BAB 15 - She is Elyza
Halohaaaaa
Update lagi kan hehe 😁😁
Nah jadi tadi diskusi sama pembaca di ig.. terus kita buat akun ignya kenneth nih. Di follow yaa..
@kennethaldebaran
Yang mau bikin akun untuk Caramel dkk mangga silahkan..
Jangan lupa follow ig : @indahmuladiatin untuk info PO dan selengkapnya 😉😉😉
Happy reading guys! Hope you like this chapter 😘😘😍
🍬🍬🍬
Hari ini Caramel puas berbelanja novel dengan Bella. Dia melupakan kekesalannya beberapa hari ini. Meskipun ucapan Rafan masih ada dipikirannya sampai sekarang. Apa iya Bara menjauh gara-gara Bayu.
"Mbel, menurut lo mungkin nggak sih Bara ngejauh gara-gara gue bilang gue belom bisa move on dari Bayu?" tanya Caramel.
Saat ini mereka sedang makan di salah satu cafe di dekat mall tempat mereka membeli buku.
Bella bertopang dagu sambil berpikir. "Mungkin sih, Bang Rafan nggak mungkin ngarang kan?"
Caramel menganggukan kepalanya. Mana mungkin abangnya itu mengarang cerita. Tapi rasanya aneh kalau dia langsung menyimpulkan Bara cemburu. Selama ini Bara terkesan cuek. Cowok itu juga selalu terlihat santai seperti biasa. Belum penah dia melihat emosi berlebih, atau rasa senang yang berlebih dari Bara.
"Dia cemburu gitu?" tanya Caramel.
Bella mengangkat bahunya. "Mungkin, ck lagian dodol banget sih lo! ngapain juga ngaku-ngaku begitu?"
Menyebalkan, memangnya dia mau bcara begitu. Waktu itu dia benar-benat terpaksa. Kalau tidak mana mau dia bicara begitu. Kata orang ucapan adalah doa. Amit-amit jabang bayi kalau sampai jadi kenyataan. "Gue suka nggak sih sama Bara?"
"Nanya gue?" tanya Bella.
Caramel cemberut kesal. Dia bingung sekarang. Bilang suka tapi dia sangat penasaran dengan cowok mata biru itu. Bilang tidak suka juga namanya munafik. Sikap Bara yang selalu santai malah menjadi hal menarik dan misterius. Kepalanya menggeleng pelan. Jangan-jangan Cuma karena Bara mirip dengan cowok itu jadi dia tertarik.
Pandangannya jatuh pada area parkir di tempat samping. Matanya menyipit melihat motor hitam dengan tulisan yang khas itu. motor itu tidak asing. Caramel menggigit bibirnya. Matanya langsung melebar. "Jodoh gue!" jeritnya.
Bella menoleh kaget. Dasar gila. Kalau mau teriak harusnya liat situas, kondisi dan tempatnya. "Apaan sih lo! bikin malu!"
Caramel menjentikan jarinya. Dia menunjuk motor itu. "Itu motor dia! yang gue ceritain itu loh!"
Bella langsung menoleh ke arah yang ditunjuk Caramel. Di area parkir berjejer motor besar. Itu tempat bermain billiard. Bukan tempat bermain untuknya dan Caramel. Matanya ikut menyipit. "Ada motor Bang Rafan juga!"
Caramel melebarkan mulutnya. Jangan-jangan abangnya kenal dengan cowok misterius itu. Dia langsung berdiri dan mengambil tasnya. "Ayo Mbel kita cek kegantengan si mata biru!" katanya sebelum berjalan keluar duluan.
Bella hanya bisa mencibir pelan. Kenapa bisa semangat begitu. "Tungguin gue!"
Caramel mendekati motor itu. Dia yakin ini motor yang sudah menyelamatkan dia dari gerombolan si rambut lumut. Tangannya menyentuh pelan motor. "Aduh! panas Mbel!" ringisnya.
Bella memutar bola matanya. Motor di bawah sinar matahari secara langsung. Hanya orang bodoh yag tidak tahu kalau motor itu panas. Dia ikut mendekati motor itu. "Berarti yang punya ada di dalem?"
Caramel tidak menjawab. Dia mendekatkan wajahnya pada tulisan yang ada di motor itu. Keningnya berkerut dalam. Dia tidak tahu arti tulisan itu. "Aduh!" ringisnya karena tangannya dicengkram kencang. Kepalanya langsung menoleh.
"Mau maling?" tanya cowok dengan rambut sepanjang bahu dengan bandana hitam.
"Eh sembarangan! mau liat doang tau!" bantah Caramel dengan wajah kesal. Memangnya tampang polosnya ini ada wajah-wajah maling apalagi begal.
Cowok itu masih mencengkram lengan Caramel. "Kalau gitu lo pasti mau sabotase motor ini!"
Caramel membuka mulutnya. Dia menoleh pada Bella dengan wajah bingung. Dari pandangannya, Bella juga sepertinya bingung. "Ni orang ngomong apa sih?"
"Jangan ngelak, lo mau nyelakain pemilik motor ini kan? ngaku kamu antek kelompok mana?"
"Aduh Mas salah orang. Dia mau ngecek motor aja, kayanya kita pernah liat motor ini. Gitu loh, nggak nyampe ke antek-antek," kata Bella sambil menarik lengan Caramel.
Lengan Caramel tetap ditahan. Sekarang cowok itu sudah menarik lengan Caramel untuk masuk ke tempat billiard. Bella yang panik langsung ikut masuk ke dalam. Tiak perduli ada apa di dalam ruangan sana. Toh ada Rafan. Bella percaya, kalau ada Rafan di dalam sana maka mereka berdua sudah pasti aman.
"Dimana Ken?"
"Lagi sama Bos," jawab cowok yang sibuk menghirup rokoknya. "Bawa siapa?"
"Mata-mata."
"Ehh sembarangan! gue kan bilang cuma mau liat motornya!" protes Caramel. Tadi antek sekarang mata-mata. Dia jadi merasa seperti seorang pengkhianat negara.
Bella mengangguk setuju. Cowok di depannya ini memang lebay banget. Apa salahnya sih melihat motor itu. Memangnya siapa pemiliknya sampai tidak boleh didekati. Mustahil kan motor itu milik pangeran Inggris. Dia menatap sekeliling. Berusaha mencari Rafan di antara banyaknya orang di sini.
"Dimana Bang Rafan?" tanya Caramel.
"Rafan?"
"Iya gue mau cari dia, nanti lo tanya aja sama dia alesan gue deketin itu motor. Gue bukan mata-mata!" kata Caramel.
"Dia ini adeknya Bang Rafan," kata Bella.
Dua cowok di depannya ini saling pandang dengan wajah bingung. "Siapa nama lo?"
"Caramel Starla Rajendra," jawab Caramel jujur.
Dua cowok itu langsung melebarkan matanya. Yang awalnya merokok malah langsung membuang rokoknya. Keduanya menundukan kepala. "Maaf, biar gue panggil sebentar," kata cowok yang tadi menyeret lengan Caramel untuk masuk ke sini.
Caramel mengerutkan keningnya. Inia da apalagi. Kenapa dua cowok itu kelihatan takut waktu mendengar namanya. "Nama gue serem ya?" bisiknya pada Bella.
"Ada yang aneh nih," bisik Bella.
🍬🍬🍬
Sejak pagi Bara dan yang lain sudah ada di tempat billiard setelah semalam lagi-lagi berhasil menang dalam balapan motor. Tempat ini juga sudah seperti basecamp bagi dia dan teman-temannya.
Bang Aryo ketua dalam geng ini adalah pemiliki tempat. Jadi kalau sudah di sini, mereka seperti ada di rumah sendiri.
Bara dan Defan sedang membicarakan masalah balapan besar yang akan dilakukan bulan besok dang bang Aryo. Harus sangat terencana dalam team yang turun dan perawatan kendaraan.
"Pokoknya team inti turun," kata bang Aryo. "Ken, Defan sama Thomas."
"Siap Bang," jawab Bara dengan santai seperti biasa. Toh dia sudah sering ikut balapan.
"Ken," panggil Rafli.
"Apaan?" tanya Bara sambil mengukur stick billiard yang ada di tangannya.
"Cewek lo ke sini," kata Rafli dengan wajah panik.
Bara mengerutkan kening. Dia memberikan stick itu pada Devan yang berdiri di sampingnya. "Cewek? siapa?"
"Penggemarnya kali?" tanya Defan.
"Ck bukan, itu loh yang lo ceritain! Si Caramel Starla adeknya Rafan," jawab Rafli.
Bara melebarkan mata. Sama seperti Rafan yang kaget. "Shit!" geramnya. Sekarang dia sedang tidak menggunakan lensa kontak. "Ambilin tas gue cepet!" katanya.
Rafan langsung berdiri menghampiri Bara. "Lo bawa?"
"Bawa buat jaga-jaga," jawab Bara.
Rafli menyerahkan tas ransel hitam pada Bara. "Terus gue harus gimana?"
"Tahan jangan sampe liat gue!" kata Bara sambil mengeluarkan lensa kontak dan kaca kecil yang dia dapat dari undangan pernikahan teman Gita. Kaca dengan warna pink dan pita merah. Sangat cantik tapi menggelikan bagi cowok-cowok di tempat ini.
"Idih, ternyata diem-diem dia cucok!" kekeh Wisnu yang disusul dengan kekehan dari teman-teman Bara.
Bara masih cuek dan serius memakai lensa kontak berwarna hitam itu. Kenapa cewek itu ada di tempat begini. Caramel jelas bukan cewek yang suka bermain billiard.
"Ada apa? siapa Caramel?" tanya bang Aryo.
"Ceweknya dia Bang, kan dia ngaku jadi Bara bukan Ken," jawab Defan sambil kembali bermain billiard. Memang dia yang sudah menceritakan tentang Caramel kepada semua anggota geng ini. Masalahnya ini moment langka. Belum tentu terjadi lagi. Bara baik dan asik pada siapapun, semua setuju itu. Tapi kali ini ada yang aneh. Perhatian Bara pada Caramel itu aneh. Galak tapi setiap kata-katanya selalu untuk melindungi cewek itu.
Bara menyerahkan tasnya pada Rafan. "Nggak usah keluar, biar gue yang nyuruh dia balik," katanya sebelum keluar.
Bara menghampiri Caramel yang sudah dikerumuni teman-temannya. Setelah dia muncul kerumunan itu langsung menyingkir.
"Bara!!" panggil Caramel. "Bara! masa gue dibilang mau nyuri motor!" adunya dengan wajah cemberut.
Bara mengerutkan keningnya sebelum menoleh pada teman-temannya. Semua menggelengkan kepala dengan wajah takut.
"Enggak, tadi kita salah paham," jawab Choki.
"Gue dibilang antek lah, mata-mata lah. Emang wajah gue keliatan jahat gitu?" tanya Caramel sambil menunjuk wajahnya sendiri.
Bara menghela nafas panjang. "Ayo keluar," ucapnya sambil menarik lengan Caramel.
"Ehh nggak! gue mau nyari orang," tolak Caramel sambil menarik tangannya.
"Rafan? nanti dia pulang sama gue," kata Bara.
Caramel mengibaskan tangannya. Kalau Rafan dia juga bisa menunggu di rumah. Matanya menatap sekeliling. "Gue nyari pemilik motor hitam yang ada di luar."
Bara berdecak pelan. Harusnya dia tahu kalau menggunakan motor itu pasti mencolok. Kalau bukan Caramel yaa musuh-musuhnya yang akan datang. Pantas Caramel dicurigai sebagai mata-mata. Rasanya menyebalkan. Mau hidup damai saja susah.
"Lo kenal?" tanya Caramel.
"Dia bukan orang yang gampang ditemuin sama sembarangan orang," jawab Bara. Dia menarik pelan lengan Caramel. "Ayo keluar."
"Emang dia siapa sih?" tanya Caramel.
"Tau, pangeran Arab ya sampe kita nggak bisa ketemu?" tanya Bella dengan wajah kesal. Bukan apa-apa, sepertinya bertemu anak pejabat juga tidak sesusah ini. Apa mungkin mereka harus berdandan dengan penampilan khusus atau mungkin harus mengajukan proposal dulu.
"Gagal lagi deh!" keluh Caramel sambil menundukan kepala. Padahal menemukan motor ini saja butuh waktu lama. Malah mungkin ini kesempatan satu-satunya.
Bara tahu wajah sedih itu. Dia hanya bisa menghela nafas. Caramel tidak perlu tahu dunianya. Cewek ini harus ada di posisinya sekarang. Tempat yang aman tanpa gangguan. "Pulang, jangan deketin motor ini lagi."
"Gue cuma mau bilang makasih," kata Caramel pelan. Waktu itu, kata terima kasih belum sempat dia ucapkan. Waktu terlalu cepat berlalu sampai dia sadar kalau cowok itu sudah pergi dengan motor hitamnya.
"Dia tau," kata Bara. Dia memegang kedua bahu Caramel. Wajahnya mendekat sampai kepala Caramel mendongak dan mata cokelat cewek itu bertatapan dengan matanya. "Jangan deketin motor ini, bahaya. Dia tau lo mau bilang makasih, itu yang paling penting kan?"
"Gue juga mau ketemu dia," jawab Caramel.
Bara tersenyum. "Buat apa?"
"Caramel suka sama dia, iya kan?" tanya Bella.
Bara mengerutkan keningnya. "Lo liat wajahnya?"
Caramel menggelengkan kepala. Hanya mata birunya yang dia lihat. Itu pun cuma sebentar. Intinya semua serba misterius. "Mungkin gara-gara dia nolong gue kali ya? tapi gue bener-bener mau ketemu!"
Rasanya Caramel ingin menangis sekarang. Tidak tahu karena apa. "Bara, lo kenal dia kan?"
Bara terdiam melihat mata Caramel yang sudah berkaca-kaca. Dia tersenyum kecil. "Cengeng!" katanya sambil mengacak rambut Caramel. "Gue nggak kenal, ini mungkin motor replika aja. Gue ngeliat banyak motor yang begini."
"Masa sih?" tanya Caramel.
Bara menganggukan kepala. "Jangan genit, lo kan udah sama mantan lo."
Caramel melirik Bella sekilas. Alisnya terangkat untuk bertanya dia harus bicara apa sekarang.
"Jujur aja," kata Bella. "Emm gue balik ke cafe yaa Ra? ada yang ketinggalan tadi," katanya sebelum pergi.
Bara menunggu Caramel yang sepertinya ragu untuk bicara. "Ngomong aja."
"Sebenernya gue nggak suka sama Bayu. Semuanya udah ilang waktu gue tau dia pacaran sama Dera," jawab Caramel jujur. "Gue benci pembohong dan pengkhianat."
Bara diam. Pembohong. Apa nanti Caramel juga akan membenci dia saat tahu semuanya. "Kenapa lo ngejelasin ke gue?"
"Yaa soalnya lo ngejauh! kenapa sih lo ilang? gue nggak pernah ketemu lo di koridor, ketemu pun lo nggak nyapa gue. Kita bukan kaya orang yang pernah ngobrol!" kata Caramel dengan wajah kesal.
Bara menahan senyumnya. Wajah Caramel benar-benar lucu sekarang. Pipi itu memerah karena emosi. "Kenapa kalau gue ngejauh?"
Kali ini Caramel yang terdiam. Iya terus kenapa kalau Bara menjauh. Toh mereka belum bisa dikatakan sebagai teman. Dasar Bara, cowok ini selalu berhasil membuatnya emosi dengan kata-kata yang sebenarnya sangat sederhana. Tapi nyelekit.
"Iya kenapa juga ya? yaudah lupain aja! lo mau pergi lah mau ngejauh mau jungkir balik juga terserah!" kata Caramel.
Bara tertawa geli mendengar gerutuan Caramel. Dia menggelengkan kepalanya. Menjauh dari Caramel itu hal yang lebih sulit daripada melawan musuh-musuhnya saat balapan. "Pulang sama siapa?"
"Nggak usah peduli! udah sono masuk!" suruh Caramel. Dia menendang ban motor hitam itu. "Dasar motor sialan! gara-gara lo nih gue dituduh maling sama ketemu cowok ini!" dampratnya.
Bara menarik lengan Caramel. Gila motor kesayangannya ditendang begitu. Caramel tidak tahu, orang lain menyentuh motornya saja bisa dihajar oleh teman-temannya. Cuma cewek ini yang berani menendang motornya.
"Apa sih? ini motor lo? bukan kan?" omel Caramel.
"Ehh bukan, tapi jangan lo rusak. Mau lo dihajar orang-orang disini?" tanya Bara.
Caramel mengibaskan tangannya. Masa bodo. Sekarang dia ingin menghancurkan sesuatu dan motor ini yang ingin sekali dia hancurkan. "Biar gue ancurin ni motor!"
Bara langsung menarik lengan Caramel agar menjauh dari motornya. Kalau benar-benar hancur bisa gawat. Nasib keuangan dan balapan motornya.
🍬🍬🍬
Caramel dan Bella menunggu taxi di pinggir jalan. Bara masih menemani mereka berdua. Cowok itu hanya diam di samping Caramel.
"Ngapain sih disini? pergi sono!" kata Caramel.
Bara tidak membalas ucapan Caramel. Dia mengulurkan tangannya saat ada taxi lewat. Setelah taxi itu berhenti dia langsung membuka pintunya. "Masuk!"
Bara menahan lengan Caramel. "Jangan nangis di jalan," pesannya.
Caramel mengerucutkan bibirnya. Dia juga tidak mau nangis di jalan. "Lo ngeselin!"
"Thanks," jawab Bara.
Caramel terus menggerutu kesal. Kalau badannya lebih besar sudah pasti dia akan menghajar Bara.
"Gue balik yaa, besok berangkat bareng aja. Gue tunggu di halte depan komplek lo," kata Bella sebelum turun.
"Iya, thanks Mbel," jawab Caramel.
Caramel menyetop taxi di depan rumahnya. Dia langsung turun karena tadi Bara sudah membayar ongkosnya. Lumayan lah, uang ongkosnya jadi bisa ditabung. Dia berpapasan dengan Chika di depan pagar rumah. “Loh Kakak darimana?”
Chika tersenyum dan merangkul bahu Caramel. “Abis cari angin, ayo masuk Bunda udah nunggu kamu sama yang lainnya.”
“Emang ada apaan Kak?” tanya Caramel.
“Itu anak Bunda yang dari London,” jawab Chika.
Mereka masuk ke dalam rumah. Saat ini semua sedang berkumpul di meja makan. Caramel mengerutkan keningnya, dia melihat perempuan bule yang duduk di samping Raka dengan sikap manja. Perempuan itu cantik tapi pakaiannya terlalu terbuka. Rambutnya berwarna pirang dengan make up tebal tapi sangat pas dengan wajah putih bersihnya.
“Lyza sayang, berhenti ganggu Abangmu itu,” kekeh bunda.
“Haha biar saja, Bunda kenapa dia bisa begitu tampan?” tanya Lyza.
Caramel membuka mulutnya. Perempuan ini blak-blakan sekali. Dia melirik Chika yang hanya menundukan kepalanya. “Ehem Kara pulang!”
Bunda menoleh dia tersenyum. “Kara sini Bunda kenalin sama Kak Lyza.”
Caramel mengangguk, dia mendekat dan mengulurkan tangannya pada Lyza. “Aku Kara adiknya Bang Raka.”
Lyza tersenyum. “Hey aku Lyza, aku juga adiknya Bang Raka.”
Caramel mengangguk, dia menghampiri ayah yang sedang sibuk dengan tabnya. “Ayah besok Kara berangkat bareng si Umbel yaa? kita udah janjian di halte depan.”
Seperti biasa, ayah hanya tersenyum dan mengusap kepala Caramel. “Ya sudah.”
Tidak tahu kenapa, Caramel kurang menyukai Lyza. Sikap perempuan itu pada Raka dan bunda membuat dia kesal. Padahal biasanya dia selalu tertarik dan antusias saat berkenalan dengan orang baru.
“Kak Chika ayo kita ke kamar Kara,” ajak Caramel.
“Loh kamu enggak makan?” tanya bunda.
“Udah kenyang Ndaa,” jawab Caramel sembari menarik lengan Chika. Sebenarnya dia kasihan melihat Chika harus menyaksikan kelakuan Lyza yang sedikit keterlaluan pada Raka.
Malam ini, si kembar datang bersama sepertinya mereka memang main di tempat yang sama tadi. Sama seperti Caramel tadi siang, mereka juga bingung melihat Lyza terlebih melihat kedekatan bunda dan abangnya dengan gadis itu.
“Kenapa harus pulang sih Bang? Ini kan rumah Abang?” tanya Lyza saat Raka pamit.
Raka mengusap kepala Lyza. “Panjang ceritanya, istirahatlah seharian ini kamu belum istirahat kan?”
Caramel cemberut kesal, sepertinya abangnya ini lebih perhatian pada Lyza daripada dengannya. “Kak Lyza, Bang Raka harus pulang. Ini udah malem kasian kalau Kakak tahan terus.”
Lyza menoleh, dia memutar bola matanya. “Yaa ya baiklah, take care Abang! besok jangan lupa datang kemari lagi!”
Lihat, bahkan Raka lupa pamitan padanya. Sepertinya Raka memang lebih sayang pada Lyza. Caramel menghentakan kakinya dan pergi ke atas kamarnya. Selama ini dia selalu menjadi prioritas bagi bunda dan Raka. Sekarang saat ada yang mengisi posisi itu, rasanya ada yang aneh. Dia tidak suka. Egois memang tapi itu yang dia rasakan sekarang.
🍬🍬🍬
Lyza tinggal di rumah ini untuk sementara waktu. Dia tidur di kamar milik Raka. Itu permintaannya sendiri meskipun jelas-jelas ada kamar lain. Selama beberapa hari ini kalau tidak terpaksa maka Caramel memilih untuk menghindari Lyza.
Pagi ini setelah bangun tidur Caramel langsung turun ke bawah. Dia melihat Chika dan Lyza yang sibuk tertawa bersama di dapur. Keduanya memang akrab karena yang Caramel tahu Chika memang baik pada semua orang.
Caramel duduk di pantri tanpa bicara, malas mengganggu kehangatan dua orang itu.
"Hey Kara," sapa Lyza.
Caramel berdeham pelan. "Kak Chika bisa buatin Kara susu?"
"Loh kamu nggak mandi dulu?" tanya Chika.
"Males, abis ini mau tidur lagi," jawab Caramel. Ini hari minggu. Tidak ada acara jadi lebih baik tidur. Raka memang kemari tapi abangnya itu sedang asik dengan adik barunya sampai dirinya dilupakan.
"Kau tidak ingin ikut aku dan Bang Raka? dia mengajakku jalan-jalan nanti," kata Lyza.
Caramel mengibaskan tangannya. "Udah sering jalan-jalan sama Abang."
"Tapi kamu belum pernah jalan dengan Kak Lyza kan?" tanya Chika sambil memberikan segelas susu.
Caramel mengangkat bahunya. "Kita bukan teman sampe harus jalan bareng."
Lyza tersenyum dan menganggukan kepalanya. "Yap benar, kita bukan teman. Tapi aku Kakakmu," ucapnya.
Kakak, Caramel tersenyum geli. Lyza adik Raka iya dia tahu dan setuju. Tapi bukan berarti Lyza juga kakaknya. Dia memiliki tiga kakak dan mereka adalah abang-abang yang paling dia sayangi. Memikirkan abang-abangnya dia jadi ingin bermain berempat lagi seperti saat dia kecil dulu. Bermain basket di depan rumah meskipun dia tidak bisa memainkannya.
Mengganggu bang Raka yang sedang belajar. Menjaili bunda dengan abang kembarnya. Sekarang semua sudah memiliki kesibukan masing-masing. Bisa makan malam bersama saja sudah bersukur.
Caramel mengerjapkan matanya. "Kak Chika hari ini kemana?"
"Di rumah, ada pekerjaan yang belum Kakak selesaikan," jawab Chika.
"Pasti perintah Bang Raka?" tanya Lyza.
Chika terkekeh kecil. "Begitu lah. Kamu tahu dia bagaimana kan?"
"Haha tidak berubah," kekeh Lyza.
Rencana Caramel untuk kembali tidur langsung hancur karena Rafan dan Arkan menariknya ke halaman. Dengan piyama tidur beruang berwarna pink dan rambut acak-acakan dia hanya bisa pasrah.
"Ngapain sih Bang?" tanya Caramel.
"Mau jajan nggak lo? di sana ada banyak Abang jualan," kata Arkan semangat.
Caramel menyipitkan matanya. Dua abangnya ini suka sekali menjailinya. Pantas kan kalau sekarang dia ragu. "Bohong idungnya panjang ya?" ancam Caramel.
"Iya! ayo buruan," ajak Arkan.
"Kalian serius kan?" tanya Caramel lagi. Untuk jaga-jaga.
Rafan merangkul bahu Caramel. "Kamu pilih di rumah apa ikut kita jajan?"
Caramel tersenyum, Rafan dan Arkan memang suka sekali membuat dia kesal. Tapi dua abangnya ini juga sangat mengerti dirinya. "Ayo kita jajan! tapi Kara pake baju gini?"
"Adek gue tetep jelek pake baju apa aja. Udah ah ayo!" ajak Arkan.
Mereka bertiga berlari pelan sampai ke taman. Tidak perduli dengan piyama tidurnya yang menarik perhatian orang-orang. Caramel asik memilih jajanan. Lumayan dapat teraktiran.
"Enak Bang!" kata Caramel sambil makan telur gulung favoritnya.
"Makan yang banyak," ucap Rafan sambil mengacak rambut Caramel.
Arkan membeli sebotol minuman untuk Caramel. "Hari ini rencana kemana?"
"Di rumah aja," jawab Caramel.
Arkan menjentikan jari. "Kita ke dufan! gue lagi nggak ada kegiatan," usulnya.
Rafan mengangguk setuju. Tujuan mereka memang menghibur Caramel. Hari mereka untuk Caramel meskipun dia dan Arkan sedang ada pertandingan basket. "Abang juga lagi nganggur."
Caramel tersenyum dan merangkul kedua lengan abangnya. "Sayang banget sama Abang!"
"Huu giliran gini sayang! awas yaa lo ngumpetin kaset game gue!" keluh Arkan.
Caramel terkekeh geli dan mengangkat dua jarinya. "Piss! janji nggak bakal ngumpetin kaset game Abang."
"Ayo pulang keburu siang!" ajak Arkan.
Caramel langsung mengulurkan tangan lebar-lebar. "Gendong!" rengeknya dengan wajah memelas. Kalau dengan Arkan harus begitu.
Arkan hanya mendengus dan menghadapkan punggungnya pada Caramel. Adik satu-satunya yang paling dia sayangi meskipun sering dia buat menangis. "Untung adek."
Caramel terkekeh dan merangkul leher Arkan. "Sayang banget sama Abang!" katanya sebelum mencium pipi Arkan.
"Sama Abang?" tanya Rafan.
"Sayang juga dong!" jawab Caramel.
🍬🍬🍬
Caramel sudah siap dengan celana jeans dan kaus berwarna hijau tua longgar dan rambut di cepol. Bedak tipis menghiasi wajahnya agar terlihat lebih segar. Dia tersenyum pada semua yang ada di meja makan.
"Mau kemana sayang?" tanya bunda.
"Ke dufan sama Bang Rafan, Bang Arkan," jawab Caramel.
"Enggak mau ikut Abang dan Kak Lyza?" tanya Raka.
Caramel menggelengkan kepalanya. "Nggak mau, takut ganggu. Abang seneng-seneng aja, Kara mau seneng-seneng sama mereka."
Kata-kata itu seperti bukan keluar daru mulut Caramel. Bunda mengerutkan keningnya. "Kamu kenapa sih?"
"Ra ayo," ajak Arkan yang baru turun.
Caramel langsung berdiri. "Bang Rafan?"
"Nyiapin mobil di depan," jawab Arkan.
"Yaudah Ayah, Kak Chika.. Kara berangkat yaa," pamit Caramel sebelum pergi dengan Arkan.
Hari ini Caramel benar-benar menghabiskan waktu untuk berteriak. Sebenarnya dia ingin menaiki wahana tapi karena ini hari minggu maka antrean luar biasa panjang. Jadi Caramel hanya memilih permainan yang bisa membuatnya berteriak. Mengeluarkan semua kesalnya.
Kesal pada Aldebaran, kesal pada Raka, kesal pada bunda dan kesal pada penghuni baru rumah bernama Lyza. Caramel berteriak sepuasnya saat bermain di wahana-wahana ekstream dan itu membuatnya lega.
Kemarahannya berkurang. Sedikit tapi sangat berguna.
Ponsel Caramel bergetar pelan. Keningnya berkerut saat mendapat pesan line dari Aldebaran. Perasaan dia tidak pernah menyimpan nomer Bara. Apalagi minta id line cowok itu. Lagipula Bara manusia jaman sekarang yang tidak mempunyai ponsel.
Caramel mendengus. Pasti akun fake. Tapi siapa yang jail padanya. Dia membuka pesan itu.
Hey lo lagi apa?
Caramel mengerjapkan mata. Mulutnya terbuka dan tertutup lagi. Wajahnya bersemu merah. Ayolah ini hanya line dari cowok itu. Kenapa dia harus senang.
Ini Bara?
Yap Starla
Bukan! Hp gue dibajak Defan
Senyum Caramel langsung pudar. Bara itu, tidak bisa bohong sedikit untuk membuat orang senang. Dia mendengus kesal.
"Kenapa lo?" tanya Arkan.
Caramel menggelengkan kepalanya. Dia kembali melihat ponselnya.
Sejak kapan punya hp?
Sejak lo rewel karena gue nggak punya hp
Kapan gue rewel?
Gue juga lupa
Caramel kembali tersenyum. Aish Bara selalu berhasil mengubah moodnya dalam waktu yang cepat. Dari kesal ke gemas ke kesal lagi ke senang ke kecewa dan masih banyak lagi.
Bilang sama Defan yaa.. gue lagi jalan-jalan ke dufan
Ok
Caramel mendengus. Cuma itu responnya. Dia kembali memasukan ponselnya ke tas kecil. Saat ini dia sedang makan dengan Rafan dan Arkan. Setelah puas bermain kali ini perutnya lah yang harus dimanjakan.
Ponselnya kembali bergetar pelan. Caramel langsung mengeceknya.
Sama siapa? Bayu?
"Cihh kepo kan?" kekehnya.
"Siapa sih?" tanya Arkan.
"Hehe Bara Bang," jawab Caramel.
Bukan dong! gue sama Bang Rafan, Bang Arkan.
Oh
Bara! ada respon lain nggak sih?!
Take care
Sekarang Caramel benar-benar tersenyum lebar. Ahh Bara. Kenapa bisa semanis ini. Kalau cowok itu ada di depannya mungkin dia sudah gemas ingin menyubit pipi cowok itu.
Ini Defan apa Bara yang ngetik?
Tadi gue liat jari gue sendiri yang ngetik
Caramel tertawa. "Abang? ketemu sama Bara dimana sih?" tanyanya pada Rafan.
"Di kayangan," jawab Rafan asal.
"Gue mau ke sana ah!! mau Bara yang banyak!" kekeh Caramel dengan senyum senang. Iya dia ingin Bara yang banyak agar dimana pun dia bisa melihat cowok itu. Bahkan di dalam mimpinya sekaligus.
"Sarap," gumam Arkan.
🍬🍬🍬
See you in the next chapter 😘😘😘
Jangan lupa follow kenneth yaa 😗
Ohh iya disini ada yang baca cerita ini tanpa baca NADW?
Aku mau tau aja soalnya pengen nanya kira2 tanpa baca NADW cerita ini bisa dimengerti atau nggak gitu.. hehe 😂😂
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top