Section 5
“Siapa pun makhluk tuhan paling baik, tolong kirimin Jimin bubur dong. Bubur di rumah sakit rasanya kaya bubur kertas, ampas. Jimin juga lagi sendirian.”
Begitu kira-kira pesan yang diterima Seokhee begitu bangun dari tidurnya.
Tak membuang waktu lama, ia pun akhirnya turun dari ranjang lalu mengambil bahan-bahan untuk membuat bubur setelah menyelesaikan rutinitas pagi di kamar mandi.
Pesan tadi mungkin terdengar kekanak-kanakan untuk sebagian orang, tapi untuk Seokhee itu adalah sebuah panggilan. Yang mana ia akan segera membuat apa yang Jimin inginkan.
Selain karena anak itu sedang sakit, Seokhee juga tahu kalau Jimin pasti sendirian di sana.
Ibu Jimin begitu sibuk dan Jimin bukan sosok anak penuntut. Untuk seseorang yang dibesarkan hanya oleh seorang ibu, Jimin cukup pengertian. Alih-alih meminta ini dan itu kepada ibunya, Jimin memilih untuk menyelesaikan semuanya sendirian. Maka tak heran jika sekarang ia membiarkan ibunya kembali pergi walau dengan keadaan dirinya yang masih serba susah.
Namun ada kalanya juga Jimin merasa kesepian, dan saat itu terjadi Seokhee selalu menemaninya. Seperti seorang adik, saudara, sahabat, begitulah kira-kira Jimin di mata Seokhee.
Gadis itu selesai dengan pekerjaannya di dapur sekitar pukul setengah sembilan. Ia segera masuk ke kamar mandi dan berbenah diri hingga pada pukul sembilan gadis itu sudah meluncur ke rumah sakit.
Seokhee begitu manis dengan baju terusan warna pink pastel dengan aksen bunga-bunga. Ia mengikat rambutnya tinggi-tinggi, memakai anting berbentuk bintang yang kecil dengan riasan wajah sederhana.
Sepanjang perjalanan Seokhee tak berhenti tersenyum sambil membalas beberapa pesan yang Jimin kirimkan. Gadis delapan belas tahun itu berkata tentang betapa senangnya ia ketika tahu Seokhee akan datang.
‘Rasanya mau salto aja sangking senengnya.’
Begitu kata Jimin yang dibalas ketus oleh Seokhee.
‘Lo tuh ya, kaki belom sembuh bener. Jangan coba-coba petakilan.’
Jalanan yang sepi membuat bus yang Seokhee kendarai tidak terhambat apa pun. Hingga ia pun bisa sampai lebih awal di rumah sakit.
“Wah Kak Seokhee bawa apa nih?” Jimin berujar heboh ketika Seokhee masuk. “Kayanya enak, apakah itu?”
Seokhee tertawa ketika Jimin berakting seperti seorang yang tengah berpikir di atas ranjangnya.
“Ngga usah sok bego deh. Lo kan tadi minta bubur, masa iya gue kasih kimbab.”
“Wah padahal kimbab juga nggak apa-apa.”
Seokhee memutar matanya, lalu mengeluarkan wadah bubur dari tas yang jinjing yang ia bawa.
Ada bubur, kecap asin yang dibawa dalam plastik ziplock kecil, udang, jamur dan beberapa pelengkap lainnya.
Seokhee memindahkan semua itu ke dalam mangkuk lain, lalu ditaruhnya itu di meja lipat tempat Jimin makan.
“Wah, makasih banyak ya, Kak.”
“Santai, makan sampe kenyang.” Seokhee berkata seraya mengusap rambut Jimin, lalu membiarkannya makan dengan lahap.
Anak itu tampak begitu riang, sama sekali tidak terlihat raut sedih ketika kakinya itu masih belum bisa ia gerakan.
“Jimin, makan buburnya yang bener dong. Kaki masih patah juga sok-sokan.”
Seokhee menghentikan Jimin yang sedari tadi makan dengan menghentak-hentakkan kakinya tak mau diam.
“Hih, Kak Seokhee ini tuh aku lagi seneng banget dari kemarin akhirnya ada yang nemenin lagi.”
“Ibu emang ke mana?” tanya Seokhee basa-basi.
“Tadi pagi pergi ke kantor. Katanya nanti sore balik lagi. Gue kesepian tauuuuu.”
Kasihan pikir Seokhee. Ia harusnya bisa bersyukur, walau bagaimana pun Seokhee memiliki ibu yang pengerjaan. Namun entahlah, mengingat ibunya Seokhee malah terus merasa marah.
“Tapi serius, lu separah itu ya sampe harus ditawat gini?” Seokhee kembali bertanya.
“Dipaksa gue. Ibu juga sebenernya mau gue langsung pulang aja. Tapi orang tua temen gue maksa buat dirawat. Takut kenapa-kenapa katanya.”
Ah benar, Seokhee baru ingat jika tidak hanya Jimin yang mengalami kecelakaan.
Kata Jimin, Taehyun yang ikut dalam insideb itu bukan seseorang yang asing untuknya.
Ia dan Taehyun berada di satu kelas yang sama, namun anak itu sedikit tertutup dan jarang bergaul.
Pertemuan mereka kemarin dilakukan untuk membahas soal acara yang sebentar lagi akan organisasi lakukan.
Ketika itu rapat sudah selesai dilakukan dan Jimin dengan beberapa temannya yang lain memutuskan untuk pulang. Namun secara kebetulan, Jimin bertemu dengan Taehyun di salah satu persimpangan setelah gadis itu berpisah dengan kawan-kawannya.
“Aslinya, Taehyun yang ada di pinggir jalan. Tapi ngeliat ada mobil kenceng banget jalan ke arah kita, gue narik Taehyun. Cuman emang dasar sial, kaki gue malah keselimpet, jatoh deh.”
“Sok pahlawan sih lu,” kata Seokhee sambil melemparkan sisa kacang yang ia dapat dari sela-sela giginya.
“Jorok banget anjir!”
Seokhee terkekeh. Melihat Jimin yang sudah bisa marah-marah seperti itu, yakinlah ia jika juniornya tersebut memang sudah baik-baik saja.
“Terus Taehyun sekarang gimana?”
“Udah boleh pulang. Tinggal gue aja yang belum. Eh tapi dia bilang dia mau ke sini sih sekarang.”
Cklek ....
Bertepatan dengan itu, pintu terbuka. Seorang lelaki dengan seragam biru gelap kini berdiri di depan pintu.
“Eh, panjang umur lu Tae, baru juga di omongin udah datang lagi.” Jimin berujar heboh.
Hoseok hanya tersenyum kecil melihatnya. Ia lalu beralih ke arah Taehyun yang membungkuk kecil ke arahnya. Namun sayang, bukan itu yang Seokhee perhatikan, melainkan sosok lain yang mengikuti Taehyun dari belakang.
Im Namhyun.
“Mau apa lagi sih dia...”
Seokhee bukan sosok pemberani.
Dulu, ia sering sekali ditakut-takuti oleh kakak lelakinya, membuat Seokhee begitu enggan berurusan dengan hal-hal seram seperti hantu dan kawan-kawannya.
Hanya saja, sekarang yang ia lakukan tampaknya sedikit berbeda.
Setelah pertemuannya dengan Namhyun beberapa saat yang lalu, rasa penasaran Seokhee membuncah entah kenapa. Seolah Namhyun memiliki sebuah kisah yang tak bisa gadis itu lewatkan.
Ia tahu Namhyun bukanlah manusia. Ia terlihat muda untuk ukuran seseorang yang pernah sekolah pada dua puluh lima tahun yang lalu. Lagi pula kenapa Namhyun tidak bertambah tua jika memang ia adalah seorang manusia.
Tidak ada yang masuk akal dari lelaki itu. Semua kejanggalan yang terjadi di sekitar Namhyun pada akhirnya membuat Seokhee semakin percaya jika ia bukan seperti apa yang Seokhee harapkan selama ini.
“Aku tidak tahu kalau kamu di sini.”
Seokhee terdiam menatap Namhyun. Ia yang meminta lelaki untuk mengikutinya ke sebuah tangga darurat ketika Taehyun dan Jimin sedang berbincang seru.
“Lu sendiri kenapa di sini? Ngikutin Taehyun?”
Namhyun diam, matanya berlarian ke sana kemari. Jelas ia sedang menyembunyikan sesuatu. Insting Seokhee selalu benar.
“Lu yang bikin Jimin sama Taehyun celaka?” celetuk Seokhee tanpa aba-aba sedikit pun.
Mendengar suara Seokhee yang sedikit lebih tinggi, Namhyun yang awalnya menunduk sontak mengangkat kepala.
“Taehyun...”
Seokhee baru saja terpikir akan hal ini beberapa saat yang lalu. Ia boleh saja tidak percaya dengan rumor kutukan itu, hanya saja ketika bukti ada di depan mata, siapa pun tidak bisa menyangkal.
Im Namhyun, siapa tahu jika semua kutukan marga Im di sekolahnya terjadi karena ulah Namhyun yang mungkin dulu mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan hingga bersumpah’ dan mati dalam dendam kepada setiap marga yang sama.
“Iya, lu yang udah bikin Jimin sama Taehyun hampir celaka. Lu yang udah bikin semua kutukan Im di sekolah itu ada kan... Im Namhyun.”
“Aku... Kenapa juga aku harus melakukannya?” Namhyun bertanya dengan wajah kebingungan.
“Karena lu bukan manusia, tapi toh jahat.”
Seokhee mungkin boleh memukul kepalanya sekarang, karena apa yang baru saja ia katakan seolah mengundang sesuatu yang lain dalam diri Namhyun.
Lelaki itu kini mengepalkan tangannya. Wajah yang awalnya bersih walau sedikit pucat itu kini mulai berubah lebih pucat lagi dengan urat-urat biru yang menonjol di permukaan kulitnya.
Seokhee melangkah mundur, melihat perubahan Namhyun yang sedemikian rupa membuat ia kembali dalam mode normalnya. Penakut.
“Aku itu manusia. Aku belum mati... Aku bukan roh jahat.”
Suara Namhyun terdengar menggema dan lebih berat. Setidaknya itu membuat Seokhee lebih takut dari sebelumnya.
“L..lu... Setan!!”
“AKU BELUM MATI!!”
Seokhee tiba-tiba mendapati dirinya terlempar ke dinding. Sakit ia rasakan mulai menjalar dari ujung tulang ekor hingga tenguknya.
Sosok Namhyun yang sudah berubah total kini berada di atasnya. Mengungkung Seokhee dengan wajah setengah hancur yang ia punya.
“AKU MANUSIA... AKU BELUM MATI!!”
Namhyun mencengkeram leher Seokhee. Ia mencekik gadis itu dengan kuat hingga Seokhee hampir saja kehilangan jalan napasnya.
Tangan Seokhee menggapai-gapai udara, ia benar-benar bisa mati jika terus seperti ini.
“AKU BELUM MATI HIMANG, AKU MASIH HIDUP... MASIH HIDUP!!”
Seokhee tidak tahu apa yang sebenarnya Namhyun katakan. Tapi apa pun itu, Seokhee berusaha membenarkannya. Ia mengangguk dengan sedikit kekuatan yang tersisa.
Dan seketika, rasa tercekik itu hilang. Impitan keras di dadanya pun lenyap.
Seokhee sadar jika ia kini sendirian. Dengan rasa nyeri di setiap bagian lehernya dan udara kosong pekat yang Namhyun tinggal.
Tadi itu apa, pikir Seokhee.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top