Section 6
Pagi itu menjadi pagi yang buruk untuk Seokhee. Ia yang sudah siap menuju kampusnya dibuat kesal dengan pemberitahuan perihal kelas yang harusnya dimulai pagi hari diundur menjadi kelas sore, padahal sore itu sendiri Seokhee sudah berencana untuk pergi ke toko buku.
Belum habis sampai di sana, ketika pulang dan berharap bisa mendapat tidur guna memulihkan perasaannya yang tak karuan, Jimin malah memintanya untuk mengembalikan buku tahunan yang ada pada dirinya.
Seokhee sejujurnya tak merasa keberatan dengan permintaan Jimin, hanya saja ada satu kalimat di bawah pesan dari Jimin yang membuat Seokhee malas.
'Gue titip salam buat Bu Jiho.'
Dari sana saja Seokhee sudah sadar kalau Jimin memang tengah merencanakan pertemuannya dengan wanita itu.
Seokhee tak akan pernah kesal kepada Jimin selama anak itu punya batasan ketika bercanda atau ikut campur dalam urusannya, hanya saja yang sekarang ia lakukan keterlaluan.
Jimin tahu bagaimana hubungan Seokhee dan ibunya. Gadis itu kadang menjadi tong sampah yang akan menampung semua keluh kesah Seokhee. Tak sedikit juga Jimin memberikan beberapa ucapan menangkan Seokhee ketika marah dan rasa bersalah itu kembali hinggap.
Seokhee dan ibunya sudah tidak akur sejak lama, hal itu juga yang membuat Seokhee memilih untuk keluar dari rumah dan mengambil jalannya sendiri.
Bertemu dengan wanita itu hanya akan membuka luka lama bagi Seokhee, dan ia merasa jika Jimin tidak sebaiknya bertindak seperti sekarang.
Namun lagi-lagi, mau tak mau Seokhee harus mengembalikan buku itu, karena walau sekesal apa pun Seokhee pada Jimin, gadis itu tak ingin Jimin mendapatkan masalah.
Alhasil, di sinilah ia. Berdiri di depan gerbang dengan banyak anak-anak sekolah berlalu lalang. Ada yang sempat menyapanya, ada pula yang melemparkan senyum. Namun alih-alih segera masuk, Seokhee malah diam seperti boneka yang ada di depan toko pakaian.
Matanya menatap lamat-lamat pada seseorang. Itu Namhyun, lelaki tersebut masih menggunakan seragam yang sama seperti yang ia kenakan di rumah sakit. Ia tengah berjongkok di dekat gerbang sambil memperhatikan anak-anak yang berlalu lalang.
Kasihan juga, pikir Seokhee. Kalau tidak ingat Namhyun adalah hantu, yang lebih parah pernah mencekiknya, Seokhee mungkin mau memungutnya.
"Ah aku tidak mau terlibat dengan arwah satu itu," gumam Seokhee lalu berbalik untuk mengurungkan niatnya pergi ke perpustakaan.
Namun ketika Seokhee hampir pergi, seorang pemuda lewat tepat di sampingnya.
Im Taehyun.
Seokhee dengan jelas melihat warna rambutnya yang kecokelatan. Ia berjalan lurus tanpa memerhatikan sekeliling.
Seolah telah menunggu lama, Namhyun yang awalnya berjongkok kini mulai berdiri dan berjalan mengikuti Taehyun.
Seokhee berdecak, kembali menerka apa yang ada di pikiran Namhyun.
Awalnya Seokhee sendiri berusaha tidak ambil pusing, tapi ketika ucapan Yunki soal kutukan Im itu melintas di benaknya, seketika kekhawatiran datang. Ia tidak mau kalau tiba-tib Namhyun, yang ia curigai sebagai dalang dari kutukan itu mencelakai Taehyun.
Maka dengan langkah yang berat, Seokhee mengikuti mereka.
Taehyun tampaknya tidak menyadari Seokhee, ia masuk ke dalam kelas dengan tenang. Sementara itu Namhyun malah kembali jongkok di depan kelas seperti murid yang hilang.
"Heh!" seru Seokhee pelan seraya mengentakkan kaki dengan keras.
Dari ekor matanya, Hoseok melihat Namjoon yang hampir saja terjungkal.
'cih, memang yang setan di sini siapa?'(*
"Seokhee?" Namhyin berdiri. "Sedang apa di sini?" tanyanya santai, seolah kejadian kemarin tidak pernah terjadi.
"Ngepet!"
Namhyun tidak merespons, ia hanya diam sambil mundur beberapa langkah.
'EMANG DIA PIKIR GW LAGI NGEPET BENERAN?'
"Seokhee..." bisik Namjoon. "Kamu tau, ngepet itu tidak baik."
PUJA KERANG AJAIB!
Merasa sangat frustrasi, Seokhee pun akhirnya melangkah meninggalkan Namhyun. Namun entah ada angin apa, lelaki itu malah balik mengikutinya.
"Pergi sana, lo kan harus sekolah." gumam Seokhee pelan. Karena sungguh, orang-orang di sekitarnya tidak sadar dengan kehadiran Namhyun, dan jika mereka sampai melihat Seokhee marah-marah sendiri, ia dianggap orang aneh.
"Aku bosan Seokhee. Bukannya kalau kita bosan teman akan selalu menemani."
"Dih teori dari mana tuh?"
"Kamu menyuruhku mencari teman. Aku coba ngobrol lagi dengan perempuan di ruang kesehatan. Kata-kata tadi aku dapat dari dia. Katanya, dia akan bermain dengan anak-anak yang bolos sekolah jika dia bosan."
Seketika Seokhee terdiam. Ia ingat, dulu ketika masih sekolah di sini, ruang kesehatan konon dihuni oleh seorang perempuan yang sering mengganggu anak-anak yang bolos.
Dulu, ia kira rumor itu sengaja disebar para guru untuk menakut-nakuti murid yang sering boros. Namun sekarang, ketika seorang hantu telah memberikan testimoni, mau tidak mau Seokhee harus percaya.
Mereka kini berjalan ke arah belakang sekolah. Seokhee sendiri tidak tahu kenapa kakinya malah lancang membawa ia ke tempat sepi ini.
"Aku punya satu tempat bagus, apa kamu mau ke sana bersama denganku?"
"HUWAAAAA!"
Seokhee yang saat itu tengah merutuki kebodohannya seketika berteriak begitu Namhyun menumpukan dagunya di bahu Seokhee.
"Lo ngapain ngikutin gue?" tanya Seokhee jengkel.
"Aku kira kamu setuju untuk main denganku."
"Ngga ada yang ngomong gitu ya. Udah ah, gw mau balik."
Seokhee berbalik untuk meninggalkan Namhyun. Namun entah mendapatkan dorongan dari mana, Seokhee sempat menoleh ke arah Namhyun, dan mendapati lelaki itu sedang menunduk dengan raut wajah sedih.
"Aku hanya ingin main. Kenapa tidak mau sih?” gumamnya sambil memainkan tanah dengan kakinya.
Dia seperti anak anjing yang sedang bersedih ketika Tuannya tak mau di ajak main.
Seokhee sendiri, yang pada dasarnya terlalu lemah dengan hal-hal yang lucu tentu saja seperti seseorang yang diserang secara tiba-tiba.
"Apa aku semenyebalkan itu sampai Seokhee tidak mau menemaniku bermain."
Seokhee ingin berkata iya, iya dan iya. Tapi mata itu mampu menyihirnya sampai berkata...
"Ya udah, ayo kita main."
Sudah gila.
Seokhee menatap ngeri pada Namhyun yang sedang duduk di sebuah ayunan tua.
Ia tidak menggerakkan ayunan tersebut. Lelaki itu hanya diam sambil melihat sungai kecil yang berada tepat di depannya.
Sebenarnya, tempat itu adalah tempat yang bagus. Sejuk walau matahari sedang panas-panasnya. Belum lagi suasananya yang tenang, membuat Hoseok sangat senang berada di sana.
Membuat Seokhee jadi bertanya-tanya, kenapa ia tidak menemukan tempat sebagus ini saat sekolah dulu.
Namun walau pun sebagus apa pun tempat ini, Seokhee jadi merasa ngeri sendiri mengingat ia sedang bersama sosok lelaki yang menolak untuk percaya kalau dirinya sudah mati.
Siapa tahu tiba-tiba Namhyun mendorongnya masuk ke sungai lalu mengambil tubuhnya untuk hidup kembali.
Ah sial, ia terlalu banyak menonton film.
"Seokhee, aku senang sekali. Rasanya sudah lama tidak ke tempat ini. Ayunannya saja sudah sangat kotor."
Tentu saja, mungkin sudah puluhan tahun Namhyun tidak ke tempat tersebut. Seokhee juga heran sendiri kenapa tempat itu masih ada untuk waktu yang lebih lama.
"Namhyun," panggil Hoseok. " Lo suka banget datang ke sini ya?"
"Iya, dulu aku sering ke sini... Dengan seseorang?"
Alis Seokhee terangkat sebelah. Ia tersenyum jahil begitu melihat Namhyun yang mulai bersikap malu-malu.
"Siapa? Pacar yaaaa?"
"Hehe."
Sukses Seokhee tergelak. Tidak percaya saja ia jika Namhyun juga mengalami masa puber yang sukses.
"Siapa?"
"Huh, namanya siapa?"
Namhyun tiba-tiba termenung. Membuat Seokhee ikut diam dengan sedikit rasa bersalah.
"Dia bukan kekasihku sebenarnya. Dia temanku. Dia..."
Maafkan Seokhee, ia sama sekali tidak memperhatikan cerita Namhyun. Ada sesuatu lain yang menarik perhatiannya.
Ketika Namhyun bercerita, ia menatap ke atas seperti seseorang yang tengah membayangkan sesuatu. Namun saat itulah Seokhee bisa melihat ada sebuah luka yang melintang di leher Namhyun.
Luka sayatan atau mungkin sebuah bekas cekikan.
"Namhyun... ini kenapa?" tanya Seokhee seraya berusaha menyentuh luka tersebut. Namun belum juga tangannya santai, sebuah suara dering telepon menginstruksi Seokhee.
Gadis itu mendesah kesal, lalu merogoh sakunya dan mengangkat telepon tersebut tanpa melihat nama siapa yang tertera dalam ponselnya.
"Apa?" ujar Seokhee dengan nada kesal.
"Hee-ah, lo ke kosan gw sekarang."(*
Seokhee tercenung lalu menjauhkan ponsel hitam itu dari telinga, dan mendapati nama Yunki di layarnya.
"Emang ada apa?"
"Taehyun."
"Hah?"
"Taehyun ke kosan gw. Sumpah dia aneh bang—"
"Bohong, orang gw tadi liat Taehyun di sekolah kok."
"Ya masa gw bohong. Serius, kalau ngga percaya lo datang langsung."
"Ish, nyusahin. Ya udah tunggu bentar gw masih di sekolah."
Seokhee segera menutup sambungan telepon itu, untuk kemudian ia berbalik kembali ke arah Namhyun untuk berpamitan. Namun begitu ia memalingkan wajahnya, sosok Namhyun di ayunan telah menghilang.
"Ah anjir, kenapa jadi gini sih?" ujar Seokhee seraya mengusap-usap lengannya yang merinding.
"Jimin baik-baik aja kan?"
"Lo udah tanya itu hampir sepuluh kali Im Taehyun. Dia baik, dia masih di rumah sakit kalau lo lupa."
Yunki menjawab dengan wajah kesal. Sungguh, kalau hanya cerewet seperti Jimin dan Seokhee, dia sudah biasa untuk tahan. Tapi Taehyun, pemuda di depannya bukan hanya doyan bicara, tapi juga menjengkelkan.
Tadi pagi, anak itu datang ke kosannya. Yunki yang tidak ingat kapan memberi tahukan alamat tempat tinggalnya kepada orang ini jelas terkejut. Apa lagi Taehyun datang dengan wajah yang amat kacau dan terus meracau tentang ia yang menyesal telah membuat Jimin celaka.
"Kak Yunki, aku..."
"Taehyun diem atau lo gue usir."
Tepat setelah bicara demikian, pintu kosan Yunki diketuk. Yunki yang sudah tahu jika itu adalah Seokhee, segera membukakan pintu.
"Kak Seokhee!"
Terdengar suara Taehyun dari dalam.
Seokhee menatap Yunki bingung. Pasalnya, ia sedikit tidak menyangka jika Taehyun memanggilnya dengan sekeras itu.
"Masuk aja deh, puyeng gue."
Seokhee masuk dan di sambut oleh Taehyun yang berdiri membelakangi kuris.
"Taehyun, ngapain lo di sini."
Seketika, raut wajah Taehyun menjadi lebih keruh. Ia yang awalnya tersenyum menyambut kedatangan Seokhee, kini mulai terlihat gelisah.
"Kak, Jimin ngga apa-apa kan? Jimin baik-baik aja?"
Seokhee melirik Yunki, ia tengah memijat pangkal hidungnya.
"Jimin baik kok, tadi dia minta dibeliin bakso malang. Itu artinya dia baik-baik aja."
"Kak!" Taehyun yang dengan cepat menggenggam tangannya. "Aku yang salah kak, yang harusnya celaka itu aku, bukan Jimin. Maafin aku kak!"
Yunki yang awalnya berdiri di dekat pintu pun langsung menghampiri Taehyun. Sedari tadi, anak ini hanya menanyakan keadaan Jimin, ia tidak sekali pun menyinggung perihal kecelakaan dan penyebabnya. Oleh karena itu, Yunki pun mendekat dan meraih kerah baju Taehyun.
"Maksud lo apa? Apa yang lo lakuin sama Jimin?"
Taehyun merengut, ia ketakutan. Yunki yang melotot ke arahnya jelas membuat Taehyun gemetaran.
"Yunki, gila ya lo." Seokhee berkata seraya melepaskan cengkeraman Yunki pada Taehyun. "Anak orang takut itu."
Seokhee dapat membuat Taehyun menjauh dari Yunki. Namun itu bukan berarti membuat lelaki dengan kulit pucat tersebut bisa begitu saja menghentikan amarahnya.
"Gue tanya sama lo. Apa maksudnya lo yang buat Jimin celaka?"
"Aku... Harusnya aku... Aku... Harusnya, harusnya aku yang ke tabrak, bukan Jimin. Harusnya aku yang... Aku yang mati... Aku yang mati hari itu."
Taehyun menjawab terbata-bata. Tangan dan bibirnya gemetar cepat. Kepala menunduk seolah tengah menghindari tatapan Yunki dan Seokhee.
"Hah?"
"Siapa yang bilang gitu?" tanya Seokhee mendahului Yunki.
Saat itu lah, Taehyun mengangkat kepalanya dan tersenyum bengis ke arah mereka berdua.
"Im Namhyun."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top