BAB 27 - Become Better
Haloooo semuaaa
Indah balik sama part baru TBWAFS
Wkwk mohon maaf kemaren mau up ehh nggak sempet nulis. Maklum jalan BAB 2 skripsi jadi ngetik-ngetik buku dulu 😂
Jangan lupa follow ig @indahmuladiatin
Part ini nggak terlalu berat yaa karena kemaren udah berat-berat terus 😂😂😂
Happy reading guys! Hope you like this chapter 😘😘
🍬🍬🍬
Caramel tersenyum sambil memeluk erat boneka beruangnya. Dia benar-benar tidak bisa menahan senyum kalau ingat sekarang Bara sudah kembali. Ahh rasanya tidak sabar untuk sekolah besok. Kekehan geli muncul dari bibirnya sendiri mengingat hari-harinya dengan cowok itu. "Emm besok rambut gue bagusnya diapain yaa? kuncir udah biasa, digerai nanti berantakan."
"Dikuncir, anak Bunda kelihatan lebih manis begitu," kata bunda yang baru saja masuk ke kamarnya.
Caramel meringis kecil sambil mengusap tengkuk. Wajahya memanas. "Bunda belum tidur?"
Bunda duduk di ranjang Caramel dan mengusap kepala putrinya. "Bunda yang harus tanya begitu. Kenapa Kara belum tidur?"
"Emm belum bisa tidur Nda," jawab Caramel sambil memeluk bunda dan menenggelamkan wajahnya ke bunda. Kebiasaannya kalau sedang manja pada wanita yang sudah melahirannya ini.
Bunda terkekeh kecil dan memeluk Caramel. Tangannya menepuk-nepuk pelan kepala anaknya. "Kara berhasil. Bunda tahu kalau Kara pasti bisa, sekarang Kenneth sudah kembali ke Daddy."
"Iya Ndaa, yahh tapi kadang Kara mikir buat berhenti. Tau nggak kenapa Kara bertahan?" tanya Caramel.
"Karena hati Kara yang mau begitu?" tanya bunda.
Caramel terkekeh dan menganggukan kepalanya. Dia mengambil bonekanya dan bertopang dagu sambil menerawang. "Dan untuk Mommy Stella," katanya dengan senyum senang. Dia menceritakan mimpinya saat bertemu mommy Stella pada bunda. "Kara baru sadar kalau dia Mommy Stella, Kara lupa apa yang kita bahas sampai waktu bangun Kara nangis."
Mata bunda kembali berkaca-kaca. "Dulu Bunda pernah mimpi tentang Ayahmu. Waktu itu hubungan Bunda dan Ayah tidak terlalu baik, dan satu tahun setelah itu Bunda baru tahu kalau mimpi itu pertanda Ayahmu kecelakaan."
"Ayah kecelakaan tapi Bunda enggak tahu?" tanya Caramel penasaran.
Bunda menangkup wajah Caramel dam menatap dalam mata bening itu. "Tidak ada perjalanan yang mulus tanpa halangan. Bunda dan Ayah juga begitu, ada masa lalu kelam. Tapi masa lalu adalah guru terbaik."
Caramel mengerutkan keningnya. Dia jadi penasaran masa lalu bunda dan ayah. Bunda itu kan tidak bisa pisah lama dengan ayah. Kenapa bunda bisa sampai tidak tahu kalau ayah kecelakaan. Selama satu tahun pula, itu waktu yang lama.
"Apa dulu Ayah sama Bunda sering bertengkar?" tanya Caramel.
Bunda menganggukan kepalanya dan terkekeh kecil. "Hampir setiap hari."
"Ohh yaa? waktu pacaran?" tanya Caramel lagi. Dia makin tertarik dengan cerita bunda dan ayah yang menurutnya sekarang adalah pasangan paling romantis.
"Bunda tidak pacaran dengan Ayah. Kamu tahu? Ayahmu itu unik, dulu Bunda sampai gemas mau memuseumkan Ayahmu itu. Barang langka," kekeh bunda.
Caramel ikut tertawa dia mencepol asal rambutnya agar tidak menganggu. "Kara penasaran ekspresi kesal Ayah setiap bertengkar sama Bunda."
"Itu kenangan yang sering membuat Bunda tertawa," kata bunda sambil mengusap kepala Caramel. "Rasanya cepat sekali berlalu, baru saja bunda melahirkanmu dan abang-abangmu. Sekarang kalian sudah sebesar ini."
"Iyaa Kara juga ngerasa waktu cepet banget Nda," kata Caramel dengan senyum sedih. Dulu waktu kecil dia bisa puas bermain dengan abang-abangnya. Sekarang semua sudah memiliki kesibukan masing-masing. Bahkan dia sendiri juga mempunyai banyak kesibukan. Contohnya mengganggu Bara. Jangan salah, itu adalah kesibukan yang penting.
"Dan sekarang anak bunda yang paling kecil ini sudah pacaran," kata bunda sambil menjawil hidung mancung Caramel.
Caramel tertawa dan merebahkan kepalanya di pangkuan bunda. Dia memainkan jarinya. "Bara itu ngeselin Nda. Kalau Bunda jadi Kara pasti Bunda juga kesel. Dia selalu punya kata-kata yang bikin Kara emosi, ihh nyebelin deh! sama orang aja senyumnya ramah giliran sama Kara senyumnya pelit!"
Bunda tertawa, mendengar cerita sikapnya Bara. Rasanya anak laki-laki itu memang mirip Gavyn. Kecuali sikap playernya. Karena sepertinya tidak ada jiwa-jiwa player di wajah Bara. Kenneth Aldebaran Soller adalah perpaduan antara Stella dan Gavyn. "Dulu Bunda juga kesal pada Daddynya itu."
"Dia ngeselin tapi kenapa Kara bisa seneng banget yaa Nda kalau deket dia?" tanya Caramel.
"Emmm jadi seneng banget sekarang bisa terus ketemu Kenneth?" tanya bunda.
Caramel tertawa dan menganggukan kepalanya. "Kara mau Kara sama Bara bisa kaya Ayah sama Bunda."
Bunda terdiam sebentar kemudian tersenyum. Lembut dikecup kening Caramel. "Justru Bunda ingin kalian tidak sampai mengalami apa yang Bunda dan Ayah alami."
"Kenapa?"
"Seperti yang Bunda bilang tadi, perjalanan Ayah dan Bunda tidak semulus yang Kara liat," jawab bunda. "Tapi bukan masalah untuk Bunda, lagipula karena kejadian itu nama bintang lahir. Tanpa melalui itu mungkin tidak ada nama Starla dan Aldebaran."
Caramel masih mengerutkan keningnya. Dia sama sekali tidak mengerti maksud bunda. Kejadian apa. "Ndaa Kara bingung."
Bunda tertawa, tanpa harus bicara begitu wajah Caramel memang menggambarkan kebingungan. Anaknya ini memang mudah dibaca hanya dari mimik wajah. "Awal-awal pernikahan Bunda dan Ayah adalah masa panjang yang kelam dan sulit. Ada banyak kejadian termasuk kematian Tante Kinan. Dulu Bunda juga sempat berpikir untuk menyerah, tapi ada banyak alasan untuk tetap bertahan."
"Hemm sekarang Kara paham kenapa masih bertahan sama Bara," kata Caramel.
"Kenapa?"
"Karena Kara anak Bunda," ringis Caramel. "Jiwa pejuang Bunda pasti ngalir ke Kara. Kara nggak suka kalah sebelum berjuang. Yaa ibarat katanya sih bebel."
Bunda dan Caramel tertawa bersama. Ini malam dengan obrolan yang berkualitas. Jarang-jarang kalau bicara dengan bunda, Caramel bisa seserius ini. Senang bisa memiliki ibu seperti bunda.
"Ohh iya bicara Tante Kinan, minggu depan peringatan kematian Tantemu," kata bunda.
Caramel menganggukan kepala. Dia juga lupa padahal setiap tahun keluarga rutin mengadakan pengajian. "Ehh iya bener Ndaa. Berarti kita nginep di rumah Oma?"
"Quality time?" tanya ayah.
Caramel tersenyum sumringah dan merentangkan tangannya. "Ayah!"
Ayah duduk dan Caramel langsung memeluk ayahnya ini. Kadang Caramel memang tidak sadar umur. Minta gendong atau apapun. "Sedang bicara apa?"
"Peringatan Kinan," jawab bunda.
Ayah menghela nafas panjang. Semua tahu kejadian itu memang sudah lama tapi tetap saja kalau ada yang menyebut nama tante Kinan pasti wajah ayah terlihat sedih. Bagi ayah itu memang pukulan. Karena itu ayah tidak suka kalau Caramel bergaul dengan sembarangan orang. Dengan Bara saja ayah sedikit melunak karena Bara adalah anak dari daddy Gavyn. Orang yang banyak membantu bunda.
"Ayah sedih?" tanya Caramel.
Ayah tersenyum kecil dan mengecup kening Caramel. "Tentu, dia adik kesayangan Ayah."
"Dia pasti sudah tenang di sana," kata bunda sambil mengusap tangan ayah.
Caramel menatap ayah dan bunda bergantian. Apa iya dulu orang tuanya ini memiliki masalah yang berat. Kelihatannya ayah dan bunda selalu baik-baik saja.
"Ada apa?" tanya ayah.
"Emm? hehe nggak Yah," ringis Caramel.
Ayah mendengus dan mengacak gemas rambut Caramel. "Ekspresimu itu mirip dengan Tantemu."
"Yaa aku juga berpikir begitu. Saat Kara tersenyum aku seperti melihat Kinan," kata bunda.
Caramel mengerjapkan matanya. "Berarti Kara cantik dong? kan Tante Kinan cantik banget."
"Ohh jelas cantikan Tantemu," kata bunda.
Caramel cemberut kesal dan merajuk pada ayah dengan wajah memelas. "Ayah.. Kara cantik kan?"
"Tentu, princess Ayah memang yang tercantik," jawab ayah sambil menangkup wajah Caramel.
"Yahh besar kepala lah dia," kata bunda.
🍬🍬🍬
Pagi ini Caramel dengan semangat menunggu sarapan di meja makan. Rambutnya dikuncir rapi menyisakan anak rambut di sisi kanan dan kiri pipinya. Poni yang tertata menutupi kening. Senyumnya merekah, matanya berbinar cerah menatap kue cokelat bikinan bunda. Kue favoritnya.
"Waduh muka lo kayanya lebih cerah daripada matahari tiap senin," kata Arkan yang baru turun dengan seragam acak-acakan dan rambut basah tidak disisir.
Caramel mengibaskan rambutnya. "Males ngomong ahh."
Raka menuruni tangga dengan kemeja yang sudah rapi. Tidak tahu semalam pulang jam berapa. Tapi yang pasti lewat dari jam dua belas malam karena semalam Caramel bicara dengan bunda dan ayah pun, Raka belum juga pulang.
"Semalam kamu dan Lyza kemana?" tanya bunda.
"Raka di kantor Nda. Lyza menginap di tempat temannya," jawab Raka santai.
Bunda menghela nafas panjang dan menautkan jemarinya di atas meja makan. Wajahnya kelihatan serius menatap putra sulungnya itu. Semua sampai penasaran, apa yang mau bunda bicarakan.
"Kamu nggak nginap di tempat Chika kan?" tanya bunda.
Caramel terbatuk sampai semburan rotinya mengotori seragam Arkan yang mengernyit jijik. "Ehh maaf Bang!"
"Maaf?" tanya Arkan melotot. Dia langsung menyerang Caramel dengan gelitikan. "Dasar jorok!" katanya.
Raka menatap lurus bunda. Mengabaikan kedua adiknya yang sedang tarung bebas di area meja makan ini. "Jangan mengharap lebih. Aku dan Chika hanya teman."
"Huaaaa Bang Arkan rambut guee!!!" bentak Caramel.
"Bodo amat!" kata Arkan.
Bunda cemberut kesal dan menyubit lengan Raka. "Kamu ini kenapa tidak peka sih? dia itu pindah karena sikapmu yang cuek!"
"Aku bersikap biasa," jawab Raka.
"Tidak kamu ini cuek sekali!" kata bunda.
Ayah hanya menghela nafas panjang dan melanjutkan rutinitas sarapannya. Mengabaikan semua aktivitas di meja makan. Anggap saja tidak terjadi apa-apa. Biarkan mereka menyelesaikan urusan masing-masing.
Rafan yang sedang menuruni tangga cuma bisa tertawa geli dan miris. Kasian sekali ayah yang sarapan ditemani insiden dua perdebatan. Dia kadang heran bagaimana caranya ayah bertahan.
Caramel cemberut kesal sambil menata rambutnya. Dia tidak jadi memasang senyum lima jari gara-gara Arkan yang mengajaknya ribut pagi-pagi. Satu abangnya itu memang paling suka mengajaknya bertengkar.
Hari ini dia berangkat dengan Rafan karena ayah dan bunda harus buru-buru ke kantor tentu saja alasannya karena tadi menghabiskan waktu di meja makan. Kenyang tidak, kesal iya.
"Kara ke kelas yaa Bang," kata Caramel sebelum turun dari motor Rafan.
Dia berjalan santai melewati koridor ramai dan kelas-kelas dengan pintu terbuka. Sesekali dia membalas sapaan orang yang dikenalnya. Teman satu anggota kelompok saat mabis atau teman satu tongkrongan somai mang ujang yang enaknya enggak ketulungan.
"Weh Raaa!" panggil Bella dari belakang.
"Apaan?" tanya Caramel.
"Bareng!" kata Bella yang masih mengatur nafasnya setelah berlari.
Caramel tersenyum geli dan merangkul bahu Bella. "Mbel gimana kemaren kelas?"
"B aja sih, lo nggak ada juga nggak ngaruh sama kelas," jawab Bella asal.
"Jahat!" kata Caramel.
Bella tertawa dan merapikan seragamnya. "Kuy lah ke kelas, gue nggak sabar mau belajar!"
"Wahh ujan petir deh," keluh Caramel yang dibalas toyoran oleh Bella.
Tadinya Caramel mau pergi ke kelas Bara, tapi sayang jam masuk sudah mepet. Daripada harus lari maraton pagi-pagi lebih baik dia menunggu jam istirahat. Yaaa anggap saja sedang melatih kesabarannya.
"Wahh ini nih yang udah berani madol," kata Rahmat.
Deni mendengus geli dan bersedekap. Cowok ini dengan seenak udelnya duduk di meja guru. Seragamnya acak-acakan meskipun masih pagi. "Anak nakal! siapa yang ngajarin lo madol?"
"Elo," jawab Caramel dengan senyum manis.
Deni mengerutkan keningnya sambil menunjuk diri sendiri. "Gue?" tanyanya pura-pura berpikir. "Oh iya bener gue yang ngajarin. Bagus Nak, tingkatin!"
"Nuu geloo," kekeh Bella.
"Kalo nggak gelo bukan si Deni," jawab Bimo.
Deni tertawa dan mengacak rambutnya yang sebenarnya sudah berantakan. "Woy ngantuk gue! mau ke kantin nggak?" tanyanya pada gerombolan biang rusuh kelas.
"Cari mati? guru killer ni," kata Kevin.
"Cari rokok! ngapain nyari mati? Entar juga dateng nggak usah dicari," kata Deni asal.
Caramel memutar bola matanya. Jangan heran, tipe Deni mana peduli dengan guru killer, guru serem, atau apapun itu. Kalau mau istirahat yaa dia ke kantin. Makanya banyak yang bilang kalau Deni ini bagus jadi penerus Arkan.
"Deniiii!!!!!!" teriak Fitri kelas sebelah.
Bella bersedekap sambil menepuk-nepuk bahu Deni. "Lo ngapain lagi?"
"Apaa? gue nggak pernah nyari masalah sama si gembrot," kata Deni dengan wajah polos.
Bimo dan yang lain cuma menahan tawa dan menunggu Fitri sampai di kelas ini. Kalau sedang kambuh gilanya yaa begini, selalu ada teriakan nama Deni, baik di kelas sendiri atau di kelas sebelah.
Fitri datang dengan wajah merah padam dan nafas mendengus seram. Badannya yang besar menambah nilai keseramannya. Caramel dan Bella sampai bersembunyi di belakang Bimo karena takut kena amuk juga. Semua tahu kalau Caramel dan Bella itu sering ikut gerombolan Deni.
"Ehh Fit kenapa?" tanya Deni masih dengan tampang biasa.
Fitri menunjuk sepatu Deni. "Balikin sepatu gue!"
"Dia pake sepatu si Fitri?" bisik Caramel ke Bimo.
"Lo nggak liat tali sepatunya pink?" tanya Bimo lagi.
"Anjir emang si Deni," kata Bella yang tawanya hampir pecah.
"Oh ini sepatu lo?" tanya Deni.
Fitri diam masih dengan mata melotot kesal.
"Mana buktinya? gue nemu ni sepatu," kata Deni sambil bersedekap.
"Nemu dimana?" tanya Kevin memancing.
"Di kelas sebelah, di meja si Fitri," jawab Deni.
"Dasar idiot tolol goblok! yaa itu punya si Fitri!" kata Kevin pura-pura marah.
Deni mengerjapkan mata dan mulutnya membulat. "Ohh punya Fitri."
"Sabar Fit, si Deni emang otaknya geser," kata Bimo.
Deni tertawa geli dan melepaskan sepatu Fitri. Dia menyerahkan sepatu itu ke cewek yang saat ini melotot padanya. "Makanya jangan naroh sembarangan."
Sepertinya Fitri sudah mau menangis tapi ditahan. Fitri cuma merebut sepatu itu dan kembali ke kelas tanpa membentak Deni. Biasanya kalau sudah marah, suara bentakan Fitri bisa menggema ke sepanjang koridor. Mungkin hari ini cewek itu sedang sensitif.
"Parah lo," kata Bella.
"Biarin aja, lagi tu cewek bawel banget," kata Deni cuek.
"Emang kenapa si?" tanya Caramel penasaran.
"Dia yang ngelapor ke Pak Yanto kalo gue sama anak-anak ngerokok sampe gue masuk BP," jawab Deni santai sambil keluar kelas tanpa sepatu. Tidak tahu kemana sepatu cowok itu.
🍬🍬🍬
Caramel bertopang dagu menunggu detik-detik menuju bel istirahat berbunyi. Perutnya sudah mengeluarkan melodi kelaparan. Akibat sarapan yang tidak tuntas karena bertengkar dengan Arkan.
"Istirahat mau ke kantin apa ke kelas Kak Bara?" tanya Bella.
"Ke kantin deh Mbel, gue kelaperan," kata Caramel. Dia tidak mau nanti perutnya bunyi waktu ngobrol dengan Bara.
Caramel berteriak girang waktu bel istirahat berbunyi. Dia menarik tangan Bella. Mereka harus cepat sampai kantin sebelum ramai dan antrian setiap penjual makanan memanjang.
Caramel memesan soto ayam dan Bella memesan bakso dan mereka langsung memilih tempat yang paling ujung karena di tengah sangat ramai. "Gilaaa gue laper banget," kata Caramel.
Bella mengangguk setuju. "Gue jugaa, gara-gara si Gio sarapan di rumah gue nih!"
"Apa hubungannya?" tanya Caramel.
"Dia kan nyuruh gue diet," jawab Bella kesal.
Mereka makan dengan lahab. Di sela-sela makan, Caramel menceritakan tentang dia dan Bara kemarin. "Sekarang gue sama dia baikan deh."
"Baikan doang? nggak balikan?" tanya Bella.
Caramel menggelengkan kepalanya. Sekarang kan Bara sudah pacaran dengan Raya. "Biarin gini aja deh."
"Santai aja makannya," kata Bara yang duduk di samping Caramel.
Rafan yang ikut dengan Bara duduk di samping Bella. "Kelaperan dia," katanya.
Caramel dan Bella saling tatap dengan wajah bingung. "Kalian ngapain ke sini?" tanya mereka kompak. Masalahnya kelas dua belas juga punya kantin sendiri. Dan kantin di sini jauh dari area kelas dua belas. Pokoknya kalau jajan di sini terus kembali ke kelas dijamin lapar lagi karena harus turun naik tangga dan melewati koridor panjang.
"Ada urusan sama Bu Ayu," jawab Bara.
"Ngapain?" tanya Caramel lagi.
"PM fisika, dari pagi kita udah di kelas sebelas IPA satu," jawab Rafan.
"Huhh kenapa nggak di kelas kita?" tanya Caramel kesal. Kan lumayan kalau bisa sekelas sama Bara.
"Maunya kamu," kata Rafan.
"Kok cuma kalian berdua?" tanya Bella yang tadi cuma menyimak.
"Kita berdua yang kemaren sore bolos PM," jawab Rafan santai.
Ohh yaa benar juga. Kelas tiga sudah mulai disibukan dengan pendalaman materi persiapan untuk ujian nasional. Kemarin Bara ada di rumahnya dan Rafan, hem Caramel tidak tahu. Kadang abangnya ini punya banyak kegiatan yang tidak dia tahu.
"Bang Arkan tumben ikut," kata Caramel.
"Ditahan sama guru-guru," jawab Rafan dengan ekspresi geli.
Adanya Bara dan Rafan di kantin ini ternyata menyita perhatian para penghuni kantin. Banyak yang mencuri pandang pada dua cowok idola itu. Kalau ada Arkan, Bayu dan beberapa orang lagi yaa sudah makin lengkap formasinya. Iyaa formasi cowok ganteng sekolah ini.
"Bell," panggil Gio yang baru datang dengan temannya.
Bella mengerjapkan matanya dan langsung menggeser mangkuk bakso itu ke Rafan. "Itu punya Bang Rafan. Beneran! suer!"
Gio mendengus geli. "Kenapa ada di kamu?"
"Ehh hehe tadi minta," kata Bella.
"Semangkok berdua?" tanya Gio lagi.
Caramel berdeham kecil untuk menyamarkan tawanya. "Iyaa semangkok berdua. Gara-gara lo nyuruh si Umbel diet!"
"Lo disuruh diet?" tanya Rafan ke Bella.
Bella meringis kecil dan kembali menatap Gio. "Mau makan?"
Gio menggelengkan kepala dan memberikan plastik berisi roti cokelat dan susu vanilla. "Nih tadi aku beli, aku mau ke perpus dulu ada tugas."
"Ohh yaudah gihh sana, jangan lupa makan yaa takut aja nanti busung lapar," kata Bella asal.
Gio mendengus kecil dan mengajak temannya pergi.
Bella melirik plastik dengan kesal. "Mana cukup makan segitu? cuma nyelip doang di gigi!"
"Itu siapa?" tanya Bara.
"Gio pacarnya si Umbel," jawab Caramel.
"Lama-lama gue kesel sama dia, ihh!" kata Bella sambil merebut kembali mangkuk baksonya.
"Putus lah!" kata Caramel.
Bella menggelengkan kepalanya. "Nggak! gue kan udah suka sama tu orang lama. Masa putus gitu aja?"
"Dasar bego," kata Rafan.
"Emang. Ehh siapa yang bego?" tanya Bella.
Rafan menunjuk kening Bella. "Lo!"
"Gue bego?" tanya Bella sambil menunjuk dirinya sendiri.
Caramel bertopang dagu menonton sohib dan abangnya ini berdebat. Dia ingin lihat siapa yang menang. Tidak ada yang dia dukung.
"Bego mau aja diatur-atur," kata Rafan.
Bella membuka mulutnya tapi dia kembali diam. Kalau dipikir-pikir ucapan Rafan itu benar. Mau melawan juga susah. "Iya sih, gue yang bego," keluhnya.
Caramel tertawa geli. "Makanya Mbel, nggak usah mau. Kalo lo gendut terus dia ninggalin lo yaa berarti nggak tulus tuh!"
"Ck tau ahh bodo amat! yang penting perut gue ke isi dulu," kata Bella kesal.
Caramel mencibir pelan, dia menoleh ke Bara yang sedang tersenyum geli melihat ke arah dua orang di depannya. "Nggak dicari pacar lo?"
Bara menoleh dan alisnya bertaut. "Pacar?"
"Kak Raya?"
Bara mengeluarkan ponselnya yang sejak kemarin diatur mode hening. Sengaja biar si Raya tidak mengganggu. Senyumnya mengembang geli melihat notifikasi puluhan panggilan tidak terjawab. Cewek itu sedang buang-buang pulsa atau apa.
"Kenapa senyum-senyum?" tanya Caramel.
Bara memberikan ponselnya ke Caramel. "Kalo dia nelfon gue bilang gue lagi sibuk."
"Cih dasar," kata Caramel sambil merebut ponsel Bara. Dia mengecek notifikasi pesan dan yang lainnya. Semua chatan antara Bara dan Fina atau Bara dan Raya membuat dia membatin. Belum saja ponsel ini kena banting.
"Sabar-sabar," gumamnya. Caramel mengecek galeri karena dulu dia yang suka mengisi foto di ponsel Bara. Bara tidak terlalu peduli dengan ponsel. Tidak ada waktu katanya.
Caramel membuka mulutnya. Desisan menyeramkan keluar darinya. Jadi selama dia capek mengejar, cowok ini sedang asik, bukan, sangat asik dengan pacar barunya. Kalau Defan bilang itu alasan untuk menjauhi dia berarti itu bohong. Di foto-foto ini Bara kelihatan senang.
"Seneng yaa berduaan sama Fina?" tanya Caramel dengan alis terangkat dan senyum manis.
"Biasa aja," kata Bara santai.
Caramel membulatkan mulutnya. Dia memberikan ponsel itu ke Bara. "Kayanya senyumnya tulus banget? seneng yaa? wahh hehe hebat, gue nangis-nangis sampe ingus kemana-mana ehh lo enak-enakan sama pacar baru."
Bara berdeham kecil dan mengusap tengkuk. "Gue nggak senyum."
"Lo kira mata gue rabun?!" tanya Caramel. "Mbel ini senyum bukan?"
"Senyum," jawab Bella geli.
Bara berdecak kesal. Dia merebut ponselnya. "Itu bukan senyum, editan."
"Keciduk kan lo," kata Rafan.
"Bodo amat!!" kata Caramel yang langsung pergi meninggalkan Bara dan setengah mangkuk soto ayamnya. Dasar Bara. Jadi sekarang cowok itu sudah belajar menjadi player.
"Lo marah?" tanya Bara yang ternyata menyusul Caramel.
"Nggak," jawab Caramel.
"Itu senyum biasa," kata Bara meyakinkan.
Caramel menghentikan langkahnya dan berkacak pinggang. "Tadi lo bilang lo nggak senyum, terus lo bilang itu foto editan. Sekarang lo bilang senyum biasa. Mau bohong apa lagi sekarang?"
Bara melirik ke atas sambil mengerjapkan matanya. "Itu bukan gue."
"Baraaaaaaa!!!!!" teriak Caramel kesal.
🍬🍬🍬
See you in the next chapter 😘😘😘
Fotonya Bara sama Fina 😂😂
Kenneth Aldebaran Soller 😍😍
Jangan lupa follow ig mereka yaa
@kennethaldebaran
@caramelstarla
@rafansafaraz
@umbrellakirei
@arkanlazuard
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top