi sekarang Daddy yang ambil raportnya Bara?" tanyanya sambil tersenyum.
Daddy tertawa. "Yaa, raportmu sekalian juga boleh."
"Jangan, nanti Daddy kaget liat nilai Kara," kekeh Caramel. "Ohh maaf Dad, Kara harus ke kelas. Nanti kita ngobrol lagi yaa.."
Caramel langsung berlari ke kelas. Dia tidak bisa lama-lama ngobrol dengan daddy kalau ada Bara. Apalagi Bara tidak ada niat untuk pura-pura akrab seperti biasa.
Di kelas orang tua murid sudah berlumpul. Bella juga sudah duduk dengan ayahnya. Caramel melihat ponselnya. Sebentar lagi acara dimulai.
"Maaf saya terlambat," suara berat ayah dari pintu.
Orang-orang langsung menoleh dengan wajah terpesona seperti biasa. Heran, padahal ayah sudah sering ke sekolah. Ayah masuk dan duduk di samping Caramel.
"Tidak apa-apa Pak Karel, acaranya baru dimulai."
Seperti biasa, raport dibagikan. Setelah itu ada evaluasi pembelajaran selama satu semester ini. Caramel sendiri sibuk membuka raportnya. Dia menghela nafas lega karena tidak ada nilai merah. Beberapa nilai juga meningkat, meski tidak drastis.
"Tingkatkan lagi," kata ayah sambil mengusap kepala Caramel.
Caramel tersenyum dan menganggukan kepalanya.
Yah akhirnya liburan panjang tiba. Tidak terasa, perasaan baru kemarin dia liburan ke Bali dengan keluarganya dan Bella. Rencana untuk menginap di villa tetap dilaksanakan. Ayah setuju asal Rafan dan Arkan ikut. Meski Caramel hanya pergi dengan teman-temannya.
"Jadi kita berangkat sabtu depan ya?" tanya Deni.
"Iya, siapin aja semuanya," jawab Caramel.
🍬🍬🍬
"Sayang akhir-akhir ini kayanya kamu jarang main?" tanya bunda.
Sejak liburan, Caramel memang menghabiskan waktunya di rumah. Dia memilih untuk main dengan ayam-ayamnya, atau main dengan Rafan yang ikut betah di rumah. Arkan jangan ditanya, cowok itu pasti main di rumah Gita.
"Lagi males keluar Nda," jawab Caramel.
"Kamu kan butuh matahari, tuh kulitmu putih pucet begitu," kata bunda.
Caramel memperhatikan kulitnya sendiri. Dia mengerutkan keningnya. Tidak ada perubahan. "Apaan sih Nda? masih sama tuh."
Bunda tertawa geli. Putrinya ini percaya saja. Padahal tadi cuma bercanda. "Kenapa? lagi ada masalah?"
"Nggak," jawab Caramel.
Caramel tidak bisa menceritakan kekesalannya pada bunda. Padahal sekarang dia butuh saran dari bunda yang biasanya selalu membuatnya tenang dan berpikir dengan jernih. Ini benar-benar menyebalkan.
Mungkin liburan ini akan di habiskan untuk bermanja-manja saja dengan bunda dan ayah. Seperti hari ini, dia terus menempel pada bunda yang sibuk memasak untuk makan malam. Padahal biasanya dia malas sekali ada di dapur.
"Karaa, Bunda nggak bisa gerak kalau kamu nempel terus begini," kata bunda.
Caramel terkekeh kecil. "Abis Kara kangen sama Bunda."
"Kangen apa? kamu itu kan tiap hari ketemu Bunda," jawab bunda. "Hemm ngaku, kamu bikin kesalahan yaa? makanya deketin Bunda biar nanti kalau ketahuan kamu bebas dari omelan?"
"Ihh Ndaa suudzon aja," keluh Caramel.
Ayah datang sambil membawa secangkir kopi yang aromanya harum. "Jangan ganggu Bundamu sayang, kita bisa tidak makan nanti."
Caramel mendengus geli dan mengalihkan gangguannya pada ayah. Kalau ayah sih tidak akan mengeluh. Dia menyandarkan kepalanya di bahu ayah sambil menonton acara televisi.
"Yah," panggil Caramel.
"Apa?" jawab ayah.
Caramel menggelengkan kepalanya. Senyumnya mengembang. "Besok Kara izin ke tempat Bella yaa?"
"Yaa, Ayah antar atau diantar supir?" tanya ayah.
"Dianter supir aja," jawab Caramel. "Kara sayang Ayah."
"Ayah tahu," jawab ayah sambil tersenyum.
Caramel terkekeh kecil. "Besok Kara pulang malem yaa? Emm nginep boleh nggak Yah? Kara kan udah lama nggak nginep di tempat Bella."
"Terserah Kara, yang penting kabari Ayah," jawab ayah.
"Yess!" teriak Caramel.
🍬🍬🍬
See you in the next chapter 😘😘😘
Jangan lupa follow ig mereka yaa
@kennethaldebaran
@caramelstarla
@rafansafaraz
@umbrellakirei
@arkanlazuard
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top