BAB 30 - Good Moment
Malem mingguan sama Kenneth & Caramel lagi😁😁😁
Terima kasih yang udah buat cover ini. Hehe jadi nanti yang udah kirim bakal aku pakai selama satu minggu bergantian yaa 😉😉😉
Jangan lupa follow ig : @indahmuladiatin
Happy reading guys! hope you like this chapter 😘😘😘
🍬🍬🍬
Selama Bara dirawat di rumah sakit, Caramel rutin datang setelah pulang sekolah. Biasanya kalau tidak dengan kedua abangnya, dia akan datang dengan Bella. Sohib yang setia meskipun sering jadi obat nyamuk pasif. Karena beberapa tulang rusuk Bara patah, jadi cowok itu dirawat lebih dari satu minggu.
Pagi ini hari minggu, hari yang sangat cerah. Dengan polusi udara yang masih tebal seperti biasa. Ya, kapan Kota Jakarta bebas dari polusi. Dulu mungkin, kalau sekarang, jangan harap. Kalau ingin tempat yang bebas dari polusi, pindah saja ke pulau-pulau yang belum dijamah oleh manusia-manusia serakah.
Kaki Caramel melangkah ringan menelusuri koridor panjang rumah sakit. Dia bersenandung kecil sambil memasang wajah senang. Maklum, tadi pagi-pagi sekali dia sudah mendapatkan rezeki nomplok dari Raka, abangnya tersayang. Ditangannya ada kotak makanan lucu, titipan dari bunda untuk Bara. Kata bunda, kotak ini sudah dimantrai, kalau ada yang membuka selain Bara, orang itu akan sakit perut.
Bunda pasti tahu kalau Caramel mau berniat curang. Iyaa curang, sebelum sampai ke tangan Bara pasti Caramel sudah membukanya duluan dan mengambil sebagian. Cuma ngerasain buat mastiin ini makanan aman, katanya.
Caramel membuka pintu ruang rawat Bara. Dia mengerutkan kening, melihat dua orang polisi ada di ruangan ini. Polisi itu tadinya sedang bicara dengan Bara, tapi sekarang berhenti karena dia membuka pintu.
"Kalau begitu kami permisi," kata salah satu pria dengan seragam cokelat gagahnya itu.
Bara menganggukan kepala dengan wajah santai, cowok itu bahkan sempat-sempatnya memeluk toples biskuit bikinan bunda. Tidak ada takut-takutnya. Padahal biasanya kalau sudah berurusan dengan polisi, nyali akan ciut.
"Mereka ngapain?" tanya Caramel penasaran.
Bara mengunyah biskuit cokelat itu. Remahannya berserakan di tempat tidurnya. "Nanya-nanya biasa."
"Nanya apa?" tanya Caramel lagi.
Bara menghela nafas kesal. Perasaan ada saja yang mengganggu waktu makannya. Tadi dia tidak bisa makan karena polisi itu terus bertanya. Sekarang Caramel yang terus bertanya. "Dia nanya gue udah makan belom, bisa tidur nggak, gimana kabar gue."
"Masa sih? perhatian amat," kata Caramel dengan kening berkerut.
Bara cuma memutar bola matanya. Kalau dijawab lagi, pasti tidak akan ada habisnya. Capek sendiri.
Caramel tertawa geli dan menyerahkan kotak itu ke Bara. "Dari Bunda, belom gue sentuh sama sekali."
Bara menatap Caramel dengan curiga. Biasanya cewek ini kan suka sekali mengambil makanannya. "Yakin?"
Caramel mengangkat dua jarinya. "Suer!!"
"Oke," jawab Bara sambil membuka kotak itu. Dia tersenyum melihat isinya. Ini makanan favoritnya. Bunda pasti tahu dari Lyza. Sekarang dia benar-benar merasakan bagaimana rasanya memiliki ibu. "Kapan Bunda ke sini?"
"Nanti siang katanya," jawab Caramel. Dia merapikan nakas yang berantakan karena semalam, teman-teman di bengkel datang kemari. "Oh iya nanti gue mau kumpul sama temen-temen SD."
"Lo inget?" tanya Bara. Masalahnya Caramel ini kan ingatannya pendek. Hebat kalau cewek ini bisa hapal nama teman-temannya di sekolah dasar.
Caramel menggeleng polos, waktu itu dia tidak terlalu tertarik untuk bermain selain dengan Bella. Bukan sombong atau apa, masalahnya cuma si Bella yang tidak cengeng. Karena dulu dia itu nakal.
Bara mendengus kecil dan meletakan kotak ity di nakas. "Sama Bella?"
"Sama siapa lagi?" tanya Caramel.
"Sorry gue nggak bisa nganter," kata Bara.
Caramel tersenyum lebar dan mengibaskan tangannya. Dia juga tidak minta diantar. Dia tahu kalau sekarang Bara cuma butuh istirahat. Mana mungkin dia minta diantar, menyusahkan.
"Pagi," sapa suara yang tidak asing untuk mereka.
Caramel dan Bara menoleh. Mereka tersenyum menyambut tante Rain dan om Fatar yang berdiri di ambang pintu. Baru hari ini mereka datang karena kemarin-kemarin om Fatar sedang tugas di luar dan pastinya tante Rain ikut. Katanya, tante Rain tidak mau pisah lama-lama.
Hubungan Bara dengan tantenya itu juga tidak terlalu akrab. Dia jarang ngobrol meskipun tante Rain adalah adik kandung daddynya. Maklum, hubungannya dengan daddy juga tidak baik dulu. Jadi seluruh keluarga daddy pun sama.
"Keponakan Tante," kata tante Rain sambil menangkup wajah Bara. "Saat dengar kamu sudah kembali dengan Daddymu percayalah, Tante langsung menangis senang."
Bara tersenyum. "Maaf untuk yang kemarin-kemarin."
Tante Rain tersenyum dan mencium kening Bara. "Sayang, yang terpenting sekarang adalah kamu dan Lyza sudah kembali. Daddymu pasti sangat senang sekarang."
"Jelas, sekarang Daddy enggak bisa berenti senyum," kekeh Caramel.
"Wah Tante dengar kamu ikut membantu, sepertinya anak ini memang akan jadi keponakanku," katanya dengan senyum senang. Tante Rain menjawil hidung Caramel. "Terima kasih karena sikapmu yang sama seperti Bundamu."
Om Fatar tertawa dan merangkul bahu Caramel. Karena bersahabat dengan ayah, jadi anak ini sudah seperti anaknya sendiri. Sejak kecil Caramel dan abang-abangnya juga sering main ke rumah dan main dengan anak-anaknya. Sekarang semua sudah besar dan memiliki kesibukan masing-masing. Jangankan untuk bermain, ketemu saja jarang.
"Dimana Ayahmu?" tanya om Fatar.
"Biasa, kalau sama Bunda serasa dunia milik berdua. Bunda kan manja, Kara jadi dicuekin," keluh Caramel. Tadi pagi semua abangnya pergi setelah sarapan. Mau main dengan ayah tapi bunda menempel terus.
"Yaa biarkan mereka, kamu kan sudah besar. Manja sama yang lain saja," kekeh tante Rain.
"Sama siapa Tante? Abang Raka sibuk, Bang Rafan sibuk, Bang Arkan sok sibuk," keluh Caramel.
"Kalau dengan keponakan Tante ini?"
Om Fatar tertawa geli. "Kita kan sudah dengar kalau dua orang ini suka bertengkar."
Tante Rain bertopang dagu dengan senyum gemasnya. "Emm aku jadi ingat Fian dan Karel dulu."
Bara mendengus kecil dan membuka plastik bawaan tantenya tadi. Dia tersenyum dan memberikan kotak susu cokelat ke Caramel. Seperti biasa, mata Caramel langsung berbinar senang. "Pelan-pelan minumnya."
Caamel mengangguk dengan semangat. Dia langsung meminumnya. Tante Rain sangat paham kesukaannya. Mungkin tantenya itu tahu kalau dia ada di sini. Karena kedatangan tante Rain dan om Fatar kamar ini jadi lebih ramai. Caramel suka ngobrol dengan om Fatar. Selalu ada bahasan yang seru dari omnya itu.
Siang ini Bella datang dengan Gio. Oh iya Caramel hampir lupa kalau cowok itu satu sekolah dengannya dulu. "Bentar," katanya sambil berjalan ke toilet.
"Kalian ada acara apa?" tanya tante Rain ke Bella.
Bella memang kenal dengan tante Rain dan om Fatar karena setiap ada acara keluarga besar Caramel, dia selalu hadir. "Kumpul temen SD Tan, biasa lah."
"Ohh, ini siapa?" tanya tante Rain.
Gio tersenyum dan menyalami tante Rain dan om Fatar. "Saya Gio."
Caramel keluar dari toilet dengan wajah lebih segar. Bibir tipisnya dilapisi lipglosh berwarna pink alami. "Ayoo, ehh tunggu tas gue."
Bara mengangkat tas kecil Caramel.
"Ohh hehe gue kira jatoh di jalan," dia menarik tasnya tapi ditahan Bara. "Apaan sih?"
"Lo dandan?" tanya Bara sambil menyipitkan matanya.
Caramel mendengus kecil. "Cuma pake lipglosh sama bedak, Bara. Biar nggak pucet."
"Ada yang dia suka di sana?" tanya Bara ke Bella.
"Nggak ada Kak," jawab Bella dengan geli.
Tante Rain tertawa dan mengacak rambut Bara. "Kalau kamu mau ikut dengan dia, biar Tante yang urus."
"Jangan Tan, lagian ini acara nggak penting. Udah ayoo Mbel," kata Caramel sambil merebut tasnya dan berjalan keluar.
Caramel berjalan di samping Bella. Dia berbisik pelan agar Gio tidak bisa mendengar. "Lo ngapain bareng sama si Gio?"
"Emang kenapa?" tanya Bella ikut berbisik juga.
"Gue keliatan jomblo," kata Caramel.
Gio menggeleng pelan dengan senyum geli. Berbisik tapi dia bisa mendengarnya. "Tenang Ra, gue sama Bella nggak akan sibuk pacaran."
"Ehh hehe lo denger?" tanya Caramel.
"Sebelum bisik-bisik lo mungkin bisa pastiin dulu, gue punya masalah pendengaran atau nggak," kata Gio santai.
Mereka berjalan ke parkiran rumah sakit. Caramel menoleh ke kanan dan kiri. "Kita nggak naik motor kan?"
"Menurut lo? kita bonceng tiga ke sana? udah kaya cabe-cabean," keluh Bella kesal.
"Hehe kan biar keren," kekeh Caramel.
"Bentar yaa gue ambil mobil dulu," kata Gio.
Tempat kumpul mereka adalah cafe yang cukup terkenal. Jaraknya tidak terlalu jauh dari sekolah dasarnya. Sengaja, biar semua tidak susah menemukan tempat itu. Caramel duduk di belakang sambil memainkan ponselnya. Apaan, dia benar-benar jadi obat nyamuk.
"Gue duluan yaa," kata Caramel setelah turun dari mobil. Dia masuk ke cafe dan mencari kumpulan orang. Mungkin kalau lihat wajah, dia akan ingat sekilas-sekilas.
"Caramel!" panggil perempuan dengan rambut sebahu.
Caramel melambaikan tangannya dan menghampirinya. "Hey semua."
"Wah makin cantik aja lo," kata cowok dengan kemeja putih di samping cewek yang tadi memanggilnya.
"Hehe makasih," kata Caramel.
"Mana Bella? biasanya bareng terus?"
"Masih di depan sama Gio," jawab Caramel.
"Hey Kara," panggil suara cewek dari belakang Caramel.
Caramel menoleh, dia mengerutkan keningnya. "Riana?" panggilnya. Kalau yang ini sih dia kenal banget. Cewek paling menyebalkan di sekolahnya dulu. Masih kecil saja laganya sudah sok dewasa.
"Long time no see," sapanya. "Sendirian aja?"
"Nggak, gue dateng sama Bella sama Gio," kata Caramel.
"Sayang?" panggil cowok yang baru saja masuk.
"Iya, sayang kenalin dia Caramel sahabatku dulu," kata Riana manja.
Caramel mau muntah. Kapan dia sahabatan dengan orang ini. Dia berusaha untuk senyum. "Caramel, panggil Kara aja."
"Jangan lama-lama salamannya, nanti lo jatuh cinta lagi, sama pacar gue," kata Riana.
Bella dan Gio bergabung, sama seperti tadi. Riana memperkenalkan Bella sebagai sahabat juga. Riana juga memperkenalkan pacarnya ke Bella. Sepertinya cewek ini bangga sekali pada pacarnya itu. Yaa wajahnya emang ganteng. Tapi jelas Bara lebih kemana-mana dari cowok ini.
Harusnya acara kumpul-kumpul ini jadu ajang nostalgia. Tapi sayangnya, karena Riana ini duduk di dekat Caramel dan Bella, jadilah acara ini berubah sebagai ajang pamer cewek itu. Caramel sampai mengepalkan tangan saking kesalnya.
"Iyaa cowok gue itu anak kuliah, pinter, anak orang kaya. Dia paling ganteng loh di kampusnya. Dia juga suka ikut balapan-balapan gitu, keren kan?" tanya Riana.
"Wah haha iya keren banget," kata Caramel tidak ikhlas.
"Iyaa dong, dia itu idola. Kalau gue bawa ke sekolah aja banyak yang ngajak kenalan. Iya kan sayang?" tanya Riana.
"Haha jangan berlebihan sayang," kata cowok itu.
"Hemm yaa harus gue akuin si Bella ini cukup keren bisa pacaran sama Gio. Meskipun si Gio kalah jauh sama cowok gue, haha," kata Riana lagi. "Eh tapi Ra, kok lo jomblo terus sih? kasian amat. Mau gue kenalin sama temennya Ardan? lumayan kok orangnya."
"Ohh nggak usah," kata Caramel.
"Kenapa? emang lo punya pacar? udah deh daripada jomblo," kata Riana lagi.
Kali ini bukan cuma mengepalkan tangan. Mungkin kepala Caramel sudah berasap sekarang saking kesalnya. Yaa begini ini si Riana. Suka sekali mengejek dia dan anak-anak lain. Cewek ini selalu menganggap kalau dirinya yang paling cantik dan hebat.
"Iya gue punya cowok, dia juga ganteng, kaya, pembalap," kata Caramel dengan bangga.
"Oh iya? haha gue tau lo iri, tapi jangan ngibul gitu dong," kekeh Riana geli.
"Gue nggak ngibul!" kata Caramel.
Bella menyikut lengan Caramel. "Ngapain lo ladenin sih? emang siapa yang mau lo kenalin? Kak Bara sama lo kan udah putus!" bisiknya.
"Nggak ngibul? oke sekarang dia dimana?" tantang Riana.
"Dia lagi sakit, tadinya dia mau ikut," kata Caramel lagi.
"Wah oke gue mau jenguk boleh?" tanya Riana dengan antusiasnya.
Caramel mengerjapkan mata, dia meringis kecil. "Ehh ta-tapi.."
"Boleh kan? kecuali kalau lo cuma omdo tadi," kata Riana dengan senyum menyebalkannya.
"Oke ayo!" kata Caramel.
Di mobil Gio, Caramel cuma bisa menggigit jari. Kenapa dia mau terpancing. Si Riana kan memang begitu ke semua orang. "Gimana dong?" rengeknya.
"Yaa mau gimana lagi? yaudah lo bilang sama Kak Bara buat pura-pura bentar," kata Bella.
Mereka sampai di rumah sakit tempat Bara di rawat. Mobil pacar Riana itu diparkir di samping mobil Gio. Bella langsung merangkul Riana. "Kita beli makanan dulu yaa, lo nggak mau kan dateng pake tangan kosong?"
"Ohh iya, oke deh," kata Riana.
"Gue ke sana duluan yaa," kata Caramel sebelum lari masuk.
🍬🍬🍬
Caramel langsung pergi ke kamar Bara. Di kamar ini cuma ada Bara yang sedang tidur nyenyak. Dia langsung memukul-mukul lengan cowok itu. "Bara bangun!"
Bara berdeham pelan dan membuka matanya. "Apaan sih?"
"Bantuin gue!" kata Caramel.
Bara menguap dan mengerjapkan mata. "Lo nyari masalah sama siapa lagi?"
"Ck Bara!" kata Caramel. "Tolongin gue.." rengeknya.
"Iya apa?" tanya Bara.
Caramel menggigit bibirnya. Dia ragu mau menceritakan atau tidak. "Pura-pura jadi pacar gue yaa? bentar ajaa."
Bara mengerutkan keningnya. "Ada apaan?"
Caramel berdecak kesal dan menceritakan semuanya ke Bara. Dia siap kalau nanti cowok ini akan marah-marah atau apa. Yaa memang dia yang salah.
"Lo pikir gue apaan? gue bukan barang yang bisa dipamerin, urus sendiri masalah lo," kata Bara dengan wajah kesal.
"Baraaa, tolongin gue.. dia pamer terus ke gue," rengek Caramel.
"Terus lo ikut-ikutan? berarti lo sama dia itu sama," ucap Bara telak.
Caramel langsung diam. Dia menundukan kepalanya. Iya benar, berarti dia sama seperti Riana. Harusnya tadi dia cuekin saja. Toh apa salahnya kalah dengan orang itu.
Bara menghela nafas panjang. Dia menepuk pelan kepala Caramel. "Harusnya lo nggak nanggepin orang kaya dia."
"Maaf," kata Caramel.
Pintu ruang rawat terbuka. Bella datang dengan Riana, dan di belakangnya ada Gio dan Ardan. Riana langsung diam melihat Bara yang sedang duduk di tempat tidur pasien.
Wajah dan mata berwarna biru milik Bara memang selalu berhasil membius perempuan. Riana mengerjapkan matanya. "Bukan ini kan?" gumamnya.
"Riana maaf, harusnya tadi gue nggak bohong," kata Caramel.
"Hah bohong? jadi lo tadi bohong? dia bukan pacar lo kan? terus dia siapa?" tanya Riana.
Bara mengulurkan tangannya ke Riana. "Kenneth, gue mantannya Starla."
Riana tersenyum sumringah dan membalas uluran tangan Bara. "Riana sohibnya Caramel. Beneran mantan? lo mutusin dia?"
"Nggak, dia yang mutusin gue," jawab Bara jujur.
"Hah?" tanya Riana. Dia langsung melirik Caramel dengan kesal. Sialan, keren amat Caramel sampai berani mutusin cowok seganteng ini. "Eh bagus dong, si Caramel itu ceroboh banget. Lo beruntung udah putus sama dia. Kalau gue sih beda yaa dari dia. Dari kecil gue lebih dewasa."
"Oh untung gue nggak suka cewek yang dewasa sebelum umurnya," kata Bara enteng. "Gue lebih suka cewek kaya dia, lebih keliatan imut."
Caramel menahan senyumnya, pipinya bersemu merah. "Haha gue biasa aja."
Riana dan pacarnya betah di kamar ini. Dengan semangat Riana menceritakan semua hal baik tentang pacarnya. Kadang dia kesal, melihat perhatian-perhatian kecil Bara pada Caramel, seperti sekarang ini.
"Bisa rapi dikit nggak?" tanya Bara ke Caramel sambil mengusap cokelat di pipi cewek itu.
"Nggak," jawab Caramel dengan memeletkan lidahnya.
"Dia ini suka balapan, sering menang juga," kata Riana.
"Oh ya? dimana?" tanya Bara.
"Balapan biasa aja, di jalanan-jalanan, belum resmi," kata Ardan.
"Loh Bara juga, dia the angel. Kenal?" tanya Caramel polos. Bara cuma menahan senyumnya.
Ardan melebarkan mata. Wajahnya sedikit memucat. Siapa yang tidak kenal nama itu di jalanan. "Bercanda kan?"
"Nggak," jawab Caramel. "Lo the angel kan?"
"Yapp, belom pensiun," kata Bara lagi.
Ardan langsung berdiri dan menarik tangan Riana. "Ayo pulang!"
"Hah kenapa? kamu pucet? sakit yaa? emang siapa the angel?" tanya Riana bingung.
Ardan berdecak kesal dan langsung menarik Riana. "Maaf kami permisi."
Caramel mengerutkan keningnya. Dia langsung menatap Bara dengan mata menyipit. "Dia kenapa gitu? lo nyeremin yaa di jalan?"
Bara tertawa geli dan mengangkat bahunya. "Cuma lo yang berani nendangin motor gue."
🍬🍬🍬
Caramel senang karena Bara sudah keluar dari rumah sakit. Cowok itu sekarang bisa kembali ke sekolah. Urusan kemarin juga sudah selesai. Katanya si Beni akan dapat hukuman yang setimpal, ditambah cowok itu terbukti sedang dalam pengaruh narkoba saat penyerangan.
Pagi ini Caramel sudah disuguhkan pemandangan menyebalkan, karena Bara sedang bicara dengan Raya di pinggir lapangan. Tidak tahu membicarakan apa. Masalah pribadi, dua orang itu masih pacaran.
"Nggak usah cemberut, toh Kak Bara nggak suka sama Raya," kata Bella menghibur.
"Nggak suka sih, tapi gue masih greget aja kalau inget dia nyium bibirnya Bara," kata Caramel cemberut.
Dari pinggir lapangan, Bara bisa melihat Caramel sedang cemberut sambil menghentakan kaki. Dia terkekeh geli sebelum kembali bicara dengan Raya. "Ray maaf, gue nggak bisa lanjut."
"Lo manfaatin gue kan?" tanya Raya.
"Maaf," kata Bara lagi.
Raya tersenyum sinis. "Oke, nggak apa-apa toh kemaren gue berhasil ngalahin Fina, gue juga berhasil ngebuktiin sama anak-anak kalau gue bisa dapetin lo. Anggep aja kita saling manfaatin."
"Thanks, gue lega. Lo asik Ray, lo juga sebenernya baik, semoga lo dapet orang yang bisa nunjukin sisi baik lo," kata Bara sebelum pergi.
Raya menangis setelah Bara berbalik. Dia memang suka menindas. Tapi dia juga memiliki sisi baik. Bara berhasil membuatnya sadar kalau kelihatan baik itu tidak terlalu buruk. Baik bukan berarti lemah. Sekarang yang bisa dia lakukan cuma melepas cowok itu.
Pulang sekolah ini Bara langsung ke kelas Caramel. Jelas ini kembali menjadi pemandangan heboh, karena setahu mereka, pasangan ini sudah putus. Bara duduk di kursi depan Caramel.
"Gue mau ketemu Bunda," kata Bara.
"Oh," jawab Caramel.
Bara tersenyum kecil dan bertopang dagu memperhatikan Caramel yang sibuk merapikan buku. "Lo marah?"
"Marah apaan, nggak ngapain gue marah."
"Marah dia Kak, gara-gara tadi liat Kak Bara sama Kak Raya di lapangan," kata Bella jujur.
"Gue sama Raya putus," kata Bara.
"Oh," kata Caramel. Dia menghentikan aktivitasnya. Keningnya berkerut. "Putus? beneran?"
Bara mengangguk dengan wajah pura-pura sedih. "Gue lagi patah hati."
Caramel langsung tertawa senang dan bertopang dagu. "Perlu obat berarti. Ayo ke rumah! Bunda mau masak banyak!"
"Ke bengkel dulu, gue mau ngasih pesenannya Bang Rio," kata Bara.
"Okee!" kata Caramel senang.
🍬🍬🍬
Di bengkel ada Defan dan Thomas. Dua orang itu sepertinya baru saja ganti baju karena baju kerjanya belum kotor. Defan melambaikan tangannya. "Raa!"
Caramel langsung berlari ke Defan. "Nggak ke tempat Kak Gita?"
"Udah ada Arkan di sono," kekeh Defan.
"Hehe dia jadi rajin ke sono," kata Caramel senang. Kalau niatnya baik, dia akan dukung sepenuhnya. Tapi kalau niatnya untuk main-main, dia sendiri yang akan membantai abangnya itu.
"Bang," panggil Defan.
Om Satrio tersenyum. "Dimana Kenneth?"
"Di ruangan Bang," kata Thomas.
"Om Rio, katanya Ayahnya Kara mau ketemu loh sama Om," kata Caramel.
"Oh ya?" tanya om Satrio dengan wajah kaget.
Caramel mengangguk antusias. "Iyaa, Ayah mau ngucapin terima kasih. Katanya jarang ada orang seperti Om."
Kali ini yang Caramel tangkap adalah ekspresi sedih om Satrio. "Bilang pada Ayahmu, dia juga hebat karena bisa memiliki anak seperti kamu dan abang-abangmu. Om tidak ada apa-apanya."
"Om baik, apapun masa lalu Om. Maaf tapi Kara udah denger semua dari Defan. Kara mau ngucapin makasih banyak, karena kalau nggak ada Om, mungkin Kara nggak akan ketemu Bara."
"Pertemuan kalian itu takdir," kata om Satrio sambil mengusap kepala Caramel.
Bara keluar dari ruangan dan kembali masuk ke ruangan dengan pintu garasi yang bagian dalamnya belum pernah Caramel lihat. Cowok itu menuntun motor hitam yang tidak asing untuk Caramel. Itu motor the angel. Jadi selama ini motor itu ada di dekatnya.
"Tolong liatin, udah lama nggak gue cek," kata Bara.
"Yailah sayang amat sama ni motor," kata Defan kesal.
"Jelas," kata Bara.
"Lebih sayang sama ni motor apa sama gue?" tanya Caramel penasaran.
Bara mengerutkan keningnya. "Ni motor."
"Etdah," kekeh Defan.
Caramel cemberut kesal dan hampir mau menyerang motor itu, tapi Bara menahannya. Dia sudah antisipasi duluan. Jangan sampai motor kesayangannya hancur gara-gara Caramel.
"Jangan diancurin Ra, lusa si Ken mau ada pertandingan," kata Defan.
"Yapp resmi," kata Thomas.
"Serius?" tanya Caramel.
Defan menganggukan kepalanya. "Dia sama gue yang turun. Doain yaa?"
Caramel tersenyum senang dan mengusap motor itu dengan hati-hati. Belum saatnya dirusak berarti. Lihat saja nanti motor.
"Lo mau nonton?" tanya Bara.
"Boleh?" tanya Caramel senang.
Bara menganggukan kepalanya. "Tapi jangan ganggu."
"Yess!!" teriak Caramel senang sambil memeluk Bara. "Mudah-mudahan lo menang!"
🍬🍬🍬
See you in the next chapter 😘😘😘
Jangan lupa follow ig mereka yaa
@kennethaldebaran
@caramelstarla
@rafansafaraz
@umbrellakirei
@arkanlazuard
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top