14. Dua Orang Yang Luar Biasa Mirip

"KAU apa?"

Itu adalah fajar yang cerah. Matahari terbit di ufuk dan membuat pepohonan dan rerumputan bermandikan cahaya keemasan yang memesona. Skuter putih yang dikendarai Andrea terparkir dekat pagar kayu yang membatasi ladang dan jalanan. Di kejauhan, domba-domba tengah merumput dengan bulu yang baru dicukur, kebiasaan peternak setempat pada tiap musim panas. Gadis itu berdiri bersandar ke pagar sembari menerima telepon 'darurat' dari Sully.

"Aku tahu. Aku minta maaf." nada suara Sully terdengar gugup bercampur muram.

"Apa--" Andrea nyaris kehilangan kata-kata, "Kenapa kau malah minta maaf padaku? Kau baru saja memberitahuku kau akhirnya jadian dengan Kylie! Ini berita bagus!"

"Hanya saja--" kali ini Sully yang kesulitan menemukan kata-kata, "...sejujurnya, awalnya kupikir kau dengan Matt akan berhasil. Makanya aku ingin menunggu kalian. Tapi..."

"Menunggu apa?" Andrea mengernyit, gagal paham.

"Well... kau dan Matt. Jadian." Sully terdengar jengkel, "Makanya aku menahan-nahan diri menyatakan perasaanku kepada Kylie. Aku hanya nggak kepingin kau... well... uh..."

Andrea terdiam.

"Maksudmu..."

"Maksudku..." Sully mendesah, "...Andy, ingat waktu aku pernah batal ikut tur sekolah ke Paris karena sibuk menangisi Mr. Waffles yang mati?"

"Anjingmu." Andrea teringat.

"Lalu kau memutuskan untuk batal pergi juga dan datang ke rumahku untuk mengubur Mr. Waffles bersamaku?"

"Ya... terus poinmu?"

"Poinku..." Sully lagi-lagi mendesah, "Andy, kau sahabat baikku. Dan aku nggak kepingin kau... sendirian di saat-saat kau sedih."

Rasanya masih sulit mempercayai bagaimana bisa dia mengenal seorang cowok yang luar biasa sensitif dan peka macam Sully. Seringkali, sifat Sully yang seperti itu merupakan hal yang disyukuri Andrea. Dia amat menghargai sikap Sully yang begitu memikirkan perasaannya. Tetapi sejujurnya, pada saat-saat seperti ini Andrea ingin cowok itu bersikap sedikit lebih egois. 

"Sully," Andrea memulai, "...aku sayang banget padamu dan aku benar-benar menghargai kepedulianmu. Aku tahu aku sempat terpukul soal Matt, tetapi kumohon... kau bisa lakukan apapun yang kauinginkan. Aku menolak kauanggap cewek yang se-menyedihkan itu. Jangan berpikir kalau aku bakal merasa tertinggal kalau kau jadian dengan seseorang yang kausukai."

Sully menggerutu.

"Aku tahu. Maaf. Aku sudah menduga kau akan ngomong kayak gitu. Di samping itu... kurasa aku juga terlalu pengecut untuk mengakui bahwa aku takut menghadapi Kylie."

"Takut? Yang benar saja. Apa kau tahu seberapa muaknya aku dan Pris tiap kali Kylie ngomongin soal betapa sempurnanya mata dan aksenmu?" Andrea bergidik jengkel, "Dan berhentilah minta maaf!"

"Oke-oke... maaf!"

Yang mengherankannya, Andrea belum menerima setitikpun kabar dari Kylie sendiri. Normalnya, cewek itu tidak bisa menahan diri membocorkan hal sekecil apapun menyangkut dirinya kepada Andrea dan Priscilla. Andrea curiga Sully mengatakan pada Kylie bahwa cowok itu ingin jadi yang pertama memberitahu soal hubungan mereka kepada Andrea, mungkin karena itu Kylie bungkam.

Georgia dengan baik hati--walaupun wanita itu sehari-harinya memang selalu seperti seorang malaikat--memberi Andrea cuti hari ini demi mengantarkan Lucas ke bandara Birmingham, yang memakan waktu sekitar satu setengah jam dari Cotswolds. Lucas sudah mengembalikan kombi birunya ke titik pengambilan terdekat dari pusat kota. Karena itu, Andrea berkendara dengan skuter putihnya menuju penginapan untuk menjemput Lucas.

Ketika tiba di penginapan, Andrea tak dapat menemukan cowok itu di dalam. Kakinya bergerak otomatis menuju satu-satunya tempat yang terpikirkan olehnya.

Lucas sedang duduk bersila menghadap Cedrus, kepala terdongak ke atas dengan seulas senyum tipis terkembang di bibirnya. 

"...sebuah kehormatan bisa mengenalmu, Cedrus. Kuharap kita bisa bertemu lagi di waktu mendatang." samar-samar Andrea mendengar perkataan cowok itu, "Dan... terima kasih untuk semuanya."

Kemudian Lucas tertawa kecil karena pucuk-pucuk pepohonan berdesir seolah menyambut perkataannya.

Menyadari suara gemerisik dedaunan ketika Andrea melangkah menghampirinya, Lucas menoleh. Senyumannya semakin lebar.

"Hei." sapa Lucas hangat.

"Hei." Andrea balas tersenyum. Dia melihat ransel besar yang dibawa cowok itu dan tabung lukisannya, "Hanya ini bawaanmu?"

Dia bangkit sambil menepuk-nepuk celananya untuk menyingkirkan dedaunan yang menempel, "Yep. Hanya ini."

Andrea menatap Cedrus. Pohon itu juga tak luput dari siraman cahaya keemasan yang indah. Angin yang berhembus menggoyangkan daun-daun pepohonan di sekitar mereka. Hutan lebih riuh dari biasanya, membuat Lucas dan Andrea saling berpandangan penuh arti.

"Mereka tahu kau akan pergi." Andrea berujar sendu.

Lucas mendongak mengamati pepohonan. Kemudian berkata, "Tapi aku akan kembali."

Andrea telah melihat beragam ekspresi pada wajah Lucas selama periode singkat dia mengenal cowok itu. Tetapi ekspresi yang ditunjukkan Lucas saat ini membuat Andrea agak terkesima. Ketenangan menyelimuti sepasang mata biru langit yang biasanya bersorot jenaka, dan seulas senyuman samar menghiasi bibir Lucas. Beberapa helai rambutnya yang tertiup angin membelai wajah cowok itu dengan begitu lembut, seolah angin pun turut merangkul sosok damainya saat ini.

Kemudian Lucas menghela napas. Dia menoleh pada Andrea, yang mengerjap kaget karena mendadak bertemu pandang dengannya.

Ada sedikit kecanggungan di udara, dan Andrea tahu persis Lucas juga merasakannya. Tetapi gadis itu tersenyum pada Lucas, memutuskan melawan kecanggungan itu. Dan berangsur-angsur... kegugupan itu seolah meleleh, menyisakan gelitik kebahagiaan yang belum pernah dia rasakan sebelumnya.

"Aku akan merindukan senyuman itu." celetuk Lucas pelan, memandangi Andrea seolah terhipnotis.

"Hanya senyumanku?" goda Andrea seraya mengangkat alis.

Lucas cemberut, kedua pipinya memerah. "Kau tahu maksudku."

"Kita berada di era di mana kemajuan teknologi memungkinkan dua orang berkomunikasi secara visual, tahu." ujar Andrea geli.

Ketika Andrea mengendarai skuternya berboncengan dengan Lucas dan melintasi jalan-jalan kecil Cotswolds dengan kecepatan rendah, matahari sudah semakin tinggi. Sebisa mungkin Andrea memilih jalur-jalur yang berdekatan dengan River Eye, memastikan Lucas mendapatkan pasokan pemandangan indah pedesaan Inggris sebanyak mungkin sebelum kepulangannya. Awan-awan tipis melapisi langit, sedikit membantu bertindak sebagai penghalang teriknya cahaya matahari. Dia dapat mendengar Lucas bersenandung dari belakang sembari memainkan rambutnya.

"Andy?" panggil Lucas tiba-tiba.

"Hm?"

"Saat kau pulang ke Portland, siapa yang pertama kali akan kautemui?"

"Sully, kurasa?" Andrea terkekeh, "Sementara ini aku tinggal dengannya. Tapi aku harus cari apartemen baru. Dia jadian dengan Kylie, teman dekatku. Aku nggak mau jadi nyamuk di antara mereka berdua. Bakal aneh banget."

"Hm..." Lucas menggumam, "Bagaimana dengan yang ingin kautemui?"

Andrea terdiam sejenak.

"Ibu dan ayahku." ujar Andrea, "Kami butuh bicara banyak."

Dia memang harus bicara banyak dengan orangtuanya. Seperti bagaimana Andrea merasa begitu terkungkung di lingkungan yang sama selama belasan tahun, tanpa dapat memisahkan diri sejenak dari orang-orang yang sama, menjalani rutinitas yang sama, kewajiban yang sama. 

Tak dapat dipungkiri, sebelumnya Andrea merasakan tuntutan yang begitu besar dari kedua orangtuanya untuk meneruskan pendidikan. Ditambah kekesalannya melihat dirinya yang selalu diandalkan, sementara kakak laki-lakinya 'lolos' begitu saja dari kewajiban-kewajiban yang seharusnya dilakukannya. Dia merasa dia membutuhkan waktu untuk memproses segalanya, karena itulah dia bertolak ke Cotswolds. 

Dan rupanya, berada di Cotswolds tanpa diduga-duga merupakan keputusan yang amat tepat, hingga ketika kemarin ditanyai soal rencana masa depannya oleh salah seorang teman Georgia, Andrea dapat menjawabnya dengan begitu lancar. Dia memutuskan tanpa keraguan sedikitpun bahwa dia akan meneruskan pendidikannya tahun depan, setelah bekerja di Inggris untuk Georgia. Dia juga memberitahu Adam bahwa dia akan menabung untuk membeli rumah sendiri dan keluar dari Portland, walaupun begitu mereka bisa memilih bila ingin pindah dan tinggal bersamanya di Inggris. 

Saat ini segalanya terasa lebih terang dan jelas, karena Andrea dapat berpikir dengan lebih jernih dan melihat hal-hal melalui sudut pandang yang baru.

"Aku merasa bahwa apapun misi yang akan kaulakukan setelah ini, kau dapat menyelesaikannya dengan baik." ujar Lucas. Andrea tak dapat melihat ekpresi Lucas, namun dapat mendengar ketulusan dalam nada suaranya.

Andrea berkata, "Aku tahu kau juga pasti sanggup menghadapi apapun misimu. Kita akan berusaha bersama, oke?"

Lucas menjawab, terdengar optimis. "Ya. Kita akan berusaha bersama."

Sepanjang jalan, keduanya mengobrol banyak tentang hal-hal yang belum sempat mereka bahas sebelumnya. Hingga tanpa terasa, mereka tiba di pelataran parkir bandara Birmingham. Lucas meminta Andrea untuk menghentikan skuternya agak jauh dari pintu keberangkatan, sehingga mereka bisa menghindari keramaian orang dan lalu lalang kendaraan. 

"Kali berikutnya kita bertemu, aku akan fasih melakukan kepang dalam." dia berdeklarasi sambil mengamati jalinan rambut Andrea dengan bangga. 

"Tentu." tawa Andrea. Dia menyukai bagaimana Lucas terdengar begitu yakin saat mengucapkan 'kali berikutnya'. 

Kemudian Andrea menyadari cowok itu terdiam. Mata biru cerahnya menelusuri wajah Andrea selama beberapa saat.

"Andy?" katanya.

"Yeah?"

Lucas membetulkan tali ranselnya dengan gugup, "Um... menurutmu... menurutmu berapa lama waktu yang kita butuhkan untuk... memproses semua ini dan memastikan apa yang kita inginkan, seperti yang kaubilang kemarin?" 

Giliran Andrea yang membisu. Di samping kesulitan membebaskan diri dari tatapan Lucas yang begitu intens, pertanyaan itu agak tidak terduga, "Oh... agak sulit menjawabnya. Mungkin setahun...? Dua tahun...? Atau--"

"Bagaimana kalau kita bertemu lagi di tanggal yang sama di musim panas, tahun depan?" Lucas mengusulkan cepat, tampaknya tak bisa menerima ide jangka waktu yang lebih lama dari itu.

"Di Cotswolds?"

"Di bagian dunia manapun." Lucas melangkah maju, menggamit kelingking Andrea dengan kelingking miliknya, "Lalu pada saat itu, ada baiknya saling melapor soal stabilitas hati kita."

Andrea mengulum senyum, "Tentunya kalau kau nggak melupakan janjimu duluan."

"Kayaknya itu nggak mungkin. Kecuali kalau aku terkena kecelakaan dan ingatanku terhapus." Lucas bergidik dan menggeleng-geleng, "Tidak, aku akan rutin berdoa agar itu tidak terjadi padaku, atau padamu."

"Baiklah." Andrea akhirnya balas mengaitkan kelingkingnya dan membentuk tanda janji, "Tahun depan, di tanggal yang sama, di bagian dunia manapun, kita akan bertemu."

Lucas akhirnya menyunggingkan cengiran lebar dan cerah khasnya, yang begitu memesona sekaligus membuat Andrea sedikit tercekat oleh perasaan haru.

"Kalau begitu... sampai jumpa lagi satu tahun mendatang, Nona Jacobson."

🌳

Belakangan, Andrea cukup sering mendapati dirinya menghabiskan waktu untuk bertanya-tanya dalam hati soal hal-hal yang acak. Misalnya saja, bagaimana runtutan kejadian di dalam hidupnya selama ini telah menggiringnya ke sebuah titik yang tak terduga.

Titik yang dia maksud adalah saat ini, ketika dia tengah menyirami jejeran pot tanaman hias di bagian belakang penginapan sambil bersenandung. Andrea satu bulan yang lalu tidak akan pernah menduga bahwa dia akan menikmati kegiatan bebersih dan menyirami tanaman. Bahkan kini keduanya berujung menjadi semacam rutinitas penyembuh yang menenangkan jiwa, menyaingi hobi fotografinya. 

Joe datang hari ini untuk menyelesaikan tugasnya memangkas sulur-sulur wisteria yang sudah semakin menutupi patio. Namun pekerjaan itu telah dirampungkannya beberapa jam yang lalu. Maka Andrea sedikit penasaran ketika melihat pria itu berjongkok di salah satu 'kotak berkebun'--begitu mereka menyebut lahan persegi panjang yang dibuat Joe untuk menanam bunga-bunga musiman milik Georgia--terlihat sibuk dengan kantung pupuk dan sekop di tangan. Setelah mengembalikan alat-alat menyiramnya, Andrea menghampiri pria itu dan ikut berjongkok di sebelahnya.

"Istriku belakangan sering pergi berbelanja ke toko tanaman, sebagai dampak dari kehamilannya." Joe menjelaskan sambil menghela napas, tanpa Andrea perlu repot-repot bertanya. "Suatu sore, dia pulang membawa berkantung-kantung bibit bunga dan memerintahkanku untuk menanamnya di kebun belakang rumah kami. Dia membeli terlalu banyak, jadi kuputuskan untuk membaginya ke sini sebelum musim berakhir."

Andrea terkekeh, "Dan bunga yang membuatmu kerepotan itu adalah...?"

Joe menunjukkan kantung kecil bergambar bunga kuning-hitam di salah satu tangannya kepada Andrea, "Bunga matahari."

Andrea mengamati kegiatan Joe selama beberapa saat dalam keheningan. Sudah tiga minggu berlalu sejak kepulangan Lucas Freewell ke Amerika. Segera setelah penginapan kosong, Andrea sudah harus menyambut pasangan turis muda dengan koper-koper besar mereka di pintu masuk Brierwood House. Mereka adalah tamu baru Georgia.

Menurut Georgia, sudah beberapa tahun penginapan tidak terisi secara penuh seperti sekarang. Dan ketika tamu baru itu masih menempati penginapan, sudah ada penyewa baru yang mengisi daftar tunggu. Karena itu setelah selesai memberi penjelasan seputar penginapan dan menyerahkan kunci kepada tiap tamu baru, Andrea selalu menyempatkan diri untuk bertanya dari mana mereka mendapat informasi mengenai Brierwood House. 

Dan mayoritas tamu menjawab mereka tahu soal Brierwood melalui linimasa Instagram. Ada yang memuji foto-foto yang digunakan di dalam website dan media sosialnya terlihat natural dan hangat, tidak terkesan 'cantik yang terlalu muluk' seperti yang kebanyakan situs wisata gunakan untuk promosi. Kebanyakan berkata bahwa website mereka ramah-pengunjung, lengkap, dan mudah untuk diakses. Sehingga tak sulit mencaritahu informasi seputar tujuan wisata lain di Cotswolds.

Bila dipikir-pikir lagi, Andrea memang dapat merasakan Cotswolds dipenuhi aura optimisme setelah demonstrasi tempo hari dan diluncurkannya akun media sosial serta website baru mereka. Andrea mendengar dari Georgia bahwa temannya yang memiliki bisnis penyewaan properti di daerah Castle Combe mengatakan bahwa dia sudah mendapat dua telepon dari penawar yang melihat iklan daring mereka. Masih sulit dipercaya bahwa strategi pemasaran gagasannya dan Lucas--yang dibantu paman Matt--begitu efektif dan hasil nyatanya langsung terlihat.

Dan melihat gambar bunga matahari di kantung bibit milik Joe saat ini, entah bagaimana jadi membuat Andrea merasa kangen kepada cowok itu.

Tiba-tiba, Joe menyodorkan sekop kecilnya kepada Andrea yang masih separuh melamun.

"Mau membantuku menanamnya?" tanya Joe.

Andrea tersenyum, "Yeah."

Banyak hal yang berubah ke arah yang lebih baik, begitu Andrea membatin sementara dirinya menggali tanah dan menaruh bibit bunga matahari ke dalam ceruknya. Dan Andrea bertanya-tanya apakah hal-hal juga membaik di tempat Lucas berada saat ini. Cowok itu belum meneleponnya hingga saat ini. Sejujurnya, Andrea ingin sekali mendengarkan suara cerianya.

Namun, seolah menjawab harapannya, sepucuk surat untuk Andrea yang berperangko dan dikirimkan oleh pos tiba di pondok Georgia keesokan harinya. 

Ketika menemukan surat itu di dalam kotak pos, Andrea melupakan begitu saja spaghetti-nya yang baru separuh dimakan. Dia berdiri di depan kotak pos dekat pagar pondok, membuka amplop surat itu secepat jemarinya yang gemetar karena gugup sanggup lakukan. Dia membaca kata-kata pembukanya, dan menyadari bahwa dia baru pertama kali melihat tulisan tangan Lucas. 

Dear Andrea,

Kuharap surat ini sampai padamu. Dan kuharap kau nggak keberatan dengan metode komunikasi seperti ini. Tentu saja ini eksperimental. Kita bisa mencoba metode yang lebih praktis. Seperti melalui pesan teks. Atau telepon. Atau video call. Tapi aku nggak yakin sanggup melakukan semua itu tanpa semakin kepingin menemuimu secara langsung. Karena itu, demi meminimalisir efek samping, aku mencoba versi tradisional terlebih dahulu.

Ibuku pulang dari Tuscany membawa buah tangan yang banyak sekali. Wine, keju truffle, berbagai keramik khas daerah sana yang entah mau diletakkan di mana lagi karena lemari pajangan kami di rumah sudah hampir penuh... Aku, di lain pihak, hanya membawa pulang sebuah magnet kulkas dan berita bahwa aku akan menjual kombi kuningku. Ibuku syok, tapi dia mengerti alasan di balik keputusanku, jadi syoknya hanya sebentar.

Andy, apa kauingat aku pernah bertanya padamu soal siapa yang ingin kautemui saat pulang nanti? Kasusku, aku bertemu Trissy. Kami bicara banyak. Dan aku memberitahunya soal terapiku. Aku memutuskan untuk jujur. Mengakuinya tidak membuatku malu, alih-alih, aku merasa lega.

Trissy meminta maaf--dia selalu minta maaf--dan kami berpelukan. Lagi-lagi, aku belum pernah merasa selega itu sebelumnya. Mungkin karena mendapati tidak ada lagi perasaan romantis yang tertinggal. Aku menyayanginya, selalu begitu, tetapi kali ini rasa sayang itu murni platonik.  

Aku menyampaikan soal ini kepada Korn. Soal pertemuanku dengan Trissy, dan kelegaan luar biasa yang bahkan tidak kurasakan pada tiap sesiku dengan Korn. Aku juga bercerita tentang liburanku di Cotswolds. Brierwood House. Georgia. Joe. Es krim butter scotch dan ground coffee. Demo Sawfitz. Cedrus. Kau. Kebanyakan tentang kau. Aku nggak bisa tutup mulut tentangmu. Cewek keren legendaris berambut sewarna tembaga yang mengendarai skuter putih dan menitipkan salamnya untuk Cedrus. Cewek keren yang menangis denganku tanpa memedulikan hujan. Cewek keren yang berhasil mencuri hatiku hanya dengan sebuah senyuman. 

Dan anehnya, pria itu terlihat bangga padaku. Aku bersumpah dia belum pernah menunjukkan ekspresi seperti itu sebelumnya. Sebelumnya dia selalu memasang tampang ditekuk. Apakah ini kemajuan? Kurasa iya. Ini kemajuan. Karena mungkin dia merasa aku akan baik-baik saja. Dan aku tahu aku akan baik-baik saja.

Bagaimana Cotswolds? Bagaimana kabarmu? Aku merindukanmu, Cewek Roti. Sangat. Aku terus memikirkan soal janji pertemuan kita, dan ribuan skenario di mana aku memutuskan untuk mengabaikan janji itu dan bertemu denganmu sesegera mungkin. Aku bahkan mempertimbangkan kemungkinan aku berpura-pura terkena kecelakaan dan meminta ibuku mengabarimu, dengan harapan kau akan terbang ke sini.

Saking putus asanya, aku mengambil peralatan lukisku dan menggambar dirimu. Lukisan resmi pertama yang berhasil kuselesaikan, dan tidak hancur. Aku menyertakannya bersama surat ini di dalam amplop, kuharap kau menyukainya. Lukisan itu adalah tanda terima kasihku untukmu. 

Aku nggak sabar untuk menerima balasan darimu. Melalui apapun boleh. Kau bisa meneleponku jam tiga pagi sekalipun. Aku nggak keberatan sama sekali. Tuh. Bukti bahwa bukan hanya mulutku yang nggak bisa dikontrol. Otak dan harga diriku juga sudah kacau balau jika itu menyangkut dirimu.

Titip salamku untuk Cedrus, ya. Semoga dia juga bangga atas kemajuanku. 

Cowok Pohonmu,
Lucas

Ada selembar kertas yang tergelincir keluar dari dalam amplop, dilipat rapi dan diberi stiker matahari sebagai segel. Andrea membukanya dan mendapati bahwa itu adalah lukisan dirinya dari belakang, rambut merah berkibar dalam kepangan longgar ketika dirinya mengendarai skuter membelah padang rumput bermandikan senja keemasan. Salah satu kaca spion bundarnya memantulkan wajah Andrea yang tengah tertawa lepas. Di balik lukisan itu, di sudut kanan bawah kertas, terdapat tulisan kecil-kecil milik Lucas.

Terima kasih dari dasar hatiku yang tidak layak, karena kau telah bertemu denganku di Cotswolds dan membuatku merasa akhirnya menjadi seseorang yang masuk akal.

Gadis itu merasakan sepasang matanya menghangat dan bulir-bulir airmata mengalir turun menjatuhi lukisan itu. Andrea buru-buru menyingkirkan kertas itu dan menghapus airmata dari pipinya. Dia tertawa, baru menyadari sepenuhnya gravitasi dari situasinya. Betapa besar kerinduannya terhadap Lucas, dan betapa keharuan merambati hatinya mengetahui cowok itu tengah berjuang di sana, sama seperti dirinya di sini.

'Aku tahu aku akan baik-baik saja' begitu tulis Lucas. Dan sesungguhnya, Andrea juga sangat ingin bertemu dengannya detik ini juga. Sulit dipercaya dia dapat merasakan emosi sekuat ini terhadap seorang cowok yang hanya dikenalnya selama dua minggu.

Setelah kembali ke dalam pondok Georgia dan mengambil secarik kertas, amplop, pulpen, serta ransel dan kunci skuternya, Andrea pamit buru-buru kepada Georgia yang tampak kebingungan. Wanita itu menunjuk piring di atas meja dan bergumam, "Spaghetti-mu...", namun Andrea berkata akan melanjutkannya nanti sehabis menyelesaikan urusannya.

Andrea berkendara menuju tempat ideal yang diketahuinya. Dia harus memarkir skuter agak jauh dari gerbang Brierwood karena dia tidak mau tamu penginapan merasa terganggu. Andrea menyusuri batas luar area penginapan dan memutar ke belakang, menuju hutan yang sudah puluhan kali dia kunjungi. 

Dan Cedrus menyambutnya seperti biasa. Semenjak kepulangan Lucas, Andrea selalu menyempatkan diri untuk mengunjungi Cedrus setiap hari. Terkadang sekadar menyapa pohon itu, atau bila sedang senggang, dia menghabiskan waktunya untuk makan siang di bawahnya atau membaca buku. 

Kali ini, dia menduduki tanah di bawah pohon itu dan bersandar ke batangnya yang besar. Kemudian dia mengeluarkan kertas yang diambilnya dari pondok tadi dan mulai menuliskan balasan.

Dear Lucas,

Kau bisa bernapas lega, karena suratnya sampai kepadaku. Dan aku sama sekali nggak keberatan dengan metode tradisional ini. Tapi aku juga nggak janji nggak akan meneleponmu tiba-tiba pukul tiga pagi. Aku akan melakukan apapun yang kumau di masa mendatang, kuharap kau siap-siap.

Di sini segalanya berjalan lancar. Aku masih beredar dengan skuter putihku--punya ide nama untuknya? Dengar-dengar Georgia akan menghadiahkannya padaku kalau aku berhasil masuk perguruan tinggi favorit di tahun depan--dan bekerja sebagai Cewek Roti seperti sebelumnya. Daftar tamu penginapan sudah penuh sepanjang musim panas ini, dan kami mendapat laporan dari teman-teman Georgia bahwa jumlah pengunjung mereka mengalami peningkatan signifikan. Strategi kita membuahkan hasil. Kami nggak sabar untuk bisa mengembangkannya lebih jauh.

Sawfitz juga telah menghadiri pertemuan dengan para pengusaha setempat secara langsung--akhirnya. Dia dan manajemennya akan melakukan tinjauan ulang soal harga. Semoga permasalahan ini bisa cepat terselesaikan.

Aku dan Joe menanam bibit bunga matahari di belakang Brierwood kemarin. Katanya istrinya yang sedang mengidam mendadak ingin menanam bunga-bungaan di kebunnya. Karena kebanyakan, jadi sebagian ditanam di penginapan. Anehnya, aku kangen padamu ketika melihat gambar bunga matahari di kantung bibitnya. Wajahmu kan tidak mirip bunga matahari.  Mungkin sosokmu yang ceria agak mengingatkanku dengan bunga itu. Ditambah stiker matahari. Dan ayahmu yang menyukai bunga matahari. Kombinasi dari segala kebetulan itu.

Aku benar-benar terharu, dan bangga, dan bahagia, terhadap hubunganmu dan Trista. Dan kalau boleh jujur, agak iri. Mudah-mudahan aku terinspirasi olehmu dan menghadapi Matt, kedua orangtuaku, serta Adam dengan berani sekembalinya aku ke Portland nanti. 

Aku menerima lukisanmu. Lukisan yang akan kupajang dalam pigura kayu cantik di dalam kamarku dan kupandangi setiap hari. Ngomong-ngomong, aku menghabiskan cukup banyak waktu mengobrol dengan Cedrus dan berkunjung ke Hutan Lineover setelah kepulanganmu. Di salah satu kunjunganku, keberuntungan menimpaku. Aku melihat Sir Fergus, dan berhasil mengambil beberapa foto makhluk elok itu. Sebagai bukti, aku kirimkan satu lembar foto yang sudah kucetak bersama surat ini.

Aku juga sama putus asanya soal janji temu kita setahun lagi, karena aku juga amat, sangat merindukanmu. Tapi kuharap kau nggak nekat membuat dirimu celaka hanya demi memancingku terbang ke tempatmu. Percayalah, nggak perlu usaha seekstrim itu untuk membuatku kepingin bertemu denganmu. Banyak hal yang ingin kusampaikan secara langsung saat kita bertemu nanti. Andai kau tahu betapa pertemuan kita berarti begitu penting bagiku. Andai kau tahu, betapa aku juga merasa berterima kasih atas kehadiranmu yang tak terduga di Cotswolds, yang telah mengubah presepsi dangkalku terhadap segala hal. 

Aku menulis surat ini di tempat Cedrus sekarang. Dia kirim salam balik.

Yang Merindukanmu,
Andrea

Puncak-puncak pepohonan berdesir tertiup angin. Andrea mendongak melihat Cedrus dan terkekeh pelan.

"Aku tahu. Dia titip salam padamu, dan aku sudah menyampaikan salam balik darimu untuknya." kata Andrea, menepuk-nepuk batang pohon besar itu.

Andrea melipat suratnya dan memasukkannya ke dalam amplop bersama dengan foto Sir Fergus yang dibawanya di dalam ransel. Senyuman menghiasi wajahnya.

Lagi-lagi, Andrea mendapati dirinya bertanya-tanya sendiri bagaimana runtutan kejadian di dalam hidupnya telah menuntunnya ke titik ini. 

Titik di mana dirinya menulis surat pada seorang cowok bermata biru yang baru dikenalnya selama dua minggu, membicarakan tentang janji yang mereka buat untuk bertemu satu tahun lagi.

Pada saat bertemu dengannya nanti, Andrea akan menyampaikan kepada cowok itu betapa dirinya bersyukur dan berterima kasih kepada takdir karena membuat garis hidup mereka bersinggungan.

Karena sesungguhnya, Andrea merasa begitu beruntung dapat mengenal seseorang yang luar biasa mirip dengannya, dalam satu-dua hal.

Bahkan, bukan masalah sekalipun cowok itu gemar mengobrol dengan pohon.

🌳

THE END

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top